Draf Proposal Upi
Draf Proposal Upi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lansia adalah individu berusia diatas 60 tahun dimana memiliki tanda-tanda
penurunan fungsi biologis, psikologis, social dan ekonomi yang berlangsung terus
tahun, usia lanjut (elderly) 60 74 tahun, usia lanjut usia (old) 75 90 tahun dan
menyebutkan bahwa 49% menderita gangguan insomnia dan beberapa gangguan lain
disebutkan 29% responden tidur kurang dari 6 Jam, 23% merasa kekurangan dalam
jam tidur, 6% menggunakan obat tidur, kemudian 21% memiliki prevalensi insomnia
dan 15% kondisi mengantuk yang parah pada siang harinya (Purwanto, 2007).
Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa peningkatan
jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2000-2011 baik secara absolute maupun
meningkat dari 9,27% pada tahun 2000 menjadi 10,57% pada tahun 2011. Hal ini
antara lain disebabkan oleh meningkatnya usia harapan hidup sebagai hasil dari
2011 berdasarkan proyeksi penduduk hasil SP 2010 menjadi 3,49 juta (BPS, 2011).
Provinsi Jawa Tengah (Jateng), termasuk salah satu dari tujuh provinsi di Indonesia
yang berpenduduk dengan struktur tua (lansia). Data Departemen Sosial (Depsos)
menyebutkan, jumlah penduduk dengan struktur tua (lansia) mencapai 9,36%. Jumlah
1
lansia di Indonesia setiap tahun cenderung mengalami peningkatan. Jika pada tahun
1970 sebanyak 5,3 juta jiwa (4,48%), tahun 1990 menjadi 12,7 juta jiwa (6.29%),
tahun 2000 sebanyak 14,4 juta jiwa (7,18%) dan tahun 2005 meningkat menjadi 16,8
juta jiwa (7,78%). Tahun 2020 jumlah lansia di Indonesia diperkirakan akan mencapai
28,8 juta orang, atau sekitar 11,34%. Indonesia termasuk negara berstruktur penduduk
tua (lansia), karena jumlah penduduk usia lanjutnya lebih dari 7% di atas ketentuan
pada usia lanjut. Insidensi keseluruhan insomnia serupa pada laki-laki dan
perempuan, tetapi lebih tinggi di antara pria 85 tahun dan lebih tua (Handoko, 2003,
hlm.72). Menurut Zorick (1994 dikutip dari Potter & Perry, 2005) insomnia adalah
gejala yang dialami oleh klien yang mengalami kesulitan kronis untuk tidur, sering
terbangun dari tidur, dan/atau tidur yang singkat atau tidur non restoratif. Zion &
Israel (2003 dikutip dari Darmodjo, 2009) mengatakan ada beberapa faktor penyebab
insomnia pada usia lanjut yaitu faktor fisik, psikologis, penggunaan obat-obatan dan
gangguan insomnia primer adalah keluhan tentang kesulitan mengawali tidur dan
/atau menjaga keadaan tidur atau keadaan tidur yang tidak restoratif minimal satu
keluarga, kerja atau sekolah, jet lag, penyakit, atau kehilangan orang yang di cintai
(Potter & Perry, 2005). Insomnia akibat situasi stres dapat menyebabkan kesulitan
kronik untuk mendapatkan tidur yang cukup (Potter & Perry, 2005). Sebuah studi
yang telah dilakukan selama 14 tahun di Peen State dan melibatkan 1741 pria dan
2
juga wanita menunjukkan bahwa pria yang menderita insomnia memiliki resiko
angka kematian 4 kali lebih besar dari pada pria yang memiliki siklus tidur normal
selama 6 jam dan dr. N. Vgontzas dan timnya juga menemukan bahwa baik wanita
maupun pria dengan insomnia lebih sering mengalami tekanan darah lebih tinggi,
diabetes, dan defisit neurokognitif jika dibandingkan dengan mereka yang tidur
secara normal. Penelitian ini dilakukan oleh tim peneliti di Peen State, dr. Alexandros
Obat - obat hipnotik ini sanga tefektif dalam mempercepat tercapainya saat mulai
tidur, memperpanjang tidur, dan mengurangi frekuensi bangun. Namun, obat ini
menimbulkan efek negatif, diantaranya meninggalkan efek sisa obat, yaitu rasa mual
dan mengantuk pada siang hari, dan menyebabkan penderita gangguan tidur
mengalami ketergantungan obat sehingga kualitas tidur yang baik tidak akan tercapai.
Untuk itu, obat ini sebaiknya diberikan dengan dosis yang sekeci lmungkin, dalam
menimbulkan efek samping, dan dapat memandirikan lansi auntuk dapat menjaga
kesehatan mereka sendiri. Salah satu pengobatan secara non farmakologis dalam
mengatasi gangguan tidur menurut para ahli di antaranya adalah teknik relaksasi otot
progresif. Relaksasi otot progresif adalah relaksasi yang dilakukan dengan cara
3
melakukan peregangan otot dan mengistirahatkannya kembali secara bertahap dan
teratur.
Teknik relaksasi pertama kali dikenalkan oleh Edmund Jacobson seorang
dan kecemasaan. Metode relaksasi terdiri dari beberapa macam, yaitu: (1) relaksasi
otot, (2) pernafasan diafragma, (3) imagery training, (4) biofeedback, dan (5)
tidak bisa tidur dalam sehari hanya tidur 2 3 jam sehari, sulit mengawali tidur pada
malam hari. Bagi lansia yang mengalami keluhan gangguan tidur yang dapat
mengganggu ketenangan tidur lansia yang lain atas instruksi dokter diberikan obat
tidur. Tetapi penggunaan obat tidur dalam jangka waktu yang lama dapat
mengakibatkan efek yang tidak baik untuk kesehatan. Atas dasar pertimbangan inilah
saya tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh terapi relaksasi otot
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah Adakah pengaruh terapi relakssasi otot progresif
4
1. Tujuan Umum
Mengetahui apakah terapi relaksasi otot progresif ini bagus di gunakan
progresif
c. Mengetahui kualitas tidur lansia sesudah dilaksanakan terapi relaksasi otot
progresif
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang peneliti harapkan setelah proses penelitian yaitu :
1. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh peneliti lain sebagai
bahan informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut, terutama yang terkait
sebagai educator
3. Bagi instansi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
instansi terkait agar kiranya hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan
yang terkait dengan penelitian agar bisa menjadi acuan dalam menjalani pola
5
mengembalikan pengeluaran hormone yang secukupnya sehingga memberi
insomnia berarti tidak tidur atau gangguan tidur. Selanjutnya dijelaskan bahwa
insomnia ada tiga macam, yaitu pertama, Initial Insomnia artinya gangguan tidur
saat memasuki tidur. Kedua, Middle Insomnia yaitu terbangun di tengah malam
dan sulit untuk tidur lagi. Ketiga, Late Insomnia yaitu sering mengalami
gangguan tidur saat bangun pagi (Hawari,1990. Salah satu cara untuk mengatasi
insomnia ini adalah dengan metode relaksasi (woolfolk, 1983). Relaksasi adalah
salah satu teknik di dalam terapi perilaku yang pertama kali dikenalkan oleh
dan Arif Widodo Jurusan Keperawatan FIK UMS Jln. Ahmad Yani Tromol Pos I
Pabelan Kartasura yang berjudul pengaruh terapi relaksasi otot progresif terhadap
6
perubahan tingkat insomnia pada lansia di posyandu lansia desa gonilan,
semu atau Quasi eksperimental dengan rancangan pre test post test design.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 3 November 2010 di 7 Posyandu Lansia Desa
Gonilan, Kartasura didapatkan hasil bahwa terdapat 397 lansia yang aktif ikut serta
dalam kegiatan posyandu tersebut. Dari hasil wawancara dengan petugas pengelola
posyandu, lansia sering mengeluh pusing dan lemas. Hasil wawancara dari 30 lansia
yang ikut dalam posyandu lansia tersebut 16 diantaranya mengeluh tidak bisa tidur.
Dalam sehari hanya tidur 2 sampai 3 jam saja. Lansia pada kelompok perlakuan
sedang, 10,0% mengalami insomnia ringan, sedangkan pada kelompok kontrol 3,3%
juga mengalami insomnia berat, 86,7% mengalami insomnia sedang, dan 10,0%
mengalami insomnia ringan. Setelah diberikan terapi relaksasi otot progresif pada
kelompok perlakuan lansia yang mengalami insomnia berat menurun menjadi 0%,
lansia yang mengalami insomnia sedang sebesar 56,7% dan lansia yang mengalami
insomnia ringan sebesar 43,3%, sedangkan pada kelompok kontrol tingkat insomnia
yang berjudul perbedaan tingkat insomnia lansia sebelum dan sesudah latihan
satu kelompok sampel yang diwawancara sebanyak dua kali, yaitu wawancara
sebelum eksperimen (01) disebut pretest, dan wawancara sesudah akan tetapi selama
7
proses penelitian (1-7 Juni 2008) terdapat 1 orang yang sakit, sehingga pada akhir
perbedaan tingkat insomnia sebelum dan sesudah latihan relaksasi otot progresif
otot progresif selama 20-30 menit, satu kali sehari secara teratur selama satu minggu.
Hal ini terbukti dari adanya penurunan skor insomnia pada lansia tersebut, yaitu
sesudah diberikan intervensi latihan relaksasi otot progresif terjadi penurunan jumlah
lansia pada tingkat insomnia ringan menjadi 10 lansia, tingkat insomnia berat dan
sangat berat menjadi tidak ada sama sekali, dan terdapat 19 lansia dalam keadaan
tidak ada keluhan insomnia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Setiap lansia di
Sebelum latihan relaksasi otot progresif, sebagian besar lansia mengalami tingkat
insomnia ringan dan sebagian kecil mengalami tingkat insomnia berat dan sangat
berat, Sesudah latihan relaksasi otot progresif sebagian besar lansia berada pada
tingkat tidak ada keluhan insomnia, dan sebagian kecil mengalami tingkat insomnia
ringan, Berdasarkan uji statistik terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat
insomnia lansia sebelum dan sesudah latihan relaksasi otot progresif di BPSTW
8
9