Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Istilah fraud belum dikenal secara luas di Indonesia. Masyarakat Indonesia lebih

mengenal segala bentuk penyelewengan dan penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan untuk

memperoleh keuntungan. Fraud adalah suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh

orang-orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan

keuntungan pribadi dan atau kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain (Diaz,

2013). Bologna (1993) dalam Amrizal (2004)1[8] mendefinisikan kecurangan Fraud is

criminal deception intended to financially benefit the deceiver yaitu kecurangan adalah

penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu.

Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat.

Ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial dari tindakannya tersebut.

Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu (1) tindakan/the act., (2)

penyembunyian/the concealment dan (3) konversi/the conversion. Pengertian kecurangan

menurut the Association Certified Fraud Examines (ACFE) dalam Vanasco (1998) merupakan

segala sesuatu hal yang dilakukan secara lihai dapat digunakan untuk mendapatkan keuntungan

dengan cara menutupi kebenaran, tipu daya, kelicikan atau mengelabuhi dan cara tidak jujur dan

yang lain. Sedangkan menurut Blacks Law Dictionary dalam Ema Kurniawati (2012), fraud

didefinisikan sebagai : Mencakup semua macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang

diupayakan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang

salah atau pemaksaan kebenaran dan mencakup semua cara yang tak terduga, penuh siasat licik

atau tersembunyi, dan setiap cara yang tidak wajar yang menyebabkan orang lain tertipu.
Sesuatu hal dikatakan menjadi sebuah kecurangan apabila: (1) Kegiatan tersebut menghasilkan

keuntungan bagi dirinya sendiri atau kelompok, (2) Kegiatan tersebut dapat merugikan orang lain

atau korporasi, dan (3) Cara yang digunakan tidak benar, illegal atau perbuatan tersebut melawan

hukum (Tuanakotta, 2010). Dari beberapa definisi diatas maka dapat diketahui bahwa kecurangan

merupakan tindakan illegal yang disengaja/timbul niat jahat dengan cara melakukan kebohongan,

tipu daya, pencurian dan tindakan yang merugikan orang lain untuk mendapatkan keuntungan

untuk dirinya sendiri atau golongannya.

Pada negara-negara maju perekonomian yang ada cenderung lebih stabil , hal tersebut

membuat modus pelaku ekonomi melakukan praktik fraud jauh lebih kecil. Apalagi hukum di

negara maju lebih berfungsi dengan baik. Misalnya di negara Amerika mereka cenderung lebih

suka menerapkan hukum perdata dengan memberikan sanksi andministratif yang berlipat ganda

terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan. Adapun di negara-negara berkembang misalnya di

Indonesia modus praktik fraud jauh lebih besar. Hukum di Indonesia sendiri yang seperti kita

ketahui lebih cenderung memberikan hukum pidana ,adapun sanksi administratif yang diberikan

tidak terlalu besar sehingga membuat para pelaku fraud tidak jera terhadap kecurangan dan

pelanggaran hukum yang dilakukan. Dari uraian diatas bisa diketahui bahwa jenis fraud yang

terjadi pada berbagai negara bisa berbeda, karena dalam praktiknya fraud dipengaruhi oleh

kondisi hukum dan kondisi ekonomi masing-masing negara. Fraud dapat dilakukan di sektor

swasta ataupun publik. Didalam sektor swasta banyak sekali pelanggaran, penyelewengan antaa

lain salah menafsirkan catatan keuangan pada laporan keuangan. Hal itu menyebabkan banyaknya

kerugian yang besar bukan hanya bagi orang-orang yang bekerja pada perusahaan, akan tetapi

pada investor-investor yang menanamkan modal pada perusahaan tersebut. Menurut ICW

praktik bisnis yang kotor dalam sektor swasta ternyata memberi efek domino yang merugikan

kepentingan publik secara langsung. Praktik spekulan bursa saham, penghindaran pajak, dan

disinformasi oleh pebisnis swasta mengakibatkan kerugian besar yang dalam krisis ini
dirasakan langsung masyarakat luas. Skandal di perusahaan Enron, Global Crossing, dan

WorldCom yang terjadi di Amerika Serikat beberapa tahun lalu merupakan contoh penipuan

(fraud) yang dilakukan perusahaan swasta. Skandal tersebut memberikan efek bola salju ke

seluruh dunia dan korporasi global serta merusak kepercayaan publik tentang integritas

bisnis. Di Indonesia misalkan kasus BLBI, Bank Bali, dan Bank Century juga telah

mengurangi kepercayaan investor luar negeri. Dengan demikian untuk mengembalikan

kepercayaan para investor, praktik akuntansi yang sehat dan audit yang berkualitas dibutuhkan

dalam penyajian laporan keuangan perusahaan. Penerapan transparansi dan akuntabilitas di

dalam sektor swasta merupakan salah satu kunci untuk mencapai masyarakat yang terbebas

dari korupsi. Hal tersebut juga diamanatkan dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

untuk Pemberantasan Korupsi-United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) yang

di dalam pasal 12 mengatur tentang kewajiban setiap negara untuk mencegah terjadinya

korupsi di sektor swasta

Sementara itu pada sektor publik, di Indonesia korupsi telah menjadi isu fenomenal dan

menarik untuk dibahas dengan kasus-kasus yang kini tengah berkembang dalam masyarakat. .

Semenjak runtuhnya jaman orde baru, masyarakat menjadi semakin kritis dalam mencermati

kebijakan-kebijakan pemerintah yang sarat dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme atau

yang sering dikenal dengan istilah KKN. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena

para pihak bekerja sama untuk menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk

didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest),

penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities) dan pemerasan secara

ekonomi (economic extortion). Pada tahun 2008-2009, korupsi sudah bukan merupakan

rahasia publik. Contoh kasus fraud yang hangat-hangatnya diperbincangkan yaitu E-KTP.

Cressey (1953) dalam Skousen et al. (2008) mengemukakan tiga kondisi berupa ke rangka

untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan kecurangan yaitu pressure


(tekanan), opportunity (kesempatan), dan rationalization (rasionalisasi) yang disebut sebagai fraud

triangle. Selanjutnya Wolfe dan Hermanson (2004) menambahkan tiga kondisi yang telah

ditemukan oleh Cressey (1953) dalam Skousen et al. (2008) dengan kemam puan (capability),

sehingga empat kondisi ter sebut dinamakan fraud diamond. Serta yang terbaru yaitu teori fraud

pentagon menurut Crowe (2011) teori fraud pentagon merupakan perluasan dariteori fraud triangle

yang sebelumnya dikemukakan oleh Cressey, dalam teori ini menambahkan dua pentagon

memiliki makna yang serupa dengan kapabilitas/kemampuan (capability) yang sebelumnya

dijelaskan dalam teori fraud diamond oleh Wolfe dan Hermanson pada

2014Kompetensi/kapabilitas merupakan kemampuan karyawan untuk mengabaikan kontrol

internal, mengembangkan strategi penyembunyian, dan mengontrol situasi sosial untuk

keuntungan pribadinya (Crowe, 2011). Menurut Crowe, arogansi adalah sikap superioritas

atas hak yang dimiliki dan merasa bahwa kontrol internal atau kebijakan perusahaan tidak

berlaku untuk dirinya.

Anda mungkin juga menyukai