Dekrit Presiden
Dekrit Presiden
Dekrit Presiden
Dalam catatan saya, sejak Orde Baru, inilah untuk pertama kalinya
seorang Presiden menyebut Piagam Jakarta dalam nada positif sebagai
suatu rangkaian proses penemuan dasar negara kita.
Gagasan dasar negara Islam didukung oleh Partai Masyumi (112), Partai
Nahdlatul Ulama (91), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII, 16),
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti, 7), ditambah dukungan sejumlah
partai kecil sehingga semuanya menjadi 230.
Seperti dikatakan oleh BJ Boland, pada pemilihan umum 1955 tidak satu
pun di antara aliran-aliran pokok dalam masyarakat Indonesia yang tampil
sebagai pemenang. Sebab, yang muncul adalah suatu perimbangan
kekuatan yang mengharuskan adanya kompromi dalam bidang
politik, baik di parlemen maupun di konstituante. Dan, para pemimpin
politik juga melihat, jalan kompromi adalah jalan yang niscaya.
"Agar dibentuk suatu Panitia Ad Hoc, Panitia Kompromi, terdiri dari tokoh-
tokoh pembela dasar negara Islam dan Pancasila masing-masing 5
orang... Mempunyai tugas mencari suatu perumusan yang dapat
menampung segala keinginan dari dua belah pihak, misalnya dalam
bentuk Nasionalisme, Religi, dan Sosialisme, sehingga usul dasar
negara Sosial-Ekonomi tertampung juga."
Piagam Bandung
Dan, berdasarkan fakta-fakta sejarah di atas maka ada tiga hal yang
khusus atau menjadi peristiwa penting: (1) Tanggal 22 Juni 1945, saat
lahirnya Piagam Jakarta yang kemudian disepakati oleh BPUPKI sebagai
Pembukaan UUD hasil kompromi antara golongan Kebangsaan dan
golongan Islam.
(2). Tanggal 22 Juli 1959 saat Piagam Jakarta disetujui secara aklamasi
oleh DPR hasil Pemilu 1955 menjiwai UUD 1945 dan merupakan suatu
rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut. (3). Tanggal 5 Juli 1966
saat Piagam Jakarta disetujui oleh MPRS menjiwai UUD 1945 dan
merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi tersebut, maka
tidak salah jika Anwar Harjono menyebut Piagam Jakarta sebagai
konsensus atau ijma' nasional. Konsensus itu harus dipegang teguh oleh
seluruh komponen bangsa.