Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENDIDIKAN SOSIAL BUDAYA


GROPYOKAN TIKUS

Disusun
oleh :

EKO NURBIYANTO (15504241023)

KELAS A

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSEITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas segala Rahmat, Hidayah, dan Karunia-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan Makalah GROPYOKAN TIKUS
ini dengan penuh kelancaran. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Sosial Budaya di Jurusan Pendidikan Teknik Otomotif Fakultas Teknik
Universitas Negeri Yogyakarta.
Saya sadar bahwa Makalah ini tidak dapat tersusun dengan baik tanpa bantuan dari
berbagai pihak, oleh karena itu Saya dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada :

1. Drs. Nurhadi , M.Pd selaku dosen mata kuliah Sistem Pemindah Tenaga.
2. Sukaswanto, M.Pd. , sebagai Penasehat Akademik Kelas A 2015.
3. Keluarga yang selalu memberikan suport dan doannya.
4. Dan Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi kalian selaku pembaca dan saya berharap kalian
mendapat ilmu tambahan setelah membaca makalah ini.

Amin.

Yogyakarta, Mei 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................1

KATA PENGANTAR..........................................................................................2

DAFTAR ISI........................................................................................................3

BAB 1. PENDAHULUAN

A. Pendahuluan....................................................................................................4

B. Tujuan dan manfaat.........................................................................................4

BAB 2. ISI

A. Pengertian gropyokan tikus.........................................................................5-6

B. Faktor yang mendorong dilakukannya gropyokan tikus............................6-9

C. Macam-macam metode gropyokan tikus.................................................10-11

D. Teknis pelaksanaan gropyokan tikus ......................................................11-12


E. Nilai sosial budaya pada gropyokan tikus.....................................................12

BAB. 3 PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................13

B. Daftar pustaka...............................................................................................13

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Di sebuah peradaban desa pasti memiliki banyak kearifan lokal yang meskipun
itu penuh dengan unsur kesederhanaan namun sangat menonjolkan rasa kekeluargaan
dan semangat gotong royong yang tinggi. Dari sini muncul banyak sekali
kebudayaan-kebudayaan di desa yang mungkin tidak ada sama sekali di daerah
perkotaan. Salah satunya yaitu gropyokan tikus. Faktor utama yang tidak
memungkinkan budaya gotong royong ini ada di kota adalah faktor kondisi
geografis, jika di pedesaan masih banyak persawahan maka sebaliknya di perkotaan.
Gropyokan tikus adalah sebuah tradisi yang dilakukan warga desa disekitar
tembpat tinggal saya yaitu Nglengking, Sendangrejo, Minggir, Sleman. Kegiatan ini
adalah kegiatan mencari dan memusnahkan hama tikus yang merusak tanaman padi
di persawahan. Ada beberapa cara yang digunakan oleh para petani untuk
menggropyok tikus yang nantinya akan dijelaskan di makalah ini. Semoga makalah
ini menarik dan bermanfaat.

B. TUJUAN PENULISAN

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan kita
tentang sebuah kebudayaan di pedesaan yang sangat sederhana yaitu gropyokan
tikus. Oleh karena itu saya menyusun makalah ini untuk menambah pengetahuan
agar kita lebih luas tentang kekayaan budaya yang ada di bumi Pertiwi ini.

4
BAB 2
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN GROPYOKAN TIKUS

Di
lingkungan
pedesaan
banyak warga

masyarakatnya yang bekerja sebagai petani padi. Hal ini juga didukung dengan
kondisi geografis di pedesaan yang masih banyak hamparan persawahan yang
sangat luas. Sejak jaman dahulu hingga sekarang sawah menjadi ladang mata
pencahariaan sebagian warga di desa saya. Sawah itu diwariskan dari kakek/nenek
sampai ke generasi sekarang. Bertani tidak selalu mulus tanpa ada gangguan.
Bercocok tanam pasti ada hama atau hewan yang bersifat merusak tanaman padi.
Salah satuya tikus.
Hal inilah yang mendorong dilakukannya pemusnahan tikus. Gropyokan
tikus namanya. Ini adalah kegiatan memusnahkan atau mematikan hama tikus
secara gotong royong warga di desa saya Nglengking, Sendangrejo, Minggir,
Sleman. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada pagi sampai siang dihari libur kerja
atau sekolah. Ada beberapa cara untuk mematikan hama tikus. Pesertanya tidak
hanya kalangan petani yang sudah berumur saja akan tetapi banyak pula anak-
anak dan remaja desa yang ikut membantu. Sebelum dilakukan kegiatan tersebut,
pada hari senelumnya pasti ada pengumuman yang disampaikan oleh bapak
Dukuh yang disampaikan melalui pengeras suara Masjid.

5
Cara ini sebenarnya kurang praktis karena masih dilakukan secara manual.
Untuk keefektifannya juga relatif, tergantung penilaiaannya dari sudut pandang
yang mana. Dari segi biaya kegiatan pemusnahan tikus ini jauh lebih rendah dari
menggunakan racun tikus. Gropyokan tikus juga lebih aman dari pada
menggunakan racun tikus. Untuk hasilnya gropyokan tikus juga dapat
memusnahkan tikus secara masal karena dilakukan bersama sama. Namun dari
segi kepraktisan gropyokan tikus kalah jauh dari pada memusnahkan tikus
menggunakan racun tikus.
B. FAKTOR YANG MENDORONG DILAKUKANNYA GROPYOKAN
TIKUS
1. Letak geografis
Nglengking, Sendangrejo, Minggir, Sleman, Yogyakarta adalah sebuah
dusun kecil yang letaknya berada diperbatasan antara kecamatan Seyegan dan
Mnggir, tepatnya dusun saya adalah dusun paling timur yang berada di
kecamatan Minggir. Kecamatan Minggir sendiri terletak di Sleman Barat yaitu
berbatasan langsung dengan Kabupaten Kulon Progo. Perbatasan tersebut
dipisahkan langsug dengan kali progo.

6
Di daerah ini masih sangat banyak hamparan sawah yang hampir 96,8
% ditanami oleh padi. Dan sekitar 50 % lebih warga mnasyarakatnya
berpenghasilan pokok sebagai petani padi.
7
Dari data Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman tahun 2015 tersebut
Kecamatan Minggir memiliki luas 3568 Hektar sawah , dan menghasilkan
22.988 ton padi tiap tahunnya. Ini merupakan wilayah dengan produksi padi
yang cukup tinggi. Berbeda dengan kecamatan Depok dan Turi yang masing-
masing hanya memproduksi 7911 dan 4998 ton padi pertahunnya. Jika di
kecamatan Depok memang sudah sangat sedikit lahan persawahannya karena
memang sudah diperkotaan, lain halnya dengan kecamatan Turi. Disana
banyak lahan perswahan yang di tanami dengan tanaman buah salak yang
memang menjadi ikon khas Sleman yaitu salak pondoh.

2. Sosial masyarakat

Di lingkungan pedesaan tentunya sosial masyarakatnya lebih kental


dibandingkan lingkungan perkotaan. Hal ini mendorong warga desa utuk
melakukan pekerjaan demi kepentingan bersama secara gotong royong. Salah
satunya adalah gropyokan tikus ini yang dilakukan secara bersama-sama.
Mereka secara bahu membahu saling membantu untuk mencari tikus untuk
dimusnahkan demi hasil panen padi yang lebih banyak. Persertanya tidak
hanya kalangan orang dewasa akan tetapi juga anak-anak dan remaja laki-laki
di dusun saya. Hal ini merupakan contoh sosial masyarakat yang baik.

8
3. Tikus sebagai hama yang sangat sulit dimusnahkan
Karena banyaknya sawah yang terhampar luas, maka disitulah terjadi
sebuah ekosistem yang saling berhubungan. Ada padi sebagai produsen;
kemudian tikus,burung pipit, belalang, hama wereng dll sebagai konsumen
tingkat satu ; dan ular, biawak, burung gagak dll sebagai konsumen tingkat 2;
dan yang terahir tentunya bakteri pengurai.

9
Dari rantai makanan diatas tikus yang merupakan konsumen tingkat satu
merupakan hama yang langsung merusak tanaman padi sebagai konsumen.
Dari sinilah mengapa tikus merupakan hama yang paling menrusak tanaman
padi.
Perkembang biakan tikus sangatlah cepat, sekitar umur 1,5 hingga 5
bulan telah dapat berkembang biak, setelah hamil selama 21 hari, setiap ekor
dapat menghasilakan 6-8 ekor anak, 21 hari kemudian pisah dari induknya dan
setiap tahunnya seekor tikus dapat melahirkan hingga empat kali. Berarti
seekor indukan tikus dapat melahirkan 24-32 anak tikus. Ini merupakan
perkembangbiakan hewan pengerat yang sangat cepat. Hal ini lah yang
merupakan salah satu faktor kenapa hama tikus sangat susah dikendalikan
populasinya.

4. Semakin sedikitnya populasi pemangsa tikus

Pemangsa tikus yang merupakan golongan konsumen tingkat 2 pada


rantai makanan merupakan hewan karnivora (pemakan daging). Contoh dari
pemangsa tikus adalah ular dan burung gagak serta burung hantu (Tito Alba).
Banyaknya perburuan yang dijadikan makanan dengan alasan sebagai obat
atau menaikan stamina (kejantanan) dan sebagai hewan peliharaan oleh
manusia membuat populasi pemangsa tikus ini semakin berkurang. Bahkan
burung gagak dan burung hantu diambang kepunahan. Beberapa jenis ular
juga sudah mulai langka. Hal ini menjadikan populasi tikus kian bertambah
pesat karena semakin berkurangnya pemangsa yang mengontrol populasi tikus
itu sendiri.

10
C. MACAM-MACAM METODE GROPYOKAN TIKUS
1. Menggunakan tangan kosong
Cara ini adalah cara yang paling simple karena hanya menggunakan
tangan kosong, hanya menggunakan sarung tangan untuk melindungi tangan
dari gigitan tikus. Warga yang menggunakan sarung tangan berjaga dan siap
menangkap tikus yang keluar dari lubangnya saat lubang tikus tersebut digali.

2. Menggunakan tongkat kayu

11
Tongkat kayu disini jelas digunakan untuk memukul tikus yang keluar
dari persembunyiannya.

3. Menggunakan kempusan

12
Metode ini meggunakan alat yang di dusun saya disebut kempusan. Alat ini
dinamakan kempusan karena fungsinya untuk ngempus yaitu kalau dalam
bahasa Indonesia artinya adalah mengasapi. Sumber asap dari alat ini adalah dari
sabut kelapa kering yang dibakar bersama serbuk belerang. Sabut kelapa dan
serbuk belerang dibakar di ruangan pada alat kempusan, dan selanjutnya dialiri
sirkulasi udara oleh sudu-sudu pada kempusan yang di putar secara manual.

13
Aliran udara oleh sudu-sudu akan membawa asap belerang keluar dari alat
kempusan ini. Menggunakan alat ini sangat mudah hanya dengan menmutar tuas
sudu-sudu yang ada pada alat ini dan mengarahkan asap belerangnya pada lubang
tikus. Dengan demikian tikus akan keluar dari lubangnya dalam kondisi teracuni
dan sangat mudah ditangkap, namun ada juga tikus yang mati didalam lubang
sarangnya.

D. TEKNIS PELAKSANAAN GROPYOKAN TIKUS

Sebelum pelaksanaan gropyokan tikus, ada pengumuman yang disampaikan


kepada warga dusun Nglengking yang disampaikan melalui pengeras suara
masjid. Dikeesokan harinya warga berkumpul di persawahan yang berada di
sebelah barat dusun. Setiap warga membawa peralatan masing-masing seperti
cangkul, batang kayu untuk memukul, kaos tangan, sabit, kempusan,dll.
Setelah warga berkumpul langsung perburuan tikuspun dimulai. Beberapa
warga membendung sungai hingga lubang-lubang tikus tergenang air maka
dengan sendirinya tikus-tikus akan keluar dari lubang persembunyiannya. Pada
saat itulah warga berjaga untuk siap menangkap atau memukul tikus tersebut.
Sebagian warga ada yang langsung menggali lubang tikus dan menangkap
tikusnya. Cara lain adalah dengan mengempus lubang tikus dengan asap
belerang menggunakan alat kempusan. Dengan seperti ini tikus akan keluar dari
sarangnya dengan kondisi kesadarannya kurang, sehingga lebih mudah untuk
ditangkap atau dipukul. Keseruan banyak terjadi saat kejar mengejar tikus, hal ini
lah yang menjadi daya tarik anak-anak di dusun saya untuk ikut gropyokan tikus.
Namun tak jarang tikus yang bisa meloloskan diri.
Kegiatan berahir jika telah terdengar suara adzan sholat dzuhur dari masjid.
Setelah kegiatan gropyokan tikus warga disuguhi makanan-makanan dan
minuman yang telah disediakan oleh ibu-ibu di dusun saya.

E. NILAI SOSIAL DAN BUDAYA PADA GROPYOKAN TIKUS

14
Kegiatan gropyokan tikus juga memiliki nilai sosial yaitu saling bergotong
royong untuk keperluan bersama. Dengan berkumpul seperti ini maka setiap
warga dusun akan semakin dekat dengan rasa kekeluargaan yang tinggi. Bukan
dengan aktivitas yang mahal ataupun mewah akan tetapi kegiatan sederhana yang
sarat akan unsur sosial dan kekeluargaan.
Sedangkan nilai budayanya adalah karena kegiatan ini dilakukan secara
terus-menerus dalam waktu yang berkala, maka kegiatan ini menjadi suatu
kebudayaan rutin warga dusun Nglengking, Sendangrejo, Minggir, Sleman.

BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Sebuah kearifan lokal yang tercermin dari kegiatan gotong royong melalui
gropyokan tikus ini merupakan hal yang sederhana namun sarat dengan
kekeluargaan dan atmosfir sosial yang tinggi. Hal ini hanya dapat ditemukan di
daerah pedesaan yang masih banyak persawahan. Bukan di perkotaan dengan
gemerlap dunianya dan hedonismenya. Gropyokan tikus sangat sederhana namun
nilai-nilai yang tersampaikan sangatlah baik.
Kesimpulannya hal yang baik tidak selalu mahal, akan tetapi kesederhanaan
dan kekeluargaan lebih penting. Mungkin apabila warga memilih menggunakan
racun tikus maka tidak perlu ada lagi gropyokan tikus. Namun warga memilih
tetap melakukan gropyokan tikus untuk melestarikan adat dari sesepuhnya. Disisi
lain menggunakan racun juga dapat mencemari lingkungan.

15
DAFTAR PUSTAKA
http://www.saemura.com/blog/fakta-tentang-tikus-yang-perlu-diketahui/
https://slemankab.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/52

16

Anda mungkin juga menyukai