Anda di halaman 1dari 29

RANGKUMAN

TEKNOLOGI PROSES HASIL PERKEBUNAN


(Komdotias Pertanian)

Oleh :
Nama : Thomas Kurnia Adi
NPM : 240110140063

LABORATORIUM PASCAPANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017
SAGU
I. Morfologi Tanaman Sagu
a. Batang
Tanaman sagu mempunyai bentuk batang silinder yang tumbuh mencapai tinggi
sekitar 10 sampai 15 meter. Diameter batangnya sendiri kira kira 10 sampai 15 meter.
Batang sagu merupakan komponen terpenting karena di organ inilah karbohidrat dan
cadangan makanan disimpan.
Biasanya, diameter batang sagu bagian bawah sedikit lebih besar dari pada batang
bagian atas, dan biasanya batang bagian bawah mengandung pati lebih banyak dari
pada bagian atas. Tanaman sagu mempunyai akar yang berjenis akar serabut.
b. Daun
Pohon sagu mempunyai daun yang berbentuk memanjang dan agak lebar. Daun
sagu ini mirip seperti daun kelapa yang mana mempunyai pelepah serupa daun pinang.
Pelepah daun tersusun berlapis-lapis, lalu akan terlepas setelah dewasa dan melekat
sendiri sendiri di ruas batang.
Tanaman sagu dewasa memiliki sekitar 18 tangkai daun yang panjangnya 5 sampai
7 meter, dan di setiap tangkai ini terdapat sekitar 50 pasang daun yang ukurannya
bervariasi antara panjang 60 sampai 180 cm dan lebarnya sekitar 5 cm.
Tangkai daun yang sudah tua akan lepas dari batang. daun sagu muda berwarna
hijau muda, lalu perlahan berubah menjadi hijau tua dan kemudian berubah lagi
menjadi coklat kemerahan jika sudah matang dan tua.
c. Akar dan Bunga
Tanaman sagu mempunyai bunga majemuk yang muncul dari ujung atau pucuk
batang sagu. Bunga sagu berwarna merah kecoklatan, tersusun dalam manggar secara
rapat dan bercabang banyak. pada cabang ini terdapat sepasang bunga jantan bnga
betina.
Tanaman sagu berbunga dan berbuah ketika berumur antara 10 sampai 15 tahun
tergantung jenisnya dan setelah itu tanaman akan mati. Berbunganya tanaman sagu
ditandai dengan munculnya daun bendera.
Tanaman sagu akan membentuk buah jika tidak ditebang. Buah sagu berbentuk
bulat dan berukuran kecil serta berwarna coklat kekuningan. Buah ini bersisik dan
tersusun pada tandan. Dibutuhkan waktu sekitar dua tahun agar bunga membentuk
buah

II. Potensi tanaman sagu.


Bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, maka diperlukannya strategi untuk
dapat memenuhi kebutuhan pangan Indonesia. Perlunya menerapkan strategi untuk
ketahanan pangan terlebih kemandirian pangan. Strategi pemenuhan kebutuhan pangan
dimulai dari mengubah paradigma pangan pokok adalah beras menjadi pangan pokok
adalah komoditas untuk pemenuhan kebutuhan karbohidrat. Paradigma tersebut
membangun pola pikir bahwa kebutuhan manusia adalah asupan karbohidrat bukan
beras, sehingga strategi ke depannya yang muncul adalah pengembangan komoditas
pangan lain untuk menyubstitusi kebutuhan beras atau dikenal dengan diversifikasi
pangan (penganekaragaman pangan).
Diversifikasi pangan diversifikasi pangan dapat ditinjau dari segi diversifikasi
produksi, penyediaan dan konsumsi. Diversifikasi dari segi produksi akan
meminimalkan resiko produksi area monokultur yang berkaitan juga dengan
fluktuatifnya harga dan pendapatan produsen. Diversifikasi lebih difokuskan pada
diversifikasi konsumsi, yaitu menganekaragamkan jenis pangan yang dikonsumsi.
Diversifikasi konsumsi merupakan output dari kegiatan diversifikasi produksi dan
penyediaan
Indonesia memiliki beranekaragaman komoditas pertanian sumber karbohidrat,
diantaranya : singkong (Manihot utilisima), ubi jalar (Ipomea batatas), umbi garut
(Maranta arundinacea), suweg (Armophophalus campanulatus), iles-iles (Tacca
Palmas), sagu (Metroxylon sagu). Komoditas yang disebutkan memiliki potensi
sebagai sumber karbohidrat untuk bahan pangan pokok. Keanekaragaman tanaman
penghasil karbohidrat di Indonesia harus terus dikembangkan hingga stabil
berproduksi, sehingga mampu menjadi komoditas pengganti fungsi beras. Dari
beberapa komoditas potensial sumber karbohidrat yang ada di Indonesia, tanaman sagu
memiliki potensi terbesar.

III. Pohon Industri Tanaman Sagu


IV. Salah satu proses pengolahan sagu adalah pembuatan Pati Sgu
Adapun langkah-langkah pembuatan pati sagu sebagai berikut:
1. Pengupasan pada batang sagu untuk membuang kulit luar yang keras.
2. Pemarutan. Batang sagu yang telah dikupas kulitnya diparut halus menjadi
bubur sagu. Jika batang yang ditangani cukup banyak, batang diparut
menggunakan mesin pemarut.
3. Pembuatan larutan sulfit. Natrium bisulfot dilarutkan ke dalam air. Setiap 1
liter air ditambah dengan 3 gram natrium bisulfot. Larutan yang telah diperoleh
disebutan larutan sulfit. Larutan sulfit dapat dibuat dengan biaya murah dengan
cara mengalirkan gas SO2 ke dalam air.
4. Penambahan karutn sulfit dan pengadukan. Bubur hasil pemarutan ditambah
larutan sulfit (1 bagian bubur ditambah dengan 1 bagian air) sehingga bubur
menjadi encer. Bubur encer ini diaduk-aduk agar pati lebih banyak yang
terlepas dari sel batang. Jika bubur cukup banyak, pengadukan dilakukan
dengan alat pengaduk mekanis.
5. Penyaringan suspense pati. Bubur sagu disaring dengan kain saring sehingga
pati lolos dari saringan sebagai suspense pati, dan serat tertinggal pada kain
saring. Suspense pati ditampung pad wadah pengendapan. Penyaringan juga
dapat dilakukan dengan mesin penyaring mekanis.
6. Pengendapan pati. Suspense pati dibiarkan mengendap di dalam wadah
pengendapan selama 12 jam. Pati akan mengendap sebagai pasta. Cairan diatas
endapan dibuang.
7. Pengeringan. Pasta pati dijemur diatas tampah, atau dikeringkan dengan alat
pengering hinga kadar air dibawah 14%. Produk yang telah kering akan
gemerisik bila diremas-remas. Hasil pengeringan ini disebut dengan tepung
kasar.
8. Penggilingan. Tepung kasar selanjutnya ditumbuk atau digiling sampai halus
(sekurang-kurangnya 80 mesh) menjadi tepung sagu.
9. Pengemasan. Tepung sagu dapat dikemas dalam karung plastic atau kotak
kaleng dalam keadaan tertutup rapat.
V. Pengembangan Penelitian Tanaman Sagu
Penelitian dilaksanakan di Maluku Tengah yang merupakan salah satu kawasan
pengembangan sagu di Maluku. Penelitian berlangsung selama empat bulan, mulai
bulan Juni 2013 hingga September 2013. Jumlah sampel 172 orang pengelola sagu
mewakili populasi 300 pengelola sagu. Sampel ditentukan menggunakan rumus Slovin
dengan tingkat kesalahan lima persen. Penentuan sampel dilakukan secara acak
sederhana menggunakan daftar nama pengelola sagu yang bersumber dari kantor desa
setempat. Kajian karakteristik sosial ekonomi pengelola sagu dan tingkat kapasitas
pengelola sagu dilakukan secara statistik deskriptif. Matriks korelasi Rank Spearman
digunakan untuk menganalisis hubungan antar peubah penelitian, analisis jalur (path
analysis) digunakan untuk menemukan model empiris hubungan antar peubah. Strategi
pengembangan kapasitas pengelola sagu dalam peningkatan pemanfaatan sagu di
Maluku Tengah didesain menggunakan analisis SWOT dan strategi penyuluhan
didesain menggunakan teori belajar dari Thorndike. Hasil penelitian memperlihatkan
bahwa sebagian besar pengelola sagu berumur produktif, lama berusaha kategori tinggi
dan masih menjunjung tinggi nilai sosial dan budaya sagu. Hal ini sangat mendukung
pengembangan kapasitas pengelola sagu.. Analisis matriks korelasi Rank Spearman
memperlihatkan bahwa kapasitas pengelola sagu berhubungan secara positif dan nyata
dengan tingkat pemanfaatan sagu. Dengan demikian, peningkatan kapasitas pengelola
sagu sangat penting dalam meningkatkan pemanfaatan sagu di Maluku Tengah.
Analisis lebih lanjut menggunakan analisis jalur (path analysis) memperlihatkan bahwa
kapasitas pengelola sagu dipengaruhi secara langsung oleh karakteristik sosial ekonomi
pengelola sagu yang terdiri dari pendidikan non formal, lama berusaha, dan akses
informasi; dan dukungan lingkungan yang meliputi dukungan keluarga dan dukungan
penyuluhan. Analisis SWOT memperlihatkan bahwa pengembangan kapasitas
pengelola sagu di Maluku Tengah layak dilakukan melalui strategi pertumbuhan
agresif (growth oriented strategy) yang ditunjukkan oleh posisi kebijakan, yaitu pada
kuadran pertama dari diagram penentuan matriks grand strategi pengembangan
kapasitas pengelola sagu. Analisis Quantitatif Strategic Planning Matrix (QSPM)
menghasilkan empat prioritas strategi, yaitu: (1) Penyiapan kondisi pengelola sagu
dalam rangka peningkatan pemanfaatan sagu (S-O); (2) Penyiapan penyuluh/ tenaga
pendamping yang kompeten (W-O); (3) Penguatan kesadaran dan pengakuan
masyarakat terhadap fungsi sosial dan budaya sagu (S-T), dan (4) Pemantapan
koordinasi dan sinkronisasi kebijakan perencanaan program pengembangan sagu antar
lembaga pemerintah dengan pihak-pihak terkait (W-T). Strategi penyuluhan untuk
pengembangan kapasitas pengelola sagu didesain dalam tiga tahap, yaitu tahap
persiapan (hukum kesiapan), tahap pelaksanaan (hukum latihan), dan tahap hasil
(hukum akibat/efek). Bentuk kegiatan yang dipilih adalah penyuluhan, pelatihan, dan
pendampingan. Agar pelaksanaan penyuluhan terlaksana sesuai rencana, dibutuhkan
penyuluh-penyuluh yang kompeten di bidang teknik pengelolaan sagu, namun jumlah
penyuluh PNS yang ada saat ini masih terbatas. Keterbatasan ini dapat diatasi dengan
merekrut pengelola-pengelola sagu yang lebih maju menjadi penyuluh-penyuluh
swadaya dengan prosedur seperti diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian
No.61/Permentan/OT.140/11/2008 tentang Pedoman Pembinaan Penyuluh Pertanian
Swadaya dan Penyuluh Pertanian Swasta. Pada tataran pengambil kebijakan, strategi
dilakukan dengan menyatukan persepsi dan tindakan dalam memandang perlunya
pengembangan kapasitas pengelola sagu sebagai upaya peningkatan pemanfaatan dan
nilai tambah sagu serta pendapatan masyarakat, mengembalikan peranan sagu sebagai
salah satu budaya Maluku, dan mendukung upaya penganekaragaman pola konsumsi
berbasis sumber daya lokal.

KELAPA SAWIT
I. Morfologi Tanaman
a. Batang
Batang tanaman diselimuti bekas pelapah hingga umur 12 tahun. Setelah umur
12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga menjadi mirip dengan
tanaman kelapa.
b. Daun
Daunnya merupakan daun majemuk. Daun berwarna hijau tua dan pelapah
berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya sangat mirip dengan tanaman salak,
hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan tajam.
c. Bunga
Bunga jantan dan betina terpisah dan memiliki waktu pematangan berbeda
sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga jantan memiliki bentuk
lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih besar dan mekar.
d. Akar
Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah dan samping. Selain itu
juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah ke samping atas untuk
mendapatkan tambahan aerasi.
e. Buah
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah
tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari
tiap pelapah. Inti sawit merupakan endosperm dan embrio dengan kandungan minyak
inti berkualitas tinggi.

II. Potensi Tanaman


Permintaan yang cenderung terus meningkat menyebabkan harga minyak sawit
dalam negeri pun terus menunjukkan peningkatan, walaupun perlu diperhatikan bahwa
harga minyak sawit dalam negeri sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama
harga minyak goreng dari bahan lain di dunia.
Produksi minyak kelapa sawit (CPO) di dalam negeri diserap oleh industri
pangan, terutama industri minyak goreng dan industri nonpangan seperti industri
kosmetik dan farmasi. Potensi pasar yang lebih besar dipegang oleh industri minyak
goreng. Potensi tersebut terlihat dari semakin bertambahnya jumlah penduduk yang
membutuhkan minyak goreng dalam proses memasak bahan pangannya.
Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat
menjanjikan. Pada masa depan, minyak sawit diyakini tidak hanya mampu
menghasilkan berbagai hasil industri hilir yang dibutuhkan manusia seperti minyak
goreng, mentega, sabun, kosmetik, tetapi juga menjadi subtitusi bahan bakar minyak
yang saat ini sebagian besar dipenuhi dengan minyak bumi.

III. Pohon Industri

IV. Salah satu proses pengolahan kelapa sawit adalah pemurnia dan penjernian
kelapa sawit
Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih
berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikelpartikel
dari tempurung dan serabut serta 40-50% air. Tujuan dari pembersihan atau pemurnian
minyak kasar yaitu agar diperoleh minyak dengan kualitas sebaik mungkin dan dapat
dipasarkan dengan harga yang layak. Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik,
minyak sawit kasar tersebut diolah lebih lanjut, yaitu dialirkan dalam tangki minyak
kasar (crude oil tank). Minyak kasar yang telah terkumpul dipanaskan hingga mencapai
temperatur 95-100C. Peningkatan temperatur ini bertujuan untuk memperbesar berat
jenis antara minyak, air, dan sludge sehingga sangat membantu dalam proses
pengendapan. Setelah melalui pemurnian atau klarifikasi yang bertahap, akan
dihasilkan minyak sawit mentah (CPO). Proses penjernihan dilakukan untuk
menurunkan kadar air dalam minyak. Minyak sawit yang telah dijernihkan ditampung
dalam tangki-tangki penampungan dan siap dipasarkan atau diolah lebih lanjut sampai
dihasilkan minyak sawit murni atau processed palm oil dan hasil olahan lainnya.

V. Pengembangan Penelitian
Sejalan dengan tujuan pembangunan pertanian, tujuan utama pengembangan
agribisnis kelapa sawit adalah 1) menumbuhkembangkan usaha kelapa sawit di
pedesaan yang akan memacu aktivitas ekonomi pedesaan, menciptakan lapangan kerja
dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan 2) menumbuhkan industri
pengolahan CPO dan produk turunannya serta industri penunjang (pupuk, obata-obatan
dan alsin) dalam meningkatkan daya saing dan nilai tambah CPO dan produk
turunannya. Sedangkan sasaran utamanya adalah 1) peningkatan produktivitas menjadi
15 ton TBS/ha/tahun, 2) pendapatan petani antara US$ 1,500 2,000/KK/tahun, dan
3) produksi mencapai 15,3 juta ton CPO dengan alokasi domestik 6 juta ton.
Arah kebijakan jangka panjang adalah pengembangan sistem dan usaha
agribisnis kelapa sawit yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan
terdesentralisasi. Dalam jangka menengah kebijakan pengembangan agribisnis kelapa
sawit meliputi peningkatan produktivitas dan mutu, pengembangan industri hilir dan
peningkatan nilai tambah, serta penyediaan dukungan dana pengembangan.
Strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit diantaranya adalah integrasi
vertikal dan horisontal perkebunan kelapa sawit dalam rangka peningkatan ketahanan
pangan masyarakat, pengembangan usaha pengolahan kelapa sawit di pedesaan,
menerapkan inovasi teknologi dan kelembagaan dalam rangka pemanfaatan sumber
daya perkebunan, dan pengembangan pasar. Strategi tersebut didukung dengan
penyediaan infrastruktur (sarana dan prasarana) dan kebijakan pemerintah yang
kondusif untuk peningkatan kapasitas agribisnis kelapa sawit. Dalam implementasinya,
strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung dengan program-program
yang komprehensif dari berbagai aspek manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan
(perbenihan, budidaya dan pemeliharaan, pengolahan hasil, pengembangan usaha, dan
pemberdayaan masyarakat) hingga evaluasi.
Kebutuhan investasi untuk perluasan kebun kelapa sawit 60.000 ha per tahun
untuk lima tahun ke depan adalah Rp. 12,7 trilyun. Kebutuhan investasi di Indonesia
Barat adalah Rp. 5,8 trilyun, investasi petani plasma sebesar Rp. 3,4 trilyun perusahaan
inti sebesar Rp. 1,9 trilyun pemerintah sebesar Rp. 587milyar. Kebutuhan investasi di
Indonesia Timur adalah Rp. 6,8 trilyun (investasi petani plasma sebesar Rp. 3,9 trilyun,
perusahaan inti sebesar Rp. 2,3 trilyun dan pemerintah sebesar Rp. 649 milyar.

PALA
I. Morfologi Tanaman
Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan jenis tanaman yang dapattumbuh
baik didaerah tropis. Tanaman ini termasuk dalam Familia Myristicaceae,yang
mempunnyai sekitar 200 spesies. Tanaman ini jika pertumbuhannya baikdan tumbuh
di lingkungan terbuka, tajuknya akan rindang dan ketinggiannyadapat mencapai 15 -
18 meter. Tajuk pohon ini bentuknya meruncing ke atas danpuncak tajuknya tumpul
(Sunanto, 1993).
Daun pala berbentuk bulat telur, pangkal dan pucuknya meruncing.
Warnabagian bawah hijau kebiru-biruan muda. Bagian atsanya hijau tua. Jangka
waktupertumbuhan buah dari mulai persarian hingga masa petik tidak boleh lebih dari
9bulan. Buah berbentuk bulat, lebar, ujungnya meruncing. Kulitnya licin,
berwarnakuning, berdaging, dan cukup banyak mengandung air. Bijinya tunggal,
berkepingdua, dilindungi oleh tempurung, walaupun tidak tebal namun cukup keras.
Bentukbijinya bulat telur lonjong, bila sudah tua warnanya coklat tua
(Rismunandar,1992).
II. Potensi Tanaman
Salah satu potensi tanaman pala adalah pengolahannya menjadi sari buah pala.
Buah pala dapat diolah menjadi sari buah karena aroma buahnya yang khas. Kadar
tannin dalam buah pala yang menyebabkan rasa sepat dan getir dapat dikurangi dengan
perendaman dalam larutan garam sebanyak 5% atau kapur 2% selama 12 jam. Bisa
juga dengan penambahan putih telur sebanyak 1%. Sari buah pala dapat disimpan
sampai 6 minggu tanpa terjadi pertumbuhan kapang dan penurunan kadar gula
III. Pohon Industri
IV. Salah satu proses pwngolahan pala adalah menjadi minyak pala.
Salah satu produk yang dapat dihasilkan dari buah pala adalah minyak pala.
Proses pembuatan minyak pala dilakukan dengan cara penyulingan. Proses
penyulingan diawali dengan memasukkan air terlebih dahulu hingga batas yang
diinginkan. Pada water and steam distillation, air dimasukkan hingga mendekati batas
sarangan. Selanjutnya, masukkan bahan ke dalam ketel suling.
Sebelum proses penyulingan dimulai, pastikan bahwa semua sambungan,
lubang inlet maupun outlet telah tertutup rapat. Hal ini penting dilakukan untuk
menghindari kebocoran yang berakibat keluarnya semburan liar uap dan terbuangnya
uap atsiri.
Selanjutnya, pastikan bahwa air dalam kondensor telah tersedia dalam jumlah
yang diperlukan. Ketersediaan air ini penting untuk memperlancar proses kondensasi.
Setelah semua instalasi dipastikan aman dan bekerja dengan baik, nyalakan api hingga
suhu dan tekanan mencapai ukuran yang diinginkan. Segera setelah air mendidih,
minyak sudah dapat terlihat pada tabung pemisah. Adapun lama penyulinganm mesin
penggiling (disc mill) untuk memerkecil ukuran bahan. Agar seragam, hancurkan pula
fuli kering dan sangat tergantung dari banyaknya bahan dan kapasitas ketel.
Minyak yang keluar segera ditampung dalam wadah penampung dengan
membuka keran pada tabung pemisah. Konstruksi wadah penampung hendaknya dapat
menghindari penguapan yang lebih banyak, misalnya menggunakan botol dengan
mulut yang kecil. Selain itu, usahakan agar suhu pada wadah penampung antara 20
25oC untuk menghindari penguapan (Armando, 2009).

V. Pengembangan Penelitian
Bagian pala yang memiliki nilai ekonomis tinggi adalah biji dan gada yang
diolah menjadi minyak pala, sedangkan daging pala kurang dimanfaatkan, menjadi
limbah. Untuk meningkatkan nilai ekonomis daging pala itu bisa diolah menjadi
minyak atsiri. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik kimia minyak
dari daging pala dengan metode pengeringan dan distilasi yang berbeda.
Daging pucat yang diiris dicoba sebagai berikut: dalam kondisi segar,
pengringan udara, pengeringan sinar matahari, kemudian minyak dari masing-masing
disuling menggunakan metode: penyulingan air atau penyulingan uap air.
Hasil dan karakteristik kimia (nilai asam dan ester) minyak atsiri yang diperoleh
dari proses ini dianalisis. Hasil menunjukkan bahwa hasil tertinggi (1,65 g) diperoleh
dari kombinasi pengeringan udara dan distilasi uap air. Nilai asam terendah ditemukan
pada perlakuan distilasi segar dan penyulingan air (3,71%), sedangkan yang tertinggi
dalam pengolahan distilasi segar dan air (4,38%). Perlakuan nilai ester tertinggi berasal
dari daging dengan pengeringan udara dan distilasi uap air (22,32), sedangkan yang
terendah adalah pada perlakuan irisan segar dan penyulingan air (14,67%). Cara
pengeringan dan distilasi rajangandaging buah pala yang berbeda berpengaruhnyata
terhadap rendemen minyak dagingbuah pala yang dihasilkan.

KAYU MANIS
I. Morfologi Tanaman
Kayu manis adalah pohon yang termasuk ke dalam jenis rempah rempah yang
beraroma manis, dan pedas, orang biasanya menggunakan di dalam makanan yang
beraroma manis, anggur panas. Tanaman obat Kayu manis (Cinnamomum burmanni)
memiliki bentuk seperti semak dan pohon kecil, dengan tinggi 5-15 m, kulit kayu
memiliki bau yang khas. Daun berbentuk lonjong, panjang 4-14 cm, lebar 1,5-6 cm,
permukaan atas halus, permukaan bawah berambut, berwarna kelabu kehijauan. Bunga
majemuk malai. Buah adalah buah buni, panjang lebih kurang 1 cm.

II. Potensi Tanaman


Potensi bisnis kayu manis di Indonesia cukup besar mencakup hampir semua
subsistem, baik pada subsistem agribisnis hulu (on form) maupun subsistem hilir.
Potensi sumberdaya yang dimiliki Indonesia, seperti sumberdaya alam (lahan yang
sesuai), teknologi, tenaga ahli, plasma nutfah bahan tanaman, serta jumlah penduduk
sebagai potensi pemasaran dalam negeri, cukup memadai. Didukung oleh sistem dan
manejemen produksi yang efisien danefektif, potensi yang dimiliki tersebut dapat
dimanfaatkan untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen kayumanis bermutu
nomor satu di dunia dengan daya saing yang cukup tinggi.
Ketersediaan lahan pegunungan di Indonesia terbentang sepanjang pulau
Sumatera, Jawa, dan Sulawesi dengan curah hujan yang memadai untuk tumbuh
tanaman kayumanis. Potensi peningkatan produksi dan mutu kayumanis pada jangka
menengah (sampai tahun 2015) yaitu dengan mengelola tanaman yang ada dengan baik
(luas areal 130.000 ha) dan mengolahnya menjadi bentuk yang lebih hilir serta
pertanaman organik. Pada jangka panjang (sampai tahun 2025) pengembangan dapat
dilakukan pada daerah-daerah di luar daerah sentra, seperti Aceh, Sumatera Utara,
Bengkulu, Jawa Barat, dan Jawa Timur (Dirjenbun, 2008). Daerah yang mempunyai
tanah subur, gembur dengan drainase yang baik serta kaya akan bahan organik (Samad
et al., 1974) seperti tanah-tanah andosol, latosol dan organosol (Siswoputranto, 1976).
Tanaman ini menghendaki banyak hujan sepanjang tahun, tanpa musim kering
panjang, dengan curah hujan berkisar antara 2.000-2.500 mm/tahun dan suhu harian
berkisar antara 19-23,3 oC.

III. Pohon Industri


IV. Salah satu proses pengolahan kayu manis adalah menjadi minyak asiri.
Proses untuk mendapatkan minyak atsiri dikenal dengan cara menyuling atau
destilasi terhadap tanaman penghasil minyak. Didunia komersil, metode
destilasi/penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan dengan 3 cara, antara lain (Indriati
dan Tohawa, 2008) :
1. Penyulingan dengan sistem rebus (Water Distillation)
2. Penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam Distillation)
3. Penyulingan dengan uap langsung (Direct Steam Distillation)
Penerapan penggunaan metode tersebut didasarkan atas beberapa pertimbangan
seperti jenis bahan baku tanaman, karakteristik minyak, proses difusi minyak dengan
air panas, dekomposisi minyak akibat efek panas, efisiensi produksi dan alasan nilai
ekonomis serta efektifitas produksi.
1. Penyulingan dengan sistem rebus (Water Distillation)
Cara penyulingan dengan sistem ini adalah dengan memasukkan bahan baku, baik
yang sudah dilayukan, kering ataupun bahan basah ke dalam ketel penyuling yang telah
berisi air kemudian dipanaskan. Uap yang keluar dari ketel dialirkan dengan pipa yang
dihubungkan dengan kondensor. Uap yang merupakan campuran uap air dan minyak
akan terkondensasi menjadi cair dan ditampung dalam wadah. Selanjutnya cairan
minyak dan air tersebut dipisahkan dengan separator pemisah minyak untuk diambil
minyaknya saja. Cara ini biasa digunakan untuk menyuling minyak aromaterapi seperti
mawar dan melati. Meskipun demikian bunga mawar, melati dan sejenisnya akan lebih
cocok dengan sistem enfleurasi, bukan destilasi. ang perlu diperhatikan adalah ketel
terbuat dari bahan anti karat seperti stainless steel, tembaga atau besi berlapis
aluminium.
2. Penyulingan dengan air dan uap (Water and Steam Distillation)
Penyulingan dengan air dan uap ini biasa dikenal dengan sistem kukus. Cara ini
sebenarnya mirip dengan system rebus, hanya saja bahan baku dan air tidak
bersinggungan langsung karena dibatasi dengan saringan diatas air.Cara ini adalah
yang paling banyak dilakukan pada dunia industri karena cukup membutuhkan sedikit
air sehingga bisa menyingkat waktu proses produksi. Metode kukus ini biasa
dilengkapi sistem kohobasi yaitu air kondensat yang keluar dari separator masuk
kembali secara otomatis ke dalam ketel agar meminimkan kehilangan air.
Bagaimanapun cost produksi juga diperhitungkan dalam aspek komersial. Disisi lain,
sistem kukus kohobasi lebih menguntungkan oleh karena terbebas dari proses hidrolisa
terhadap komponen minyak atsiri dan proses difusi minyak dengan air panas. Selain
itu dekomposisi minyak akibat panas akan lebih baik dibandingkan dengan metode uap
langsung (Direct Steam Distillation). Metode penyulingan dengan sistem kukus ini
dapat menghasilkan uap dan panas yang stabil oleh karena tekanan uap yang konstan.
3. Penyulingan dengan uap langsung (Direct Steam Distillation)
Pada sistem ini bahan baku tidak kontak langsung dengan air maupun api namun
hanya uap bertekanan tinggi yang difungsikan untuk menyuling minyak. Prinsip kerja
metode ini adalah membuat uap bertekanan tinggi didalam boiler, kemudian uap
tersebut dialirkan melalui pipa dan masuk ketel yang berisi bahan baku. Uap yang
keluar dari ketel dihubungkan dengan kondensor. Cairan kondensat yang berisi
campuran minyak dan air dipisahkan dengan separator yang sesuai berat jenis minyak.
Penyulingan dengan metode ini biasa dipakai untuk bahan baku yang membutuhkan
tekanan tinggi pada proses pengeluaran minyak dari sel tanaman, misalnya gaharu,
cendana, dll.

V. Pengembangan Penelitian pada ekstraksi minyak kayu manis menyatakan


bahwa:
Ekstraksi oleoresin dari kayu manis berbantu ultrasonik dapat dijadikan metoda
alternatif karena hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata dibandingkan metoda
terdahulu dan waktu ekstraksi optimal adalah 66 menit , yang mana lebih cepat bila
dibandingkan dibandingkan metoda konvensional yang membutuhkan waktu 8 jam,
sehingga biaya operasional menjadi lebih murah. Intensitas rendah tidak berpengaruh
terhadap hasil oleoresin dan cinnamic aldehyde, tetapi pada penggunaan pelarut
isopropil alkohol memberikan pengaruh yang cukup berarti terhadap hasil cinnamic
aldehyde. Intensitas 20 % dipilih sebagai intensitas optimal karena dihasilkan produk
oleoresin dan cinnamic aldehyde yang paling besar. Kinetika proses ekstraksi dapat
dimodelkan sebagai model orde satu dan orde dua, dan dari penelitian ini diperoleh
hasil yang lebih baik apabila digunakan model orde dua. Penggunaan pelarut metanol
memberikan nilai R2 yang paling baik yaitu 0,9998 dan k (konstanta laju ekstraksi)
yang paling besar yaitu 0,098. Dasar pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi tidak
hanya berdasarkan kemampuan pelarut tersebut dalam mengekstraksi bahan untuk
menghasilkan yield tinggi, tetapi juga harus mempertimbangkan regulasi FDA yang
tidak mengijinkan bahan berbahaya bagi kesehatan digunakan untuk proses produk
makanan. Dari penelitian ini, pelarut etanol dan isopropil alkohol dipilih sebagai
pelarut yang akan digunakan untuk ekstraksi kayu manis, meskipun metanol
memberikan hasil ekstraksi yang terbaik (Tabel 4.4) dibandingkan pelarut etanol dan
isopropil alkohol. Hal ini disebabkan karena metanol merupakan bahan kimia
berbahaya yang tidak direkomendasikan oleh FDA

TEH
I. Morfologi Tanaman
Tanaman teh memiliki daun tunggal yang tersebar, helaian daunnya eliptis
memanjang dengan pangkal daun meruncing dan tepi daunnya bergerigi. Bunga teh
berkelamin dua atau disebut hermafrodit dalam satu pohon. Memiliki kelopak bunga
sejumlah 5-6 yang berukuran tidak sama. Mahkota bunganya melekat pada
pangkalnya. Benangsari membentuk lingkaran yang banyak, pada bagian terluar
pangkalnya bersatu dan melekat pada mahkota, sedangkan pada bagian terdalamnya
terlepas. Teh memiliki tangkai putik yang bercabang tiga. Teh merupakan tanaman
yang berbentuk pohon, tetapi karena pemangkasan kerapkali seperti perdu dengan
tinggi 5-10 m.
Tanaman teh umumnya tumbuh pada ketinggian 200-2.300 m di atas
permukaan laut. Secara umum, tanaman teh dapat tumbuh pada kisaran suhu udara 28-
30oC dan untuk pertumbuhan optimumnya pada suhu tanah berkisar 20-25oC. Suhu
harus berada pada kisaran normal selama 6 bulan setiap tahunnya. Di Indonesia,
perkebunan teh umunya memiliki curah hujan rata-rata sebesar 1800 mm per tahun.
II. Potensi Tanaman
Daun teh (Camellia sinensis) merupakan bagian dari tanaman teh yang sangat
memiliki nilai tinggi karena dapat dijadikan sebagai bahan seduhan minuman ataupun
dijadikan flavor apabila telah meleawati serangkaian proses. Selain itu, daun teh dalam
bentuk ekstrak daunnya juga ternyata memiliki potensi lainnya yaitu sebagai
penghambat pertumbuhan bakteri Salmonella typhi yang kita kenal sebagai penyebab
penyakit typhus.
Camellia sinensis dapat menghasilkan metabolit sekunder seperti alkaloid,
flavonoid, steroid, tannin, saponindan triterpenoid. Senyawa tanin dalam Camellia
sinensis dapat menghambat pertumbuhan bakter dengan mereaksikan protein pada
membrane sel, menginaktivasi enzim dan juga destruksi fungsi juga material genetik.
Tanin menyebabkan terganggunya stabilitas dinding sel bakteri yang selanjutnya
menurunkan fungsi selektif permeabilitas dari membran. Tanin juga dapat menurunkan
sistem transporaktif dan terganggunya susunan sel bakteri. Reaksi tanin lain adalah
mampu mengikat peptidpglikan membran bakteri. Tanin mempunyai daya antibakteri
karena menginterfensi dinding sel bakteri.
III. Pohon Industri
IV. Salah satu proses pada pengolahan Teh putih adalah sebagai berikut:
Diantara jenis teh yang ada, teh putih atau whitetea merupakan teh dengan
proses pengolahan paling sederhana, yaitu pelayuan dan pengeringan. Bahan baku
yang digunakan untuk proses pembuatan teh putih inipun hanya berasal dari pucuk dan
dua daun dibawahnya. Pelayuan dapat dilakukan dengan memanfaatkan panas dari
sinar matahari. Biasanya proses pelayuan ini mampu mengurangi kadar air sampai
12%. Selanjutnya, daun teh yang sudah layu dikeringkan menggunakan mesin
pengering. Pucuk teh kemudian akan menjadi jenis mutu silverneddle, sedangkan dua
daun dibawahnya akan menjadi whitepoeny (Rohdiana, 2015).

V. Pengembangan Penelitian
Peranan teh sebagai bahan baku bagi industri, kontributor devisa bagi negara,
penyerap tenaga kerja dalam jumlah besar yang juga memberikan dampak positif bagi
lingkungan sekitar perkebunannya telah menjadikan teh sebagai salah satu komoditas
unggulan nasional. Posisi Indonesia dalam perdagangan internasional merupakan salah
satu produsen sekaligus eksportir teh terbesar di dunia. Tahun 2008, pangsa pasar
ekspor Indonesia mencapai 5,8 persen dari total ekspor dunia. Namun, kondisi tersebut
bukan merupakan kondisi optimal agribisnis teh Indonesia. Selama sepuluh tahun
terakhir, Indonesia cenderung mengalami penurunan luas area, yang kemudian
berdampak kepada volume produksi dan penurunan volume ekspor. Sejak tahun 2000,
Indonesia kehilangan sekitar 2,18 persen area perkebunan teh per tahun. Hal tersebut
berdampak pada penurunan rata-rata produksi dan ekspor sebesar 0,83 dan 1,7 persen
per tahun. Hal ini tidak dapat dibiarkan, mengingat kendala yang dihadapi oleh sebuah
subsistem dalam sistem agribisnis teh Indonesia akan berdampak terhadap kinerja
subsistem lainnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menelaah kondisi sistem agribisnis teh
di Indonesia, menganalisis dayasaingnya serta merumuskan strategi pengembangan
yang tepat untuk meningkatkan dayasaing tersebut. Teh yang diteliti adalah teh curah
sebagai produk yang dieskpor Indonesia. Pada analisis strategi, lingkup penelitian yang
digunakan adalah subsistem budidaya dan pengolahan teh curah sebagai lingkungan
internal, sementara subsistem hulu, pemasaran dan subsistem jasa penunjang ditambah
dengan kondisi global termasuk ke dalam lingkungan eksternal. Teh yang diteliti
adalah teh hitam dan teh hijau curah yang merupakan produk teh mayoritas yang
diekspor oleh Indonesia. Data yang digunakan hampir 70 persen merupakan data
sekunder, dan sisanya diperoleh dari wawancara dan observasi lapang (data primer).
Alat yang digunakan adalah kerangka sistem agribisnis teh, Sistem Berlian Porter,
Matriks SWOT dan Arsitektur Strategik.

KAPAS
I. Morfologi Tanaman
a. Akar
Akar tanaman kapas berupa akar tunggang, panjang akar dapat mencapai 0,75
- 1 meter. Batang beruas-ruas, tiap ruas tumbuh daun dan cabang-cabang pada
ketiaknya. Memiliki 3 macam tunas, yaitu tunas serap, cabang vegetatif dan cabang
generatif. Cabang generatif ditandai dengan diakhiri yaitu tumbuhnya square. Tinggi
tanaman mencapai 100-150 cm.
b. Batang
Batang dan percabangan dengan percabangan vegetatif dan cabang buah
tumbuh pada buku-buku batang. Panjang dan jumlah ruas batang ini menentukan tinggi
akhir suatu tanaman kapas. Batang tanaman yang beruas pendek menyebabkan
tanaman tersebut cenderung cepat tua.
c. Daun
Daun berbentuk normal (palmatus), permukaan daun berbulu jarang, tulang
daun menjari. Bunga tanaman kapas termasuk bunga sempurna. Bunga tumbuh pada
cabang generatif, tiap cabang ada 6-8 kuncup. Bagian-bagian bunganya yaitu terdiri
dari tangkai bunga, daun kelopak tambahan, daun kelopak, mahkota bunga, bakal buah,
tangkai kepala putik, kepala putik, dan tepung sari
d. Bunga
Bunga kapas varietas Amerika berwarna putih atau krim putih saat membuka.
Selanjutnya warna akan berubah menjadi merah muda dan merah pada keesokan
paginya. Dimana, biasanya bunga kapas mulai mekar dipagi hari antara jam 7 -9
kemudian bunga tersebut akan layu saat hari menjelang siang.
e. Buah
Buah berbentuk dari persarian sampai buah masak 40-70 hari. Bentuk buah
bulat telur, dengan warna hijau muda atau hijau gelap berbintik-bintik. Setiap buah
memiliki 3-5 ruang, sehingga buah tanaman kapas termasuk buah kotak. (Subiyakto
dan Indrayani, 2008)

II. Potensi Tanaman


Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan
penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama
penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan Produksi Tekstil (TPT).
Serat kapas hingga kini peranannya masih lebih besar dari pada serat sintesis, terutama
di negara-negara beriklim tropik. Hingga kini, 90% bahan baku untuk kebutuhan tekstil
dunia diperoleh dari serat kapas, dan sisanya 10% diperoleh dari serat sintesis.
Kebutuhan industrial tekstil akan serat kapas terus meningkat sejalan dengan
bertambahnya penduduk. Namun kemajuan industri tekstil belum sepenuhnya
mendapat dukungan dalam penyediaan bahan baku. Kebutuhan bahan baku masih
bergantung pada kapas impor. Baru sekitar 0,5% yang mampu dihasilkan dalam negeri.
Pada tahun 2010 misalnya, produksi kapas nasional hanya sekitar 26.000 ton, dari total
kebutuhan kapas nasional yang mencapai 550.000 ton per tahun. Produksi kapas
Indonesia selama ini didominasi oleh produksi yang berasal dari Perkebunan Rakyat
(PR) dengan kontribusi rata-rata tahun 1970-2008 mencapai 93,49%, sedangkan
Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS) masing-masing
hanya memberikan kontribusi sebesar 5,40% dan 1,11%. Sentra produksi kapas di
Indonesia terdapat di provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan
Jawa Tengah.
III. Pohon Industri

IV. Salah satu proses pengolahan kapas adalah pengklasifikasian serat kapas
Serat kapas yang sudah dipisahkan dari bijinya kemudian dikelompokkan
berdasarkan beberapa kriteria, umumnya adalah warna, kehalusan dan panjang serat.
Penggolongan berdasarkan warna dan kehalusan adalah sebagai berikut:
Jernih halus dan putih bersih;
Berwarna kuning kemerahan dan halus;
Kotor baik yang kasar maupun yang halus.
Berdasarkan ukuran panjang serat, kapas dapat digolongkan kedalam:
Ukuran panjang (lebih dari 29 mm);
Ukuran sedang (22 28 mm);
Ukuran kurang (kurang dari 22 mm).
Serat kapas yang halus, putih dan jernih serta berukuran sedang sampai panjang,
dijadikan sebagai bahan benang untuk tekstil dan sebagainya. Sedangkan sisanya
dijadikan kasur, bantal, isi dalam furniture seperti sofa dan ada juga untuk jok mobil.
V. Pengembangan Penelitian
Kapas Australia dikenal memiliki produktivitas cukup tinggi, yaitu, mencapai
3.178 kg/ha, selain memiliki serat yang panjang. Dari total areal pertanaman kapas di
Australia, 90% ditanam di lahan beirigasi dengan menggunakan kapas transgenik jenis
Bollgard I, Bollgard II dan Roundup Ready. Varietas kapas dengan jenis serat panjang
yang ditawarkan pemerintah Australia adalah varietas Pima A8 dan Sipima 208. Kedua
varietas ini, selain memiliki potensi produksi tinggi, mempunyai kemungkinan lebih
cocok dikembangkan di Indonesia. Pengembangan kapas berserat panjang ini
diperlukan mengingat kebutuhan akan serat oleh industri untuk produk fashion cukup
tinggi, yaitu, sekitar 50-60 ribu ton serat kapas per tahun. Volume tersebut diperkirakan
akan terus meningkat.
Peningkatan produksi dalam negeri kapas berserat panjang merupakan
keharusan. Hal ini dimaksudkan untuk menekan ketergantungan Indonesia akan impor
kapas. Padahal varietas kapas berserat panjang unggul lokal belum tersedia. Untuk
itulah diperlukan introduksi varietas kapas berserat panjang unggul dari Australia.
Tentunya kegiatan introduksi tersebut diikuti dengan program pengembangan varietas
kapas berserat panjang unggul nasional.
Kerja sama penelitian kapas dengan pemerintah Australia perlu direalisasikan
dan dikembangkan mengingat negara ini mampu mengembangkan varietas-varietas
yang tahan ketersediaan air, tahan hama dan herbisida. Kapas yang dikembangkan oleh
pemerintah Australia juga memiliki kualitas sesuai keinginan konsumen, produksi
tinggi, pengendalian hama dan penyakit ramah lingkungan, serta teknik produksi yang
efisien.
Hal lain yang perlu dilakukan adalah pertukaran plasma nutfah kapas.
Pertukaran ini dimaksudkan untuk mempertinggi variasi genetik dalam koleksi Balittas
sehingga peluang-peluang perakitan varietas unggul baru semakin besar.

TEMBAKAU
I. Morfologi Tanaman
a. Batang
Tanaman Tembakau memiliki bentuk batang agak bulat, agak lunak tetapi kuat,
makin ke ujung, makin kecil. Ruas-ruas batang mengalami penebalan yang ditumbuhi
daun, batang tanaman bercabang atau sedikit bercabang. Pada setiap ruas batang selain
ditumbuhi daun, juga ditumbuhi tunas ketiak daun, diameter batang sekitar 5 cm.
b. Akar
Tanaman tembakau merupakan tanaman berakar tunggang yang tumbuh tegak
ke pusat bumi. Akar tunggangnya dapat menembus tanah kedalaman 50- 75 cm,
sedangkan akar serabutnya menyebar ke samping. Selain itu, tanaman tembakau juga
memiliki bulu-bulu akar. Perakaran akan berkembang baik jika tanahnya gembur,
mudah menyerap air, dan subur.
c. Daun
Daun tanaman tembakau berbentuk bulat lonjong (oval) atau bulat, tergantung
pada varietasnya. Daun yang berbentuk bulat lonjong ujungnya meruncing, sedangkan
yang berbentuk bulat, ujungnya tumpul. Daun memiliki tulang-tulang menyirip, bagian
tepi daun agak bergelombang dan licin. Lapisan atas daun terdiri atas lapisan palisade
parenchyma dan spongy parenchyma pada bagian bawah. Jumlah daun dalam satu
tanaman sekitar 28- 32 helai. Daun tembakau merupakandaun tunggal. Lebar daun 2
30 cm, panjang tangkai 1 2 cm. Warna daun hijau keputih-putihan.
d. Bunga
Tanaman tembakau berbunga majemuk yang tersusun dalam beberapa tandan
dan masing masing tandan berisi sampai 15 bunga. Bunga berbentuk terompet dan
panjang, terutama yang berasal dari keturunan Nicotiana tabacum, sedangkan dari
keturunan Nicotiana rustika, bunganya lebih pendek, warna bunga merah jambu
sampai merah tua pada bagian atas.
Bunga tembakau berbentuk malai, masing-masing seperti terompet dan
mempunyai bagian sebagai berikut:
a. Kelopak bunga, berlekuk dan mempunyai lima buah pancung.
b. Mahkota bunga berbentuk terompet, berlekuk merah dan berwarna merah
jambu atau merah tua dibagian atasnya. Sebuah bunga biasanya mempunyai
lima benang sari yang melekat pada mahkota bunga, dan yang satu lebih pendek
dari yang lain.
c. Bakal buah terletak diatas dasar bunga dan mempunyai dua ruang yang
membesar.
d. Kepala putik terletak pada tabung bunga yang berdekatan dengan benang
sari. Tinggi benang sari dan putik hampir sama. Keadaan ini menyebabkan
tanaman tembakau lebih banyak melakukan penyerbukan sendiri, tetapi tidak
tertutup kemungkinan untuk penyerbukan silang.
e. Buah
Tembakau memiliki bakal buah yang berada di atas dasar bunga dan terdiri atas
dua ruang yang dapat membesar, tiap-tiap ruang berisi bakal biji yang banyak sekali.
Penyerbukan yang terjadi pada bakal buah akan membentuk buah. Sekitar tiga minggu
setelah penyerbukan, buah tembakau sudah masak. Setiap pertumbuhan yang norrmal,
dalam satu tanaman terdapat lebih kurang 300 buah. Buah tembakau berbentuk bulat
lonjong dan berukuran kecil, di dalamnya berisi biji yang bobotnya sangat ringan.
Dalam setiap gram biji berisi + 12.000 biji. Jumlah biji yang dihasilkan pada setiap
tanaman rata-rata 25 gram (Hidayat,2013).

II. Potensi Tanaman


Tanaman tembakau hampir terdapat di seluruh Indonesia terutama yang kita
sebut tembakau rakyat atau tembakau asli. Yang dimaksud dengan istilah tembakau
asli atau tembakau rakyat ialah tembakau yang ditanam oleh rakyat, mulai dari
pembuatan pesemaian, pananaman, dan pengolahan daunnya sehingga siap untuk
dijual di pasaran, dalam bahasa asing tembakau ini disebut native
tobaccoes atau bevolkings tabak. Tembakau asli atau rakyat dikenal sebagai tembakau
jenis daerah juga sering disebut landras. Tembakau rakyat ditanam oleh petani secara
campur aduk (terdiri dari berbagai varietas) dan kebanyakan pembenihannya dilakukan
sendiri oleh petani. Hal ini yang agak menyulitkan pelacakan varietas secara pasti.
Belum lagi pengaruh percampuran dengan benih-benih impor sehingga varietas
tembakau asli semakin heterogen, tidak mengherankan kalau sekarang banyak
dijumpai bermacam-macam varietas dalam satu hamparan pertanaman yang dilakukan
oleh petani (Abdullah dan Soedarmanto,1982).
Tanaman tembakau merupakan salah satu komoditas andalan nasional dan
berperan penting bagi perekonomian Indonesia, terutama dalam penyediaan lapangan
pekerjaan, sumber pendapatan bagi petani dan sumber devisa bagi negara disamping
mendorong berkembangnya agribisnis tembakau dan agroindustri (Abdullah dan
Soedarmanto,1982).
Berbagai usaha telah dilaksanakan untuk pengembangan tembakau. Perbaikan
teknik budidaya pada akhirnya akan membawa manfaat dalam usaha pengembangan
tersebut. Teknik pembibitan yang efisien, usaha mendapatkan bahan tanam unggul
melalui hibridasi, pengaturan jarak tanam, usaha perlindungan terhadap hama dan
penyakit ditujukan kepada ditemukannya suatu priode penanaman dan pemeliharaan
tembakau yang efisien dengan sasaran produksi maksimum (Abdullah dan
Soedarmanto,1982).

III. Pohon Industri

IV. Salah satu proses pengolahan tembakau yang terpenting adalah pada saat
pemanenan
Kira-kira 3 bulan, dimulailah panen pertama pada daun tembakau. Memanen
daun tembakau tidaklah mudah, haruslah bertahap dari daun paling bawah hinggadaun
paling atas, dan itu memakan waktu yang tidak sebentar. Dari memanen daun pertama
sampai daun terakhir dibutuhkan waktu antara 4 sampai dengan 4,5 bulan. Karena
dalam satu batang pohon, daun tembakau dibagi dalam beberapa grid atau tingkatan.
Tiap tingkatan itu menandakan kwalitas daun (petani Temanggung menyebut totol) dan
biasanya itu terlihat dari warna dan terasa dari aromanya. Untuk aroma memang hanya
orang tertentu saja yang bias menentukan apakah aromanya cukup atau kurang. Dan
semakin keatas, kwalitas daun akan semakin tinggi dan hargapun semakin mahal.
a. Kwalitas A (Totol A) daun berwarna hijau, biasanya umur sekitar 3 bulan bias
mulai dipanen.
b. Kwalitas B (Totol B) daun berwarna hijau tapi sudah mulai terlihat warna kuning
diantaranya
c. Kwalitas C (Totol C) daun berwarna kuning saja.
d. Kwalitas D (Totol D) daun berwarna kuningagak kemerahan
e. Kwalitas E (Totol E) daun berwarna merah namun masih ada semburat
kuningnya
f. Kwalitas F (Totol F) daun berwarna kemerahan
g. Kwalitas G (Totol G) daun berwarna merah atau yang disebut juga bako Srinthil
(tembakau dengan kwalitas paling bagus dan berharga sangat mahal)
SebenarnyaTotol F dan G hampir sama warna daunnya yang membedakan
hanyalah pada proses memperamnya dikemudian hari. Karena setelah dipanen, daun
tembakau tidak bias lantas diolah, harus melalui proses memperamnya (biasa disebut
daun imbon atau daun yang telah di imbu). Dan tiapTotol, proses memperamnya pun
berbeda-bedaTotol A diperam 2 hari, B diperam 3 hari,Cdiperam 4/5 hari,Ddiperam
6/7 hari, Edan F maksimal diperam 9 hari. Adapun dalam memperam itupun haruslah
tepat waktu, tidak boleh berkurang ataupun berlebih karena akan menentukan
kematangan dan kebusukan daun.
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, M. 2013. Potensi Sumber Daya Lahan untuk Tanaman Sagu di Indonesia.
Diakses pada https://jurnal.unpad.iac.id/agrikultura/article/view/967
Hidayat,Arif.2013. Morfologi Tanaman Tembakau . Terdapat pada:
http://www.anakagronomy.com/2013/04/morfologi-tanaman-tembakau.html.
Diakses pada Rabu tanggal 31 Mei 2017
Kindriari, Utami, I. 2008. Pembuatan Etanol dari Biji Kapas dengan Proses
Hidrolisa dan Fermentasi. Jurnal Penelitian Ilmu Teknik. 8(2). 129-138.
Litbang Pertanian. 2012. Tanaman Sagu. Diakses pada
https://litbang.pertanian.go.id/spesial/komoditi/sagu/view/255
Osly, Prima Jiwa. 2015. Model Perencanaan Pengembangan Sagu Berkelanjutan (Studi
Kasus Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku)
Wawan, Muhammad. 2016. PenelitianTembakau. Terdapatpada
:http://ptpn10.co.id/blog/penelitian-tembakau-jember-gencar-biakkan-mikoriza.
Diaksespadaharikamis, 01 April 2017.

Anda mungkin juga menyukai