yang digunakan untuk pengujina diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37o C selama 24-72
jam. Selanjutnya diamati zona hambat yang terjadi disekitar sumuran kemudian diukur zona
Dari data hasil uji aktivitas yang menggunakan metode difusi sumuran dengan
mengukur zona hambat disekitar sumuran. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan
metode uji One Way Anova dan uji lanjutan yaitu uji Least Significant Differences (LSD)
yang bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan signifikan dari varian konsentrasi ekstrak
bertujuan untuk mengetahui adanya aktivitas antifungi ekstrak kulit batang jambu
mete dengan varian konsentrasi 50%, 75%, dan 100% terhadap Candida albicans.
Langkah pertama adalah menilai normalitas dan homogenitas distribusi data pada
penelitian ini.
Syarat digunakannya uji one way anova adalah data yang terdistribusi normal
dan homogen. Hasil uji normalitas data didapatkan hasil yaitu nilai sig > 0,05 yang
berarti bahwa data terdistribusi secara normal, hasil uji normalitas dapat dilihat pada
tabel 4.1.5. Sedangkan pada uji homogenitas didapatkan hasil yaitu nilai sig 0,687 >
0,05 yang berarti data terdistribusi homogen, hasil pengujian dapat dilihat pada tabel
4.1.6.
data terdistribusi secara normal dan homogen sehingga dapat dilanjutkan dengan uji
One Way Anova. Pada uji One Way Anova didapatkan hasil yaitu nilai sig 0,00 <
0,05 yang berarti terdapat perbedaan dari setiap varian konsentrasi ekstrak kulit
batang jambu mete dalam menghambat pertumbuhan Candida albicans, setelah uji
One Way Anova dapat dilanjutkan dengan uji lanjutan yaitu uji LSD. Pada uji LSD
didapatkan hasil yaitu nilai sig 0,00 < 0,05 yang artinya terdapat perbedaan yang
signifikan antar tiap konsentrasi ekstrak kulit batang jambu mete dalam menghambat
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang
lain atau dari hewan ke manusia. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, virus dan
parasit (Darwis, dkk; 2012). Salah satu penyebab penyakit infeksi adalah jamur, dimana
jamur banyak menimbulkan berbagai macam penyakit infeksi (Kumalasari dan Sulistyani,
2011). Perkembangan infeksi jamur di sebabkan oleh pola hidup yang kurang sehat dan
didukung iklim tropis negara Indonesia yang memiliki curah hujan tinggi dan kelembaban
yang tinggi sehingga pertumbuhan jamur menjadi sangat baik (Darwis, dkk; 2012).
Candida albicans adalah salah satu spesies fungi yang ditemukan pada beberapa
bagian tubuh orang yang sehat, seperti dimulut, kerongkongan, usus, saluran genital, feses,
dibawah kuku dan kulit (Bahari, 2012 dalam Khafidhoh, dkk; 2015). Candida albicans
bersifat komensal yang dapat berubah menjadi patogen apabila terdapat faktor predisposisi
(Maharani dan Santoso, 2012). Menurut (Septianoor, dkk; 2013) Candida albicans dapat
menjadi patogen apabila jumlahnya berlebihan dan daya tahan tubuh yang menurun.
Kandidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur genus Candida dimana
sekitar 70% disebabkan oleh spesies Candida albicans. Candida adalah flora normal yang
bersifat oppurtunistik dan akan menginfeksi apabila keseimbangan flora dan kebersihan
mulut terganggu (Kandoli, dkk; 2016). Salah satu kandidiasis akibat Candida albicans adalah
disebabkan oleh pertumbuhan jamur Candida albicans yang berlebihan. Biasanya ditemukan
pada mukosa rongga mulut, lidah, dan palatum lunak (Langlais, dkk; 2009 dalam Khafidhoh,
dkk; 2015).
Berbagai jenis obat antijamur telah diciptakan untuk mengobati kandiasis, namun
obat-obat tersebut mempunyai efek samping yang berat, penetrasi yang buruk, dan
munculnya jamur yang resisten (Kandoli, dkk; 2016). Efek samping obat-obatan sintesis yang
sering kali menimbulkan masalah baru, menjadi salah satu pendorong berkembangnya
di Indonesia (Mozer, 2015). Prinsip back to nature yang semakin populer ini dikarenakan
obat tradisional yang berasal dari tumbuhan memiliki efek samping yang lebih rendah
bahwa hidup menjadi lebih sehat dengan memanfaatkan bahan-bahan dari alam. Pemanfaatan
tumbuhan sebagai obat tradisional sudah sejak lama digunakan oleh masyarakat Indonesia
secara empiris terutama didaerah pedesaan yang masih kaya dengan keanekaragaman
Salah satu bahan alam yang sudah digunakan secara turun temurun oleh masyarakat
sebagai obat tradisional adalah jambu mete (Dalimartha, 2000), tanaman asli Brazil Tenggara
ini sering dimanfaatkan biji, buah, daun, akar dan kulit batangnya. Di Indonesia masyarakat
memanfaatkan kulit batang jambu mete sebagai obat kumur dan obat sariawan (Prihatman,
2000 dalam Veriony, dkk; 2011). Secara tradisional masyarakat biasa berkumur dengan air
rebusan kulit batang dan daun muda jambu mete untuk pencegahan sariawan, radang pada
tropis dan sub-tropis (Djarijah dan Mahedalswara, 2007). Di Indonesia jambu mete
merupakan komoditi ekspor yang memiliki banyak manfaat mulai dari akar, biji, batang,
daun dan buahnya (Mulyati dan Sulistyawati, 2009). Menurut (Dalimartha, 2000) daun jambu
mete mengandung senyawa fenol sehingga bermanfaat sebagai antifungi, hal ini didukung
dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa daun jambu mete mempunyai
aktivitas terhadap jamur Candida albicans. Selain itu, menurut (Harsini, 2011) kulit batang
dari jambu mete juga bermanfaat sebagai antifungi karena mengandung senyawa yang sama
Kulit batang jambu mete mengandung senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid,
saponin, flavonoid, dan tannin (Carolus, dkk; 2014). Dimana flavonoid dan tanin diketahui
mendenaturasi protein sel dan merusak sel dinding jamur, dinding sel yang rusak
menyebabkan tidak adanya cadangan energi sehingga menghambat pertumbuhan hifa jamur,
sedangkan tanin akan berikatan dengan dinding sel dan mengakibatkan kerusakan dinding sel
Selain flavonoid dan tanin kulit batang jambu mete juga mengandung senyawa
alkaloid dan saponin dimana keduanya juga memiliki aktivitas antifungi. Senyawa saponin
bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan membran sterol dari dinding sel. Tegangan
kestabilan membran terganggu dan berdampak pada biosintesis dinding sel yang akhirnya
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan sel jamur atau bahkan menyebabkan kematian sel
keuntungan dibandingkan dengan metode lain seperti soxhletasi (Chasani, dkk; 2013).
Dengan metode maserasi kerusakan senyawa metabolit sekunder akibat pemanasan dapat
dihindari (Gunawan, dkk; 2016) selain itu menurut penelitian (Ariani, dkk; 2015) metode
maserasi juga dapat menghasilkan rendemen lebih optimal dibandingkan dengan metode
soxhletasi.
Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah metanol. Pemilihan metanol
sebagai pelarut dikarenakan metanol memiliki sifat yang lebih polar dari pada etanol (Mozer,
2015) sehingga diharapkan metanol akan lebih banyak menarik metabolit sekunder
dibandingkan dengan etanol. Menurut (Setyowati, dkk; 2014) ekstrak metanol dapat menarik
metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid dan terpenoid. Selain
itu menurut penelitian (Suryanto dan Wehantouw, 2009) menyatakan bahwa metanol menarik
lebih banyak metabolit sekunder yaitu senyawa fenol, flavonoid dan tanin dibandingkan
dengan etanol.
Pada penelitian ini menggunakan 3 varian konsentrasi ekstrak yaitu 50%, 75%, dan
100%, alasan pemilihan konsentrasi ekstrak sendiri berdasarkan pada penelitian sebelumnya
yang membandingkan konsentrasi ekstrak metanol kulit batang kasturi (Siddik, dkk; 2016).
Konsentrasi dari kulit batang kasturi dipilih karena pohon kasturi dan pohon jambu mete
masih tergolong dalam satu keluarga yaitu Anacardiaceae selain itu keduanya juga memiliki
kandungan metabolit sekunder yang memiliki aktivitas antifungi sehingga diharapkan akan
pemilihan metode sumuran dikarenakan metode sumuran menghasilkan zona daya hambat
yang lebih besar dibandingkan dengan metode cakram kertas hal ini disebabkan pada metode
sumuran, ekstrak langsung dimasukan dalam lubang sumuran maka efek dalam menghambat
pertumbuhan menjadi lebih kuat. Sedangkan dengan metode cakram kertas harus direndam
dalam ekstrak terlebih dahulu kemudian diletakan diatas media agar sehingga daya
hambatnya menjadi lebih kecil (Prayoga, 2013) hal ini dikarenakan aktivitas mikroba tidak
hanya dipermukaan atas media saja tetapi juga sampai kebawah sedangkan cakram kertas
hanya menghambat aktivitas mikroba dipermukaan media tidak didalam media agar (Listari,
2009).
Berdasarkan uraian tersebut mengenai kulit batang jambu mete peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang aktivitas antifungi ekstrak kulit batang jambu mete
(Anacardium occidentale L.) terhadap Candida albicans dengan metode difusi sumuran.