Artikel
oleh :
4201410014
JURUSAN FISIKA
2014
PENGESAHAN
Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Fisika Materi Alat Optik Terintegrasi
disusun oleh:
4201410014
telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 1
September 2014
Dosen Pembimbing
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mendapatkan produk LKS yang terintegrasi karakter dan
menggunakan pendekatan scientific, mengetahui peningkatan hasil belajar kognitif dan
perkembangan karakter siswa setelah menggunakan LKS. Karakter yang dikembangkan
adalah jujur, disiplin, kreatif, rasa ingin tahu, komunikatif, dan tanggungjawab. LKS hasil
pengembangan ini kemudian diuji coba menggunakan quasi experimental design dengan
bentuk non-equivalent control group design. Prosedur penelitian meliputi: (1) pendahuluan,
(2) merancang produk, dan (3) pengembangan produk. LKS diuji kelayakan dan keterbacaan
dengan menggunakan angket kelayakan serta tes rumpang. Hasil uji kelayakan
menunjukkan bahwa LKS layak digunakan sebagai panduan pembelajaran fisika. Hasil uji
keterbacaan menunjukkan bahwa LKS mudah dipahami. LKS dapat meningkatkan hasil
belajar kognitif siswa. Siswa yang mendapatkan pembelajaran berpanduan LKS mengalami
peningkatan pemahaman konsep yang lebih tinggi daripada siswa yang mendapatkan
pembelajaran tanpa menggunakan LKS. LKS juga dapat mengembangkan karakter jujur,
disiplin, kreatif, rasa ingin tahu, komunikatif, dan tanggungjawab.
Abstract
This study aimed to get a product that is integrated character worksheet and using scientific
approach, determine the increase in cognitive achievement and character development of
students after using the worksheet. The characters are developed are honest, discipline,
creative, curiosity communicative, and responsibility. The worksheet then tested using quasi-
experimental design with a form of non-equivalent control group design. Research
procedures include: (1) introduction, (2) designing products, and (3) product development.
Worksheet tested the feasibility and readability by using questionnaires and cloze test.
Feasibility test results showed that the worksheet is feasible to use as a guide the learning
of physics. Readability test results indicate that worksheet is easy to understand. Worksheet
can increase students' cognitive learning result. Students who get a guided learning
worksheet to increase understanding of the concept of a higher than students who had
learning without the use of worksheet. Worksheet can also develop character honest,
discipline, creative, curiosity communicative, and responsibility.
PENDAHULUAN
Hasil survei UNESCO pada tahun 2012 menyatakan bahwa indeks perkembangan
pendidikan Indonesia berada pada posisi ke-64, dibandingkan Qatar (55) dan Mongolia (45).
Untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia, pemerintah mengeluarkan Permendikbud
No.54 tahun 2013 sebagai upaya menyempurnakan standar kompetensi lulusan (SKL) 2006
menjadi SKL 2013 atau lebih dikenal kurikulum 2013. Sesuai dengan SKL 2013, pembelajaran
pada kurikulum 2013 mencakup pengembangan ranah kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Untuk mewujudkan tercapainya
ketiga ranah kompetensi tersebut, diterapkan pendekatan pembelajaran yang disesuaikan
jenjang pendidikan. Untuk jenjang SD-MI menggunakan pendekatan tematik terpadu, SMP-
MTs menggunakan pendekatan trans-disciplinarity, sedangkan SMA-MA, diterapkan
pendekatan scientific (Permendikbud, 2013).
Pendekatan scientific dalam pembelajaran meliputi menggali informasi melalui
pengamatan, bertanya, menalar, melakukan percobaan, mengkomunikasikan. Hasil penelitian
Fauziah et al. (2013), menyatakan bahwa tahap-tahap pendekatan scientific dapat
meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengamati, menanya, menalar, mencoba dan
mengkomunikasikan temuannya, sehingga berdampak positif terhadap kemampuannya.
Kegiatan ilmiah tersebut dilaksanakan untuk semua mata pelajaran, tak terkecuali mata
pelajaran fisika.
Fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala alam. Sesuai dengan Permendikbud
No.69 tahun 2013, salah satu materi fisika yang diajarkan pada tingkat pendidikan menengah
atas (SMA-MA) adalah alat optik. Untuk memahami peralatan optik, sebaiknya siswa diajak
untuk melakukan percobaan/praktikum. Namun saat ini banyak guru fisika masih
menggunakan metode ceramah dalam menjelaskan materi alat optik. Sehingga siswa
kesulitan mengilustrasikan materi yang disampaikan guru. Salah satu upaya yaitu
menggunakan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk aktif dalam memahami dan
melakukan kegiatan langsung mengenai materi alat optik.
Berdasarkan Permendikbud No.87 tahun 2013 perangkat pembelajaran yang
komprehensif mencakup rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), bahan ajar, media
pembelajaran, evaluasi, dan lembar kerja siswa (LKS). LKS merupakan lembar kegiatan bagi
siswa baik dalam kegiatan intrakurikuler maupun kokurikuler untuk mempermudah
pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran. Lebih dari itu, Permendikbud No.64
tahun 2013 menekankan pengembangan sikap rasa ingin tahu, jujur, tanggung jawab, logis,
kritis, analitis, dan kreatif melalui pembelajaran fisika. Hasil penelitian Amelia et al. (2013)
menunjukkan bahwa penggunaan LKS mata pelajaran fisika dengan mengintegrasikan
pendidikan karakter efektif digunakan dalam pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar
dan karakter siswa. Sedangkan menurut penelitian Astuti et al. (2013), LKS hasil
pengembangan memberikan alternatif strategi pembelajaran yang inovatif, konstruktif, dan
berpusat pada siswa, dengan memfokuskan pada tercapainya kompetensi yang diharapkan.
Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, pendidikan nasional bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Kemendikbud telah
melakukan program pencanangan pendidikan karakter secara nasional pada tanggal 2 Mei
2010. Salah satu program utama untuk meningkatkan mutu proses dan output pendidikan
adalah integrasi pendidikan karakter di semua mata pelajaran. Berdasarkan Permendikbud
No.69 tahun 2013 tentang kurikulum SMA-MA, pendididkan karakter diintegrasikan pada
semua materi pelajaran fisika SMA-MA. Hasil penelitian Raharjo (2010), menyimpulkan bahwa
pendidikan karakter dapat mempengaruhi akhlak mulia peserta didik. Menurut Musyarofah et
al. (2013) pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran IPA disimpulkan dapat
menumbuhkan kebiasaan bersikap ilmiah pada siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan produk LKS fisika materi alat optik yang
terintegrasi karakter dan menggunakan pendekatan scientific. Selain itu untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar kognitif siswa dan juga mengetahui perkembangan karakter siswa
setelah menggunakan LKS.
METODE
Subjek penelitian adalah siswa kelas X MIIA SMA Negeri 1 Cilacap. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode penelitian dan pengembangan (Research and Development)
dengan prosedur sebagai berikut:
Validasi pakar
Pelaporan
Gambar 1. Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dokumentasi, tes tertulis dan
angket. Tes tertulis terdiri dari tes rumpang untuk menguji keterbacaan LKS, serta pilihan
ganda untuk menguji hasil belajar kognitif siswa yang telah melalui uji validitas, reliabilitas,
tingkat kesukaran dan daya beda. Angket digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan LKS
dan perkembangan karakter siswa menggunakan skala Likert. Analisis kelayakan,
keterbacaan dan karakter dihitung dengan mencari persentase.
LKS hasil pengembangan ini kemudian diuji coba menggunakan quasi experimental
design dengan bentuk non-equivalent control group design. Data awal dianalisis melalui
normalitas dan homogenitas untuk menentukan sampel. Peningkatan hasil belajar kognitif
siswa diuji dengan uji gain dan t-test. Pengembangan karakter siswa dianalisis dengan uji gain.
Aspek kelayakan isi terdiri dari kesesuaian materi, keakuratan materi, materi pendukung
pembelajaran, keterkaitan komponen utama pendekatan scientific dan pengintegrasian
karakter. Aspek kelayakan penyajian terdiri dari teknik penyajian, penyajian pembelajaran, dan
kelengkapan penyajian. Konsep materi secara ringkas disajikan dahulu sebelum siswa diajak
untuk melakukan kegiatan menemukan konsep yang lebih rumit. Bahasa yang digunakan
dalam LKS adalah bahasa Indonesia sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
Susunan kalimat dalam LKS memperhatikan struktur SPO/SPOK. Bahasa yang digunakan
dalam LKS disusun dengan jelas agar mudah dipahami dan menggunakan istilah yang
konsisten.
Hasil Uji Keterbacaan
Untuk mengetahui tingkat keterbacaan, LKS diujikan pada 10 siswa yang mendapatkan
pembelajaran fisika materi alat optik menggunakan LKS. Siswa diarahkan untuk mengisi
bagian rumpang dari teks materi alat optik. Berdasarkan analisis data, diperoleh persentase
sebesar 84,29% yang artinya LKS berada dalam kriteria mudah dipahami. Kalimat-kalimat
yang disusun dalam LKS adalah kalimat yang sederhana namun memperhatikan struktur
SPO/SPOK, sehingga mudah dipahami. Menurut Yulianti (2010: 11), media visual yang dibuat
hendaknya menggunakan kalimat sederhana tetapi bermakna.
Hasil Uji Keefektifan dari Segi Hasil Belajar Kognitif Siswa
Hasil posttest kedua kelas diuji perbedaan dua rata-rata dan menunjukkan bahwa kelas
ekperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Hasil posttest siswa disajikan pada Tabel 2 dan
Gambar 2 berikut.
Tabel 2 Perbandingan Rata-rata Posttest
Kelas Rata-rata Posttest Kelas Rata-rata Posttest
Kontrol 76,32 Eksperimen 81,18
100
Perbandingan Rata-rata Posttest
80
81.18
76.32
60
40
20
0
Eksperimen Kontrol
80%
60%
40%
20%
0%
Sebelum Sesudah
Berdasarkan data yang diperoleh, persentase karakter awal yang tertanam dalam diri
siswa sebesar 71,39% dan berada dalam kriteria mulai berkembang. Mulai berkembangnya
karakter sebelum pemberian LKS dipengaruhi berbagai macam faktor, baik intern siswa
maupun ekstern. Salah satu faktor ekstern yaitu siswa telah mendapatkan pendidikan karakter
dari guru dan orang tua. Menurut Azwar (2013: 30-38), faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap
penting, media massa, institusi atau lembaga, agama, serta emosi dalam diri individu.
Setelah melakukan pembelajaran menggunakan LKS, terdapat perkembangan
karakter jujur dalam diri siswa. Persentase perkembangan karakter jujur mengalami
peningkatan. Setelah melakukan pembelajaran memakai LKS, karakter jujur siswa masuk
dalam kategori membudaya. Hasil observasi juga mendapatkan hal yang sama, yaitu
perkembangan karakter jujur masuk dalam kategori membudaya. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa LKS dapat mengembangkan karakter jujur siswa. Hasil penelitian Musyarofah et al.
(2013) menunjukkan pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran IPA dapat
menumbuhkan kebiasaan bersikap jujur. Untuk mengembangkan karakter jujur, kegiatan
dalam LKS mengajak siswa untuk percaya pada kemampuan diri dan tidak mencontek hasil
kerja kelompok lain. Kegiatan dalam LKS juga mengharuskan siswa untuk melaporkan hasil
praktikum secara jujur.
Kegiatan dalam LKS juga terintegrasi nilai kedisiplinan. Persentase perkembangan nilai
karakter disiplin siswa mengalami peningkatan walaupun masih dalam kategori yang sama.
Hasil observasi juga menunjukkan hal yang sama, yaitu karakter disiplin siswa berada dalam
kriteria mulai berkembang. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa LKS dapat
mengembangkan karakter disiplin siswa. Hasil penelitian Sari et al. (2013) menunjukkan
pembelajaran berbasis karakter dan konservasi efektif untuk pembentukan karakter disiplin
siswa. Untuk mengembangkan karakter disiplin, siswa diharuskan menaati prosedur kerja
laboratorium dan prosedur pengamatan masalah. Ketika melakukan kegiatan dalam LKS,
siswa wajib mematuhi jadwal belajar yang telah ditetapkan.
Setelah melakukan pembelajaran memakai LKS, karakter kreatif siswa masuk dalam
kategori mulai berkembang. Namun hasil observasi menunjukkan hal yang berbeda, yaitu
karakter kreatif siswa masih berada dalam kriteria mulai terlihat. Hasil analisis tersebut
menunjukkan bahwa LKS belum dapat mengembangkan karakter kreatif dengan maksimal.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kurang maksimalnya integrasi karakter kreatif pada
LKS. Yaitu kebijakan guru fisika pada kelas eksperimen untuk tidak melakukan praktikum
membuat skema teropong Keppler. Padahal membuat skema teropong Keppler sengat
memicu kreativitas siswa. Menurut Azwar (2013: 30-38), faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap
penting, media massa, institusi atau lembaga, agama, serta emosi dalam diri individu. Untuk
mengembangkan karakter kreatif, siswa diharuskan menggambar skema semenarik mungkin.
Selain itu siswa juga diajak untuk membuat skema teropong Keppler.
Persentase perkembangan karakter rasa ingin tahu mengalami peningkatan, walaupun
masih tetap berada dalam kriteria mulai berkembang. Hasil observasi juga menunjukkan
bahwa karakter rasa ingin tahu siswa berada dalam kriteria mulai berkembang. Berdasarkan
dua hal tersebut, maka dapat disimpulkan LKS terintegrasi karakter dapat mengembangkan
nilai karakter rasa ingin tahu siswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Windarsih (2011)
menunjukkan hasil, bahwa pembelajaran berbasis karakter dapat meningkatkan karakter rasa
ingin tahu. Untuk membangkan rasa ingin tahu, siswa diajak untuk aktif bertanya pada ahli
atau guru, membaca, mencari informasi dari segala sumber baik buku, internet, maupun
lingkungan. Kegiatan dalam LKS juga mengajak siswa untuk mengamati fenomena yang
berkaitan dengan materi pelajaran.
Kegiatan LKS mengintegrasikan nilai karakter komunikatif. Terdapat peningkatan
persentase perkembangan karakter komunikatif walaupun masih dalam kategori yang sama,
yaitu mulai berkembang. Hasil observasi juga menunjukkan hal yang sama. Hasil analisis
tersebut menunjukkan bahwa LKS dapat mengembangkan karakter komunikatif siswa. Hasil
penelitian Bestari et al. (2014) menunjukkan pembelajaran fisika terintegrasi karakter dapat
meningkatkan karakter komunikatif. Untuk mengembangkan karakter komunikatif, siswa
diajak untuk mengkomunikasikan hasil kegiatan yang telah dilakukan. Siswa juga diajak untuk
memberi dan mendengarkan pendapat dalam diskusi kelas.
Selain lima karakter diatas, LKS juga dapat membangun tanggungjawab dalam diri
siswa. Persentase perkembangan karakter tanggungjawab mengalami peningkatan. Setelah
melakukan pembelajaran memakai LKS, karakter tanggungjawab siswa masuk dalam kategori
membudaya. Hasil observasi juga mendapatkan hal yang sama, yaitu perkembangan karakter
tanggungjawab masuk dalam kategori membudaya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa LKS
dapat mengembangkan karakter tanggungjawab siswa. Hasil penelitian yang dilakukan
Musyarofah et al. (2013) menunjukkan pengintegrasian pendidikan karakter dalam
pembelajaran IPA dapat menumbuhkan kebiasaan bersikap tanggungjawab. Untuk
mengembangkan karakter tanggungjawab, kegiatan dalam LKS mengajak siswa melakukan
kegiatan diskusi dan praktikum dengan sungguh-sungguh.
Secara umum, persentase perkembangan karakter siswa mengalami peningkatan,
artinya LKS mampu mengembangkan karakter siswa, khususnya karakter jujur, disiplin,
kreatif, rasa ingin tahu, komunikatif, dan tanggungjawab. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Musyarofah et al. (2013) pengintegrasian pendidikan karakter dalam
pembelajaran IPA disimpulkan dapat menumbuhkan kebiasaan bersikap ilmiah yaitu tanggung
jawab, jujur, kerjasama, ingin tahu, dan kreatif. Peningkatan persentase perkembagan
karakter siswa juga dianalisis menggunakan uji gain. Namun tidak ada peningkatan
persentase perkembangan karakter yang berada pada kriteria tinggi. Hal ini dikarenakan untuk
menumbuhkan karakter siswa, diperlukan proses yang sangat panjang dan berkelanjutan.
Karakter siswa tidak terbentuk instan hanya dengan menggunakan LKS, tetapi dibentuk
melalui pembelajaran yang terintegrasi karakter secara terus menerus dan berkelanjutan. Hal
tersebut sesuai dengan pandangan Kemendiknas (2010: 11-14), ada beberapa prinsip dalam
pengembangan pendidikan karakter, salah satunya adalah berkelanjutan, artinya
pengembangan nilai - nilai budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang,
dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.
SIMPULAN
Produk penelitian adalah LKS fisika materi alat optik terintegrasi karakter menggunakan
pendekatan scientific untuk kelas X MIIA SMA semester genap. Materi LKS adalah alat optik
mata, kacamata, kamera, lup, mikroskop, dan teropong. Hasil uji kelayakan yang ditinjau dari
aspek kelayakan isi, penyajian, dan kebahasaan menunjukkan persentase kelayakan sebesar
86,78% yang artinya bahwa LKS sangat layak digunakan sebagai panduan pembelajaran
fisika. Hasil uji keterbacaan menunjukkan persentase sebesar 84,29% yang artinya LKS
berada dalam kriteria mudah dipahami. LKS dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa.
Pemahaman konsep siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan siswa kelas kontrol
yang mendapatkan pembelajaran tanpa LKS. LKS dapat mengembangkan karakter siswa,
khususnya karakter jujur, disiplin, kreatif, rasa ingin tahu, bersahabat / komunikatif, dan
tanggung jawab
SARAN
Komunikasi dengan guru kelas harus baik agar tidak terjadi kesalahpahaman saat
pengambilan data maupun ketika pembelajaran menggunakan LKS. Guru hendaknya
menganjurkan siswa untuk mempelajari materi berikutnya terlebih dahulu sebelum diajarkan
di sekolah. Himbauan pada tiap indikator karakter hendaknya lebih ditekankan dan dilakukan
secara berulang-ulang agar pengintegrasian karakter berhasil diterapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, O.T., Yurnetti, & Asrizal. 2013. Pembuatan LKS Fisika Berbasis ICT dengan
Mengintegrasikan Nilai Pendidikan Karakter Kelas X Semester 2. Pillar of Physics
Education, vol. 2, 89-96. Tersedia di http://ejournal.unp.ac.id [diakses 14-1-2014].
Astuti & Setiawan. 2013. Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Pendekatan
Inkuiri Terbimbing Dalam Pembelajaran Kooperatif Pada materi kalor. Jurnal Pendidikan
IPA Indonesia, 2(1): 89-94. Tersedia di http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jpii
[diakses 7-1-2014].
Azwar, S. 1995. Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Benninga, J. S., Berkowitz, M. W., Kuehn, P., & Smith, K. (2003). The relationship of character
education implementation and academic achievement in elementary schools. Journal of
Research in Character Education, 1(1), 19-32
Bestari, D., D. Yulianti, & P. Dwijananti. 2014. Pembelajaran Fisika Menggunakan Sea
Berbantuan Games Untuk Mengembangkan Karakter Siswa SMP. Unnes Physics
Education Journal, 3(1). Tersedia di http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upej.
Fauziah, R., A.G. Abdullah, & D.L. Hakim. 2013. Pembelajaran Saintifik Elektronika Dasar
Berorientasi Pembelajaran Berbasis Masalah. Journal Of Vocational Technology
Education, 9(2): 165-178.
Hussain, A., M. Azeem., & A. Shakoor. 2011. Physics Teaching Methods: Scientific Inquiry Vs
Traditional Lecture. International Journal of Humanities and Social Science, 1(19):269-
276.
Mustofa, M., Sri Ngabekti, & Retno Sri Iswari. 2013. Pengembangan Lembar Kerja Siswa
Berbasis Observasi Pada Taman Sekolah Sebagai Sumber Belajar Sains. Unnes
Journal of Biology Education, 2(1). Tersedia di
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujeb
Nagl, M.G., Dusanka Z. Obadovic, & Mirjana Segedinac. 2012. Effective Teaching of Physics
and Scientific Method. TEM Journal, 1(2):85-89.
Permendikbud no.69 tahun 2013 tentang Kompetensi Dasar & Struktur Kurikulum SMA-MA.
Prastowo, A. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarata : Diva Press.
Raharjo, S.B. 2010. Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Menciptakan Akhlak Mulia: Balitbang
Kemendiknas di Jakarta. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 3: 229-238.
Sari, Y.K., Sri Mulyani E.S., & Saiful Ridlo. 2013. Efektivitas Penerapan Metode Quantum
Teaching Pada Pendekatan Jelajah Alam Sekitar (JAS) Berbasis Karakter Dan
Konservasi. Unnes Journal of Biology Education, 2(2). Tersedia di
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujeb.
Yildirim, N., Sevil Kurt, & Alipasa Ayas. 2011 . The Effect Of The Worksheets On Students
Achievement In Chemical Equilibrium. Journal of Turkish Science Education, 8(3):44-
58.