Anda di halaman 1dari 17

KOMUNIKASI TERAPEUTIK SESUAI TUMBUH KEMBANG ANAK

A. KONSEP TUMBUH KEMBANG ANAK


1. Pengertian Tumbuh Kembang
Secara alamiah, setiap individu hidup akan melalui tahap
pertumbuhan dan perkembangan, yaitu sejak embrio sampai akhir
hayatnya mengalami perubahan ke arah peningkatan baik secara ukuran
maupun secara perkembangan. Istilah tumbuh kembang mencakup dua
peristiwa yang sifatnya saling berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit
dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan adalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau
dimensi tingkat sel organ, maupun individu yang bisa diukur dengan
ukuran berat (gram, pon, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur
tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh)
(Adriana, 2013).
Perkembangan (development) adalah bertambahnya skill
(kemampuan) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks
dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses
pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel
tubuh, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistem organ yang berkembang
sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya.
Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku
sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 2012).
Whaley dan Wong (2000) dalam Supartini (2004), mengemukakan
bahwa pertumbuhan sebagai suatu peningkatan jumlah dan ukuran,
sedangkan perkembangan menitikberatkan pada perubahan yang terjadi
secara bertahap dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling
tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran. Sehingga
dapat diartikan bahwasannya pertumbuhan berhubungan dengan
perubahan kuantitas dan ukuran sel tubuh yang ditunjukkan dengan
adanya peningkatan ukuran dan berat seluruh bagian tubuh, sehingga
pertumbuhan dapat diukur mengguanakan alat ukur yang baku.
Perkembangan berhubungan dengan perbuahan secara kualitas, di
antaranya terjadi peningkatan kapasitas individu untuk berfungsi yang
dicapai melalui proses pertumbuhan, pematangan, dan pembelajaran.
Proses pematangan terjadi secara terus-menerus dan saling berhubungan
serta ada keterkaitan antara satu komponen dan komponen lain. Jika
tubuh anak semakin besar dan tinggi, kepribadiannya pun secara simultan
juga semakin matang.

2. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak dapat ditentukan
oleh masa atau waktu kehidupan anak. Menurut Hidayat (2008) secara
umum terdiri atas masa prenatal dan masa postnatal.
a. Masa prenatal
Masa prenatal terdiri atas dua fase, yaitu fase embrio dan fase
fetus. Pada masa embrio, pertumbuhan dapat diawali mulai dari
konsepsi hingga 8 minggu pertama yang dapat terjadi perubahan yang
cepat dari ovum menjadi suatu organisme dan terbentuknya manusia.
Pada fase fetus terjadi sejak usia 9 minggu hingga kelahiran,
sedangkan minggu ke-12 sampai ke-40 terjadi peningkatan fungsi
organ, yaitu bertambah ukuran panjang dan berat badan terutama
pertumbuhan serta penambahan jaringan subkutan dan jaringan otot.
b. Masa postnatal
Terdiri atas masa neonatus, masa bayi, masa usia prasekolah, masa
sekolah, dan masa remaja.
1) Masa neonatus
Pertumbuhan dan perkembangan post natal setelah lahir diawali
dengan masa neonatus (0-28 hari). Pada masa ini terjadi kehidupan
yang baru di dalam ekstrauteri, yaitu adanya proses adaptasi
semua sistem organ tubuh.
2) Masa bayi
Masa bayi dibagi menjadi dua tahap perkembangan. Tahap
pertama (antara usia 1-12 bulan): pertumbuhan dan perkembangan
pada masa ini dapat berlangsung secara terus menerus, khususnya
dalam peningkatan sususan saraf. Tahap kedua (usia 1-2 tahun):
kecepatan pertumbuhan pada masa ini mulai menurun dan terdapat
percepatan pada perkembangan motorik.
3) Masa usia prasekolah
Perkembangan pada masa ini dapat berlangsung stabil dan masih
terjadi peningkatan pertumbuhan dan perkembangan, khususnya
pada aktivitas fisik dan kemampuan kognitif. Menurut teori
Erikson (dalam Nursalam, 2005), pada usia prasekolah anak
berada pada fase inisiatif vs rasa bersalah (initiative vs guilty).
Pada masa ini, rasa ingin tahu (courius) dan adanya imajinasi anak
berkembang, sehingga anak banyak bertanya mengenai segala
sesuatu di sekelilingnya yang tidak diketahuinya. Apabila orang
tua mematikan inisiatifnya maka hal tersebut membuat anak
merasa bersalah. Sedangkan menurut teori Sigmund Freud, anak
berada pada fase phalik, dimana anak mulai mengenal perbedaan
jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Anak juga akan
mengidentifikasi figur atau perilaku kedua orang tuanya sehingga
kecenderungan untuk meniru tingkah laku orang dewasa
disekitarnya. Pada masa usia prasekolah anak mengalami proses
perubahan dalam pola makan dimana pada umunya anak
mengalami kesulitan untuk makan. Proses eliminasi pada anak
sudah menunjukkan proses kemandirian dan perkembangan
kognitif sudah mulai menunjukkan perkembangan, anak sudah
mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah (Hidayat, 2008).
4) Masa sekolah
Perkembangan masa sekolah ini lebih cepat dalam kemampuan
fisik dan kognitif dibandingkan dengan masa usia prasekolah.
5) Masa remaja
Pada tahap perkembangan remaja terjadi perbedaan pada
perempuan dan laki-laki. Pada umumnya wanita 2 tahun lebih
cepat untuk masuk ke dalam tahap remaja/pubertas dibandingkan
dengan anak laki-laki dan perkembangan ini ditunjukkan pada
perkembangan pubertas.

B. KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau
dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat
membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui
komunikasi, (Suryani 2005). Menurut Purwanto yang dikutip oleh
(Mundakir 2006), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan
untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik
merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan yaitu
penyembuhan pasien, (Siti Fatmawati 2010).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien, Indrawati, dalam Siti Fatmawati, (2010).
Menurut (Stuart 1998) komunikasi terapeutik adalah
merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hal
ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam
rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Menurut (Potter-
Perry 2000), proses dimana perawat menggunakan pendekatan
terencana dalam mempelajari klien.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan seorang
perawat dengan teknik-teknik tertentu yang mempunyai efek
penyembuhan. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu cara untuk
membina hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian
informasi yang akurat kepada pasien, sehingga diharapkan dapat
berdampak pada perubahan yang lebih baik pada pasien dalam
menjalanakan terapi dan membantu pasien dalam rangka mengatasi
persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan.
2. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan
pribadi klien kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada
pertumbuhan klien yang meliputi:
Pertama, realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan
penghormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi
perubahan dalam diri klien. Klien yang tadinya tidak biasa menerima
apa adanya atau merasa rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik
dengan perawat akan mampu menerima dirinya.
Kedua, kemampuan membina hubungan interpersonal dan
saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik,
klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan
komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya,
perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina
hubungan saling percaya .
Ketiga, peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan
kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien
menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya.
Keempat, rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan
integritas diri. Identitas personal disini termasuk status, peran, dan
jenis kelamin. Klien yang mengalami gangguan identitas personal
biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri
rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat
membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri
yang jelas. Dalam hal ini perawat berusaha menggali semua aspek
kehidupan klien di masa sekarang dan masa lalu. Kemudian perawat
membantu meningkatkan integritas diri klien melalui komunikasinya
dengan klien, (Suryani 2005).
3. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
Menurut (Suryani 2005), ada beberapa prinsip dasar yang harus
dipahami dalam membangun dan mempertahankan hubungan yang
terapeutik:
Pertama, hubungan perawat dengan klien adalah hubungan
terapeutik yang saling menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada
prinsip humanity of nurse and clients. Kualitas hubungan perawat-
klien ditentukan oleh bagaimana perawat mendefinisikan dirinya
sebagai manusia. Hubungan perawat dengan klien tidak hanya sekedar
hubungan seorang penolong dengan kliennya tetapi lebih dari itu,
hubungan antar manusia yang bermartabat.
Kedua, perawat harus menghargai keunikan klien. Tiap
individu mempunyai karakter yang berbeda-beda, karena itu perawat
perlu memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat
perbedaan latar belakang keluarga, budaya, dan keunikan tiap individu.
Ketiga, semua komuikasi yang dilakukan harus dapat menjaga
harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat
harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.
Keempat, komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan
saling percaya harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali
permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalah.
Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari
komunikasi terapeutik.
4. Tahap Komunikasi Terapeutik
Hubungan terapeutik perawat-klien sebagaimana disebutkan
Potter dan Perry (2005) terdiri dari empat fase yang masing-masing
fase memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda. Adapun fase-fase
hubungan terapeutik tersebut terdiri dari :
a. Fase Pra-Interaksi
Fase ini dimulai sebelum perawat bertemu dengan klien
untuk pertama kalinya dan merupakan fase dimana perawat
merencanakan pendekatan terhadap klien. Pada fase ini perawat
dapat melihat kembali catatan medik klien, mengantisipasi masalah
kesehatan yang mungkin timbul pada interaksi pertama,
mempersiapkan lingkungan yang nyaman dan merencanakan
waktu yang cukup untuk interaksi. Pada fase ini juga perlu
mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan yang ada di dalam
dirinya serta menganalisis kekuatan dan keterbatasan yang dimiliki
sebelum melakukan interaksi dengan klien. Perawat yang berhasil
melalui fase ini dengan baik akan menampilkan sikap yang lebih
percaya diri dan lebih siap menghadapi segala macam
kemungkinan.
b. Fase Orientasi atau Perkenalan
Fase ini dimulai saat pertama kali perawat bertemu dengan
klien dan saling mengenal satu sama lainnya. Perawat perlu
menampilkan sikap yang hangat, empati, menerima dan bersikap
penuh perhatian terhadap klien. Hubungan pada fase ini masih
bersifat superfisial, tidak pasti dan masih tentatif. Klien biasanya
akan menguji kemampuan dan komitmen perawat dalam
memberikan asuhan sesuai dengan harapan yang dimilkinya.
c. Fase Kerja
Fase kerja merupakan dimana perawat dan klien bekerja
sama untuk memecahkan suatu masalah dan mencapai tujuan
bersama. Perawat perlu memotivasi klien untuk berekspresi,
mengeksplorasi dan menetapkan tujuan yang hendak dicapai. Pada
fase ini perawat dapat menunjukkan sikap caring dengan
memberikan informasi yang dibutuhkan klien, melakukan tindakan
yang sesuai dan menggunakan teknik komunikasi terapeutik.
Perawat juga dapat membantu klien dalam menggali pikiran dan
perasaannya, mengeksplorasi stressor, mendorong perkembangan
kesadaran diri klien, mendukung pemakaian mekanisme koping
yang adaptif dan merencanakan program selanjutnya yang sesuai
dengan kemampuan klien. Perawat juga perlu mengatasi penolakan
klien terhadap perilaku adaptif yang hendak diajarkan oleh perawat
dengan teknik dan pendekatan yang sesuai.
d. Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan fase untuk mengakhiri
hubungan. Perawat bersama klien dapat saling mengeksplorasi
perasaan yang muncul akibat dari perpisahan yang akan dijalani.
Pada fase ini baik perawat maupun klien dapat merasakan perasaan
puas, senang, marah, sedih, jengkel dan perasaan lainnya yang
mungkin menimbulkan ketidaknyamanan. Perawat perlu
menghadirkan reaalitas perpisahan kepada klien dan melakukan
evaluasi dari pencapaian tujuan setelah interaksi dilakukan. Pada
fase ini perawat juga perlu menetapkan rencana tindak lanjut yang
perlu dilakukan klien terkait intervensi yang baru saja dilakukan
pada fase kerja dan menetapkan kontrak untuk interaksi yang
berikutnya.
5. Teknik Komunikasi Terapeutik
Menurut Nasir (2011) teknik-teknik komunikasi dengan cara:
a. Mendengarkan dengan Penuh Perhatian
Kesan pertama ketika perawat mau mendengarkan keluhan
klien dengan seksama adalah perawat akan memperhatikan klien.
Keluhan yang disampaikan menjadi lebih lengkap dan lebih
terperinci, serta sistematis sehingga memudahkan perawat
mengelompokkan data sebagai sarana untuk menentukan diagnosis
keperawatan. Klien yang didengarkan dalam pembicaraan merasa
sangat dihargai apabila perawat mengaggap apa yang dikatakan
oleh klien merupakan hal yang sangat penting. Bahasa nonverbal
melalui kontak mata, menganggukkan kepala, senyum saat yang
tepat membantu untuk mencapai maksimal dalam proses
mendengarkan.
b. Menunjukkan penerimaan
Perilaku yang ditampilkan oleh klien dan keluhan yang
disampaikan merupakan masukan yang berharga bagi perawat,
walaupun kadang apa yang diucapkan tidak sesuai dengan penyakit
yang diderita atau tanda dan gejala masalah yang dihadapi klien.
Perawat tidak perlu melakukan penolakan maupun keraguan
terhadap apa yang disampaikan klien yang membuat klien tidak
bebas mengutarakan perasaannya. Unsur yang harus dihindari
adalah mengubah pikiran klien. Sebaiknya tidak ada unsur menilai,
berdebat dan mengkritik. Perawat sebaiknya mendengarkan tanpa
memutuskan pembicaraan, memberikan umpan balik verbal yang
menampilkan pengertian, menghindari ekspresi wajah dan gerakan
tubuh yang menunjukkan tidak setuju begitu juga dengan kata-kata
yang yang menimbulkan keraguan atau ketidakpercayaan.
c. Menanyakan Pertanyaan yang Berkaitan Pertanyaan terbuka
Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai kondisi riil dengan menggali penyebab klien datang ke
tempat pelayanan kesehatan. Pertanyaan terbuka memberikan
peluang maupun kesempatan klien untuk menyusun dan
mengorganisir pikirannya dalam menggungkapkan keluhannya
sesuai dengan apa yang dirasakan. Kesan yang didapatkan adalah
tidak menginterogasi atau menyelidiki sehingga data yang
diperoleh dapat dipakai menjadi acuan dasar untuk melaksanakan
asuhan keperawatan. Hindari pertanyaan yang diawali dengan kata
tanya kenapa atau mengapa. Jika dilihat lebih dalam pertanyaan itu
adalah pertanyaan memvonis yang bisa menambah kecemasan
klien.
d. Mengulang Ucapan Klien dengan Menggunakan Kata-kata Sendiri
Stuart dan Sundeen (1995) mendefinisikan pengulangan
adalah pengulangan pikiran utama yang diekspresikan klien.
Pengulangan pikiran utama yang dimaksud bisa dimaknai sebagai
pengulangan apa yang diucapkan dan pengulangan apa yang
dimaksud. Tujuannya adalah memberikan penguatan dan
memperjelas pada pokok bahasan atau isi pesan yang telah
disampaikan oleh klien sebagai umpan balik. Perawat harus
mengklarifikasi, validasi ataupun pengulangan kata yang
disampaikan sesuai dengan maksud dan tujuan.
e. Klarifikasi
Klarifikasi adalah menjelaskan kembali ide atau pikiran
klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti
dari ungkapannya. Klarifikasi dapat diartikan sebagai upaya untuk
mendapatkan persamaan persepsi antara klien dan perawat tentang
perasaan yang dihadapi dalam rangka memperjelas masalah untuk
memfokuskan perhatian.
f. Memfokuskan
Tujuannya untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga
lebih spesifik dan dimengerti. Hal yang penting adalah konsisten
dan berkesinambungan serta tidak menyimpang dari topik
pembicaraan guna mencapai keseriusan dan pemaknaan yang kuat.
g. Menyampaikan Hasil Observasi
Perawat harus memberikan umpan balik kepada klien untuk
menyatakan pemahamannya. Tindakan ini dianjurkan apabila
terdapat konflik antara verbal dan nonverbal klien, serta saat
tingkah laku verbal dan nonverbal nyata dan tidak biasa ada pada
klien. Penyampaian hasil pengamatan perawat sering membuat
klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah
memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
h. Menawarkan Informasi
Tindakan ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik
bagi klien terhadap keadaannya. Memberikan tambahan informasi
merupakan pendidikan kesehatan bagi klien. Klien akan lebih
percaya kepada perawat yang menguasai ilmu pengetahuan yang
memadai tentang masalah yang dihadapi klien. Apabila ada
informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi
alasannya. Perawat tidak boleh memberi nasihat kepada klien
ketika memberi informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk
membuat keputusan.
i. Diam
Tujuan tindakan yang dilakukan perawat untuk menunggu
respon klien mengungkapkan perasaannya. Ini merupakan teknik
komunikasi yang memberikan kesempatan pada klien untuk
mengorganisir dan menyusun pikiran atau ide sebelum
diungkapkan kepada perawat. Penggunaan metode diam
memerlukan keterampilan dan ketepatan waktu.

j. Meringkas
Meringkas berarti mengidentifikasi poin-poin penting
selama diskusi ataupun pembicaraan yang telah dilakukan sehingga
terdapat kesatuan ide. Meringkas pembicaraan membantu perawat
mengulang aspek penting dalam interaksinya sehingga dapat
melanjutkan pembicaraan dengan topik yang berkaitan.
k. Memberikan Penguatan
Tindakan ini berupa pemberian penghargaan yang
bertujuan untuk meningkatkan motivasi kepada klien untuk berbuat
yang lebih baik lagi. Penghargaan dalam pelayanan keperawatan
juga dapat berupa memberi salam sambil menyebut namanya. Hal
ini menunjukkan kesadaran tentang perubahan yang terjadi pada
diri klien, menghargai klien sebagai manusia yang utuh sebagai
individu merupakan bentuk dari pemberian penguatan positif yang
mampu menggugah semangat klien.
l. Menawarkan Diri
Klien yang belum siap berkomunikasi secara verbal dengan
orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya
dimengerti. Menawarkan diri merupakan kegiatan untuk
memberikan respon agar seseorang menyadari perilakunya yang
merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.
m. Memberi Kesempatan kepada Klien untuk Memulai Pembicaraan
Berikan kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam
dalam memilih topik pembicaraan. Perawat bisa memberi stimulasi
untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan
untuk membuka pembicaraan.
n. Menganjurkan untuk Meneruskan Pembicaraan
Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir
seluruh pembicaraan yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang
mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa
yang dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk
menafsirkan daripada mengarahkan diskusi.
o. Menempatkan Kejadian secara Teratur akan Menolong Perawat
dan Klien untuk Melihatnya dalam Suatu Perspektif
Tindakan ini membantu perawat dan klien untuk
melihatnya dalam suatu perspektif. Perawat akan dapat menetukan
pola kesukaran interpersonal dan memberi data tentang
pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam
memenuhi kebutuhannya.
p. Menganjurkan Klien untuk Menguraikan Persepsinya.
Perawat harus melihat segala sesuatunya dari perspektif
klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya
kepada perawat. Perawat harus waspada akan gejala kecemasan
ketika klien menceritakan pengalamannya.
q. Refleksi
Teknik refleksi digunakan untuk mengembalikan ide,
perasaan, dan pertanyaan kepada klien. Hal yang dilakukan
perawat bukan untuk menilai pikiran dan perasaan klien, akan
tetapi perawat mengembalikan lagi pikiran dan perasaan yang
merupakan bagian dari dirinya sendiri sehingga klien mencoba
untuk menilai lagi pikiran dan perasaan yang telah ada sebagai
upaya untuk mengevaluasi dan menimbang-nimbang keputusan
yang akan diambil.
C. KOMUNIKASI TERAPEUTIK SESUAI PERKEMBANGAN ANAK
1. Anak Usia Pra Sekolah
a. Melalui orang lain atau pihak ketiga
Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam
menumbuhkan kepercayaan diri anak, dengan menghindari secara
langsung berkomunikasi dengan melibatkan orang tua secara
langsung yang sedang berada di samping anak. Selain itu dapat
digunakan cara dengan memberikan komentar tentang mainan,
baju yang sedang dipakainya serta hal lainnya, dengan catatan
tidak langsung pada pokok pembicaraan.
b. Bercerita
Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak
dapat mudah diterima, mengingat anak sangat suka sekali dengan
cerita, tetapi cerita yang disampaikan hendaknya sesuai dengan
pesan yang akan disampaikan, yang dapat diekspresikan melalui
tulisan maupun gambar.
c. Memfasilitasi
Memfasilitasi anak adalah bagian cara berkomunikasi,
melalui ini ekspresi anak atau respon anak terhadap pesan dapat
diterima. Dalam memfasilitasi kita harus mampu mengekspresikan
perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harus diberikan
respons terhadap pesan yang disampaikan melalui mendengarkan
dengan penuh perhatian dan jangan merefleksikan ungkapan
negatif yang menunjukkan kesan yang jelek pada anak.
d. Biblioterapi
Melalui pemberian buku atau majalah dapat digunakan
untuk mengekspresikan perasaan, dengan menceritakan isi buku
atau majalah yang sesuai dengan pesan yang akan disampaikan
kepada anak.
e. Meminta untuk menyebutkan keinginan
Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak,
dengan meminta anak untuk menyebutkan keinginan dapat
diketahui berbagai keluhan yang dirasakan anak dan keinginan
tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran anak pada saat
itu.
f. Pilihan pro dan kontra
Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam
menentukan atau mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan
mengajukan pasa situasi yang menunjukkan pilihan yang positif
dan negatif sesuai dengan pendapat anak.
g. Penggunaan skala
Penggunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam
mengungkapkan perasaan sakit pada anak seperti penggunaan
perasaan nyeri, cemas, sedih dan lain-lain, dengan menganjurkan
anak untuk mengekspresikan perasaan sakitnya.

2. Anak Usia Sekolah


Anak usia (6-12 thn) dalam memperoleh informasi anak usia
sekolah lebih mampu memperhatikan detil-detil yang relevan dalam
menyelesaikan tugas atau masalah. Perubahan ini menunjukkan
munculnya kontrol kognitif atas perhatian sehingga anak bertindak
dengan nalar atau lebih terkontrol.
Perubahan yang penting dalam perkembangan emosi pada masa
ini yaitu adanya peningkatan kemampuan untuk memahami emosi
kompleks, misalnya kebanggaan dan rasa malu (Kuebli, 1994). Emosi-
emosi ini menjadi lebih terinternalisasi (Self-generated) dan
terintegrasi dengan tanggung jawab personal.
Anak usia sekolah mengalami peningkatan pemahaman
sehingga terdapat lebih dari satu emosi dalam situasi tertentu.
Terjadinya peningkatan kecenderungan untuk lebih
mempertimbangkan kejadian-kejadian yang menyebabkan reaksi
emosi tertentu. Dengan adanya peningkatan kemampuan guna dalam
menekan atau menutupi reaksi emosional yang negatif. Anak usia
sekolah menggunakan strategi personal untuk mengalihkan perasaan
tertentu, seperti mengalihkan atensi atau pikiran ketika mengalami
emosi tertentu (Santrock, 2007).
Anak yang ditinggalkan di rumah sakit, merasa dirinya tidak
aman, karena itu anak perlu dibantu mengatasi perasaan tersebut.
Perawat harus membantu pasien anak mengatasi perasaan tidak aman
dengan sedapat mungkin memperoleh kepercayaan pasien anak itu
terlebih dahulu. Anak pada usia ini senang berbicara dan dapat diajak
bicara untuk mengalihkan perhatian anak. Dalam hubungan perawat
dan pasien anak perlu dijaga agar anak tidak terlalu bergantung dengan
perawat tertentu, sehingga ia tidak mau dirawat oleh perawat lain.
Anak usia sekolah memiliki perkembangan komunikasi dan pola pikir
tentang pemahaman sebab-akibat. Anak mengandalkan pada apa yang
mereka lihat tetapi lebih pada yang mereka ketahui bila dihadapkan
pada masalah baru. Situasi hati dapat berubah dengan tiba-tiba. Anak
usia sekolah memiliki sifat egois yang tinggi. Anak gampang frustasi
untuk itu hindari kritikan (Allen, 2010). Anak memahami penjelasan
sederhana dan mendemostrasikannya. Anak harus diizinkan utuk
mengekspresikan rasa takut dan keheranannya (Potter&Perry, 2005).
Perawatan rumah sakit dan tindakan invasif akan menimbulkan
kecemasan pada anak dan mungkin sedikit takut menghadapi tindakan
invasif tersebut. Perawat harus mengobservasi secara ketat untuk
mengetahui apakah adanya gejala distres sebelum dilakukannya
tindakan invasif. Perawat mengkaji tingkat kecemasan dengan
mengkomunikasikan secara interpersonal guna memberi dukungan
kepada anak. Anak usia sekolah berhenti mengkhayalkan ketakutan
secara perlahan dan menggantinya dengan takut bahaya badaniah.
Perawat harus memberikan penjelasan prosedur tindakan dan dapat
mendemonstrasikannya pada mainan anak.
Anak usia sekolah mengendalikan rasa nyeri dengan cara
mengajak perawat untuk berkomunikasi selama prosedur tindakan
invasif dilakukan, ada yang ikut berpartisipasi dalam prosedur dan
sebagian lagi memilih untuk tidak melihat apa yang sedang terjadi.
Perawat dapat memberikan kesempatan kepada anak bertindak dalam
hubungan interpersonal. Nada suara yang tenang, bersahabat dan yakin
serta menggunakan bahasa sederhana dalam memberi penjelasan atau
petunjuk prosedur. Perawat tidak boleh berbohong tentang prosedur
yang menyakitkan karena dapat menimbulkan kemarahan pada anak.
Perawat harus jujur kepada anak hal apa yang akan terjadi untuk
mengurangi tingkat kecemasan (Potter&Perry, 2005). Tindakan invasif
sifatnya menimbulkan nyeri dan terkadang menimbulkan bekas.
Perawat harus mengingat konsep mengetahui ekspresi nyeri yang
diharapkan atau bahkan diterima dan mendengrkan pengalaman anak.
Kunci untuk berkomunikasi dengan pasien yang merasakan nyeri
adalah penilaian dan intervensi cepat dan kemudian penilaian ulang
yang seiring terhadap gejala dan pereda nyeri untuk menentukan
keefektifan intervensi dan perubahan kondisinya. Bila perawat
melakukan prosedur yang menyakitkan maka perawat bisa meminta
bantuan kepada perawat lain untuk menenangkan atau menurunkan
kecemasan anak (Sheldon, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Adriana, D. (2013). Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak. Jakarta:
Selemba Medika.

Hidayat, A. (2008). Pengantar ilmu keperawatan anak .Jakarta: Salemba Medika.

Mundakir. (2006). Komunikasi Keperawatan: Aplikasi Dalam Pelayanan, Edisi


Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nasir, Muhith, Sahidin, Mubarak (2011). Komunikasi Dalam Keperawatan:
Aplikasi dan Teori. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu


keperawatan edisi 1. Jakarta: EGC.

Potter & Perry. (2000). Fundamental of Nursing: Fundamental Keperawatan.


Jakarta : Salemba Medika
_____________. (2005). Buku Ajar fundamental Keperawatan : konsep, Proses,
dan praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Siti Fatmawati. (2010). Komunikasi Keperawatan Plus Materi Komunikasi


Terapeutik. Yogyakarta: Medical Book.

Soetjiningsih. (2012). Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC.

Stuart dan Sundeen. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3 alih bahasa
Achir Yani. S. Jakarta: EGC.

Supartini. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. EGC : Jakarta.

Suryani (2005). Komunikasi Terapeutik: Teori dan Praktik. Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai