Anda di halaman 1dari 24

UJIAN AKHIR SEMESTER

Untuk Memenuhi UAS


Landasan Pembelajaran
Yang dibina oleh Prof. Dr. A. Mukhadis dan Dr. Ir. Syaad Patmanthara, M.Pd.

Umi Kholifah 160551800189

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN KEJURUAN
MEI 2017
UJIAN TENGAH SEMESTER
LANDASAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan utama pembelajaran di bidang kejuruan untuk memfasilitasi


tumbuh kembangnya keterampilan hidup (life skills) siswa, baik sebagai
job creator maupun job seeker . Untuk itu modus dan cara pembelajaran
perlu mengacu pada prinsip learning through work, learning for work,
dan learning at work. Jelaskan : (a) makna dari keterampilan hidup
siswa, baik sebagai job creator maupun job seeker; (b) prinsip dasar dari
learning through work, learning for work, dan learning at work; dan (c)
mengapa modus dan cara pembelajaran di bidang kejuruan lebih
berorientasi pada learning through work, learning for work, dan learning
at work ?
a. Makna keterampilan hidup siswa sebagai job creator maupun job
seeker
Keterampilan hidup adalah berbagai keterampilan atau kemampuan untuk
dapat berperilaku positif dan beradaptasi dengan lingkungan memungkinkan
seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam hidupnya
sehari-hari secara efektif (Depdiknas, 2002). Sedangkan menurut Masitoh, dkk
(2009:5), Keterampilan atau kecakapan hidup (life skill) merupakan kecakapan
yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan
kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, dan kemudian secara proaktif dan
kreatif mencari dan menemukan solusi pemecahan sehingga mampu mengatasi
berbagai persoalan hidup dan kehidupan.
Salah satu pengelompokan kecakapan hidup dikemukakan oleh
Depdiknas:
1) Kecakapan hidup ada yang bersifat generik (generic life skills/GLS):
Kecakapan personal dan Kecakapan sosial.
2) Kecakapan hidup yang bersifat spesifik (spesific life skills/SLS): Kecakapan
akademik dan Kecakapan vokasional.

1
Salah satu jenis keterampilan hidup adalah keterampilan kejuruan
(vocational skills). Keterampilan kejuruan adalah kemampuan atau keterampilan
khusus yang dimiliki oleh remaja dan mahasiswa dalam bidang non akademik,
yakni berupa kemampuan remaja dan mahasiswa dalam berwirausaha sesuai
dengan bakat, minat dan hobinya untuk mendapatkan penghasilan, sehingga
remaja dan mahasiswa bisa hidup dengan bermanfaat bagi keluarga, masyarakat,
bangsa dan negaranya. Tujuan keterampilan kejuruan (vocational skills) adalah
agar remaja dan mahasiswa mampu mengembangkan potensi dirinya, bakat dan
hobinya sehingga dapat mendatangkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Jenis keterampilan ini berhubungan dengan kemampuan siswa sebagai
job creator maupun job seeker.
1) job creator
Mukhadis (2013:8) menyatakan bahwa kemampuan job creator adalah
kemampuan yang dimiliki oleh individu atau kelompok untuk dapat berperan
sebagai pencipta atau pembuka lapangan pekerjaan Tujuan dikembangkannya
kemampuan job creator yaitu untuk merubah pola pikir keluaran (sebagai produk
pendidikan) dari pola pikir urban ke arah lulusan yang memiliki pola pikir sebagai
penanggkap peluang (opportunity creator), dan sekaligus sebagai agen
pembaharuan (innovator), serta penciptaan lapangan kerja (job creator) di
lingkungan dimana yang bersangkutan menyelesaikan pendidikan dan berbasis
pada faktor dominan darri SDA. Kemampuan job creator dipengaruhi oleh
keterampilan hidup. Jika seorang individu memiliki keterampilan hidup yang
memadai maka kemampuan job creator akan meningkat.
2) job seeker
Menurut Mukhadis (2013:8), kemampuan job creator adalah kemampuan
yang dimiliki oleh individu atau kelompok sebagai pencari kerja yang kompetitif.
Kemampuan job creator diharapkan dapat memberikan bekal kepada peserta didik
untuk dapat bersaing dengan pencari kerja yang lain. Kemampuan job seeker
dipengaruhi oleh keterampilan hidup. Jika seorang individu memiliki
keterampilan hidup yang memadai maka kemampuan job seeker akan baik.

2
b. Prinsip dasar dari learning through work, learning for work, dan
learning at work
Salah satu model pembelajaran yang cocok untuk pendidikan kejuruan
adalah model Work Based Learning (WBL). Medhat (2008:8) dalam Siswanto
(2011:38) mendefinisikan program WBL sebagai a process for recognizing,
creating and applying knowledge through, for, and at work which from part
(credits) or all of a higher education qualification. Gray (2001) dalam Siswanto
(2011:307) mengungkapkan work-based learning sebagai pendekatan
pembelajaran pada pendidikan tinggi yang diderivasikan program pengusahaan
kerja yang dibayar maupun tak dibayar. Program membedakan diantara learning
for work (e.g. work placement), learning at work (e.g. company inhouse training
programs) and learning through work, linked to formally-accredited further or
higher education programmes. Program-program itu dimaksudkan sebagai suatu
disiplin/hal untuk dikuasi (delivered), bukan untuk dipelajari (studied).
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan
1) learning through work
Merupakan proses belajar yang dilakukan melalui proses bekerja. Peserta
didik akan banyak belajar jika mempraktekkan pengetahuan yang didapat secara
langsung sehingga akan memperoleh pengalaman yang nyata dan bermakna. Hal
tersebut akan membawa perubahan dari waktu sebelum dan sesudah belajar.
2) learning for work
Merupakan pengaplikasian dari segala pengetahuan yang telah didapatkan
dalam dunia kerja. Program yang menggunakan prinsip learning for work adalah
work placement atau praktek kerja industri (prakerin). Dimana siswa akan
ditempatkan pada tempat kerja sehingga siswa diharapkan akan menguasai apa
yang dikerjakan.
3) learning at work
Merupakan prinsip dari pembelajaran yang dapat dilakukan di tempat
kerja. Program yang menggunakan prinsip learning at work adalah company
inhouse training programs. Program ini biasanya dilakukan untuk meningkatkan
keterampilan dari peserta training.

3
c. Penyebab modus dan cara pembelajaran kejuruan lebih berorientasi
pada learning through work, learning for work, dan learning at work
Modus dan cara pembelajaran pada Pendidikan kejuruan lebih berorientasi
pada learning through work, learning for work, dan learning at work disebabkan
karena pendidikan kejuruan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan
Pendidikan umum ditinjau dari segi kriteria pendidikan, subtansi pembelajaran,
dan lulusannya. Finch & Cruncilton (1984) mengungkapkan karakteristik
pendidikan kejuruan lebih menekankan pada orientasi pada kinerja individu dalam
dunia kerja; jastifikasi khusus pada kebutuhan nyata di lapangan; fokus kurikulum
pada aspek-aspek psikomotorik, afektif, dan kognitif; kepekaan terhadap dunia
kerja.
Sementara Nolker dan Schoen (1983) dalam Sonhadji (2014:158)
menyatakan bahwa dalam memilih substansi pembelajaran, Pendidikan kejuruan
harus selalu mengikuti perkembangan IPTEK, kebutuhan masyarakat, kebutuhan
individu, dan lapangan kerja. Ditinjau dari lulusannya Butler (1979) dalam
Sonhadji (2014:158) mengungkapkan lulusan Pendidikan kejuruan harus memiliki
beberapa kecakapan diantaranya pengetahuan dan keterampilan khusus untuk
jabatan.
Dari pemaparan sangat jelas bahwa orientasi utama dari pendidikan
kejuruan adalah bekerja. Maka dari itu modus pembelajaran yang lebih
berorientasi kerja seperti learning through work, learning for work, dan learning
at work sangat cocok diterapkan pada pendidikan kejuruan.

2. Modus dan cara pembelajaran di bidang kejuruan berdasarkan prinsip


learning through work, learning for work, dan learning at work agar tidak
mengingkari harkat dan martabat manusia perlu dirancang dan
dilaksanakan berlandaskan pada aspek filosofis, psikologis, teknologis,
neuroscience, dan teori belajar dan pembelajaran. Jelakskan: (a) makna
landasan filosofis, psikologis, teknologis, neuroscience, dan teori belajar
dan pembelajaran tersebut; (b) mengapa perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran di bidang kejuruan perlu mempertimbangkan landasan

4
filosofis, psikologis, teknologis, neuroscience, dan teori belajar dan
pembelajaran?; dan (c) berikan contoh modus dan cara pembelajaran
yang memenuhi tuntutan landasan pembelajaran tersebut dalam bidang
kejuruan!
a. Makna Landasan Filosofis, Psikologis, Teknologis, Neuroscience, dan
Teori Belajar dan Pembelajaran
1) Landasan Filosofis
Landasan filosofis berkaitan dengan filsafat. Filsafat tersebut adalah (a)
esensialisme, merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia; (b)
eksistensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus
mengembangkan eksistensi manusia untuk bertahan hidup, diyakini bahwa nilai
hidup yang paling tinggi adalah kemerdekaan; (c) pragmantisme berpandangan
pengetahuan dan perbuatan bersatu tak terpisahkan, dan semua pengetahuan
bersumber dari dan diuji kebenarannya melalui pengalaman; (d) eklektisisme
adalah sikap berfilsafat dengan mengambil teori yang sudah ada dan memilah
mana yang disetujui dan mana yang tidak sehingga dapat selaras dengan semua
teori itu.
2) Landasan Psikologis
Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses
pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada
umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada
setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi
manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk
memudahkan proses pendidikan (Tirtarahardja,2005 dan Pidarta,2007).
3) Landasan Teknologis
Landasan teknologis dalam pembelajaran terkait dengan serangkaian cara
yang sistematik dalam desain, penerapan dan evaluasi proses belajar atau
mengajar secara keseluruhan untuk mencapai tujuan instruksional yang spesifik,
berdasarkan pada penelitian teori ,komunikasi dan penggunaan secara kombinasi

5
dari berbagai sumber manusia dan non manusia untuk memperoleh efektivitas
pengajaran
4) Landasan Neuroscience
Salah satu landasan yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah
neuroscience. Neuroscience merupakan ilmu pengetahuan tentang sistem saraf,
dimana sistem saraf dibagi menjadi dua yaitu saraf pusat (otak dan saraf tulang
belakang) dan saraf tepi (31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kepala).
Landasan neuroscience mengoptimalisasi fungsi masing-masing bagian otak
sehingga dapat bekerja secara seimbang.
5) Landasan Teori Belajar dan Pembelajaran
Teori belajar dan pembelajaran bermuara pada empat model utama, yaitu:
(a)behaviorisme yang menganggap faktor lingkungan sebagai rangsangan dan
respon peserta didik terhadap rangsangan itu ialah responsnya atau lebih ke
perilaku; (b)kognitivisme, memiliki perspektif bahwa para peserta didik
memproses infromasi dan pelajaran melalui mengorganisir, menyimpan, dan
kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang telah ada, lebih menekankan cara berpikir peserta didik;
(c)konstruktivisme, proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana
pengetahuan disusun dalam diri manusia dan juga peserta didik mampu
mengembangkannya; dan (d) humanisme yang mengedepankan pentingnya
berbaur dan menjadi mahkluk sosial dalam dunia pendidikan.
b. Penyebab pelaksanaan pembelajaran di kejuruan perlu
mempertimbangkan 5 landasan
1) Landasan Filosofis
Landasan filosofis dalam pembelajaran kejuruan diperlukan karena dalam
landasan ini dibahas mengenai filosofi-filosofi yang harus digunakan dalam
menjalankan pendidikan kejuruan. Filsafat dari luar negeri di adaptasi pada
pendidikan di Indonesia :
(a) Esensialisme sebagai landasan pembelajaran kejuruan karena pada hakikat
pendidikan yang baik adalah pendidikan yang berakar pada budaya setempat.
Dengan mengetahui budayanya peserta didik tidak hanya belajar mengenai

6
pengetahuan dan keterampilan saja namun dapat menggunakan dua hal
tersebut untuk pelestarian budaya sendiri.
(b) eksistensialisme berpandangan bahwa pendidikan haruslah memberikan
kebebasan pada peserta didik untuk berpikir kreatif sesuai daya pikirnya
masing-masing. Pendidikan menurut eksistensialisme menyediakan
pengalaman yang luas dan komprehensif terkait dengan segala hal dalam
kehidupan.
(c) pragmantisme memberikan pengalaman nyata pada peserta didik Pebelajaran
harus memberikan pengalaman yang terintegrasi dan tersusun dalam
bentukexperimental continum dalam masa kehidupan. Kegiatan belajar
diupayakan secara hands ondengan siswa mendapatkan pengalaman
praktis,otentikdan kontekstual, sesuai pengalaman riildan sesuai dengan
praktik-praktik di masyarakat;
(d) eklektisisme memandang pendidikan harus mengembangkan daya adaptasi
tinggi, mempunyai komitmen moral yang baik dan hidup berdampingan
dengan baik di masyarakat yang multi kultur, multietnis, multireligi.
Filsafat dari dalam negeri yang diterapkan pada pendidikan di Indonesia :
(a) filsafat Ki Hajar Dewantoro, khususnya kalimat filosofis (selain dari konsep 3
dinding diatas) seperti ing ngarso suntolodo, ing madyo mangun karso, tut
wuri handayani (Di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di
belakang memberi dorongan). Semboyannya yang paling terkenal yaitu tut
wuri handayani
(b) filsafat KH.Ahmad Dahlan, mempunyai pandangan bahwa tujuan pendidikan
hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi
pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu
keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya
2) Landasan Psikologis
Landasan psikologis terdiri dari psikologi perkembangan, belajar, dan
sosial. Dengan mengetahui psikologi perkembangan guru akan mengetahui bahwa
pada setiap tahapan umur siswa perlu memerlukan perlakuan yang berbeda. Pada

7
siswa SMK yang kecenderungan berada pada usia remaja perlu mendapatkan
perhatian khusus karena mereka ada pada tahapan mencari jati diri.
Dengan mengetahui psikologi belajar maka guru akan mengetahui model
pembelajaran apa yang cocok untuk kondisi kelas mereka. Penggunaan model
pembelajaran perlu disesuaikan dengan kondisi siswa dalam kelas dan sarana
prasarana yang tersedia. Psikologi sosial memberikan pelajaran bahwa dalam
melakukan pengajaran guru perlu memperhatikan hubungan siswa dengan orang
lain sebagai sarana pengembangan kecakapan komunikasi.
3) Landasan Teknologis
Landasan teknologis sangat mempengaruhi bidang kajian pendidikan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan isi kurikulum pendidikan, sedangkan
kurikulum itu sendiri merupakan kumpulan pengalaman manusia yang disusun
secara sistematis sebagai hasil atau buah karya kebudayaan umat manusia.
Kawasan teknologi pendidikan terdiri dari: (a) desain, (b) pengelolaan, (c)
penilaian, (d) pengembangan, (e) pemanfaatan.
4) Landasan Neuroscience
Prinsip pembelajaran berbasis kemampuan otak (neuroscience) adalah
pembelajaran yang diselaraskan dengan cara otak yang didesain alamiah untuk
belajar (apa saja yang baik bagi otak). Dengan adanya landasan neuroscience
maka pembelajaran pada ranah teknologi perlu menyeimbangkan antara
perkembangan otak belahan kiri dan perkembangan otak belahan kanan. Potensi
otak belahan kanan lebih memungkinkan untuk memfasilitasi dalam
mengembangkan kreativitas dan berpikir divergent dalam mencari alternatif
pemecahan masalah yang dihadapi
5) Landasan Teori Belajar dan Pembelajaran
Dengan adanya landasan teori belajar dan pembelajaran maka akan
diketahui jenis teori apa yang cocok untuk diadaptasi di Indonesia. Teori belajar
tersebut antara lain behaviorisme, kognitivisme, konstruktivisme, humanisme.
Landasan teori belajar dan pembelajaran memberikan pemahaman mengenai
prinsip-prinsip belajar yang benar, maka akan diperoleh hasil belajar yang
optimal.

8
c. contoh modus dan cara pembelajaran yang memenuhi tuntutan
landasan pembelajaran tersebut dalam bidang kejuruan
Setiap pelaksanaan pembelajaran tentulah memerlukan perencanaan yang
baik. Perencanaan tersebut dituangkan dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP). Dalam RPP tercantum model pembelajaran apa yang digunakan dalam
pembelajaran. Model ini dipilih dengan mempertimbangkan kelima landasan
tersebut (filosofis, psikologis, teknologis, neurosciense, teori belajar dan
pembelajaran). Pemilihan model didasarkan pada kondisi kelas masing-masing.
Tentunya hal ini tidak dapat mengabaikan kondisi psikologi siswa dan karaktesitik
khusus dari pendidikan kejuruan juga harus diperhatikan.

3. Fasilitasi berkembangnya keterampilan hidup siswa melalui


pembelajaran di bidang kejuruan penting berlandaskan pada trilogi
harkat dan martabat manusia (HMM), yaitu hakikat manusia, dimensi
kemanusiaan, dimensi kemanusiaan, dan pancadaya manusia. Jelaskan :
(a) makna trilogi HMM dan dimensi-dimensinya sebagai landasan
pembelajaran; (b) mengapa trilogi HMM dan dimensinya penting dalam
upaya optimalisasi fasilitasi pengembangan keterampilan hidup unggul
dan berkarakter?; dan (c) berikan contoh unjuk kerja keterampilan
hidup unggul dan berkarakter sebagai hasil pembelajaran di bidang
kejuruan!
a. Makna Trilogi HMM sebagai landasan pembelajaran
Manusia ditakdirkan untuk hidup dan berkembang, sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaannya itu. Unsur Hakikat Martabat Manusia (HMM) yaitu
hakikat manusia, dimensi kemanusiaan, dan pancadaya yang tergabung dalam
trilogi HMM.

9
Gambar 1. Trilogi HMM
Sumber: Prayitno, 2009:21
1) Hakikat Manusia
Drijarkara dalam bukunya Filsafat Manusia (1969: 7) mengatakan bahwa
manusia adalah makhluk yang berhadapan dengan dirinya sendiri. Tidak hanya
berhadapan, tetapi juga menghadapi, dalam arti mirip dengan menghadapi soal,
menghadapi kesukaran dsb. Jadi, dia melakukan, mengolah diri sendiri,
mengangkat dan merendahkan diri sendiri dsb. Dia bisa bersatu dengan dirinya
sendiri, dia juga bisa mengambil jarak dengan dirinya sendiri.
Menurut kaum eksistensialis (Tirta Raharja dan La Sulo, 1994: 4-11)
wujud sifat hakekat manusia meliputi: (a) kemampuan menyadari diri; (b)
kemampuan bereksistensi; (c) kata hati; (d) tanggung jawab; (e) rasa kebebasan,
(f) kewajiban dan hak; (g) kemampuan menghayati kebahagiaan. Sedangkan
menurut Notonagoro, manusia adalah makhluk monopluralis, maksudnya
makhluk yang memiliki banyak unsur kodrat (plural), tetapi merupakan satu
kesatuan yang utuh (mono). Riciannya sebagai berikut: dilihat dari kedudukan
kodratnya manusia adalah makhluk monodualis: terdiri dari dua unsur (dualis),
tetapi merupakan satu kesatuan (mono), yakni sebagai makhluk pribadi berdiri
sendiri sekaligus sebagai makhluk Tuhan Dilihat dari susunan kodratnya, manusia
sebagai makhluk monodualis, maksudnya terdiri dari dua unsur yakni unsur raga
dan unsur jiwa (dualis), tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh (mono). Dilihat
dari sifat kodratnya, manusia juga sebagai makhluk monodualis, yakni terdiri dari
unsur individual dan unsur sosial (dualis), tetapi merupakan satu kesatuan yang
utuh (mono).
2) Dimensi Kemanusiaan

10
Menurut Prayitno (2009) seseorang (individu manusia) yang sejak
kelahirannya (dan dari penciptaannya) dibekali dengan hakikat manusia itu, untuk
pengembangan diri dan kehidupan selanjutnya, ia dilengkapi dengan dimensi-
dimensi kemanusiaan yang melekat pada diri individu itu. Dimensi kemanusiaan
dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2. Dimensi Kemanusiaan


Sumber: Prayitno, 2009:16

Kelima dimensi kemanusiaan saling terkait. Dimensi kefitrahan


menduduki posisi sentral yang mendasari keempat dimensi Iainnya. Dimensi
keindividualan, kesusilaan dan kesosialan sating terkait antara ketiganya, dan
ketiganya itu terkait dengan dimensi kefitrahan dan keberagamaan; sedangkan
dimensi keberagamaan merupakan bingkai dan sekaligus wajah dari keseluruhan
aktualisasi kehidupan individu dengan kelima dimensinya itu.
a) Dimensi Kefitrahan
Kata kunci yang menjadi isi dimensi kefitrahan adalah kebenaran dan
keluhuran. Dengan dua kata kunci ini dapat dimaknai bahwa individu manusia itu
pada dasarnya bersih dan mengarahkan dirt kepada hal-hal yang benar dan luhur,
serta menolak hal-hal yang salah,tidak berguna dan remeh, serta tidak terpuji. Di
dalam dimensi kefitrahan telah tertuliskan kaidah-kaidah kebenaran dan keluhuran
yang justru menjadi ciri kandungan utama dimensi ini.
b) Dimensi Keindividualan
Kata kunci yang terkandung di dalam dimensi keindividualan adalah
potensi dan perbedaan. Di sini dimaksudkan bahwa setiap individu pada dasarnya
memiliki potensi, baik potensi fisik maupun mentalpsikologis, seperti kemampuan

11
intelegensi, bakat dan kemampuan pribadi lainnya. Potensi ini dapat berbeda-beda
antarindividu
c) Dimensi Kesosialan
Kata kunci kandungan dimensi kesosialan adalah komunikasi dan ke-
bersamaan. Dengan Bahasa individu menjalin komunikasi atau hubungan dengan
individu lain. Di samping itu individu juga menggalang kebersamaan dengan
individu lain dalam berbagai bentuk, seperti persahabatan, keluarga, kumpulan
dan organisasi.
d) Dimensi Kesusilaan
Kata kunci kandungan dimensi kesusilaan adalah nilai dan moral. Dalam
dimensi ini digarisbawahi kemampuan dasar setiap individu untuk memberikan
harga atau penghargaan terhadap sesuatu, dalam rentang penilaian tertentu.
Sesuatu dapat dinilai sangat tinggi (misalnya dengan diberi label baik), sedang
(dengan label cukup), atau rendah (dengan label kurang).
e) Dimensi Keberagamaan
Kata kunci kandungan dimensi keberagamaan adalah iman dan taqwa.
Dalam dimensi ini terkandung pemahaman bahwa setiap individu pada dasarnya
memiliki kecenderungan dan kemampuan untuk mempercayai adanya Sang Maha
Pencipta dan Maha Kuasa serta mematuhi segenap aturan dan perintah-Nya.
Keimanan dan ketaqwaan ini dibahas dalam agama yang dianut oleh individu.
3) Pancadaya
Lima dimensi kemanusiaan merupakan satu kesatuan sehingga saling
terkait dan berpengaruh. Kelimanya berkembang sejak awal kejadian individu dan
berkembang menuju pembentukan manusia seutuhnya. Untuk memungkinkan
perkembangan individu ke arah yang dimaksud itu manusia dikaruniai oleh Sang
Maha Pencipta lima jenis bibit pengembangan, yang dalam ini disebut pancadaya,
yaitu:
a) Daya Takwa
Basis dan kekuatan pengembangan yang secara hakiki ada pada diri
manusia (masing-masing individu) untuk mengimani dan mengikuti perintah dan
larangan dari Tuhan Yang Maha Esa.

12
b) Daya Cipta
Bersangkut-paut dengan kemampuan akal, pikiran, fungsi kecerdasan,
fungsi otak. Dalam buku-buku teks daya cipta ini sering kali disebut sebagai
komponen kognitif pada diri individu, dengan penekanan lebih besar pada unsur-
unsur dinamik dan kreativitas yang ada di dalamnya.
c) Daya Rasa
Mengacu kepada kekuatan perasaan atau emosi dan sering disebut sebagai
unsur afektif. Hal-hal yang terkait dengan suasana hati dan penyikapan termasuk
ke dalam daya rasa.
d) Daya Karsa
Kekuatan yang mendorong individu untuk melakukan sesuatu, secara
dinamis bergerak dari satu posisi ke posisi lain, balk dalam arti psikis maupun
keseluruhan diri. Kemampuan atau keinginan berbuat atau will, dan semangat
(termasuk di dalamnya prakarsa) merupakan isi daya karsa. Daya karsa ini
mengarahkan individu untuk mengaktifkan dirinya, untuk berkembang, untuk
berubah dan keluar dari kondisi status-quo.
e) Daya Karya
Mengarah kepada dihasilkannya produk-produk nyata yang secara
langsung dapat digunakan atau dimanfaatkan balk oleh diri sendiri, orang lain
dan/atau lingkungan. Produk-produk yang berupa barang-barang konsumsi,
produk teknologi dan seni, produk keilmuan, berbagai jenis pelayanan dan
penampilan, serta berbagai produk budaya lainnya.

b. Mengapa trilogi HMM dan dimensinya penting dalam upaya


optimalisasi fasilitasi pengembangan keterampilan hidup unggul dan
berkarakter
Menurut Mukhadis (2013:131), dalam setiap tahapan perkembangan
manusia ada daya yang berkembang dimana daya tersebut dapat terus
dioptimalkan agar tercipta Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan
berkarakter. Ranah yang dapat dikembangkan untuk mencapai SDM unggul yaitu
(1) olah pikir, baik dalam berpikir analitik, berpikir kritis, berpikir kreatif, dan

13
berpikir praktikal; (2) olahraga, yang mengarah pada berkembangnya individu
yang sehat, kuat, bersih, dan sportif; (3) olah hati, yang memfasilitasi individu
untuk jujur, bertangung jawab, mampu berempati, dan tolerasi serta kerjasama;
dan (4) olah rasa dan karsa, yang memfasilitasi individu untuk memiliki
keterampilan berasa dan berkarsa yaitu memiliki sustainable self-learning,
kretatif, dan memiliki sikap emulatif, bukan emitatif.
Peran trilogi HMM dalam fasilitasi pengembangan keterampilan hidup
unggul dan berkarakter :
1) Hakikat Manusia
Jika seorang manusia memahami hakikat dirinya makan akan tercipta
kesadasaran diri. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa manusia adalah
makhluk monodualis dimana manusia terdiri dari dua unsur (jiwa dan raga) tetapi
merupakan satu kesatuan yang utuh (mono) yaitu sebagai makhluk pribadi berdiri
sendiri sekaligus sebagai makhluk Tuhan. Jika manusia dapat mengoptimalkan
pengembangan jiwa dan raga serta dipadukan dengan optimalisasi sebagi makhluk
Tuhan secara seimbang maka akan tercipta manusia yang unggul dan berkarakter.
2) Dimensi Kemanusiaan
Dimensi kemanusiaan terdiri dari dimensi kefitrahan, keindividualan,
kesosialan, kesusilaan, dan keberagaman. Dimensi yang sudah dimiliki manusia
sejak lahir yaitu dimensi kefitrahan akan mendukung tiga dimensi di luarnya yaitu
dimensi keindividualan, kesosialan, dan kesusilaan. Keempat dimensi tersebut
akan berkembang jika didukung dengan dimensi keberagamaan. Jika seorang
manusia memahami kelima dimensi tersebut serta mengaplikasikannya maka akan
membentuk manusia yang utuh yang memiliki keunggulan dan berkarakter.
3) Pancadaya
Pancadaya manusia terdiri dari daya takwa, cipta, rasa, karsa dan karya.
Kelima daya tersebut telah berkembang sejak awal penciptaan individu. Kelima
daya tersebut akan terus berkembang seriring dengan perkembangan individu.
Jika kelima daya tersebut terus dikembangkan oleh individu maka akan
mendukung terbentuknya manusia yang utuh yang memiliki keunggulan dan
berkarakter.

14
c. Contoh unjuk kerja keterampilan hidup unggul dan berkarakter
sebagai hasil pembelajaran di bidang kejuruan
Pembelajaran di bidang kejuruan mempunyai karaktersitik khusus yaitu
lebih menekankan pada orientasi pada kinerja individu dalam dunia kerja;
jastifikasi khusus pada kebutuhan nyata di lapangan; fokus kurikulum pada aspek-
aspek psikomotorik, afektif, dan kognitif; kepekaan terhadap dunia kerja.
Karakteristik tersebut berakibat pada modus pembelajaran yang dilakukan di
bidang kejuruan. Salah bentuk model pembelajaran yang ada pada bidang
kejuruan adalah project based learning (PjBL).
Menurut Thomas (2000) ada tiga langkah pelaksanaan PjBL yaitu : (a)
tahap persiapan, tahap ini merupakan standar pengantar dari pembelajaran dimana
informasi dan jadwal dibuat; (b) proses PBL, tahapan ini merupakan tahapan
utama dari pembelajaran yang terdiri dari sejumlah aktifitas yang berhubungan
dengan persiapan atau langkah langkah penting pengerjaan suatu proyek; dan
(c) tahap evaluasi, tahapan ini adalah tahapan yang menunjukkan aktivitas untuk
melakukan penilaian terhadap siswa.
Pada pelaksanaan setiap tahapan tersebut dibutuhkan keterampilan
masing-masing siswa untuk menggambarkan ide yang dimilikinya. Model ini
tidak hanya membentuk keterampilan siswa namun juga karakter siswa.

4. Pembelajaran yang berlandasan pada trilogy HMM di bidang kejuruan,


berpotensi mensinergikan energi pembelajaran (pendidik, peserta didik,
dan latar) yang mengarahkan pada terjadinya peristiwa pembelajaran
bermakna (meaningfull learning). Jelaskan: (a) makna energi
pembelajaran dalam konteks trologi HMM sebagai dasar membangun
pembelajaran yang bermakna; (b) energi pembelajaran dari dimensi
pendidik, peserta didik, dan latar yang membentuk pembelajaran
bermakna; dan (c) berikan contoh energi pembelajaran dari dimensi
pendidik, peserta didik, dan latar pembelajaran, dan sinergi dari ketiga
energi tersebut dalam peristiwa pembelajaran bidang kejuruan!

15
a. Makna energi pembelajaran dalam konteks trilogi HMM sebagai
dasar membangun pembelajaran yang bermakna
Prayitno (2009:312) mengungkapkan proses pembelajaran pertama-tama
bersumberkan dari energi belajar yang ada pada diri peserta didik dalam bentuk
kualitas pancadaya yang telah melekat dan tergerakkan sejak anak manusia
dilahirkan dalam hal ini termasuk kecenderungan keseluruhan HMM yang terdiri
dari hakikat manusia dan dimensi-dimensinya. Belajar merupakan kegiatan khas
manusia yang akan berguna baik bagi dirinya sendiri maupun lingkungannya.
Belajar bagi setiap individu menjadikan dirinya untuk berubah dan akan mendapat
keterampilan yang lebih baik. Perubahan itu sendiri berpuncak pada tahu, bisa,
mau dan terbiasa (TBMTb) yang keempat tersebut saling terkait satu dengan
lainnya
Dari energi peserta didik dan didukung dengan pengajaran berkualitas
yang berkualitas maka dapat membangun pembelajaran yang bermakna
(meaningfull learning). Ausubel (1963) seorang ahli psikologi pendidikan
menyatakan bahwa bahan pelajaran yang dipelajari harus bermakna
(meaningfull). Samani (2007) mengemukakan bahwa apapun metode
pembelajarannya, maka harus bermakna (meaningfull learning). Pembelajaran
bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-
konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif
ialah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah
dipelajari dan diingat siswa.
Kebermaknaan kegiatan pembelajaran ditentukan oleh modus kegiatan
belajar. Modus kegiatan belajar dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu:

(a) belajar reseptif (menerima) merupakan usaha untuk menerima informasi,


mengolah informasi, dan mengkaji informasi; (b) belajar dengan penemuan
terpimpin, belajar dalam pengertian ini terarah pada usaha menemukan konsep
atau prosedur atau prinsip di bawah bimbingan guru; dan (c) belajar dengan
penemuan sendiri dimana siswa berusaha menemukan sendiri tanpa bimbingan
langsung dari guru.

16
b. Energi pembelajaran dari dimensi pendidik, peserta didik, dan latar
yang membentuk pembelajaran bermakna
1) Dimensi Pendidik
Energi pembelajaran yang bersumber dari pendidik merupakan syarat
penting dalam terlaksananya pembelajaran yang bermakna. Pendidik mempunyai
peran yang sangat penting dalam pembelajaran. Pendidik bertugas untuk
mentransfer knowledge dan value dalam pembelajaran. Selain itu, peran pendidik
adalah mensinergikan energi-energi siswa dengan lingkungannya, pendidik
mengkondisikan diskusi kelompok pembelajaran yang harmoni, pendidik
memadukan diskusi dengan audiovisual dan gambar diam bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan keterampilan siswa dalam pembelajaran teknologi dan
kejuruan.
2) Dimensi Peserta didik
Energi pembelajaran yang bersumber dari peserta didik merupakan
motivasi internal yang memungkinkan setiap individu mengalami perubahan
setelah melakukan proses belajar. Perubahan dari yang belum bisa menjadi
terampil, pasif menjadi aktif, kreatif dan iniovatif mencapai titik sempurna
khususnya dalam melakukan proses pembelajaran teknologi dan kejuruan.
3) Dimensi Latar
Energi yang berasal dari dimensi latar berkaitan dengan suasana
sosioemosional pada proses pembelajaran. Proses pembelajaran teknologi dan
kejuruan sangat membutuhkan energi lingkungan yang memberikan dorongan
agar siswa mampu beradaptasi dalam masyarakat dengan baik. Dari lingkungan,
siswa bisa mencontoh bentuk-bentuk komunikasi antar individu/masyarakat
dengan bahasa yang komunikatif dan atraktif sehingga terbiasa menyampaikan
pemikiran, diskusi, dsb.
c. contoh energi pembelajaran dari dimensi pendidik, peserta didik,
dan latar pembelajaran, dan sinergi dari ketiga energi tersebut
dalam peristiwa pembelajaran bidang kejuruan
1) Dimensi Pendidik

17
Energi pembelajaran yang berasal dari pendidik dapat dicontohkan dengan
penggunaan model-model pembelajaran yang inovatif untuk kelas yang
diampunya. Dalam memilih pendekatan hendaknya pendidik kondisi kelas. Dalam
pendidikan kejuruan ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan
sesuai dengan karaktersitik pendidikan kejuruan. Salah satu model tersebut adalah
project based learning (PjBL).
Contoh penerapan PjBL pada mata pelajaran jaringan dasar dengan
kompetensi dasar membangun jaringan peer to peer. Langkah pelaksanaan PjBL
yaitu : (a) tahap persiapan, pendidik menjelaskan deskripsi proyek yang akan
dilakukan; (b) proses PBL, siswa melakukan apa yang diinstruksikan oleh guru;
dan (c) tahap evaluasi, pendidik dan siswa melakukan refleksi atas pembelajaran
yang telah dilakukan.
2) Dimensi Peserta didik
Energi pembelajaran yang berasal dari peserta didik dapat dicontohkan
dengan antusiame peserta didik dalam mengikuti mata pelajaran. Contoh pada
mata pelajaran jaringan dasar dengan kompetensi dasar membangun jaringan peer
to peer siswa antusias dalam melakukan diskusi tentang bagaimana konfigurasi
jaringan peer to peer. Siswa juga antusias dalam melakukan praktek konfigurasi
jaringan peer to peer.
3) Dimensi Latar pembelajaran
Energi pembelajaran yang berasal dari latar pembelajaran dapat
dicontohkan dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai dalam
pembelajaran. Contoh pada mata pelajaran jaringan dasar dengan kompetensi
dasar membangun jaringan peer to peer terdapat komponen-komponen yang
memadai untuk mengkonfigurasi jaringan dasar dengan kompetensi dasar
membangun jaringan peer to peer. Komponen tersebut antara lain komputer, kabe
UTP, crimping, LAN tester dsb.
4) Sinergi dari ketiga energi tersebut
Sinergi dari ketiga dimensi tersebut akan membentuk pembelajaran yang
bermakna. Contoh : pendidik melakukan model pembelajaran PjBL pada mata
pelajaran jaringan dasar dengan kompetensi dasar membangun jaringan peer to

18
peer. Pendidik menjalankan langkah PjBL dengan baik dan didukung dengan
partisipasi aktif dari peserta didik serta sarana dan prasarana yang memadai maka
pada diri peserta didik akan terbentuk pemahaman yang bermakna.

5. Pembelajaran di SMK saat ini, bila dilihat dari penerapan prinsip trilogi
HMM dikesani belum optimal mensinergikan energi pembelajaran
sebagai kekuatan pembelajaran. Hal ini disebabkan belum optimalnya
dukungan pilar kewibawaan dan kebudayaan (lazim disebut sebagai
high touch), dan pilar kewiyataan (lazim disebut sebagai high tech)
dalam perencenaan dan pelaksanaan pembelajaran. Jelaskan: (a)
pengertian pilar kewibawaan;kewiyataan dan kebudayaan konteks
HMM; (b) berikan contoh real dari ketiga pilar tersebut dalam
optimalisasi mensinergikan energi pembelajaran yang mampu
memfaslitasi terjadinya pembelajaran yang bermakna; dan (c) mengapa
prinsip trilogi HMM, kewibawaan,kewiyataan, dan kebudayaan belum
bersinergi secara optimal sebagai wujud konkret energi pembelajaran di
SMK ?
a. Pengertian pilar kewibawaan,kewiyataan, dan kebudayaan konteks
HMM
Komponen harkat dan martabat manusia di atas adalah karakteristik dasar
manusia seutuhnya yang kaidah keilmuan yang harus dimiliki sebagai seorang
guru, pemahaman secara mendalam terhadap komponen di atas akan menuntun
guru memiliki pilar kewibawaan dan pilar kewiyataan serta pilar kebudayaan.
1) Pilar kewibawaan
Prayitno (2009) mengungkapkan kewibawaan berasal dari kata wibawa
merupakan semangat dan suasana hubungan antar dua atau lebih individu yang
memancarkan kelebihan seseorang atas orang atau atau orang lain dalam aroma
pengakuan dan penerimaan yang nyaman dan tulus dari seseorang yang dimaksud
terhadap orang lainnya
Dalam situasi pendidikan peserta didik dapat mengharapkan sesuatu dari
pendidik yang berwibawa itu, yaitu harapan lebih berkembangnya peserta didik ke

19
tataran karakter cerdas yang lebih tinggi. Dan memang, hanya pendidik dengan
karakter cerdaslah yang akan mampu menegakkan kewibawaan tingkat tinggi
terhadap peserta didik. Kewibawaan dapat dikatakan merupakan perangkat
hubungan antarpersonal yang mempertautkan peserta didik dengan pendidik
didalam situasi Pendidikan.
Kewibawaan yang dimaksudkan itu meliputi unsur-unsur pengakuan dan
penerimaan, kasih sayang dan kelembutan, penguatan, tindakan tegas yang
mendidik, serta pengarahan dan keteladanan. Pada konten pembelajaran Mulyasa
(2011:37) menyatakan berkenaan dengan wibawa, guru harus memiliki kelebihan
dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial dan intelektual dan
pribadinya, serta memiliki kelebihan dalam pemahaman ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan. Kewibawaan
mengandung nuansa high-touch yang berarti sentuhan mendalam pendidik
terhadap kedirian peserta didik.
2) Pilar kewiyataan
Kewiyataan berasal dari kata wiyata yang artinya pengajaran. Menurut
Prayitno (2009) kewiyataan merupakan perangkat praktik pembelajaran yang
terkait langsung dengan (1) materi pembelajaran yang diturunkan dari tujuan-
tujuan pendidikan dan dilaksanakan dengan arah dan pengembangan pancadaya,
(2) pengembangan dan aplikasi metode pembelajaran, (3) alat bantu pembelajaran,
(4) lingkungan pembelajaran, (5) penilaian hasil pembelajaran. Sebagaimana
kewibawaan, kewiyataan tidak boleh menyimpang dari HMM, yang berisi hakikat
manusia, dimensi kemanusiaan, dan pancadaya. Kewiyataan mengandung nuansa
high-tech yang berarti penggunaan teknologi tinggi oleh pendidik dalam
mengupayakan tercapainya tujuan pendidik oleh peserta didik.
3) Pilar kebudayaan
Dalam kehidupan budaya bangsa Indonesia dikenal sejumlah kearifan
yang memiliki makna sangat berarti dalam kaitannya dengan upaya pendidikan,
baik dalam tataran teori, praksis maupun praktik. Kearifan ing ngarso sung
tulodo, ing madyo mangun karso, tutwuri handayani Bahasa Jawa, artinya pada
posisi di depan memberi contoh; di tengah membangun prakarsa dan kehendak;

20
dan di belakang memberikan dorongan, semangat, dan kekuatan untuk mencapai
tujuan . Sekarang telah menjadi motto Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas), sangat tepat terkait dan menjiwai pilar kewibawaan untuk
menjangkau kedirian peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam kaitan ini
untuk kewibawaan yang tinggi dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris
sebagai high touch.
Dalam situasi pendidikan, kaitan HMM dengan pilar kewiyataan dan
kewibaan adalah sebagai berikut.

Gambar 3. Sosok Situasi Pendidikan


Sumber: Prayitno, 2009:59

b. Contoh real dari ketiga pilar tersebut dalam optimalisasi


mensinergikan energi pembelajaran yang mampu memfaslitasi
terjadinya pembelajaran yang bermakna
Ketiga dimensi terseebut merupakan energi pembelajaran positif. Jika
energi dari dimensi pendidik, peserta didik memiliki dimensi kewibawaan,
kewiyataan, serta kebudayaan dalam pelaksanaan pembelajaran maka akan
tercipta pembelajaran yang bermakna (meaningfull learning).
Contoh real : seorang pendidik akan melaksanakan suatu pembelajaran
dengan model problem based learning (PBL). Dengan dimensi kewibaan yang
dimiliki pendidik maka siswa akan memperoleh pengarahan yang disertai dengan
keteladanan serta penguatan diakhir pembelajaran. Dengan dimensi kewiyataan

21
yang dimiliki pendidik maka siswa akan memperoleh materi yang bermanfaat
didukung dengan energi latar pembelajaran yang memadai maka pemahaman
siswa akan meningkat. Jika dilihat dari apa yang didapatkan oleh siswa maka
siswa dapat dikatakan telah mendapatkan pembelajaran yang bermakna dari
pendidik.
c. Penyebab prinsip trilogi HMM, kewibawaan,kewiyataan, dan
kebudayaan belum bersinergi secara optimal sebagai wujud konkret
energi pembelajaran di SMK
Trilogi HMM terdiri hakikat manusia, dimensi kemanusiaan, dan panca
daya manusia. Trilogi HMM belum terbentuk di diri masing-masing individu.
Seorang individu cenderung untuk mengabaikan kemampuan yang ada dalam diri
sehingga kemampuan tersebut tidak berkembang. Bila dikaitkan dengan pilar
kewibawaan,kewiyataan, dan kebudayaan yang harusnya dimiliki untuk
mengembangkan keempat kompetensi yang harus dikuasainya. Namun kesadaran
dari masing-masing individu maka hal tersebut menyebabkan belum tersinerginya
secara optimal antar elemen di pendidikan kejuruan.

Daftar Rujukan

Ausubel, D.P. 1963. The Psychology of Meaningfull Verbal Learning. New


York:Grune & Stratton Publishers.

Depdiknas. 2002. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) melalui


Pendekatan Broad-Based Education (Draft). Jakarta : Departemen
Pendidikan Nasional.

Finch, Curtis R. dan John R. Crunkilton. 1984. Curriculum Development in


Vocational and Technical Education: Planning, Content, and
Implementation. Boston : Allyn and Bacon Inc.

Masitoh, dkk. 2009. Studi Implementasi Kurikulum Berbasis Kecakapan Hidup


(Life Skills) Pada Jenjang Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian, (Online),
10(2): 1-18, (http://jurnal.upi.edu), diakses 8 Mei 2107.

22
Medhat, S. 2008. The path to productivity :The progress of work-based learning
strategies in higher education engineering programmes. Final Report.
London : The New Engineering Foundation.

Mukhadis,A. 2013. Evaluasi Program Pembelajaran Bidang Teknologi. Malang:


Bayumedia Publishing.

Mukhadis, A. 2013. Sosok Manusia Indonesia Unggul dan Berkarakter dalam


Bidang Teknologi sebagai Tuntutan Hidup di Era Globalisasi. Jurnal
Pendidikan Karakter. 3, (2):115136.

Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praktis Pendidikan. Jakarta: Grasindo.

Siswanto, B. T. 2011. Pengembangan Model Penyelenggaraan Work-Based


Learning pada Pendidikan Vokasi Diploma III Otomotif. Tesis tidak
diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Siswanto, B. T. 2012. Pengembangan Model Penyelenggaraan Work-Based


Learning pada Pendidikan Vokasi Diploma III. Makalah Pendamping dalam
Seminar Internasional Peran LPTK dalam Pengembangan Pendidikan
Vokasi di Indonesia ISSN 1907-2066.

Samani, Muchlas, dkk. 2007. Pendidikan Karakter. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya

Sonhadji, A. 2014. Manusia, Teknologi, dan Pendidikan. Malang : Universitas


Negeri Malang (UM PRESS).

Thomas, John W.2000.A Review of Research On Project-Based Learning.


(Online),(http://www.bobpearlman.org/BestPractices/PBL_Research.pdf),
diakses 8 Mei 2017.

Tirtarahardja, Umar da La Sulo. 1994. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Direktorat


Jenderal Tinggi Depdikbud.

23

Anda mungkin juga menyukai