Anda di halaman 1dari 7

Kemudian cawan petri dibungkus dan diberi label, selanjutnya semua cawan petri

yang digunakan untuk pengujina diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37o C selama 24-72

jam. Selanjutnya diamati zona hambat yang terjadi disekitar sumuran kemudian diukur zona

hambat secara horizontal dan vertikal dengan menggunakan jangka sorong.

3.6 Analisis Data

Dari data hasil uji aktivitas yang menggunakan metode difusi sumuran dengan

mengukur zona hambat disekitar sumuran. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan

metode uji One Way Anova dan uji lanjutan yaitu uji Least Significant Differences (LSD)

yang bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan signifikan dari varian konsentrasi ekstrak

kulit batang jambu mete dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans.


Pada penelitian ini menggunakan uji analisis data one way anova yang

bertujuan untuk mengetahui adanya aktivitas antifungi ekstrak kulit batang jambu

mete dengan varian konsentrasi 50%, 75%, dan 100% terhadap Candida albicans.

Langkah pertama adalah menilai normalitas dan homogenitas distribusi data pada

penelitian ini.

Syarat digunakannya uji one way anova adalah data yang terdistribusi normal

dan homogen. Hasil uji normalitas data didapatkan hasil yaitu nilai sig > 0,05 yang

berarti bahwa data terdistribusi secara normal, hasil uji normalitas dapat dilihat pada

tabel 4.1.5. Sedangkan pada uji homogenitas didapatkan hasil yaitu nilai sig 0,687 >

0,05 yang berarti data terdistribusi homogen, hasil pengujian dapat dilihat pada tabel

4.1.6.

Dari hasil pengujian normalitas dan homogenitas dapat disimpulkan bahwa

data terdistribusi secara normal dan homogen sehingga dapat dilanjutkan dengan uji

One Way Anova. Pada uji One Way Anova didapatkan hasil yaitu nilai sig 0,00 <

0,05 yang berarti terdapat perbedaan dari setiap varian konsentrasi ekstrak kulit

batang jambu mete dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans, setelah uji

One Way Anova dapat dilanjutkan dengan uji lanjutan yaitu uji LSD. Pada uji LSD

didapatkan hasil yaitu nilai sig 0,00 < 0,05 yang artinya terdapat perbedaan yang

signifikan antar tiap konsentrasi ekstrak kulit batang jambu mete dalam menghambat

pertumbuhan Candida albicans.


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang

lain atau dari hewan ke manusia. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, virus dan

parasit (Darwis, dkk; 2012). Salah satu penyebab penyakit infeksi adalah jamur, dimana

jamur banyak menimbulkan berbagai macam penyakit infeksi (Kumalasari dan Sulistyani,

2011). Perkembangan infeksi jamur di sebabkan oleh pola hidup yang kurang sehat dan

didukung iklim tropis negara Indonesia yang memiliki curah hujan tinggi dan kelembaban

yang tinggi sehingga pertumbuhan jamur menjadi sangat baik (Darwis, dkk; 2012).

Candida albicans adalah salah satu spesies fungi yang ditemukan pada beberapa

bagian tubuh orang yang sehat, seperti dimulut, kerongkongan, usus, saluran genital, feses,

dibawah kuku dan kulit (Bahari, 2012 dalam Khafidhoh, dkk; 2015). Candida albicans

bersifat komensal yang dapat berubah menjadi patogen apabila terdapat faktor predisposisi

(Maharani dan Santoso, 2012). Menurut (Septianoor, dkk; 2013) Candida albicans dapat

menjadi patogen apabila jumlahnya berlebihan dan daya tahan tubuh yang menurun.

Kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur genus Candida dimana

sekitar 70% disebabkan oleh spesies Candida albicans. Candida adalah flora normal yang

bersifat oppurtunistik dan akan menginfeksi apabila keseimbangan flora dan kebersihan

mulut terganggu (Kandoli, dkk; 2016). Salah satu kandidiasis akibat Candida albicans adalah

Sariawan atau kandidiasis pseudomembranosa (trush) merupakan infeksi oportunistik yang

disebabkan oleh pertumbuhan jamur Candida albicans yang berlebihan. Biasanya ditemukan

pada mukosa rongga mulut, lidah, dan palatum lunak (Langlais, dkk; 2009 dalam Khafidhoh,

dkk; 2015).
Berbagai jenis obat antijamur telah diciptakan untuk mengobati kandiasis, namun

obat-obat tersebut mempunyai efek samping yang berat, penetrasi yang buruk, dan

munculnya jamur yang resisten (Kandoli, dkk; 2016). Efek samping obat-obatan sintesis yang

sering kali menimbulkan masalah baru, menjadi salah satu pendorong berkembangnya

pengobatan tradisional yang dilakukan secara turun-temurun, berdasarkan resep nenek

moyang, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat setempat maupun pengetahuan tradisional

(Carolus, dkk; 2014).

Penggunaan tumbuh-tumbuhan alam sebagai tanaman obat sedang populer, khususnya

di Indonesia (Mozer, 2015). Prinsip back to nature yang semakin populer ini dikarenakan

obat tradisional yang berasal dari tumbuhan memiliki efek samping yang lebih rendah

tingkat bahayanya dibandingkan dengan obat-obat sintesis, sehingga masyarakat meyakini

bahwa hidup menjadi lebih sehat dengan memanfaatkan bahan-bahan dari alam. Pemanfaatan

tumbuhan sebagai obat tradisional sudah sejak lama digunakan oleh masyarakat Indonesia

secara empiris terutama didaerah pedesaan yang masih kaya dengan keanekaragaman

tumbuhannya (Carolus, dkk; 2014).

Salah satu bahan alam yang sudah digunakan secara turun temurun oleh masyarakat

sebagai obat tradisional adalah jambu mete (Dalimartha, 2000), tanaman asli Brazil Tenggara

ini sering dimanfaatkan biji, buah, daun, akar dan kulit batangnya. Di Indonesia masyarakat

memanfaatkan kulit batang jambu mete sebagai obat kumur dan obat sariawan (Prihatman,

2000 dalam Veriony, dkk; 2011). Secara tradisional masyarakat biasa berkumur dengan air

rebusan kulit batang dan daun muda jambu mete untuk pencegahan sariawan, radang pada

mulut, dan sakit gigi (Lidyawita, dkk; 2013)


Jambu mete yang berasal dari Brazil tersebar dinegara-negara yang memiliki iklim

tropis dan sub-tropis (Djarijah dan Mahedalswara, 2007). Di Indonesia jambu mete

merupakan komoditi ekspor yang memiliki banyak manfaat mulai dari akar, biji, batang,

daun dan buahnya (Mulyati dan Sulistyawati, 2009). Menurut (Dalimartha, 2000) daun jambu

mete mengandung senyawa fenol sehingga bermanfaat sebagai antifungi, hal ini didukung

dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa daun jambu mete mempunyai

aktivitas terhadap jamur Candida albicans. Selain itu, menurut (Harsini, 2011) kulit batang

dari jambu mete juga bermanfaat sebagai antifungi karena mengandung senyawa yang sama

seperti pada daun jambu mete yaitu senyawa fenol.

Kulit batang jambu mete mengandung senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid,

saponin, flavonoid, dan tannin (Carolus, dkk; 2014). Dimana flavonoid dan tanin diketahui

memiliki aktivitas antifungi, keduanya merupakan golongan fenol. Flavonoid akan

mendenaturasi protein sel dan merusak sel dinding jamur, dinding sel yang rusak

menyebabkan tidak adanya cadangan energi sehingga menghambat pertumbuhan hifa jamur,

sedangkan tanin akan berikatan dengan dinding sel dan mengakibatkan kerusakan dinding sel

sehingga pertumbuhan jamur dihambat (Purwita, dkk; 2013).

Selain flavonoid dan tanin kulit batang jambu mete juga mengandung senyawa

alkaloid dan saponin dimana keduanya juga memiliki aktivitas antifungi. Senyawa saponin

bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan membran sterol dari dinding sel. Tegangan

permukaan yang turun akan mempengaruhi permeabilitas membran sehingga mengakibatkan

kestabilan membran terganggu dan berdampak pada biosintesis dinding sel yang akhirnya

menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sel jamur atau bahkan menyebabkan kematian sel

(Purwita, dkk; 2013).


Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk ekstraksi kulit batang jambu mete

adalah metode maserasi, pemilihan metode maserasi dikarenakan maserasi mempunyai

keuntungan dibandingkan dengan metode lain seperti soxhletasi (Chasani, dkk; 2013).

Dengan metode maserasi kerusakan senyawa metabolit sekunder akibat pemanasan dapat

dihindari (Gunawan, dkk; 2016) selain itu menurut penelitian (Ariani, dkk; 2015) metode

maserasi juga dapat menghasilkan rendemen lebih optimal dibandingkan dengan metode

soxhletasi.

Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah metanol. Pemilihan metanol

sebagai pelarut dikarenakan metanol memiliki sifat yang lebih polar dari pada etanol (Mozer,

2015) sehingga diharapkan metanol akan lebih banyak menarik metabolit sekunder

dibandingkan dengan etanol. Menurut (Setyowati, dkk; 2014) ekstrak metanol dapat menarik

metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid dan terpenoid. Selain

itu menurut penelitian (Suryanto dan Wehantouw, 2009) menyatakan bahwa metanol menarik

lebih banyak metabolit sekunder yaitu senyawa fenol, flavonoid dan tanin dibandingkan

dengan etanol.

Pada penelitian ini menggunakan 3 varian konsentrasi ekstrak yaitu 50%, 75%, dan

100%, alasan pemilihan konsentrasi ekstrak sendiri berdasarkan pada penelitian sebelumnya

yang membandingkan konsentrasi ekstrak metanol kulit batang kasturi (Siddik, dkk; 2016).

Konsentrasi dari kulit batang kasturi dipilih karena pohon kasturi dan pohon jambu mete

masih tergolong dalam satu keluarga yaitu Anacardiaceae selain itu keduanya juga memiliki

kandungan metabolit sekunder yang memiliki aktivitas antifungi sehingga diharapkan akan

memberikan hasil yang sama pula.


Pada penelitian ini menggunakan metode difusi sumuran sebagai uji antifungi,

pemilihan metode sumuran dikarenakan metode sumuran menghasilkan zona daya hambat

yang lebih besar dibandingkan dengan metode cakram kertas hal ini disebabkan pada metode

sumuran, ekstrak langsung dimasukan dalam lubang sumuran maka efek dalam menghambat

pertumbuhan menjadi lebih kuat. Sedangkan dengan metode cakram kertas harus direndam

dalam ekstrak terlebih dahulu kemudian diletakan diatas media agar sehingga daya

hambatnya menjadi lebih kecil (Prayoga, 2013) hal ini dikarenakan aktivitas mikroba tidak

hanya dipermukaan atas media saja tetapi juga sampai kebawah sedangkan cakram kertas

hanya menghambat aktivitas mikroba dipermukaan media tidak didalam media agar (Listari,

2009).

Berdasarkan uraian tersebut mengenai kulit batang jambu mete peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang aktivitas antifungi ekstrak kulit batang jambu mete

(Anacardium occidentale L.) terhadap Candida albicans dengan metode difusi sumuran.

Anda mungkin juga menyukai