Anda di halaman 1dari 25

TUGAS KELOMPOK

KERAGAMAN HAYATI DARAT


KEANEKARAGAMAN EKOSISTEM TANAMAN OBAT

SEMESTER : GENAP 2016/2017


DOSEN : DRA. SUBARYANTI, MSI Apt.

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3
1. ARDIAN SURYA DEWANTARA (14334010)
2. SITI NURAENI (14334018)

FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA 2017
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis diberi kemudahan dalam menyusunan makalah ini yang
berjudul Keanekaragaman Ekosistem Tanaman Obat. Tidak lupa juga shalawat serta salam
atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw. serta kepada keluarga, saudara, sahabat dan
kerabatnya.

Selain sebagai tugas, penulis membuat makalah ini untuk memberikan pengetahuan
tambahan kepada pembaca tentang keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia yang
sangat mengagumkan yang tersebar di seluruh belahan nusantara.

Dalam penyusunan makalah ini saya selaku penulis banyak mendapatkan bantuan,
dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan kali ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah
ini.

Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih banyak kesalahan yang
dilakukan. Oleh karena itu, penulis meminta saran dan kritik yang membangun sehingga
kedepannya penulis akan lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk
menambah pengetahuan pembaca dan kita semua

Wasalamualaikum wr.wb

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................. iii
BAB I ........................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
Latar belakang ................................................................................................................................. 1
Tujuan Penulisan ............................................................................................................................. 2
Manfaat Penulisan ........................................................................................................................... 2
BAB II ....................................................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................................ 3
BAB III ...................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 5
Keanekaragaman Tingkat Ekosistem .............................................................................................. 5
Contoh Keanekaragaman Hayati Tingkat Ekosistem ..................................................................... 5
KETINGGIAN TEMPAT ............................................................................................................... 7
CURAH HUJAN ............................................................................................................................ 7
TINGKAT NAUNGAN .................................................................................................................. 8
JENIS DAN TINGKAT KESUBURAN TANAH ......................................................................... 9
MIKRO ORGANISME PENGGANGGU .................................................................................... 10
Contoh tanaman obat besesrta persyaratan ekosistemnya ............................................................ 10
BAB IV.................................................................................................................................................... 12
KESIMPULAN & SARAN ......................................................................................................................... 12
Kesimpulan ................................................................................................................................... 12
Saran ............................................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. iv
LAMPIRAN ............................................................................................................................................... v

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN
Latar belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki keajaiban dunia dalam hal keanekaragaman
hayati, menempati urutan ketiga setelah Brazil dan Zaire yang merupakan negara terkaya di
dunia mengenai keanekaragaman hayati. Hal tersebut mudah difahami sehubungan dengan
keanekaragaman ekosistemnya.

Di hutan tropika Indonesia terdapat sekitar 30.000 spesies tumbuhan berbunga di antaranya
ditemukan 1.260 spesies tumbuhan obat. Berdasarkan formasi hutannya, diketahui bahwa
sekitar 42% spesies tumbuhan obat terdapat di hutan tropika dataran rendah, 18% terdapat di
hutan hujan tropika pegunungan, 18% di hutan musim, 4% di hutan pantai, dan 3% di hutan
mangrove. PT Eisai Indonesia telah menghimpun data indeks tumbuhan obat Indonesia
sebanyak 3.689 spesies.

Selanjutnya menurut Ditjen POM terdapat 283 spesies tumbuhan obat yang sudah terdaftar
untuk digunakan oleh Industri Obat Tradisional di Indonesia, di antaranya 180 spesies
tumbuhan obat yang berasal dari hutan tropika, sebanyak 49,4% dari total spesies tersebut
pada tipe hutan hujan dataran rendah, 21,1% terdapat pada tipe hutan hujan pegunungan,
13,9% pada tipe hutan musim, 6,1% pada tipe hutan savanna, 5,6% pada tipe hutan pantai,
dan 3,9% pada tipe hutan mangrove.

Era globalisasi di abad ke-21, mengubah kecenderungan masyarakat maju kembali ke alam,
(back to nature) yang berdampak terhadap peningkatan penggunaan tumbuhan obat di dalam
dunia pengobatan. Perkembangan tersebut juga terlihat dengan meningkatnya jumlah industri
obat tradisional di Indonesia. Perusahaan obat tradisional pada tahun 2000 telah mencapai
985 buah, padahal pada tahun 1981 hanya terdapat 165 buah dan pada tahun 1991 427 buah.
Jumlah perusahaan industri obat tradisional terbesar (76 buah) pada tahun 1992 terdapat di
Jawa Timur

Untuk memenuhi kebutuhan industri jamu, obat tradisional dan fitofarmaka sebagian besar
(sekitar 80%) bahan bakunya diperoleh dari habitat asli di hutan, semak belukar dan di

1
pekarangan tanpa upaya budidaya, sehingga terjadi proses pelangkaan terhadap beberapa
spesies tumbuhan obat. Oleh karena itu perlu diantisipasi dengan upaya-upaya pelestarian
melalui kegiatan budidaya dengan system agribisnis tanaman obat yang menjamin kelestarian
dan kestabilan mutu.

Budidaya tanaman obat di samping berorientasi pada produktivitas, tidak kalah penting juga
harus berorientasi pada pencapaian mutu yang memenuhi standar. Pengetahuan agro
ekosistem tanaman obat diperlukan sebagai petunjuk untuk pengembangan agribisnis yang
mempunyai tingkat produktivitas dan mutu tinggi.

Pertumbuhan tanaman secara umum termasuk tanaman obat sangat dipengaruhi oleh
lingkungan tumbuhnya, kondisi lingkungan tumbuh yang satu saling terkait dengan factor-
faktor lingkungan tumbuh lainnya, yang akhirnya berdampak terhadap tingkat produktivitas
dan mutu. Sifat (karakter) tanaman berinteraksi dengan jenis tanah, kesuburan tanah,
ketersediaan air, ketinggian tempat, curah hujan, suhu udara, mikroorganisme pengganggu
dan intensitas cahaya. Interaksi ini akan berdampak terhadap tingkat produktivitas dan mutu
tanaman.

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penilisan makalah ini adalah untuk

1. Untuk mengetahui tentang pengertian keanekaragaman hayati;

2. Untuk mengetahui tentang keanekaragaman ekosistem tanaman obati;

3. Untuk mengetahui fungsi dan manfaat keanekaragaman hayati;

4. Untuk mengetahuitanaman obat apa saja yang dapat tumbuh pada ekosistem tertentu;

Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan pembaca tentang keanekaragaman ekosistem tumbuhan obat, kebutuhan untuk
tumbuhan obat agar dapat tumbuh.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut UU No. 5 Tahun 1994, keanekaragamana hayati adalah keanekaragaman diantara


mahluk hidup dari semua sumber termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem
akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari
keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman dalam spesies, antara spesies dengan
ekosistem.

Menurut Soerjani (1996), keanekaragaman hayati menyangkut keunikan suatu spesies dan
genetik di mana mahluk hidup tersebut berada.

Jadi, keanekaragaman hayati adalah segala keanekaragaman mahluk hidup yang bersifat unik
baik didaratan maupun lautan yang meliputi perbedaan gen, spesies dan ekosistem.

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak
terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga
suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup
yang saling memengaruhi.

Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi
timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada
suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan
anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada

Tanaman obat adalah Jenis-jenis tanaman yang memiliki fungsi dan berkhasiat sebagai obat
dan dipergunakan untuk penyembuhan ataupun maupun mencegah berbagai penyakit,
berkhasiat obat sendiri mempunyai arti mengandung zat aktif yang bisa mengobati penyakit
tertentu atau jika tidak memiliki kandungan zat aktif tertentu tapi memiliki kandungan efek
resultan / sinergi dari berbagai zat yang mempunyai efek mengobati.

3
Penggunaan tanaman obat sebagai obat bisa dengan cara diminum, ditempel, dihirup
sehingga kegunaannya dapat memenuhi konsep kerja reseptor sel dalam menerima senyawa
kimia atau rangsangan.

Tanaman obat yang dapat digunakan sebagai obat, baik yang sengaja ditanam maupun
tumbuh secara liar. Tumbuhan tersebut digunakan oleh masyarakat untuk diracik dan
disajikan sebagai obat guna penyembuhan penyakit.

4
BAB III

PEMBAHASAN
Keanekaragaman Tingkat Ekosistem
Ekosistem terbentuk karena berbagai kelompok spesies menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, kemudian terjadi hubungan yang saling mempengaruhi antara satu spesies
dengan spesies lain, dan juga antara spesies dengan lingkungan abiotik tempat hidupnya,
misalnya : suhu, udara air, tanah, kelembapan, cahaya matahari, dan mineral.

Ekosistem bervariasi sesuai spesies pembentuknya, misalnya ekosistem alami antara lain :
hutan, rawa, terumbu karang, laut dalam, padang lamun (antara terumbu karang dengan
mangrove), mangrove (hutan bakau), pantai pasir, pantai batu, estuari (muara sungai), danau,
sungai, padang pasir, dan padang rumput. Jenis organisme yang menyusun setiap ekosistem
juga berbeda beda misalnya pada ekosistem sungai terdapat ikan, kepiting, udang, ular, dan
ganggang air tawar.

Keanekaragaman ekosistem di suatu wilayah ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain
posisi tempat berdasarkan garis lintang, ketinggian tempat, iklim, cahaya matahari,
kelembapan, suhu, dan kondisi tanah.

Contoh Keanekaragaman Hayati Tingkat Ekosistem


Interaksi dalam ekosistem dilakukan setiap komponen penyusun ekosistem untuk mencapai
keseimbangannya. Komponen biotik yang didalamnya termasuk flora, fauna, dan
mikroorganisme, serta komponen abiotik seperti tanah, udara, dan air saling memiliki
perbedaan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Perbedaan inilah yang lalu
menciptakan perubahan pola interaksi yang ada dan menciptakan ekosistem yang berbeda-
beda pula.

1. Ekosistem Lumut

Ekosistem lumut adalah ekosistem yang didominasi tumbuhnya tumbuhan lumut dan hewan
berbulu tebal. Faktor abiotik yang mempengaruhi lahirnya ekosistem ini adalah suhu yang
rendah dan kelembaban udara yang tinggi. Keberadaan ekosistem lumut sendiri terletak di
sekitar daerah kutub sub tropis atau di puncak gunung yang tinggi.

5
2. Ekosistem Hutan Berdaun Jarum

Sesuai namanya, ekosistem hutan ini didominasi oleh tumbuhan yang memiliki daun
berbentuk seperti jarum, seperti pohon cemara atau pinus. Daun pada tumbuhan tersebut
merupakan bentuk dari interaksi tumbuhan dengan kondisi lingkungan (faktor abiotik) yang
dingin. Sementara hewan yang biasanya hidup di ekosistem ini adalah beruang dengan bulu
yang tebal.

3. Ekosistem Hutan Hujan Tropis

Contoh keanekaragaman hayati tingkat ekosistem paling tinggi dimiliki oleh hutan hujan
tropis. Sesuai namanya, ekosistem ini terletak di daerah tropis yang memiliki curah hujan
tinggi. Berbagai jenis tumbuhan epifit, lumut-lumutan, serta pepohonan tinggi hidup di
ekosistem ini. sedangkan hewan-hewan yang hidpu di antaranya kera, burung, dan reptil.

4. Ekosistem Padang Rumput

Ekosistem ini didominasi oleh tumbuhnya rerumputan pada daerah yang sangat luas.
Rerumputan yang kemudian mengundang para herbivora seperti mamalia besar ini juga
didominasi oleh para karnivora yang memburu pemakan tumbuhan. ekosistem ini dapat hadi
di daerah dengan iklim kering pada ketinggian sekitar 4000 meter di atas permukaan laut.

5. Ekosistem Padang Pasir

Sering juga disebut ekosistem gurun. Ekosistem ini memiliki karakteristik di antaranya suhu
yang tinggi, angin yang kencang, beriklim panas, serta jarangnya hujan. Ekosistem ini
ditinggali beragam flora dan fauna dalam tingkat keragaman rendah. Tumbuhan yang hidup
adalah tumbuhan berduri, sedangkan hewan yang hidup adalah reptilia dan mamalia kecil.

6. Ekosistem Pantai

Ekosistem pantai didominasi oleh formasi barring tonia dan pes caprae yang berbentuk pohon
atau perdu. Hewan yang hidup diantaranya burung pantai, kepiting, serangga, dan beragam
moluska pantai.

6
KETINGGIAN TEMPAT
Penyebaran tanaman obat dimulai dari daerah pantai dengan kondisi tanah kering berpasir,
berbatu dan tanah regosol berpasir. Contoh tanaman obat yang tumbuh di daerah ini adalah
jenis cemara dan waru laut. Di daerah pantai dan tepian sungai berlumpur terdapat hutan
mangrove (payau), tanaman obat yang tumbuh di daerah ini antara lain tanaman nipah. Di
samping daerah tersebut juga terdapat hutan rawa, di sekitar sungai yang terus menerus atau
sering tergenang air, dengan contoh tanaman obat yang tumbuh di lokasi ini adalah pule.
Daerah rawa gambut termasuk daerah miskin hara, dengan contoh sukun dan suket katelan.
Indonesia mempunyai sebaran kondisi ekosistem yang luas, mulai dari pantai hingga
ketinggian 4.000 m dpl, kondisi yang mendukung dalam melimpahnya kekayaan dan
keragaman hayati kita.

Setiap jenis tanaman mempunyai toleransi yang berbeda terhadap kondisi tersebut, dan tidak
dapat dipaksakan penanaman pada daerah yang bukan habitatnya (kondisinya), sehingga
pilihan perlu ditentukan pada tanaman obat yang dikehendaki untuk dibudidayakan pada
lokasi budidaya yang sesuai habitatnya. Sebagai contoh kayu angin hanya dapat tumbuh di
ketinggian tempat 1.000-3.000 m dpl, jangan dipaksakan untuk ditumbuhkan di bawah 500 m
dpl.

Ketinggian tersebut berkaitan erat dengan suhu udara. Tanaman jahe tumbuh optimum pada
suhu 25-30 C, pada suhu di atas 35 C daun akan hangus dan mongering. Jahe tumbuh baik di
daerah dengan ketinggian 300-900 m dpl, sedangkan kencur dan lidah buaya tumbuh baik di
dataran rendah. Tanaman merupakan mesin biologis, kemampuan produksinya diatur dan
disesuaikan dengan struktur sel, jaringan dan organ yang telah terbentuk sesuai dengan
lingkungan tumbuhnya, termasuk kesesuaian terhadap suhu lingkungan yang dipengaruhi
oleh ketinggian tempat.

CURAH HUJAN
Jumlah curah hujan menggambarkan keberadaan air sebagai penopang kehidupan tanaman,
Tanaman tidak dapat tumbuh tanpa air, karena jaringan tanaman sebagian besar adalah air
yakni lebih kurang 95%. Kekurangan air pada tanaman dapat menghambat pertumbuhan dan
menurunkan produktivitas tanaman. Tanaman obat yang sebagian besar tumbuh liar di hutan,
semak-semak, padang rumput, pematang sebagai gulma memiliki daya adaptasi lebih besar

7
terhadap kekurangan air. Beberapa tanaman obat mati pada musim kering dan tumbuh
kembali pada musim penghujan.

Tanaman obat yang dibudidayakan seperti jahe, kencur, kumis kucing, tempuyung, katuk,
hamper semuanya ditanam pada lahan tegalan, dan tadah hujan, kecuali katuk yang ditanam
pada lahan tegalan yang dapat diairi.

Tanaman jahe dan sejenisnya (suku Zingiberaceae) memerlukan bulan basah 7-9 bulan,
sehingga dapat dikembangkan pada tipe iklim A, B1 dan B2 menurut Oldeman, sedangkan
untuk tanaman katuk lebih sesuai dibudidayakan pada tipe iklim A walaupun dapat juga
ditanam hingga tipe iklim B1 dan B2, dengan syarat sewaktu-waktu apabila kekurangan air,
perlu disiram. Tanaman penghasil herba seperti kumis kucing, tapak dara dan tempuyung
tumbuh baik pada tipe iklim B2 dan C.

Cabe dan kemukus termasuk tanaman yang dapat tumbuh di daerah kering dengan tipe iklim
C.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada tanaman penghasil herba, kalau diberikan
cekaman kekeringan, kandungan zat aktifnya meningkat, walaupun terjadi penurunan
produktivitas herbanya, misalnya sebagai contoh tanaman pegagan dan tanaman tempuyung.
Untuk itu disarankan upaya peningkatan mutu kandungan zat berkhasiat pada tanaman obat
penghasil herba, budidayanya diarahkan ke daerah tipe iklim C bahkan sampai ke daerah tipe
iklim D. Dapat juga tanaman obat dikembangkan pada tipe iklim A dan B akan tetapi waktu
panennya dilakukan pada musim kemarau, atau pada saat tanaman menjelang berbunga.

TINGKAT NAUNGAN
Semua tanaman obat memerlukan sinar matahari untuk aktivitas fotosintesisnya, walaupun
setiap jenis tanaman mempunyai toleransi yang berbeda. Apabila jumlah sinar yang diterima
berkurang sampai pada tingkat tertentu maka produktivitas dan mutunya menurun. Budidaya
tanaman obat juga sering dilakukan dengan cara tumpang sari. Contohnya tempuyung
ditanam bersamaan dengan jagung, bawang merah bahkan dapat ditanam di bawah tegakan
pisang, yang tingkat naungannya mencapai 50%. Walaupun mutu bahan aktifnya menurun
pada tingkat naungan hingga 50%, akan tetapi mutunya masih memenuhi standar yang telah
ditentukan oleh Materia Medika Indonesia, sehingga untuk tanaman tertentu masih layak
ditanam di bawah tegakan dengan naungan 50%.

8
Jahe dan kencur juga dapat ditanam secara tumpang sari dengan tanaman jagung, cabai, dan
di bawah tegakan tanaman keras. Jahe besar masih toleran mendapat naungan sampai 25%,
sedangkan untuk jahe emprit dan jahe merah mampu tumbuh pada naungan hingga 40%,
sedangkan tanaman pegagan masih mampu tumbuh pada naungan hingga 55% dan mutunya
akan menurun setelah mendapat naungan 75%.

JENIS DAN TINGKAT KESUBURAN TANAH


Jenis dan tingkat kesuburan tanah merupakan 2 faktor penentu terhadap tingkat produktivitas
dan mutu tanaman obat. Tanaman obat penghasil rimpang dari suku Zingiberaceae (jahe,
kencur, temu putih, dll.) dan penghasil umbi dari suku Umbeliferae (purwoceng) memerlukan
tanah yang gembur di samping subur.

Budidaya tanaman obat suku ini memerlukan bahan organik tanah yang relative tinggi. Untuk
pembentukan rimpang dan umbi diperlukan tanah yang gembur, fraksi pasirnya cenderung
lebih tinggi atau seimbang dibandingkan fraksi liatnya, sehingga tanaman obat yang termasuk
pada suku tersebut pada umumnya dibudidayakan pada tanah latosol, andosol, dan regosol.
Kebutuhan bahan organik yang relatif tinggi selain untuk mempertahankan iklim mikro tanah
yaitu menjaga kelembaban, suhu, aerasi, juga diperlukan untuk meningkatkan kesuburan
tanah. Untuk perkembangan rimpang dan umbi perlu kelembaban dan suhu yang stabil dan
aerasi tanah yang baik.

Selain penghasil rimpang dan umbi, terdapat tanaman obat penghasil daun (jambu biji dan
daun ungu), herba (batang, ranting dan daun) seperti kumis kucing dan tempuyung, kulit kayu
(kina), biji (adas), Tanah sebagai media tumbuh, penyedia hara tanaman, kadang-kadang di
lain pihak juga penyedia zatzat yang tidak diinginkan. Pada beberapa daerah tertentu
kandungan logam beratnya cukup tinggi, misalnya pada lokasi penambangan timah dan emas.
Tanaman obat yang ditanam pada lokasi tersebut kandungan logam beratnya akan tinggi,
sehingga sebagai bahan baku obat tidak boleh dipergunakan.

Lokasi penanaman tanaman obat yang mempunyai potensi tercemar logam berat juga terjadi
pada area yang dekat dengan Jalan raya yang padat kendaraan. Sisa pembakaran dari
kendaraan dapat mencemari tanaman obat sekitarnya, terutama yang terkandung di dalam
daun, sehingga budidaya tanaman obat pada lokasi tersebut dihindari.

9
MIKRO ORGANISME PENGGANGGU
Serangan hama dan penyakit tanaman terhadap tanaman obat relatif lebih rendah
dibandingkan dengan tanaman pangan. Walaupun. Demikian terdapat beberapa kasus
penyakit pada tanaman obat yang sulit diatasi seperti layu bakteri (Pseudomonas
solanacearum) pada jahe, sampai sekarang belum dapat diatasi. Untuk pencegahan terhadap
penyakit ini dalam budidaya tanaman obat diupayakan dengan melakukan pergiliran
tanaman, penggunaan lahan bebas patogen, penggunaan benih yang sehat, melakukan
tumpang sari dengan tanaman yang dapat menekan pertumbuhan layu bakteri seperti jagung
dan tanaman bawang daun.

Pemberantasan hama dan penyakit pada budidaya tanaman obat diupayakan


tidakmenggunakan pestisida sintesis, dan dianjurkan menggunakan bahan alami yaitu
pestisida nabati yang telah banyak dipasarkan.

Contoh tanaman obat besesrta karakteristik ekosistemnya


No. Nama jenis Ketinggian Curah Jenis Bagian Kandungan khasiat
tempat hujan tanah digunakan kimia
(m dpl) (mm/th)
Suku 300 900 2.500 Latosol, Rimpang Minyak atsiri Obat batuk,
andosol, dan rematik, sakit
4.000
Zingiberaceae dan oleoresin perut dan obat
regosol
1 Zingiber gosok

officinale
Rosc.Jahe
Amomum 20 1.000 2.500 Tanah Biji Tanah Mengencerkan
cardamomum Wild berkapur, berkapur, dahak,
4.000
Kapulaga dan dan lempung karminatif,
lempung berpasir menghangatkan
2 berpasir badan,
menghilangkan rasa
sakit
Foeniculum vulgare 1.600 2.400 2.500 Latosol Buah Minyak atsiri, Karminatif, radang,
Mill. Adas flavonoid, dan batuk,
3 sakit perut, demam
lemak
dan
ambeien
Piper cubeba L.F. Dataran 1.250 Tanah Buah Minyak atsiri, Antidiare
Kemukus rendah berlempung asam
2.500
700 kubebat,
damar,
4 kubebin,

10
Piperin,
minyak lemak
Suku Apiaceae 200 2.500 1.500 Latosol dan Herba Asam Obat awet muda,
Centella asiatica andosol asiatikosid, diuretik,
2.500
5 (L.) Urban. asiatik dan asma, luka, radang,
Pegagan bronchitis, disentri
madekasik
lepra,
dan penambah
nafsu
makan.

11
BAB IV

KESIMPULAN & SARAN

Kesimpulan
keanekaragamana hayati adalah keanekaragaman diantara mahluk hidup dari semua sumber
termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks
ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman dalam
spesies, antara spesies dengan ekosistem. Menurut UU No. 5 Tahun 1994,

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak
terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga
suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup
yang saling memengaruhi

Tanaman obat adalah Jenis-jenis tanaman yang memiliki fungsi dan berkhasiat sebagai obat
dan dipergunakan untuk penyembuhan ataupun maupun mencegah berbagai penyakit,
berkhasiat obat sendiri mempunyai arti mengandung zat aktif yang bisa mengobati penyakit
tertentu atau jika tidak memiliki kandungan zat aktif tertentu tapi memiliki kandungan efek
resultan / sinergi dari berbagai zat yang mempunyai efek mengobati.

Keanekaragaman ekosistem di suatu wilayah ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain
posisi tempat berdasarkan garis lintang, ketinggian tempat, iklim, cahaya matahari,
kelembapan, suhu, dan kondisi tanah.

Saran
Tiap tanman obat membutuhkan spesifikasi ekosistemnya tersendiri untuk dapat tumbuh
dengan baik, maka dari itu kita harus menjaga ekosistemnya agar tidak rusak dan
menghindari kelangkaan tanaman obat yang dapat tumbuh pada suatu ekosistem tertentu.

12
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ebiologi.com/2017/01/contoh-keanekaragaman-hayati-tingkat-ekosistem.html

Anonim. (2009). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Mono Rahardjo dan Rosita SMD, (20003), Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855
Vol. 2, No. 3, Januari 2003

iv
LAMPIRAN
Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 2, No. 3, Januari 2003

AGRO EKOSISTEM TANAMAN OBAT

Mono Rahardjo dan Rosita SMD


Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
Abstract
Agro-ecosystem is one of the environment growth factors, and it has a great effect on
productivity and quality of medicinal crops. The tolerances of plant species on the environment
growth are different. Medicinal crops should be cultivated in suitable agro-ecosystem condition
depend on each plant species. Among the environment factors, growth, altitude, rainfall, light
intensity, soil fertility, and microorganism having the strongest effect on productivity and
quality of medicinal crops. Indonesia has numerous variation of ecosystem, from 0 up to 4,000
m above sea level, so that Indonesia is also called a mega-biodiversity country. There are
numerous of medicinal plant species in each ecosystem in Indonesia.
(back to nature) yang berdampak terhadap peningkatan
Keywords: Agro-ecosystem, medicinal plants penggunaan tumbuhan obat di dalam dunia pengobatan.
Perkembangan tersebut juga terlihat dengan
PENDAHULUAN meningkatnya jumlah industri obat tradisional di
Departemen Pertanian melalui paradigma baru Indonesia. Perusahaan obat tradisional
menetapkan pembangunan pertanian yang pada tahun 2000 telah mencapai 985 buah, padahal pada
tahun 1981 hanya terdapat 165 buah dan pada tahun 1991
sebelumnya dilakukan melalui orientasi produksi
427 buah. Jumlah perusahaan industri obat tradisional
sekarang telah berubah menjadi orientasi agribisnis.
terbesar (76 buah) pada tahun 1992 terdapat di Jawa
Berbagai jenis tanaman obat sangat potensial untuk
Timur (4)
dikembangkan di dalam system agribisnis. Indonesia
merupakan negara yang memiliki keajaiban dunia Untuk memenuhi kebutuhan industri jamu, obat
dalam hal keanekaragaman hayati, menempati urutan tradisional dan fitofarmaka sebagian besar (sekitar 80%)
ketiga setelah Brazil dan Zaire yang merupakan bahan bakunya diperoleh dari habitat asli di hutan, semak
negara terkaya di dunia mengenai keanekaragaman belukar dan di pekarangan tanpa upaya budidaya,
hayati (1). Hal tersebut mudah difahami sehubungan sehingga terjadi proses pelangkaan terhadap beberapa
dengan keanekaragaman ekosistemnya. spesies tumbuhan obat. Oleh karena itu perlu diantisipasi
dengan upaya-upaya pelestarian melalui kegiatan
Di hutan tropika Indonesia terdapat sekitar 30.000 budidaya dengan system agribisnis tanaman obat yang
spesies tumbuhan berbunga di antaranya ditemukan menjamin kelestarian dan kestabilan mutu. Budidaya
1.260 spesies tumbuhan obat (1). Berdasarkan
tanaman obat di samping berorientasi pada produktivitas,
formasi hutannya, diketahui bahwa sekitar 42%
tidak kalah penting juga harus berorientasi pada
spesies tumbuhan obat terdapat di hutan tropika
pencapaian mutu yang memenuhi standar.
dataran rendah, 18% terdapat di hutan hujan tropika
pegunungan, 18% di hutan musim, 4% di hutan Pengetahuan agro ekosistem tanaman obat diperlukan
pantai, dan 3% di hutan mangrove. sebagai petunjuk untuk pengembangan agribisnis yang
mempunyai tingkat produktivitas dan mutu tinggi.
PT Eisai Indonesia (2) telah menghimpun data indeks
Pertumbuhan tanaman secara umum termasuk tanaman
tumbuhan obat Indonesia sebanyak 3.689 spesies.
obat sangat dipengaruhi oleh lingkungan tumbuhnya,
Selanjutnya menurut Ditjen POM (3) terdapat 283
spesies tumbuhan obat yang sudah terdaftar untuk kondisi lingkungan tumbuh yang satu saling terkait
digunakan oleh Industri Obat Tradisional di dengan factor-faktor lingkungan tumbuh lainnya, yang
Indonesia, di antaranya 180 spesies tumbuhan obat akhirnya berdampak terhadap tingkat produktivitas dan
yang berasal dari hutan tropika, sebanyak 49,4% dari mutu. Sifat (karakter) tanaman berinteraksi dengan jenis
total spesies tersebut pada tipe hutan hujan dataran tanah, kesuburan tanah, ketersediaan air, ketinggian
rendah, 21,1% terdapat pada tipe hutan hujan tempat, curah hujan, suhu udara, mikroorganisme
pegunungan, 13,9% pada tipe hutan musim, 6,1% pengganggu dan intensitas cahaya. Interaksi ini akan
pada tipe hutan savanna, 5,6% pada tipe hutan pantai, berdampak terhadap tingkat produktivitas dan mutu
san 3,9% pada tipe hutan mangrove. tanaman.
INTERAKSI AGRO EKOSISTEM DENGAN
PRODUKTIVITAS TANAMAN OBAT
Produktivitas tanaman obat tidak tertumpu pada kuantitas
hasil panen saja, akan tetapi juga terhadap mutu bahan
baku yang dihasilkan. Mutu atau kualitas hasil panen
tanaman obat ditentukan oleh kadar bahan aktif (bahan
Era globalisasi di abad ke-21, mengubah kimia) atau zat yang berkhasiat obat yang dikandungnya,
kecenderungan masyarakat maju kembali ke alam, serta terhindarnya dari zat ikutan logam
89

v
Agro Ekosistem (Mono Rahardjo dan Rosita SMD)

berat yang bersifat racun. Hal ini dapat dimengerti, bukan habitatnya (kondisinya), sehingga pilihan perlu
karena fungsi akhir dari penggunaan bahan baku ditentukan pada tanaman obat yang dikehendaki untuk
tanaman obat tersebut adalah sebagai bahan baku dibudidayakan pada lokasi budidaya yang sesuai
obat, sehingga tujuan akhirnya adalah untuk habitatnya.
penyembuhan penyakit. Sebagai contoh kayu angin hanya dapat tumbuh di
Agro ekosistem atau faktor lingkungan tumbuh ketinggian tempat 1.000-3.000 m dpl, jangan dipaksakan
tanaman sangat berpengaruh terhadap bahan baku untuk ditumbuhkan di bawah 500 m dpl. Ketinggian
yang dihasilkan, baik dilihat dari kuantitas maupun tersebut berkaitan erat dengan suhu udara. Tanaman jahe
kualitas. Setiap jenis tanaman mempunyai tingkat tumbuh optimum pada suhu 25-30 C, pada suhu di atas
toleransi yang berbeda terhadap kondisi lingkungan 35 C daun akan hangus dan mongering. Jahe tumbuh
tumbuhnya. Faktor lingkungan tumbuh yang optimal baik di daerah dengan ketinggian 300-900 m dpl (5),
pada setiap jenis tanaman akan mempunyai dampak sedangkan kencur dan lidah buaya tumbuh baik di
optimal terhadap tingkat produktivitas dan mutu yang dataran rendah. Tanaman merupakan mesin biologis,
dihasilkan, sehingga upaya pengembangan tanaman kemampuan produksinya diatur dan disesuaikan dengan
obat hendaknya disesuaikan dengan agro ekosistem struktur sel, jaringan dan organ yang telah terbentuk
masing-masing jenis tanaman obat. sesuai dengan lingkungan tumbuhnya, termasuk
Faktor lingkungan tumbuh yang banyak berpengaruh kesesuaian terhadap suhu lingkungan yang dipengaruhi
dan saling berkaitan terhadap produktivitas dan mutu oleh ketinggian tempat.
tanaman obat antara lain adalah ketinggian tempat,
curah hujan, tingkat naungan (intensitas cahaya), CURAH HUJAN
jenis/tingkat kesuburan tanah, dan keberadaan Jumlah curah hujan menggambarkan keberadaan air
mikroorganisme pengganggu. sebagai penopang kehidupan tanaman. Tanaman tidak
dapat tumbuh tanpa air, karena jaringan tanaman
KETINGGIAN TEMPAT sebagian besar adalah air yakni lebih kurang 95%.
Penyebaran tanaman obat dimulai dari daerah pantai Kekurangan air pada tanaman dapat menghambat
dengan kondisi tanah kering berpasir, berbatu dan pertumbuhan dan menurunkan produktivitas tanaman (6).
tanah regosol berpasir (1). Contoh tanaman obat yang Tanaman obat yang sebagian besar tumbuh liar di hutan,
tumbuh di daerah ini adalah jenis cemara dan waru semak-semak, padang rumput, pematang sebagai gulma
laut. Di daerah pantai dan tepian sungai berlumpur memiliki daya adaptasi lebih besar terhadap kekurangan
terdapat hutan mangrove (payau), tanaman obat yang air. Beberapa tanaman obat mati pada musim kering dan
tumbuh di daerah ini antara lain tanaman nipah. Di tumbuh kembali pada musim penghujan. Tanaman obat
samping daerah tersebut juga terdapat hutan rawa, di yang dibudidayakan seperti jahe, kencur, kumis kucing,
sekitar sungai yang terus menerus atau sering tempuyung, katuk, hampir semuanya ditanam pada lahan
tergenang air, dengan contoh tanaman obat yang tegalan, dan tadah hujan, kecuali katuk yang ditanam
tumbuh di lokasi ini adalah pule. Daerah rawa gambut pada lahan tegalan yang dapat diairi.
termasuk daerah miskin hara, dengan contoh sukun Tanaman jahe dan sejenisnya (suku Zingiberaceae)
dan suket katelan. memerlukan bulan basah 7-9 bulan, sehingga dapat
Indonesia mempunyai sebaran kondisi ekosistem dikembangkan pada tipe iklim A, B1 dan B2 menurut
yang luas, mulai dari pantai hingga ketinggian 4.000 Oldeman (7), sedangkan untuk tanaman katuk lebih
m dpl, kondisi yang mendukung dalam melimpahnya sesuai dibudidayakan pada tipe iklim A walaupun dapat
kekayaan dan keragaman hayati kita. Banyak juga ditanam hingga tipe iklim B1 dan B2, dengan syarat
ditemukan jenis-jenis tanaman obat pada tiap sewaktu-waktu apabila kekurangan air, perlu disiram.
ekosistem tersebut. Untuk menjaga kelestarian dan Tanaman penghasil herba seperti kumis kucing, tapak
kestabilan baik jumlah maupun mutu tanaman obat, dara dan tempuyung tumbuh baik pada tipe iklim B2 dan
maka untuk pasokan ke industri, tidak seharusnya C.
perolehan bahan baku tanaman obat menggantungkan Cabe dan kemukus termasuk tanaman yang dapat tumbuh
dari cara menambang. Karena itu pengembangan di daerah kering dengan tipe iklim C.
tanaman obat perlu diangkat ke tingkat agribisnis Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada
tanaman obat. tanaman penghasil herba, kalau diberikan cekaman
Untuk mengangkat tanaman obat ke tingkat usaha kekeringan, kandungan zat aktifnya meningkat,
agribisnis diperlukan pengetahuan mengenai walaupun terjadi penurunan produktivitas herbanya,
kesesuain lingkungan tumbuh termasuk ketinggian misalnya sebagai contoh tanaman pegagan (8) dan
tempat tumbuh. Ketinggian tempat berkaitan erat tanaman tempuyung (9, 10). Untuk itu disarankan upaya
dengan suhu udara dan suhu tanah dan aktivitas peningkatan mutu kandungan zat berkhasiat pada
fotosintesis. Setiap jenis tanaman mempunyai tanaman obat penghasil herba, budidayanya diarahkan ke
toleransi yang berbeda terhadap kondisi tersebut, dan daerah tipe iklim C bahkan sampai ke daerah tipe iklim
tidak dapat dipaksakan penanaman pada daerah yang D. Dapat juga tanaman obat dikembangkan pada tipe

90

vi
Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 2, No. 3, Januari 2003

iklim A dan B akan tetapi waktu panennya dilakukan buah (mengkudu). Kebutuhan adaptasi tanaman obat
pada musim kemarau, atau pada saat tanaman jenis tersebut terhadap media tumbuh (jenis tanah) relatif
menjelang berbunga. lebih luas, dari kondisi tanah yang gembur hingga tanah
yang relatif agak berlempung, dapat tumbuh pada jenis
TINGKAT NAUNGAN tanah yang kandungan liatnya relatif lebih tinggi
Semua tanaman obat memerlukan sinar matahari dibandingkan kandungan pasirnya.
untuk aktivitas fotosintesisnya, walaupun setiap jenis Kesuburan tanah (kandungan hara tersedia) merupakan
tanaman mempunyai toleransi yang berbeda. Apabila faktor penentu terhadap produktivitas dan mutu bahan
jumlah sinar yang diterima berkurang sampai pada baku obat. Semua tanaman, termasuk tanaman obat,
tingkat tertentu maka produktivitas dan mutunya diperlukan hara yang seimbang untuk menopang
menurun. pertumbuhannya secara optimal sehingga
Budidaya tanaman obat juga sering dilakukan dengan produktivitasnya tinggi, Kekurangan salah satu hara atau
cara tumpang sari. Contohnya tempuyung ditanam tidak seimbangnya kebutuhan hara dapat menyebabkan
bersamaan dengan jagung, bawang merah bahkan penurunan hasil dan mutu zat berkhasiat obat. Sehingga
dapat ditanam di bawah tegakan pisang, yang tingkat tidak jarang bahan baku tanaman obat yang sampai ke
naungannya mencapai 50%. Walaupun mutu bahan industri mutunya masih di bawah standar. Hal ini salah
aktifnya menurun pada tingkat naungan hingga 50%, satunya disebabkan oleh perolehan bahan baku obat
akan tetapi mutunya masih memenuhi standar yang tersebut dengan cara menambang di semak-semak, hutan
telah ditentukan oleh Materia Medika Indonesia, dan atau hasil budidaya yang seadanya, adalah tidak
sehingga untuk tanaman tertentu masih layak ditanam terpenuhinya kebutuhan hara yang seimbang.
di bawah tegakan dengan naungan 50%. Untuk mencukupi kebutuhan hara yang seimbang dan
Jahe dan kencur juga dapat ditanam secara tumpang optimal, perlu upaya pemupukan. Pada akhir-akhir ini
sari dengan tanaman jagung, cabai, dan di bawah muncul pertanian organik untuk memperoleh produk
tegakan tanaman keras. Jahe besar masih toleran yang higienis dan menghindari pencemaran lingkungan.
mendapat naungan sampai 25%, sedangkan untuk Budidaya tanaman obat jarang menggunakan pupuk
jahe emprit dan jahe merah mampu tumbuh pada anorganik dan pestisida sintetik. Pertanian organik bukan
naungan hingga 40% (4), sedangkan tanaman berarti budidaya yang hanya menggunakan pupuk
pegagan masih mampu tumbuh pada naungan hingga organik saja, atau tidak boleh sama sekali menggunakan
55% dan mutunya akan menurun setelah mendapat pupuk an organik dengan jumlah yang secukupnya atau
naungan 75% (11) sedikit mungkin.
Sebagai contoh, Produksi rimpang jahe sebesar 24 ton/ha
JENIS DAN TINGKAT KESUBURAN TANAH mengangkut sebanyak 60 kg unsur N, 47,2 kg P2O5 dan
Jenis dan tingkat kesuburan tanah merupakan 2 faktor 78 kg K2O. Jumlah ini belum termasuk yang terbawa di
penentu terhadap tingkat produktivitas dan mutu dalam batang dan daun. Cukup besar hara yang terangkut
tanaman obat. Tanaman obat penghasil rimpang dari oleh tanaman, sehingga hara tersebut harus disediakan
suku Zingiberaceae (jahe, kencur, temu putih, dll.) Melalui pemupukan. Menurut Sumarmata (12) kondisi
dan penghasil umbi dari suku Umbeliferae agroekologis sangat erat dengan efisiensi pemupukan
(purwoceng) memerlukan tanah yang gembur di yang diberikan kepada tanaman. Efisiensi pupuk yang
samping subur. Budidaya tanaman obat suku ini terserap tanaman di daerah tropis relatif rendah, pupuk
memerlukan bahan organik tanah yang relatif tinggi. urea hanya sekitar 20-30%, pupuk KCl sekitar 30-50%,
Untuk pembentukan rimpang dan umbi diperlukan dan SP-36 lebih rendah dibandingkan dengan efisiensi
tanah yang gembur, fraksi pasirnya cenderung lebih pupuk urea dan KCl.
tinggi atau seimbang dibandingkan fraksi liatnya, Tanah sebagai media tumbuh, penyedia hara tanaman,
sehingga tanaman obat yang termasuk pada suku kadang-kadang di lain pihak juga penyedia zat-zat yang
tersebut pada umumnya dibudidayakan pada tanah tidak diinginkan. Pada beberapa daerah tertentu
latosol, andosol, dan regosol. Kebutuhan bahan kandungan logam beratnya cukup tinggi, misalnya pada
organik yang relatif tinggi selain untuk lokasi penambangan timah dan emas. Tanaman obat
mempertahankan iklim mikro tanah yaitu menjaga yang ditanam pada lokasi tersebut kandungan logam
kelembaban, suhu, aerasi, juga diperlukan untuk beratnya akan tinggi, sehingga sebagai bahan baku obat
meningkatkan kesuburan tanah. Untuk perkembangan tidak boleh dipergunakan. Lokasi penanaman tanaman
rimpang dan umbi perlu kelembaban dan suhu yang obat yang mempunyai potensi tercemar logam berat juga
stabil dan aerasi tanah yang baik. terjadi pada area yang dekat dengan Jalan raya yang
Selain penghasil rimpang dan umbi, terdapat tanaman padat kendaraan. Sisa pembakaran dari kendaraan dapat
obat penghasil daun (jambu biji dan daun ungu), mencemari tanaman obat sekitarnya, terutama yang
herba (batang, ranting dan daun) seperti kumis kucing terkandung di dalam daun, sehingga budidaya tanaman
dan tempuyung, kulit kayu (kina), biji (adas), obat pada lokasi tersebut dihindari.
91

vii
Agro Ekosistem (Mono Rahardjo dan Rosita SMD)

MIKRO ORGANISME PENGGANGGU Pelestarian pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan


Serangan hama dan penyakit tanaman terhadap obat hutan tropika Indonesia. Jur. Konservasi
tanaman obat relatif lebih rendah dibandingkan Sumberdaya Hutan Fak. Kehutanan IPB dan LATIN,
dengan tanaman pangan. Walaupun Demikian Bogor, h.1-15
terdapat beberapa kasus penyakit pada tanaman obat 2. Eisai Indonesia PT. 1986. Medicinal Herb Index in
yang sulit diatasi seperti layu bakteri (Pseudomonas Indonesia (Indeks Tumbuhan Obat di Indonesia),
solanacearum) pada jahe (11), sampai sekarang Bilanguages.
belum dapat diatasi. Untuk pencegahan terhadap 3. Ditjen POM.1991. Laporan Tahunan Direktorat
penyakit ini dalam budidaya tanaman obat Pengawasan Obat Tradisional 1990/1991.
diupayakan dengan melakukan pergiliran tanaman, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
penggunaan lahan bebas patogen, penggunaan benih Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
yang sehat, melakukan tumpang sari dengan tanaman Jakarta
yang dapat menekan pertumbuhan layu bakteri seperti 4. Suporahardjo dan D. Hargono. 1994. Industri Obat
jagung dan tanaman bawang daun. Tradisional di Indonesia. Pelestarian pemanfaatan
Pemberantasan hama dan penyakit pada budidaya keanekaragaman tumbuhan obat hutan tropika
tanaman obat diupayakan tidak menggunakan Indonesia. Jur. Konservasi Sumberdaya Hutan Fak.
pestisida sintesis, dan dianjurkan menggunakan bahan Kehutanan IPB dan LATIN, Bogor, h.51-70.
alami yaitu pestisida nabati yang telah banyak 5. Januwati, N.M. dan M.Yusron.2002. Mengenal Jahe
dipasarkan. dan Perkembangan Teknologi Budidaya. Makalah
disampaikan pada Seminar Sehari Peluang Ekspor
CONTOH TANAMAN OBAT YANG TELAH Jahe Asal Indonesia Melalui Sistem Agribisnis Bagi
DIBUDIDAYAKAN BESERTA AGRO- Hasil Yang Aman Jakarta 20 Juli 2002,23 h
EKOLOGINYA 6. Mejaya, M.J. 2000. Respon of sorghum genotype for
Beberapa jenis tanaman obat beserta adaptasi tolerance to drought. Agra vita, Jour. On Agri.
terhadap lingkungan tumbuh (ketinggian tempat, Sci.21(2):1-4
curah hujan, jenis tanah), juga kandungan zat kimia 7. Oldeman, L.R.1975. An agro-climatic map of java.
yang berkhasiat, dan kegunaan (khasiatnya) untuk Contribution, Central Research Institute for
pengobatan tradisional tercantum dalam Tabel 1. Agriculture, No.7,22p
Jumlah tanaman obat di Indonesia sangat banyak 8. Rahardjo, M., Rosita SMD dan Sudiarto. 2000a.
tetapi hanya beberapa jenis yang dapat disajikan. Produktivitas dan kadar flavonoid simplisia
Dari sekian jenis yang disajikan, beberapa jenis tempuyung (Sonchus arvensis L) yang diperoleh
tanaman obat lainnya, maka potensial untuk pada berbagai tingkat kondisi stress. Warta
dikembangkan ke tingkat agribisnis. Jahe merupakan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, 6
komoditas ekspor unggulan dibandingkan jenis (2): 13-15.
tanaman obat lainnya, maka potensial untuk 9. Rahardja, M dan I. Darwati. 2000b. Pengaruh
dikembangkan. Kencur dan adas untuk mencukupi cekaman air terhadap Produksi dan mutu simplisia
kebutuhan dalam Negeri masih kurang, yaitu untuk tempuyung (Sonchus arvensis L.). Jurnal Penelitian
memasok kebutuhan industri obat tradisional. Tanaman Industri, 6(3): 73-79.
Beberapa industri obat tradisional kita melakukan 10. Rahardjo, M dan Rosita SMD, R. Fatahan dan
impor untuk memenuhi kebutuhannya. Masih banyak Sudiarto. 1999. Jurnal Penelitian Tanaman Industri,
lagi komoditas yang potensial untuk diekspor atau 56(3): 92-97
memenuhi kebutuhan sendiri contohnya lidah buaya, 11. Sudiarto, M.U. Kuswara, Dediwan, Hernani,
cabe jawa, kemukus, kunyit, temu putih dan masih M.Januwati, M. Rahardjo, M. Yusron, Rosita SMD,
banyak lagi. E.R Pribadi, H.Moko, K. Mulya, L. Dachlia, E.
Tresnawati, C. Syukur, Nurmaslahah, D. Sitepu, dan
DAFTAR PUSTAKA C. Winarti. 1998. Peningkatan produktivitas dan
1. Zuhud, E.A.M, Ekarelawan dan S.Riswan. 1994. mutu tanaman obat untuk bahan baku industri
Hutan Tropika Indonesia sebagai sumber fitofarmaka. Laporan Hasil Penelitian. Balai
keanekaragaman plasma nuftah tumbuhan obat. Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, 58 h.

92

viii
Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 2, No. 3, Januari 2003

Tabel 1. Contoh Tanaman Obat yang Telah Dibudidayakan dan Agro-Ekologi Serta Khasiatnya

Ketinggian
Curah hujan Bagian
No. Nama Jenis tempat Jenis tanah Kandungan kimia Khasiat
(mm/th) digunakan
(m dpl)
Suku Zingiberaceae
1. Zingiber officinale Rosc. 300 900 2.500 4.000 Latosol, Rimpang Minyak atsiri dan Obat batuk, rematik, sakit
Jahe andosol, dan oleoresin perut dan obat gosok
regosol
2. Zingiber cassumunar Roxb. 100 1.500 2.000 3.500 Latosol dan Rimpang Minyak atsiri, sineol, Karmiatif, mengeluarkan
Bangle andosol pinen, seskuiterpen gas dari saluran
pencernaan, kosmetika
3. Curcuma xanthorriza Roxb. 100 1.500 1.500 4.000 Latosol, Rimpang Minyak atsiri dan Obat gangguan pencernaan
Temu lawak andosol, xanthorisin getah empedu, jerawat,
podzolik, dan dan hepatoprotektor
regosol
4. Kaemferia galanga L. 80 300 2.100 4.000 Latosol, Rimpang Minyak atsiri, Obat batuk, sakit perut,
Kencur andosol, dan champor, sineol, dan obat gosok, dan sakit kulit
regosol borneol
5. Curcuma domestica Val. 240 1.200 2.000 4.000 Latosol, Rimpang Minyak atsiri, Rematik, sakit perut,
Kunyit alluvial, dan kurkumin, resin, dan antidiare, peluruh empedu
regosol oleoresin (kolagoga), karminatif, dan
hepatoprotektor
6. Curcuma mangga 200 1.000 1.000 2.000 Latosol, Rimpang Saponin, dan Obat gangguan
Temu mangga alluvial, dan flavonoid pencernaan, sakit perut,
regosol dan kanker payu dara
7. Curcuma zedoaria (B) Rosc. 400 1.000 900 1.250 Latosol, Rimpang Minyak atsiri, sineol, Obat lemah syahwat,
Temu putih alluvial, dan a-champor, d-borneol, pelancar peredaran darah
regosol seskuiterpen, dan pernafasan, penambah
seskuiterpenol, dan nafsu makan, pelancar
seskuiterpen alkohol haid, sakit perut, dan
penawar racun
8. Amomum cardamomum Wild 20 1.000 2.500 4.000 Tanah Biji Minyak atsiri, - Mengencerkan dahak,
Kapulaga berkapur, borneol, dan - karminatif,
dan lempung champor menghangatkan badan,
berpasir menghilangkan rasa sakit

93
ix
Agro Ekosistem (Mono Rahardjo dan Rosita SMD)

Tabel 1. Lanjutan
Ketinggian
Curah hujan Bagian
No. Nama Jenis tempat Jenis tanah Kandungan kimia Khasiat
(mm/th) digunakan
(m dpl)
Suku Umbeliferae
9. Foeniculum vulgare Mill. 1.600 2.400 2.500 Latosol Buah Minyak atsiri, Karminatif, radang, batuk,
Adas flavonoid, dan lemak sakit perut, demam dan
ambeien
10. Pimpinella pruatjan 1.800 3.000 255 3.000 Andosol Umbi/akar, Alkaloid, polifenol, Obat kuat dan peluruh air
Purwoceng daun & flavonoid seni
bunga
Suku Piperaceae
11. Piper retrofractum Vahl. 1 600 1.250 2.500 Andosol, Buah dan Piperin, diknamid, Obat demam, mulas,
Cabe jawa grumosol, akar kuinesin lemah syahwat dan obat
latosol, Pipernonalina, sakit gigi
podzolik, pipersida, piridin,
regosol tannin, dan gliserida
12. Piper cubeba L.F. Dataran rendah 1.250 2.500 Tanah Buah Minyak atsiri, asam Antidiare
Kemukus 700 berlempung kubebat, damar,
kubebin, Piperin,
minyak lemak
Suku Euphorbiaceae
13. Sauropus androginus (L.) Merr. 200 1.300 2.000 3.000 Latosol dan Daun Asam amino Obat bisul, borok, darah
Katuk alluvial kotor, pelancar ASI, dan
zat pewarna
Suku Sercuiaceae
14. Guazuma ulmifolia Lamk. 1 800 1.250 2.500 Andosol, Daun Tannin, lendir, dan Pelangsing tubuh, obat
Jati belanda grumosol, damar batuk rejan, perut nyeri,
latosol, perut kembung dan sesak
podzolik, dan nafas
regosol
Suku Lamiaceae
15. Orthosiphon aristatus Bl. Miq. 100 1.200 3.000 Latosol, Daun Minyak atsiri, Obat ginjal, pelancar urine,
Kumis kucing alluvial, dan sinesitin, glikosida encok, pengapuran
podzolik orthosiphonin, dan pembuluh darah dan
saponin radang kemih

94
x
Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN 1412-2855 Vol. 2, No. 3, Januari 2003

Tabel 1. Lanjutan
Ketinggian
Curah hujan Bagian
No. Nama Jenis tempat Jenis tanah Kandungan kimia Khasiat
(mm/th) digunakan
(m dpl)
Suku Rubiaceae
16. Morinda citrifolia Linn. 200 1.500 1.500 3.000 Latosol, Buah dan Xeronin, prozeronin, Obat hipertensi, sakit
Mengkudu alluvial, daun proxeronase, Kuning, sakit perut,
andosol, serotonin, influenza, batuk, masuk
podzolik dan damnacathal (zat angin, menghilangkan
regosol antikanker) dan sisik pada kaki
scopoletin
Suku Acanthaceae
17. Andrographis paniculata Ness. 200 700 1.500 3.000 Latosol., Herba Asam kersik, damar Diuretik, antipiretik,
Sambiloto alluvial, dan logam alkali radang, borok, radang
andosol, dan tonsil, kena racun, eksim,
mediteran disentri, masuk angin
Suku Liliaceae
18. Aloe vera L. 100 1.000 50 300 Latosol, Daun Asam amino, Antibiotik, mag, tukak
Lidah buaya alluvial, pelepah poliskarida, sterol, lambung, rematik,
andosol, dan enzim dan vitamin diabetes, antistres,
grumosol kecanduan obat, kanker
dan hepatitis
Suku Apiaceae
19. Centella asiatica (L.) Urban. 200 2.500 1.500 2.500 Latosol dan Herba Asam asiatikosid, Obat awet muda, diuretik,
Pegagan andosol asiatik dan madekasik asma, luka, radang,
bronchitis, disentri lepra,
dan penambah nafsu makan.

xi

Anda mungkin juga menyukai