b. Tikus
Keuntungan : Memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia, siklus hidup
yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak,
variasi sifat-sifatnya tinggi dan mudah dalam penanganan.
Kerugian : Lebih resisten terhadap infeksi, galak.
c. Marmut
Keuntungan : Mudah ditangai, kulit halus, bulu tebal, tidak mengeluarkan
cairan hidung dan telinga.
Kerugian : Jatuh sakit bila tidak diberi makan teratur.
d. Kelinci
Keuntungan : Bersih, mudah dibiakkan.
Kerugian : Suhu tubuh cepat berubah, tidak punya struktur gen yang
mirip dengan manusia.
e. Katak
Keuntungan : Mudah diperoleh.
Kerugian : Lembab, licin.
(Moriwaki et al, 1994).
3. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih spesies hewan percobaan yang
bersif skrining ataupun pengujian suatu efek khusus !
Jawab :
a. Faktor internal : umur, jenis kelamin, bobot badan, keadaan kesehatan, nutrisi
dan sifat genetik
b. Faktor-faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana
kandang, populasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan,
pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang
pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.
c. Keadaan faktor-faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan
percobaan terhadap senyawa bioaktif yang di ujikan. Penanganan yang tidak
wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan,
memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu cara pemberian senyawa
bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon respon hewan
terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan
efeknya. Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan
atau bentuk sediaan yang akan digunakan (Schuler, 2006).
4. Jelaskan secara spesifik dengan contoh-contoh, mengenai karakteristik lingkungan
fisiologis, anatomis, dan biokimiawi yang berada pada daerah kontak mula antara
obat dan tubuh !
Jawab :
a. Jumlah suplai darah yang berbeda :
- Apabila supply darah meningkat, maka distribusi obat akan berjalan dengan
cepat.
- Apabila supply darah menurut, maka distribusi obat akan terhambat
b. Struktur anatomi yang berbeda :
Contoh: Kulit katak yang licin akan mengakibatkan pada pemberian dan
penyebaran obat yang berjalan dengan cepat
c. Enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang berbeda :
Contoh : Apabila enzim yang digunakan berbeda, maka hasil metabolit juga
akan berbeda (Priyanto, 2008).
Anief, Moh. 1990. Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Moriwaki, K., T. Shiroishi dan H. Yonekawa. 1994. Genetic in Wold Mice. Its Aplication to
Biomedical Research. Karger, Tokyo : Japan Scientific Societies Press.
Priyanto. 2008. Farmakologi Dasar Edisi II. Depok : Leskonfi.
Schuler, L. 2006. Model Animal and Quatitative Genetics. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Modul II
PENGUJIAN AKTIVITAS ANALGETIKA
DAFTAR PUSTAKA
Ernest, Mutschler. 1991. Dinamika Obat edisi kelima. Bandung : ITB Press.
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 1995. Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit
Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Murniati, Dra, Apt. Dkk.2007. Farmakologi. Jakarta : K3S SMF provinsi DKI Jakarta.
Tan, H. T. Dan Rahardja. 2002. Obat-obat Penting. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.
Modul III
PENGUJIAN AKTIVITAS DIARE
1. Terangkan bagaimana mekanisme terjadinya diare yang disebabkan oleh oleum ricini!
Jawab :
Oleum ricini (minyak jarak) merupakan trigliserida yang berkhasiat sebagai
laksativ. Di dalam usus halus, minyak ini mengalami hidrolisis menghasilkan
asam risinoleat yang merangsang mukosa usus, sehingga mempercepat gerak
peristaltiknya dan mengakibatkan pengeluaran isi usus dengan cepat (Katzung,
2002).
Ansel, Howard C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Jakarta : University
of Indonesia Press.
Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik, Buku 2 Edisi VIII. Jakarta : Penerbit Salemba
Medika.
Kee, Joyce L. dan Hayes, Evelyn R. 1994. Farmakologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Modul IV
PENGUJIAN AKTIVITAS OBAT SSO
1. Jelaskan aktivitas golongan obat berikut dan tuliskan paling sedikit lima contoh obat
dan indikasi penggunaannya !
a. Simpatomimetika
b. Simpatolitika
c. Parasimpatomimetika
d. Parasimpatolitika
Jawab :
a. Simpatomimetika
Aktivitas dari golongan obat adrenergik dibagi dalam 7 jenis, yaitu:
- Perangsang perifer terhadap otot polos, pembuluh darah, kulit, mukosa
terhadap kelenjar liur dan keringat.
- Penghambat perifer terhadap otot polos usus, bronkus, dan pembuluh darah
otot rangka.
- Perangsang jantung, dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan
kontraksi
- Perangsang sistem saluran pernafasan
- Efek metabolik, misalnya peningkatan glikogenelisis di hati dan otot dan
pelepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
- Efek endokrin, misalnya mempengaruhi sekresi insulin, renin dan hormone
hipofisis.
- Efek prasinaptik, dengan akibat hambatan atau peningkatan pelepasan
neurotransmitter (Haritsah,2011).
Contoh obat :
b. Simpatolitika
Menghambat efek norepineprin (mencegah respon pada reseptor) atau melawan
efek perangsangan saraf-saraf simpatis.
Aktifitas :
- Penghambat adrenoseptor (adrenoseptor bloker)
Yaitu obat yang menduduki adrenoseptor baik alfa (a) maupun beta (b)
sehingga menghalanginya untuk berinteraksi dengan obat adrenergik.
Penghambat adrenoseptor ini dibagi menjadi dua yaitu, Antagonis
adrenoseptor alfa (alfa bloker) dan Antagonis adrenoseptor beta (beta bloker)
- Penghambat saraf adrenergic
Yaitu obat yang mengurangi respons sel efektor terhadap perangsangan saraf
adrenergik. Obat ini bekerja dengan cara menghambat sintesis, penyimpanan,
dan pelepasan neurotransmitter.
- Penghambat adrenergik sentral atau adrenolitik sentral
- Yaitu obat yang menghambat perangsangan adrenergik di SSP. Obat
penghambat adrenergik sentral atau adrenolitik sentral (Kee, 1996).
Contoh obat :
Prazosin (alfa bloker)
In : Hipertensi
Asebutolol (beta bloker)
In : Hipertensi dan irama cepat ventrikular pada orang dewasa
Guanetidinbetanidin (penghambat saraf adrenergik)
In : Hipertensi
Reserpin (penghambat saraf adrenergik)
in : Hipertensi esensial ringan, juga digunakan sebagai terapi tambahan
dengan obat hipertensi lain pada kasus hipertensi yang lebih berat.
klonidin (penghambat adrenergik sentral)
In : Hipertensi
metildopa (penghambat adrenergik sentral)
In : Hipertensi, bersama dengan diuretika; krisis hipertensi jika tidak
diperlukan efek segera
(Tan & Rahardja, 2002).
c. Parasimpatomimetika
Aktivitas dari golongan obat kolinergik, yaitu :
- Stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaktik dan sekresi
kelenjar ludah, getah lambung (HCl) dan sekresi air mata.
- Memperkuat sirkulasi antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung,
vasodilatasi dan mengakibatkan penurunan tekanan darah.
- Memperlambat pernafasan antara lain dengan menciutkan bronchi sedangkan
sekresi dahak diperbesar
- Kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya
tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata.
- Kontraksi kantung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran
urin
- Dilatasi pembuluh dan kontraksi otot kerangka, menekan system saraf pusat
setelah pada permulaan menstimulasinya (Tan & Rahardja, 2002).
Contoh obat :
Ambenonium
In : Menambah kekuatan otot masa kerja panjang
Karbakol
In : Menurunkan tekanan intraocular
Prostigmin
In : Miestania gravis, pencegahan distensi dan retensi urin pasca oprasi, retensi
urin, obat penghambat neuromuskular nondepolarisasi
Pilokarpin
In : Menurunkan tekanan intraocular
Fisostigmin
In : Untuk menurunkan tekana intraocular, masa kerja singkat
(Tan & Rahardja, 2002).
d. Parasimpatolitika
Menghambat kerja asetilkolin dengan menempati reseptor-reseptor asetilkolin
disebut dengan antikolinergik atau parasimpatolitik.
Reseptor-reseptor ini muskarinik yang merupakan reseptor-reseptor kolinergik,
berperan dalam respon jaringan dan organ terhadap antikolinergik karena
antikolinergik menghambat kerja asetilkolin dengan menempati tempat reseptor-
reseptor ini (Depkes, 2009).
Contoh obat :
Atropine
In : Mengurangi salivasi dan sekresi bronkial
Skopolamin
In : Obat pra-anestesi
Ekstrak beladona
In : Gangguan spastik (kejang) pada saluran pencernaan, saluran kemih dan
kelamin, saluran empedu.
Oksifenonium bromide
In : Gangguan saluran cerna yang ditandai oleh spasme otot polos.
Glikopirolat
In : Mengurangi sekresi dan tukak peptic
(Tan & Rahardja, 2002).
b. Simpatolitik
- Pada SSP, menimbulkan efek sedativ atau stimulansi, mual dan muntah
- Pada mata, menimbulkan efek miosis
- Pada kardiovaskuler, terjadi sedikit penurunan tekanan darah diastolik, tetapi
pada waktu bediri atau pada penderita hipovolemia penurunan tekanan darah
sistolik dan diastolik lebih hebat sebagai akibat blokade refleks vasokontriksi,
blokade pressor respons NE dan Epinefrin.
- Pada saluran cerna, terjadi peningkatan motilitas dan sekresi kelenjar
- Pada saluran kemih-kelamin, terjadi gangguan ejakulasi, dan penurunan tonus
sfingter
- Efek metabolik, terjadi peningkatan pembebasan insulin (Kee, 1996).
c. Parasimpatomimetik
- Pada jantung, Penurunan laju dan kekuatan denyut jantung, menurunkan
tekanan darah akibat vasodilatasi dan memperlambat konduksi nodus AV
- Pada paru-paru, Konstriksi bronkiolus (2), penyempitan saluran nafas
- Pada mata, Pupil berkontriksi, menambah akomodasi
- Pada kandung kemih, Kontraksi dinding saluran kemih, relaksasi otot spincter
- Pada saluran cerna, Peningkatan akitivitas dinding saluran cerna (Kee, 1996).
d. Parasimpatolitik
- Pada paru-paru, Dilatasi bronkus dan mengurangi sekresi bronkial
- Pada mata, Dilatasi pupil mata dana paralisis otot siliaris, berkurangnya
akomodasi
- Pada kelenjar, Mengurangi salivasi, berkeringat, dan sekresi bronkial
- Pada gastrointestinal, Merelaksasi tonus otot polos gastrointestinal,
mengurangi motilitas dan peristaltic
- Pada SSP, mengurangi tremor dan rigiditas otot (Kee, 1996).
DAFTARPUSTAKA
2. Diskusikan konsep indeks terapi dari segi efektifitas dan keamanan pemakaian obat ?
Jawab:
Obat dengan luas indeks terapi sempit yaitu obat dengan selisih kecil anatara
dosis terapi dan dosis toksisitasnya, sehingga mudah sekali menimbulkan
keracunan bila dosis normalnya dilampau atau Indeks terapi sempit menandakan
bahwa obat tidak aman diberikan dalam dosis berlebih. Sedangkan indeks terapi
sempi menandakan bahwa obat akan aman bila diberikan dalam dosis berlebih
(Tan & Kirana, 2007).
3. Diskusikan implikasi terapi suatu obat dengan kurva dosis respons yang terjal dan
yang datar !
Jawab:
Slope kurva dosis-respons bervariasi dari suatu obat ke obat lainnya. Suatu slope
yang curam menunjukkan bahwa suatu peningkatan dosis yang kecil
menghasilkan suatu perubahan yang besar. Sedangkan slope yang datar
menunjukkan bahwa suatu obat akan menimbulkan suatu perubahan berupa efek
jika dalam dosis yang besar (Katzung, 1989).
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Boden G. 2005. Free Fatty Acids in Insulin Secretion in Humans. Current Diab Reports 5:
167-170, 2005.
Tjarta, Achmad, dkk. 1973. Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta : Bagian Patologi Anatomi
FKUI.
Depkes RI. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Modul VIII
DAFTAR PUSTAKA
Syarif, A. 2007. Farmakologi dan Terapi edisi V. Jakarta : Departemen Farmakologi dan
Teraupetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Potter W Z, Hollister L E. 2002. Agen-Agen Antidepresi : Farmakologi Dasar dan Klinik
edisi VIII. Jakarta: Salemba Medik
Modul IX
Pengujian Aktivitas Lokomotor
b. Barbiturate
Barbiturat mempengaruhi GABA-benzodiazepine komplek kanal ion klorida
(GABAA). Ikatan ini akan meningkatkan lama pembukaan kanal ion klorida
yang diaktivasi oleh GABA, sehingga membuat sel dalam keadaan
hiperpolarisasi dan mengurangi eksitabilitas neural. Pada konsentrasi tinggi,
barbiturate juga bersifat sebagai GABA-mimetik dimana akan mengaktifkan
kanal klorida secara langsung. Peristiwa ini menyebabkan masuknya ion
klorida pada badan neuron sehingga potensial intramembran neuron menjadi
lebih negative. Barbiturat bekerja secara tidak selektif. Selain mengaktifkan
reseptor GABA, Barbiturat juga mendepresi neurotransmitter eksitatorik.
Ketidakselektifan ini mungkin mendasari kemampuan barbiturat yang dapat
berfungsi sebagai anestesi total dan kuatnya efek depresi saraf pusat (Katzung,
2004).
Contoh : fenobarbital, allobarbital, amobarbital, barbital, pentobarbital,
secobarbital (Hikmat, 2013).
2. Amfetamin dan kafein merupakan salah satu obat yang merangsang SSP, terangkan
begaimana mekanisme kerjanya!
Jawab :
a. Amfetamin
Mekanisme kerja amfetamin pada susunan saraf dipengaruhi oleh pelepasan
biogenik amine yaitu dopamin, norepinefrin, atau serotonin atau pelepasan
ketiganya dari tempat penyimpanan pada persinap yang terletak pada akhiran
saraf. Pada dopamin didapati bahwa amfetamin menghambat re uptake
dopaminergik dan sinapstosom di hipotalamus dan secara langsung
melepaskan dopamin yang baru disintesa.
Pada norepinefrin, amfetamin memblok re uptake norepinefrin dan juga
menyebabkan pelepasan norepinefrin baru, penambahan atau pengurangan
karbon diantara cincin fenil dan nitrogen melemahkan efek amfetamin pada
pelepasan reuptake norepinefrin.
Pada serotonin, devirat metamafetamin dengan elektron kuat yang menari
penggantian pada cincin fenil akan mempengaruhi sistim serotoninergik.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa ketiga kerja reseptor biogenik tersebut
saling mempengaruhi satu sama lain (Japardi, 2002).
b. Kafein
Mekanisme kerja kafein dalam tubuh adalah dengan menyaingi fungsi
adenosin, salah satu senyawa dalam sel otak yang membuat orang mudah
tertidur. Namun berbeda dengan ikatan adenosin asli dengan reseptor, kafein
tidak memperlambat gerak sel tubuh. Lama kelamaan sel-sel tubuh tidak akan
bekerja lagi terhadap perintah adenosin. Kafein akan membalikkan semua
kerja adenosin, sehingga tubuh tidak lagi mengantuk, tetapi muncul perasaan
segar, sedikit gembira, mata terbuka lebih lebar, namun jantung juga akan
berdetak lebih cepat, tekanan darah naik, otot-otot berkontraksi dan hati akan
melepas gula ke aliran darah yang akan membentuk energi ekstra (Lawani,
2006).
DAFTAR PUSTAKA
1. Jelaskan apa yang diketahui tentang tahap-tahap pengembangan obat baru sejak
skrining sampai dapat digunakan dalam terapi !
Jawab :
Tahap pengembangan obat baru dimulai dari :
a. Meneliti dan skrining bahan obat
b. Meneliti dan mensintesis zat/senyawa analog dari obat yang sudah ada dan
diketahui efek farmakologinya
c. Meneliti dan mensintesis dan membuat variasi struktur
d. Dikembangkan obat alami dengan serangkaian pengujian yang dilaksanakan
secara sistematik, terencana dan terarah (Ganiswara, 1995).
2. Rumuskan secara garis besar rancangan suatu skrining yang mencangkup pemilihan
hewan, percobaan dan jenis skrining sampai diperoleh suatu kepastian akan khasiat
farmakologis untuk suatu senyawa yang baru berhasil diisolasi dari suatu tanaman dan
belum ada informasi baik mengenai sifat kimia maupun difat farmakologinya !
Jawab :
- Hewan percobaan : mencit atau tikus, sehat/normal, tidak cacat, aktif. Terdiri
atas hewan uji dua ekor, hewan kontrol satu ekor.
- Percobaan : uji neurofarmakologik meliputi pengamatan terhadap sikap,
neurologis, dan fungsi otonom.
- Skrinning yang dilakukan adalah skrinning buta karena tidak diketahui khasiat
obat dan struktur kimianya.
Percobaan :
Sebelum diberikan perlakuan, amati keadaan neurofarmakologisnya selama 2
menit untuk semua hewan. Kemudian, setelah 5 menit pemberian obat uji
kepada hewan uji, lakukan uji neurofarmakologis dan amati responnya untuk
semua hewan uji. Hal tersebut di lakukan kembali dalam kurun waktu 10, 15,
20, 30, 60, dan 90 menit setelah pemberian obat (Ganiswara, 1995).
3. Apa yang dimaksud dengan reliabilitas, validitas dan obyektivitas dalam suatu
percobaan?
Jawab :
a. Reliabilitas
Suatu tingkatan yang mengukur konsistensi hasil jika dilakukan pengukuran
yang berulang pada suatu karakteristik (Malhotra & Birks, 2007).
b. Validitas
Suatu tingkatan yang mengukur karakteristik yang ada di dalam percobaan.
Atau ketepatan alat ukur ketika mengukur yang di ukur (Malhotra & Birks,
2007).
c. Obyektivitas
Suatu hal yang ingin diketahui atau di teliti. Obyektivitas menekankan prinsip
standarisasi observasi dan konsistensi. Pengamatan berdasarkan apa yang
terjadi pada objek pengamatan benar-benar terjadi, bukan berdasarkan feeling
atau perasaan seorang pengamat (Arif, 2014).
4. Jelaskan hubungan antara gejala-gejala neurofarmakologis yang tercantum dalam
tabel dengan jenis aktivitas obatnya !
Jawab :
SIKAP
a. Awareness
Alertness : depresan / sedatif
Visual placing : depresan / sedatif
Stereotypy : depresan / sedatif
Passivity : depresan / sedatif
b. Mood
Grooming : stimulasi parasimpatik
Vocalization : stimulasi menyakitkan
Restlessness : stimulasi simpatik
Irritability : stimulasi simpatik
Fearfulness : stimulasi simpatik
c. Aktivitas motoric
Aktivitas spontan : depresan
Reaktivitas : depresan
Touch response : analgesik
Respon nyeri : analgesik
PROFIL NEUROLOGIS
a. Eksitasi SSP
Startle response : Stimulasi SSP
Stroub renponse : Stimulasi SSP
Tremor : Stimulasi SSP
Konvulsi : Stimulasi SSP
b. Inkoordinasi motoric
Posisi tubuh : Hambatan neuromuskular/gangguan SSP
Posisi anggota badan : Hambatan neuromuskular/gangguan SSP
Staggering gait : Hambatan neuromuskular/gangguan SSP
Abnormal gait : Hambatan neuromuskular/gangguan SSP
Somersault-test : Hambatan neuromuskular/gangguan SSP
c. Tonus otot
Otot anggota tubuh : sedatif/gangguan SSP
Grip strength : sedatif/gangguan SSP
Body tone : sedatif/gangguan SSP
Abdominal tone : sedatif/gangguan SSP
d. Reflex
Pinna : Penghambatan saraf sensoris
Corneal : Penghambatan saraf sensoris
Ipsilaterial flexor : Penghambatan saraf sensoris
PROFIL OTONOMIK
a. Optik
Ukuran pupil : Parasimpatolik / simpatik
Pembukaan palpebral : Parasimpatolik / simpatik
Exophtalmus : Parasimpatolik / simpatik
b. Sekresi
Urinasi : Aktivitas muskarinik/ parasimpatik
Salivasi : Aktivitas muskarinik/ parasimpatik
c. Umum
Writhing : Stimulasi reseptor sensori
Piloekresi : Simpatomimetik
Hypothermis : Simpatomimetik
Warna kulit : Vasodilatasi / Simpatomimetik
Kec. denyut jantung : Simpatik / parasimpatik / depresan
Kec. respirasi : Simpatik / parasimpatik / depresan
(Darazy, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Andrew. 2014. Saat Aliran Scientific Berlaku di Kalangan Para Ahli Ilmu Eksa.
Tersedia online di http://m.kompasiana.com/post/read/670352/1/saat-aliran-scientific-
berlaku-dikalangan-para-ahli-ilmu-eksa.html [diakses tanggal 18 Mei 2015].
Darazy. 2012. Tersedia online di https://www.scribd.com/doc/8978-3228/diah-
farmol#download [18 Mei 2015].
Ganiswara, S.G., Setiabudi, R., Suyatna, F.D., dan Purwantyastuti, Nafrialdi. 1995.
Farmakologi dan Terapi edisi IV. Jakarta : Bagian Farmakologi FK UI.
Malhotra, N.K. dan Birks, D.F. 2007. Marketing Research : an Applied Approach, 3rd
European Edition. UK : Pearson Education.
Modul XII
PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIHIPERURISEMIA
1. Jelaskan mekanisme terjadinya hiperurikemia dan mekanisme kerja obat yang dapat
digunakan untuk mengatasinya !
Jawab :
Hiperurikemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar serum asam urat
di dalam darah (di atas 7,0 mg/dl untuk pria dan 6,0 mg/dl untuk wanita). Asam
urat merupakan produk akhir dari degradasi purin. Pada kondisi normal, jumlah
asam urat yang terakumulasi sekitar 1200 mg pada pria dan 600 mg pada wanita
(Ernst et al, 2008).
Berdasarkan patofisiologinya, hiperurikemia terjadi akibat beberapa hal yaitu,
peningkatan produksi asam urat, penurunan ekskresi asam urat dan gabungan dari
keduanya (Murray et. all, 2006).
Peningkatan produksi asam urat terjadi akibat peningkatan kecepatan biosintesa
purin dari asam amino untuk membentuk inti sel DNA dan RNA. Peningkatan
produksi asam urat juga dapat disebabkan oleh asupan makanan kaya protein dan
purin / asam nukleat berlebih (Murray et. all, 2006).
Penurunan ekskresi asam urat menyebabkan akumulasi asam urat di dalam darah.
90% penderita hiperurikemia mengalami gangguan ginjal dalam pembuangan
asam urat. Peningkatan kerja ginjal lama-lama menyebabkan kelelahan ginjal dan
menurunkan kerja ginjal sehingga ekskresi asam urat berkurang. Dalam kondisi
normal, tubuh mampu mengeluarkan 2/3 asam urat melalui urin (sekitar 300-600
mg/hari). Sisanya di ekskresikan melaui saluran gastrointestinal (Murray et. all,
2006).
Ketika kadar asam urat serum melebihi batas kelarutannya, terjadilah kristalisasi
natrium urat di jaringan lunak dan sendi sehingga sehingga menimbulkan reaksi
inflamasi, artritis gout. Namun sebagian besar kasus gout mencerminkan
gangguan pengaturan asam urat di ginjal (Murray et. all, 2006).
Depkes RI. 2006. Pharmaceutical Care untuk Pasien Penyakit Arthritis Rematik. Jakarta :
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, Departemen Kesehatan.
Ernst, M.E., Clark, E.C and Hawkins, D.W. 2008. Gout and Hyperuricemia
Pharmacotherapy : a Pathophysiologic Approach, 7th ed. USA : McGraw-Hill
Companies
Murray, R.K et all. 2003. Biokimia Harper edisi 25. Jakarta : Kedokteran EGC