Anda di halaman 1dari 6

1.

Karakteristik Biografis
Menurut Stephen Robbins (47-51) Perbedaan karakteristik biografis (karakteristik pribadi yang
objektif, misalnya usia, jenis kelamin, status kawin, banyaknya tanggungan, masa kerja) pada diri
individual sering dikaitkan dengan kinerja seseorang dalam organisasi. Banyak yang meyakini bahwa
ada hubungan-hubungan yang berkaitan dengan, misalnya, tingkat kepuasan kerja, tingkat absensi,
keinginan untuk maju, dan lain sebagainya. Berikut adalah karakteristik-karakteristi biografis dari
seorang individu dilihat dari kinerja pada saat bekerja:
a. Usia
Hubungan antara usia dan kinerja pekerjaan kemungkinan adalah isu yang semakin penting dalam
dekade mendatang. Mengapa? Sekurang-kurangnya karena tiga alasan. Pertama, terdapat
keyakinan meluas bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya usia. Tak peduli apakah itu benar
atau tidak, banyak orang meyakininya dan bertindak atas dasar keyakinan itu. Kedua, adalah realita
bahwa angkatan kerja telah menua. Misalnya, pekerja usia 55 tahun dan yang lebih tua merupakan
sektoryang berkembang paling cepat dari angkatan kerja dewasa ini. Alasan ketiga adalah
perundang-undangan Amerika yang baru-baru ini menyatakan bahwa, dengan maksud dan tujuan
apapun, melarang perintah pensiun. Sebagian besar pekerja dewasa ini tidak lagi harus pensiun
pada usia 70 tahun.
Apa persepsi terhadap pekerja yang sudah tua? Bukti menunjukkan bahwa para majikan mempunyai
perasaan yang campur aduk. Mereka melihat sejumlah kualitas positif yang dibawa orang tua ke
dalam pekerjaan mereka: khususnya, pengalaman, pertimbangan, etika kerja kuat, dan komitmen
terhadap mutu. Namun pekerjaan orang tua dianggap kurang luwes dan menolak teknologi baru. Dan
suatu pada suatu saat ketika organisasi mencari individu-idividu yang dapat menyesuaikan diri dan
terbuka terhadap perubahan, hal-hal negative yang terkait dengan usia jelas mengganjal dalam
seleksi awal atas karyawan tua dan meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan dibiarkan pergi
selama perampingan organisasi. Sekarang mari kita mengkaji bukti tersebut. Dampak apakah yang
sebenarnya ditimbulkan oleh usia pada pengunduran diri, keabsenan, produktivitas, dan kepuasan?
Semakin tua Anda, maka akan semakin kecil kemungkinan anda berhenti dari pekerjaan. Itulah
kesimpulan yang seringkali ditari berdasarkan studi-studi mengenai hubungan antara usia dan
pengunduran diri karyawan. Tentu saja kesimpulan ini akan tidak terlalu mengejutkan. Dengan makin
tuanya para pekerja, makin sedikit peluang pekerjan alternatif bagi mereka. Disamping itu, pekerja
yang lebih tua berkemungkinan kecil untuk berhenti karena masa kerja mereka yang lebih panjang
cenderung memberikan tingkat upah yang lebih tinggi kepada mereka, liburan ditanggung
perusahaan yang lebih panjang, dan tunjangan pensiun yang lebih menarik.
Cukup menggoda untuk mengasumsikan bahwa usia juga berbanding terbalik dengan keabsenan.
Bagaimanapun juga, pekerja yang lebih tua berkemungkinan lebih kecil untuk berhenti bekerja,
tidakkah mareka juga menunjukkan kemantapan yang lebih tinggi dengan masuk kerja secara lebih
teratur? Tidak selalu! Kebanyakan studi memang menunjukkan suatu hubungan terbalik, tetapi
pengujian penelitian yang lebih cermat menemukan bahwa hubungan usia-keabsenan sebagian
merupakan fungsi apakah kemangkiran itu dapat dihindari atau tidak. Umumnya, karyawan tua
mempunyai tingkat keabsenan dapat dihindari lebih rendah dibandingkan dengan karyawan angkatan
yang lebih muda. Meski demikian, mereka mempunyai tingkat kemangkiran tak terhindarkan lebih
tinggi, mungkin karena kesehatan yang memburuk karena penuaan dan lebih lamanya waktu
pemulihan yang diperlukan pekerja tua bila cedera.
Bagaimana usia mempengaruhi produktivitas? Terdapat satu keyakinan meluas bahwa produktivitas
merosot dengan makin bertambahnya usia sesorang. Sering diandaikan bahwa keterampilan individu
terutama kecepatan, kecekatan, kekuatan, dan kordinasi menurun seiring dengan berjalannya waktu,
dan bahwa kebosanan pekerjaan yang berlarut-larut dan kurangnya ransangan intelektual
semuannya menyumbang pada berkurangnya produktivitas. Namun bukti menentang keyakinan dan
asumsi tersebut. Misalnya, dalam jangka waktu 3 tahun, satu jaringan toko peralatan mengisi salah
satu gerainya hanya dengan karyawan yang usianya diatas 50 dan membandingkan hasil yang
diperoleh dengan lima toko lain yang diisi dengan karyawan yang lebih muda. Kesimpulan
alamiahnya adalah bahwa tuntutan dari sebagian pekerjaan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang yang
mensyaratkan kerja otot yang berat, tidak cukup besar terpengaruh oleh kemerosotan ketermpilan
fisik akibat usia yang berdampak pada produktivitas, atau jika terjadi kemerosotan Karen usia, sering
diimbangi oleh keunggulan pengalaman.
Perhatian terakhir kita adalah hubungan antara usia dan kepuasan kerja. Terhadap isu ini, bukti-bukti
yang ada bercampur aduk. Sebagian besar penelitian menunjukkan hubungan positif antar usia dan
kepuasan, sekurang-kurangnya sampai 60 tahun. Namun studi lain, menunjukkan hubungan yang
berbentuk U. Beberapa penjelasan dapat menjernihkan hasil temuan ini, yang paling masuk akal
adalah bahwa studi ini mencampuradukan karyawan professional dan tak professional. Jika kedua
tipe itu dipisah, kepuasan cenderung terus-menerus meningkat pada para professional dengan
bertambahnya usia mereka, sedangkan pada nonprofesinal kepuasan itu merosot selama usia
stengah baya dan kemudian naik lagi pada tahun-tahun berikutnya.
Intinya adalah sebagai berikut:
hubungan Umur - Turnover = umur meningkat maka tingkat turnover menurun. Alasannya karena
alternatif pekerjaan (option) yang semakin sedikit, penghasilan lebih tinggi yang telah diperoleh, dan
tunjangan pensiun yang lebih menarik.
Hubungan Umur - Absensi = Umur meningkat, maka ketidakhadiran yang disengaja menurun, dan
ketidakhadiran yang tidak disengaja meningkat pula. Mengingat umur yang bertambah berarti adanya
keluarga yang harus dibina. ketidakhadiran yang disengaja jarang sekali dilakukan, karena melihat
pada nilai gaji yang terpotong bila tidak masuk kerja. Dan ketidakhadiran yang tidak disengaja
meningkat pula, contoh : bila ada salah satu anaknya yang sakit.
Hubungan Umur - Produktivitas = umur meningkat, maka produktifitas menurun. Alasan :
menurunnya kecepatan, kecekatan, dan kekuatan. Juga meningkatnya kejenuhan atau kebosanan,
dan kurangnya rangsangan intelektual. Namun ada juga study yang mengemukakan bahwa
hubungan umur dengan produktifitas ternyata tidak ada hubungannya sama sekali. Dengan alasan :
menurunnya ketrampilan jasmani tidak cukup ekstrem bagi menurunnya produktifitas. Dan
meningkatnya umur biasanya diimbangi dengan meningkatnya pengalaman.
hubungan umur - kepuasan kerja =
o bagi karyawan profesional : umur meningkat, kepuasan kerja juga meningkat
o karyawan non-profesional : kepuasan merosot selama usia tengah baya dan kemudian naik lagi
dalam tahun-tahun selanjutnya. Bila digambarkan dalam bentuk kurva, akan berbentuk kurva U ("U"
curve).
b. Jenis Kelamin
Bukti menunjukkan bahwa tempat terbaik untuk memulai pembahasan kali ini adalah dengan
pengakuan bahwa terdapat hanya sedikit, jika ada perbedaan penting antara pria dan wanita yang
akan mempegaruhi kinerja mereka. Misalnya, tidak terdapat perbedaan yang konsisten pada pria dan
wanita dalam hal kemampuan memecahkan masalah belajar. Penelitian-penelitian psikologis
menunjukkan bahwa wanita lebih bersedia untuk mematuhi wewenang dan pria lebih agresif dan
berkemungkinan lebih besar daripada wanita untuk memiliki harapan atas keberhasilan, namun
perbedaan-perbedaan itu tidak besar. Dengan perubahan-perubahan significant yang berlangsung
dalam 30 tahun terakhir ini dalam hal peningkatan partisipasi wanita dalam dunia kerja dan
memikirkan kembali apa yang membentuk peran pria dan wanita yakni dengan asumsi bahwa tidak
ada perbedaan berarti dalam produktivitas pekerjaan, karena tidak ada bukti yang menunjukkan
bahwa jenis kelamin karyawan mempengaruhi kepuasan kerja.
Satu isu yang tampaknya membedakan dalam hal jenis kelamin, khususnya saat karyawan
mempunyai anak-anak berusia pra-sekolah, adalah pemilihan jadwal kerja. Ibu-ibu yang bekerja
berkemungkinan lebih besar untuk memilih pekerjaan paruh waktu, jadwal kerja yang fleksibel, dan
menyelesaikan pekerjaan kantor di rumahagar bisa memenuhi tanggung jawab mereka terhadap
keluarga. Dalam masalah tingkat pengunduran diri karyawan, bukti menunjukkan bahwa tidak terdapt
perbedaan yang mencolok dalam hal itu. Tingkat pengunduran diri wanita sama dengan pria. Akan
tetapi penelitian tentang keabsenan, secara konsisten menunjukkan bahwa wanita memiliki tingkat
keabsenan yang lebih tinggi daripada pria. Penjelasan yang paling logis untuk temuan ini adalah
bahwa riset itu dilakukan di Amerka Utara, dan budaya Amerika Utara secara historis menempatakn
tanggung jawab rumah tangga dan keluarga pada wanita. Jika ada anak yang sakit atau seeseorang
harus tinggal di rumah untuk menunggui tukang ledeng, maka wanitalah yang secara tradisional libur
dari pekerjaannya. Tetapi tidak diragukan lagi riset ini terikat dengan waktu. Peran historis wanita
dalam perawatan anak dan sebagai pencari nafkah sekunder sudah sangat berubah dalam generasi
terakhir, dan sebagain besar pria dewasa ini senang dengan pengasuhan anak dan masalah-
masalah yang terkait dengan perawatan anak paad umumnya seperti juga wanita. Intinya adalah
sebagai berikut:
tidak ada beda yang signifikan / bermakna dalam produktifitas kerja antara pria dengan wanita.
tidak ada bukti yang menyatakan bahwa jenis kelamin karyawan memperngaruhi kepuasan kerja.
hubungan gender - turnover = beberapa studi menjumpai bahwa wanita mempunyai tingkat keluar
yang lebih tinggi, dan studi lain menjumpai tidak ada perbedaan antara hubungan keduanya.
hubungan gender - absensi = wanita mempunyai tingkat absensi yang lebih tinggi (lebih sering
mangkir). dengan alasan : wanita memikul tanggung jawab rumah tangga dan keluarga yang lebih
besar, juga jangan lupa dengan masalah kewanitaan.
c. Status perkawinan
Tidak terdapat cukup banyak penelitian untuk menarik kesimpulan tentang dampakstatus perkawinan
pada produktivitas. Namun riset secara konsisten menunjukkan bahwa karyawan yang akan menikah
lebih rendah tingkat keabsenannya, mempunyai tingkat pengunduran diri yang lebih rendah, dan lebih
puas dengan pekerjaan mereka daripada rekan sekerjanya yang tidak menikah. Pernikahan menuntut
tanggung jawab lebih besar yang mungkin membuat pekerjaan tetap lebih berharga dan penting.
Tetapi pertanyaan tentang alasannya tidaklah jelas. Sangat mungkin bahwa karayawan yang tekun
dan puas berkemungkinan lebih besar untuk menikah. Intinya adalah sebagai berikut:
tidak ada studi yang cukup untu menyimpulkan mengenai efek status perkawinan terhadap
produktifitas.
karyawan yang menikah lebih sediki absensinya, pergantian yang lebih rendah, dan lebih puas
dengan pekerjaannya
d. Masa Kerja
Jika kita mendefinisikan senioritassebagai masa kerja seseorang pada pekerjaan tertentu, kita dapat
menagtakn bahwa bukti paling baru menunjukkan suatu hubungan positif antar senioritas dan
produktivitas pekerjaan. Jika demikian masa kerja, yang diekspresikan sebagai pengaalamn kerja,
tampaknya menjadi dasar perkiraan yang baik terhadap produktivitas karyawan.
Riset yang menghubungkan masa kerja dengan keabsenan sangatlah tegas. Secara konsisten
penelitian-penelitian menunjukkan bahwa senioritas berkaitan negative dengan keabsenan. Faktanya
dalam hal frekuensi keabsenan maupun dalam total hari yang hilang pada saat bekerja, masa kerja
merupakan variable penjelas tunggal yang paling penting. Masa kerja juga merupakan variable
penting dalakm menjelaskan tingkat pengunduran diri karyawan. Semakin lama seseorang berada
dalam pekerjaan, semakin kecil kemungkinan ia akan mengundurkan diri. Lagi pula, konsisten
dengan penelitian yang menunjukkan bahwa perilaku masa lalu merupakan indikator . Intinya adalah
sebagai berikut:
tidak ada alasan bahwa karyawan yang lebih lama bekerja (senior) akan lebih produktif dari pada
yang junior.
senioritas / masa kerja berkaitan secara negatif dengan kemangkiran dan dengan tingkat turnover.
1. masa kerja tinggi , tingkat absensi dan turnover rendah
2. masa kerja rendah, tingkat absensi dan turnover tinggi
Keduanya hal di atas berkaitan secara negatif
1. masa kerja tinggi, kepuasan kerja tinggi
2. masa kerja rendah, kepuasan kerja rendah
kedua hal di atas berkaitan secara positif
2. Kemampuan
yaitu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.
kemampuan intelektual. merupakan kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan kegiatan
mental. misalnya : berpikir,menganalisis, memahami. yang mana dapat diukur dalam berbrntuk tes
(tes IQ). Dan setiap orang punya kemampuan yang berbeda.
kemampuan fisik. merupakan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas yang menuntut
stamina, kecekatan dan kekuatan.
Ada 7 dimensi yang membentuk kemampuan intelektual seseorang, yaitu : kemahiran berhitung,
pemahaman verbal, kecepatan perceptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang,
dan ingatan. Tes atas semua dimensi diatas akan menjadi predictor yang tepat untuk menilai kinerja
keseluruhan karyawan.
Setelah kemampuan intelektual, ada yang disebut kemampuan fisik, yaitu adalah kemampuan yang
diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan , kekuatan, dan
ketrampilanm fisik lainnya. Kemampuan fisik ini tentu saja disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang
dijalankan. Seorang manajer dapat menilai seberapa banyak kemampaun intelektual dan fisik yang
harus dimiliki karyawannya. Ada 9 kemampuan fisik dasar yang porsinya dimiliki secara berbeda-
beda oleh tiap individu. Tentu saja, porsi yang dituntut oleh tiap jenis pekerjaan juga berbeda-beda.
Kemampuan fisik dasar tersebut adalah : kekuatan dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan statis,
kekuatan, keluwesan extent, keluwesan dinamis, koordinasi tubuh, keseimbangan, dan stamina.
Agar kinerja yang baik dapat dicapai, kesesuaian antara pekerjaan dengan kemampuan yang dimiliki
karyawan sangat penting. Apabila karyawan kekurangan kemampuan yang disyaratkan,
kemungkinan besar mereka akan gagal. Jika karyawan memiliki kemampuan tambahan yang tidak
disyaratkan dalam pekerjaan, tentu hal tersebut dapat menjadi nilai tambah. Namun jika jumlah
kelebihan jauh melampaui apa yang dibutuhkan pekerjaan, akan ada ketidakefisienan organisasional
dan kepuasan karyawan mungkin merosot. Manajer juga mungkin perlu membayar upah yang lebih
tinggi atas kelebihan tersebut.
Kepribadian
merupakan cara individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. kepribadian terbentuk dari
faktor keturunan, juga lingkungan (budaya, norma keluarga dan pengaruh lainnya), dan juga situasi.
ciri dari kepribadian adalah :
merupakan karakteristik yang bertahan, yang membedakan perilaku seorang individu, seperti sifat
malu, agresif, mengalah, malas, ambisius, setia.
Pengertian Kepribadian
Kepribadian (personality) bukan sebagai bakat kodrati, melainkan terbentuk oleh proses sosialisasi
Kepribadian merupakan kecenderungan psikologis seseorang untuk melakukan tingkah laku social
tertentu, baik berupa perasaan, berpikir, bersikap, dan berkehendak maupun perbuatan. Definisi
Kepribadian menurut beberapa ahli antara lain sebagai berikut :
a. Yinger
Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan system kecenderungan
tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian instruksi.
b. M.A.W Bouwer
Kepribadian adalah corak tingkah laku social yang meliputi corak kekuatan, dorongan, keinginan,
opini dan sikap-sikap seseorang.
c. Cuber
Kepribadian adalah gabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak dan dapat dilihat oleh
seseorang.
d. Theodore R. Newcombe
Kepribadian adalah organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap
perilaku. (Dalam :http://budakbangka.blogspot.com)

ksi dan berinteraksi dengan orang lain. kepribadian terbentuk dari faktor keturunan, juga lingkungan
(budaya, norma kelu

Anda mungkin juga menyukai