OLEH :
Penggunaan lahan (land use) merupakan setiap bentuk intervensi (campur tangan)
manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material
maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan dalam dua golongan besar
yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian.
Penggunaan lahan dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang
diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut. Berdasarkan hal
ini dapat dikenal macam-macam penggunaan lahan seperti tegalan, sawah, kebun,
hutan produksi, hutan lindung dan lain-lain. Sedangkan penggunaan lahan bukan
pertanian dapat dibedakan menjadi lahan permukiman, industri dan lain-lain (Arsyad,
1989).
B. URBANISASI
Semakin berkembangnya industri di suatu areal yang dikenal dengan areal
perkotaan, masyarakat yang tinggal di wilayah pertanian (pedesaan) mulai
meninggalkan aktivitas lamanya dan berpindah ke daerah perkotaan. Perpindahan
penduduk dari desa ke kota ini lebih dikenal dengan istilah urbanisasi. Menurut
Tjiptoherijanto (1999) menyatakan bahwa secara umum urbanisasi diartikan sebagai
perpindahan penduduk dari pedesaan menuju perkotaan, namun pengertian ini tidak
selalu benar merujuk pada kondisi kontekstual. Urbanisasi yang sesungguhnya
adalah proporsi penduduk yang tinggal di perkotaan (urban area). Perkotaan (urban
area) tidak sama dengan kota (city). Yang dimaksud dengan perkotaan (urban)
adalah daerah atau wilayah yang memenuhi tiga persyaratan, yaitu sebagai berikut :
1). Kepadatan penduduk 5000 orang atau lebih per km persegi, 2). Jumlah rumah
tangga yang bekerja di sektor pertanian sebesar 25 % atau kurang dan 3). Memiliki 8
atau lebih jenis fasilitas perkotaan.
Sebagai akibat dari cepatnya pertambahan penduduk yang ditunjang dengan
perkembangan ekonomi, transportasi dan pendidikan, frekuensi mobilitas yang
semakin meningkat, urbanisasi memiliki implikasi terhadap berbagai sektor
kehidupan. Dalam sektor ekonomi, urbanisasi mendorong adanya usaha atau
kegiatan di bidang transportasi, perdagangan dan jasa timbul dari mereka yang
bermodal kecil sampai bermodal besar. Sementara itu, berkembangnya industrialisasi
menyebabkan tenaga kerja murah dan melimpah, pasaran industri meluas dan
cenderung lebih berkembang. Adapun dampak negatif dari urbanisasi adalah
pertambahan penduduk yang semakin pesat diikuti dengan semakin sulitnya
kemampuan daya tampung kota (Tjokroamidjojo, 1986).
Urbanisasi yang terjadi di negara maju dan berkembang sangat berbeda
polanya. Di negara yang berkembang, urbanisasi terjadi setelah terjadinya Perang
Dunia ke-2 dan era ini ditandai dengan pertambahan penduduk yang pesat juga
dengan perkembangan ekonomi yang lambat. Lain halnya dengan negara maju yang
urbanisasinya dimulai sejalan dengan era Revolusi Industri yang ditandai dengan
pertambahan penduduk yang lambat serta perkembangan ekonomi yang pesat.
C. PERTANIAN
Hancurnya lahan pertanian setelah masa Perang Dunia I dan II
mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat yang semakin
besar populasinya. Hal ini memunculkan ide untuk mengupayakan peningkatan
produksi dan kualitas pangan. Cara yang digunakan adalah dengan memanipulasi
ekosistem alami untuk produk memproduksi tumbuhan dan ternak, terutama untuk
pangan juga pakaian dan tempat berlindung. Modifikasi ekosistem ini lebih dikenal
dengan Agroekosistem. Penerapan Agroekosistem merupakan bagian dari Revolusi
hijau yang memiliki dua metode suatu bentuk pemanfaatan lahan yaitu metode
ekstensif dan intensif. Metode intensifikasi merupakan suatu pengolahan lahan yang
diikuti dengan penggunaan bibit unggul (mutasi dan persilangan), pemberantasan
hama, pemupukan dan irigasi. Sementara itu metode ekstensifikasi merupakan suatu
bentuk pengolahan dengan pembukaan lahan baru yang sebelumnya tandus menjadi
bisa ditanami.
Gerakan Revolusi Hijau sebagai paket teknologi pertanian modern dengan
jalan penggunaan varietas unggul berproduksi tinggi, penggunaan pestisida kimia,
penggunaan pupuk kimia atau sintetis, dan penggunaan mesinmesin pertanian untuk
mengolah tanah dan memanen hasil sebagai upaya untuk peningkatan produksi
pertanian tidak dapat berlangsung lama karena pendekatan teknologi dalam Revolusi
Hijau tidak diimbangi dengan faktor kelestarian sumber daya dan lingkungan (Aeni,
2006).
Salah satu areal yang dijadikan sebagai tempat pengembangan bahan pangan
pada era Revolusi Hijau adalah daerah Sahel yang berada di daerah perbatasan antara
gurun sahara dan wilayah tropis Afrika Barat. Di areal ini dikembangkan bibit unggu
sorgum dan padi dengan mengandalkan aliran air irigasi dari sungai Nigel dan
Sinegal. Pada tahun 1980, produksi padi di Sahel ini sekitar 352.000 ton dan pada
tahun 1990 terjadi peningkatan yang signifikan dengan total produksi 800.000 ton
sehingga daerah Sahel dikenal sebagai salah satu pemasok beras terbesar di Afrika
Barat (12%).
Namun seiring berjalannya waktu dan produksi pertanian yang semakin
melimpah tidak dibarengi dengan sistem pertanian yang memadai, dimana
masyarakat menggunakan sistem irigasi dan drainase yang buruk serta pengaruh
musim kemarau berkepanjangan yang menyebabkan produksi pertanian menurun
drastis. Pada tahun 2014, PBB menetapkan Sahel sebagai wilayah krisis pangan
dengna total 20 juta jiwa yang terancam kelaparan.
D. KEHUTANAN
Hutan alami yang ada di dunia memiliki tingkat eksploitasi yang berbeda. Di
Negara maju seperti Eropa Barat, deforestasi merupakan bagian dari sejarah zaman
purbakala. Sementara itu di negara berkembang, deforestasi dalam skala besar terjadi
pada saat sekarang ini. Deforestasi menyebabkan berkurang atau terancamnya
kenakearagaman di kawasan hutan tropis dan menimbulkan permasalah lingkungan
maupun sosial yang menjadi isu. pembersihan hutan alami lebih dikenal dengan
deforestasi.
Di Negara maju, untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar dan kayu produksi,
pemerintah melakukan program aforestasi. Aforestasi adalah
pembentukan hutan atau tegakkan pepohonan di area di mana sebelumnya bukan
merupakan hutan (Dictionaryofforestry.org., 2012). Kementerian Kehutanan
Republik Indonesia dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.14/Menhut-
II/2004 menyebutkan definisi aforestasi adalah "penghutanan pada lahan yang
selama 50 tahun atau lebih bukan merupakan hutan". Berbeda dengan
reforestasi atau reboisasi yang merupakan pembentukan kembali hutan yang pernah
gundul, secara alami maupun buatan. Berbagai lembaga pemerintah dan lembaga non
pemerintahbergerak dalam program aforestasi untuk menciptakan hutan,
meningkatkan aktivitas penangkapan dan sekuestrasi karbon, dan membantu
meningkatkan keanekaragaman hayati.
Silvikultur adalah praktik pengendalian proses permudaan (penanaman),
pertumbuhan, komposisi, kesehatan, dan kualitas suatu hutan demi mencapai aspek-
aspek ekologi dan ekonomi yang diharapkan. Silvikultur berfokus pada perawatan
tegakan hutan untuk menjamin produktivitas (Hawley and Smith, 1954). Dengan
kata lain, silvikultur adalah perpaduan antara ilmu dan seni menumbuhkan hutan,
dengan berdasarkan ilmu silvika, yaitu pemahaman mengenai sifat-sifat hidup jenis-
jenis pohon serta interaksinya dalam tegakan, dan penerapannya dengan
memperhatikan karakteristik lingkungan setempat (Ford-Robertson, 1971).
Terdapat dua teknik yang menentukan dampak lingkungan dari praktek
kehutanan, yaitu tebang pilih (selective cutting) dan clear cutting. Tebang pilih
(selective cutting) merupakan penebangan pohon secara selektif, dimana hanya
pohon dewasa yang dipilih untuk ditebang dan diambil hasilnya. Penebangan
selektif ini dapat meminimalkan kerusakan ekosistem hutan. Sebaliknya, clear
cutting merupakan penebangan pohon secara besar-besaran tanpa memperhatikan
umur pohon.
Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor (IPB) Press.
Bogor.
Hawley, RC. and DM. Smith. 1954. The Practice of Silviculture. 6th edition. John
Wiley & Sons Inc. New York.
Inikori, J.E., 2002. Africans and the Industrial Revolution in England. Cambridge
University Press. Inggris.
Yahya, S., M. Adib. 1992. Uji Toleransi Terhadap Salinitas Bibit Beberapa Varietas
Kakao (Theobroma Cacao L.). Jurnal Agronomi Indonesia.
Yunianto, T. 1994. Erosi dan Sedimentasi. Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.