Anda di halaman 1dari 40

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsep pengelolaan air dan sumber air pada dasarnya
mencakup upaya serta kegiatan pengembangan pemanfaatan dan
pelestarian sumberdaya air berupa menyalurkan (redistributing) air
yang tersedia dalam konteks ruang dan waktu, dan komponen mutu
dan komponen volume (jumlah) warung jamu pada suatu wilayah
untuk memenuhi kebutuhan pokok kehidupan mahkluk hidup.
Dengan demikian pengelolaan air dan sumber air yang
berkelanjutan merupakan suatu system agar alam atau suatu sistem
dalam rangka upaya membentuk lingkungan hidup yang akrab serta
menyenangkan.
Plate (1993) mengemukakan bahwa sistem pengelolaan air dan
sumber air dalam rangka pemenuhan kehidupan masyarakat modern
bersifat berkelanjutan (sustainable), harus mampu mengantisipasi
perubahan :
1. Sistem itu sendiri karena usia
2. Kebutuhan masyarakat
3. Dalam kemampuan memasok (supply) air
Pengelolaan air dan pemberian air yang berkelanjutan dengan
menggunakan pola pendekatan atisipasi (anticipation approach)
melalui atisipasi dampak terhadap kondisi alam dan masyarakat serta
prediksi yang mungkin terjadi. Namum pengelolaan air dan sumber air
di Indonesia selama ini (s/d 2000) belum terpadu, masih dikelola oleh
beberapa institusi yang mendasarkan pada undang-undang sesuai
dengan lingkup kewenangannya.
Perbaikan produksi tanaman tidak dapat terjadi apabila
infrastruktur seperti irigasi belum tertata dengan baik. Jaringan irigasi
sebagai jalan air untuk dapat sampai ke lahan pertanian harus dibuat
seefisien mungkin agar debit air yang diterima oleh lahan tidak
berbeda jauh dengan air dari sumber. Debit air yang diterima

1
perluasan lahan pertanian ditentukan oleh jenis tanaman yang ditanam
dan jenis tanah. Oleh karena itu, kegiatan pengukuran debit air pada
saluran irigasi merupakan kegiatan yang penting untuk usaha
pertanian di Indonesia karena debit pada musim kemarau dengan
musim penghujan sangat berbeda.
Modulus irigasi suatu tanaman, didalam perhitungannya belum
memasukkan factor efisiensi karena kehilangan air akibat sistem irigasi
yang digunakan seperti evaporasi, perkolasi dll. Modulus irigasi dari
suatu tanaman akan berbeda dengan tanaman lainnya, juga tidak
kalah pentingnya adalah keadaan curah hujan dan evapotranspirasi di
lokasi kegiatan budidaya berlangsung. Analisis modulus irigasi
dilakukan setelah pola tanam dan kalender tanam dari tanaman yang
akan dibudidayakan ditentukan. Pola tanam dan kalender tanam yang
baik akan mengoptimalkan modulus irigasi dari setiap jenis tanaman,
dengan demikian akan mengoptimalkan pula efisiensi penggunaan air
irigasi.
Suatu luasan lahan yang ditanami berbagai jenis tanaman akan
memerlukan penanganan managemen air irigasi yang cukup kompleks
dan harus terpadu untuk dapat terpenuhinya kebutuhan air bagi
pertumbuhan berbagai jenis tanaman yang dibudidayakan. Oleh
karena itu selain dari analisis perhitungan modulus irigasi perlu pula
dilakukan analisis perhitungan interval irigasi yang tergantung dari
jenis tanah lahan yang dibudidayakan terutama laju deplesi kandungan
air tanahnya.
Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh
manusia dan makhluk hidup ainnya. Manusia memerlukan air baik
untuk proses kimia fisika maupun untuk aktifitas kehidupan lainnya.
Sekalipun air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui,
tetapi kualitas air sangat dipengaruhi oleh peranan manusia dalam
pengelolaannya. Kualitas total air tawar yang ada dibumi jumlahnya
relatif dapat menurun jumlahnya.

2
1.2 Tujuan
Laporan praktikum pengelolaan air ini bertujuan untuk
mengetahui cara merakit dan menerapkan irigasi sprinkler, irigasi
tetes, irigasi bawah permukaan (subsurface), tensiometer, sistem
vertikultur tanaman hias, pengolahan lahan padi sawah serta cara
pembuatan pematang sawah.
1.3 Manfaat
Laporan praktikum pengelolaan air ini bermanfaat dalam
efisiensi penggunaan air dan meningkatkan pertumbuhan bagi
tanaman vertikultur tanaman hias Lidah Buaya dan melalui penerapan
irigasi sprinkle, irigasi tetes, irigasi bawah permukaan (subsurface),
tensiometer, sistem vertikultur dan untuk membuat petakan sawah.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan laporan akhir praktikum
Pengelolaan Air ini, yaitu:
Bab I : Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat dan
sistematika penulisan.
Bab II : Bab ini berisikan berbagai teori dasar yang meliputi
semua materi tentang praktikum dan penjelasan alat-alat yang
digunakan selama praktikum pengelolaan air dilaksanakan.
Bab III : Bab ini berisikan tentang alat dan bahan yang
digunakan dalam kegiatan praktikum Pengelolaan Air.
Bab IV : Bab ini menjelaskan tentang berbagai prosedur kerja
dalam praktikum meliputi prosedur kerja irigasi curah atau sprinkle,
prosedur kerja irigasi tetes, irigasi bawah permukaan (subsurface),
prosedur kerja vertikultur dan prosedur kerja pematang sawah serta
prosedur kerja pengambilan data dari masing-masing irigasi.
Bab V : Bab ini menjelaskan tentang pembahasan dari semua
kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan. Hal ini meliputi sistem
irigasi curah (sprinkle), irigasi tetes, irigasi bawah tanah, vertikultur
dan tensiometer.

3
Bab VI : Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran dari
laporan akhir yang dibuat.

4
II. TEORI DASAR

2.1 Defenisi Pengolahan Air


Pengelolaan air adalah pengendalian air alami mulai dari sumber,
penyaluran, pemanfaatan/ pemberian kepada tanaman untuk
menunjang pertumbuhan dan produktivitas tanaman secara efisiensi
dan efektif untuk kesejahteraan manusia (ekonomi, sosial, dan
lingkungan). Pengelolaan atau manajemen adalah proses
merencanakan, mengorganisir, mengarahkan dan mengendalikan
kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi dengan menggunakan
sumber daya organisasi (Hanafi, 1997).
2.2 Irigasi Curah (Sprinkler)
Sistem irigasi bertekanan atau irigasi curah (sprinkler) adalah
salah satu metode pemberian air yang dilakukan dengan
menyemprotkan air ke udara kemudian jatuh ke permukaan tanah
seperti air hujan (Schwab, et.all,1981).
Sistem irigasi curah (sprinkler) ini menggunakan energi tekanan
untuk membentuk dan mendistribusikan air ke lahan. Tekanan
merupakan salah satu faktor penting yang menentukan kinerja
sprinkler. Sistem irigasi curah (sprinkler) merupakan salah satu
alternatif metode pemberian air dengan efisiensi pemberian air lebih
tinggi dibanding dengan irigasi permukaan. Sistem ini berbiaya mahal
akan tetapi sangat murah dalam pengoperasiannya (Kartosapoetra dan
Sutejo, 1994).
Berdasarkan tipe pencurah maka dapat dibedakan atas :
springkler dengan nozel, sprinkler dengan pipa perporasi dan sprinkler
dengan pencurah berputar (Hartono, 1983). Komponen sistem irigasi
curah (sprinkler) terdiri dari pompa, saluran utama (main line),
saluran cabang (sub main), pipa lateral dan mata curah (sprinkler).
Sprinkler digunakan untuk menyemprotkan air dalam bentuk rintikan
seperti air hujan ke lahan. Jaring utama, saluran cabang, pipa lateral

5
digunakan sebagai tempat untuk mengalirkan air dari sumber ke
sprinkler (Najiyati dan Danarti, 1996).

Gambar 1. Irigasi Curah


Dalam penentuan tata letak jaringan irigasi curah (sprinkler), terdapat
beberapa kriteria yang perlu diperhatikan antara lain adalah:
a. Pemasangan lateral dipasang sejajar dengan kontur lahan dan
tegak lurus dengan arah angin.
b. Harus menghindari pemasangan lateral yang naik sejajar
dengan lereng, karena lebih menghasilkan keuntungan jika
pemasangan lateral menurun ke lereng.
c. Saluran utama atau manifold dipasang naik turun atau sejajar
dengan lereng.
d. Pemasangan saluran utama perlu dilakukan bila memungkinkan,
sehingga saluran lateral dapat dipasang di sekeliling.
e. Apabila memungkinkan lokasi sumber air berada ditengah-
tengah areal rancangan. Tata letak yang ideal bergantung pada jumlah
sprinkler yang beroperasi serta jumlah posisi lateral, topografi dan
kondisi angin.
Irigasi curah atau siraman (sprinkle) menggunakan tekanan
untuk membentuk tetesan air yang mirip hujan ke permukaan lahan
pertanian. Disamping untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Sistem
ini dapat pula digunakan untuk mencegah pembekuan, mengurangi
erosi angin, memberikan pupuk dan lain-lain. Pada irigasi curah air
dialirkan dari sumber melalui jaringan pipa yang disebut mainline dan

6
sub-mainlen dan ke beberapa lateral yang masing-masing mempunyai
beberapa mata pencurah (sprinkler) (Prastowo, 1995).
Keuntungan Irigasi Sprinkler yaitu :
Dapat mengontrol pemberian air pada tanaman sehingga
dapat mengurangitingkat pertumbuhan tanaman yang
vegetatif dan memperbesar peluang,tanaman untuk tumbuh
secara generatif dimana akan meningkatkanproduktivitas
hasil panen.
Desain dapat dirancang secara fleksibel sesuai dengan jenis
tanaman, tenaga kerja yang tersedia dan penghematan energy.
Dapat dilakukan fertigation atau pemberian nutrisi tanaman
melalui system irigasi.
Dapat digunakan untuk mengontrol iklim bagi pertumbuhan
tanaman. Dapat menjaga tanah tetap lembut agar cocok
bagi pertumbuhan seedling (persemaian).
Mempercepat perkecambahan dan penentuan panen.
Kerugian Sistem Sprinkler yaitu :
Memerlukan biaya investasi yang tinggi.
Keseragaman distribusi air dapat terus menurun seiring dengan
waktu.
Angin sangat berpengaruh atas keseragaman distribusi air.
Dapat mengakibatkan kanopi tanaman lembab dan
mendatangkan penyakit tanaman.
Dapat merusak tanaman muda pada saat air disiramkan.

2.3 Irigasi Tetes


Irigasi tetes adalah suatu metode irigasi baru yang menjadi
semakin disukai dan popular di daerah-daerah yang memiliki masalah
kekurangan air. Irigasi tetes merupakan metode pemberian air
tanaman secara kontiniu dan penggunaan air yang sesuai dengan
kebutuhan tanaman. Dengan demikian kehilangan air seperti
perkolasi, run off, dan evapotranspirasi bisa diminimalkan. Sehingga

7
efisiensinya tinggi. Sistem irigasi tetes mengalirkan air secara lambat
untuk menjaga kelembaban tanah dalam rentang waktu yang
diinginkan bagi tanaman (Keller dan Bliesner, 1990).
Irigasi tetes dapat dibedakan atas dua yaitu irigasi tetes dengan
pompa dan irigasi tetes dengan gaya gravitasi. Irigasi tetes dengan
pompa yaitu irigasi tetes yang sistem penyaluran air diatur dengan
pompa. Irigasi tetes pompa ini umumnya memiliki alat dan
perlengkapan yang lebih mahal daripada sistem irigasi gravitasi. Irigasi
tetes dengan sistem gravitasi yaitu irigasi tetes dengan menggunakan
gaya gravitasi dalam penyaluran air dari sumber. Irigasi ini biasanya
terdiri dari unit pompa air untuk penyediaan air, tangki penampungan
untuk menampung air dari pompa, jaringan pipa dengan diameter
yang kecil dan pengeluaran air yang disebut pemancar emiter yang
mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam (Hansen, dkk, 1986).
Irigasi tetes pompa ini umumnya memiliki alat dan
perlengkapan yang lebih mahal daripada sistem irigasi gravitasi. Irigasi
tetes dengan sistem gravitasi yaitu irigasi tetes dengan menggunakan
gaya gravitasi dalam penyaluran air dari sumber. Irigasi ini biasanya
terdiri dari unit pompa air untuk penyediaan air, tangki penampungan
untuk menampung air dari pompa, jaringan pipa dengan diameter
yang kecil dan pengeluaran air yang disebut pemancar emiter yang
mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam (Hansen, dkk, 1986).
Irigasi tetes merupakan cara pemberian air dengan jalan
meneteskan air melalui pipa-pipa secara setempat di sekitar tanaman
atau sepanjang larikan tanaman. Hanya sebagian dari daerah
perakaran yang terbasahi, tetapi seluruh air yang ditambahkan dapat
diserap dengan cepat pada keadaan kelembaban tanah yang rendah.
Jadi keuntungan cara ini adalah penggunaan air irigasi yang efisien
(Hakim, dkk, 1986).
Irigasi tetes mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya
(James, 1982) :
1. Meningkatkan nilai guna air

8
Secara umum, air yang digunakan pada irigasi tetes lebih sedikit
dibandingkan dengan metode lain.
2. Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil
Dengan irigasi tetes, kelembaban tanah dapat dipertahankan pada
tingkat yang optimal bagi pertumbuhan tanaman
3. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberian.
Pemberian pupuk dan bahan kimia pada metode ini dicampur
dengan air irigasi, sehingga pupuk atau bahan kimia yang
digunakan menjadi lebih sedikit, frekuensi pemberian lebih tinggi
dan distribusinya hanya di sekitar daerah perakaran
4. Menekan resiko penumpukan garam.
Pemberian air secara terus-menerus akan melarutkan dan
menjauhkan garam dari daerah perakaran.
e. Menekan pertumbuhan gulma.
Pemberian air pada irigasi tetes hanya terbatas di daerah sekitar
tanaman, sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan
f. Pemberian air pada irigasi tetes hanya terbatas di daerah sekitar
tanaman, sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan
g. Menghemat tenaga kerja.
Sistem irigasi tetes dapat dengan mudah dioperasikan secara
otomatis, sehingga tenaga kerja yang diperlukan lebih sedikit.
Sedangkan kekurangan dari metode irigasi tetes adalah sebagai
berikut (James, 1982) :
1. Memerlukan perawatan yang intensif
Penyumbatan pada penetes merupakan masalah yang sering terjadi
pada irigasitetes, karena akan mempengaruhi debit dan
keseragaman pemberian air.
2. Penumpukan garam
Bila air yang digunakan mengandung garam yang tinggi dan pada
daerah yangkering, resiko penumpukan garam menjadi tinggi.
3. Membatasi pertumbuhan tanaman

9
Pemberian air yang terbatas pada irigasi tetes menimbulkan resiko
kekurangan airbila perhitungan kebutuhan air kurang cermat.
4. Keterbatasan biaya dan teknik
Sistem irigasi tetes memerlukan investasi yang tinggi dalam
pembangunannya.Selain itu, diperlukan teknik yang tinggi untuk
merancang, mengoperasikan dan memeliharanya.
2.4 Irigasi Bawah Permukaan Tanah (Subsurface irrigation)
Sistem irigasi bawah permukaan dapat dilakukan dengan
meresapkan air ke dalam tanah di bawah zona perakaran melalui
sistem saluran terbuka ataupun dengan menggunakan pipa porus.
Lengas tanah digerakkan oleh gaya kapiler menuju zona perakaran
dan selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman. Air dialirkan kedalam
jaringan pipa-pipa dari tanah liat yang dipasang sesuai dengan larikan
tanamannya (Kartasapoetra, dkk, 2002).
Sistem irigasi bawah permukaan tanah (subsurface irrigation)
membutuhkan alat aplikasi yang dapat memberikan air dengan debit
yang rendah secara terus-menerus. Tingkat kelembaban tanah harus
dapat dipertahankan jika menggunakan sistem irigasi ini. Syarat alat
aplikasi sistem irigasi bawah permukaan tanah harus terbuat dari
bahan yang poros sehingga dapat merembeskan air. Selain itu alat
aplikasi irigasi bawah permukaan tanah harus terbuat dari bahan-
bahan yang kuat sehingga dapat menerima tekanan dari dalam/luar
permukaan tanah. Alat alat aplikasi irigasi bawah permukaan tanah
yang biasa digunakan yaitu pot/kendi, pipa poros, selang dan lain
sebagainya. Cara penggunaan alat aplikasi irigasi bawah permukaan
tanah berbeda satu sama lain tergantung dengan perancang yang
membuat alat tersebut. (Susanto, dkk, 2006).
Menurut Hermantoro (2006) irigasi bawah permukaan tanah
menggunakan pipa gerabah layak diaplikasikan. Desain berbentuk
pipa/lorong merupakan desain yang baik dan ekonomis sebagai
kontruksi irigasi bawah permukaan tanah (subsurface irrigation). Air
dalam pipa gerabah merembes secara perlahan melalui selah-selah

10
pipa mengakibatkan tingkat efisiensi penggunaan air tinggi. Hasil
pengamatan yang dilakukan didapatkan data bahwa debit air yang
merembes dari pipa tanah liat tersebut sebesar 4,66 liter/hari. Sifat
pipa gerabah yang mampu merembeskan air secara perlahan dan
kontinyu tersebut dapat dijadikan sebagai sistem irigasi defisit.
2.5 Vertikultur
Vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan
secara vertikal atau bertingkat (BPTP Sumatera Selatan, 2011). Sesuai
dengan asal katanya dari bahasa Inggris, yaitu vertical dan culture,
maka vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan
secara vertikal atau bertingkat, baik indoor maupun outdoor. Sistem
budidaya pertanian secara vertikal atau bertingkat ini merupakan
konsep penghijauan yang cocok untuk daerah perkotaan dan lahan
terbatas. Misalnya, lahan 1 meter mungkin hanya bisa untuk
menanam 5 batang tanaman, dengan sistem vertikal bisa untuk 20
batang tanaman. Vertikultur tidak hanya sekadar kebun vertikal,
namun ide ini akan merangsang seseorang untuk menciptakan
khasanah biodiversitas di pekarangan yang sempit sekalipun. Struktur
vertikal, memudahkan pengguna membuat dan memeliharanya.
Pertanian vertikultur tidak hanya sebagai sumber pangan tetapi juga
menciptakan suasana alami yang menyenangkan (Lukman, 2012).
Model, bahan, ukuran, wadah vertikultur sangat banyak, tinggal
disesuaikan dengan kondisi dan keinginan. Pada umumnya adalah
berbentuk persegi panjang, segi tiga, atau dibentuk mirip anak tangga,
dengan beberapa undak-undakan atau sejumlah rak. Bahan dapat
berupa bambu atau pipa paralon, kaleng bekas, bahkan lembaran
karung beras pun bisa, karena salah satu filosofi dari vertikultur adalah
memanfaatkan benda-benda bekas di sekitar kita. Persyaratan
vertikultur adalah kuat dan mudah dipindah-pindahkan. Tanaman yang
akan ditanam sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan memiliki
nilai ekonomis tinggi, berumur pendek, dan berakar pendek. Tanaman
sayuran yang sering dibudidayakan secara vertikultur antara lain

11
selada, kangkung, bayam, pokcoy, caisim, katuk, kemangi, tomat,
pare, kacang panjang, mentimun dan tanaman sayuran daun lainnya
(Maya,2012).

Gambar 2. Vertikultur
2.6 Tensiometer
Tensiometer adalah adalah alat untuk menentukan berapa besar
tekanan atau gaya yang dibutuhkan untuk menarik air. Adapun prinsip
kerja dari alat ini yaitu perbedaan potensial dari tinggi ke rendah. Air
dalam tanah berasal sebelumnya dari udara / atmosfir. Terutama di
daerah tropis air hujan merupakan sumber terbanyak yang jatuh
dipermukaan bumi. Sebagian dari air itu dapat merembes ke dalam
tanah yaitu yang disebut air infiltrasi. Sedangkan sisanya mengalir di
permukaan tanah sebagai aliran air permukaan (runoff).
Agar dapat melepaskan air dari ikatan tanah maka di perlukan
suatu kekuatan, tenaga atau energi yang harus dimiliki oleh akar
tanaman agar akar tersebut mampu menarik air. Sebagai contoh
untuk melepaskan air dari tanah harus dipanaskan sampai menguap
biasanya mencapai temperature 105o C, atau dengan mengadakan
tekanan atau isapan sehingga air bisa terlepas dari partikel tanah.
Tensiometer adalah suatu alat praktis untuk mengukur
kandungan air tanah, tinggi hidrolik, dan gradien hidrolik. Alat ini
terdiri atas cawan sarang, secara umum terbuat dari keramik yang

12
dihubungkan melalui tabung ke manometer, dengan seluruh bagian
diisi air. Saat cawan diletakkan di dalam tanah pada waktu
pengukuran hisapan dilaksanakan, air total di dalam cawan melakukan
kontak hidrolik, dan cenderung untuk seimbang dengan air tanah
melalui pori-pori pada dinding keramik.
Pada saat tensiometer diletakkan di permukaan tanah, air yang
terdapat dalam tensiometer umumnya berada pada tekanan atmosfer,
sedangkan air tanah secara umum mempunyai tekanan lebih kecil dari
tekanan atmosfer, sehingga terjadi hisapan dari alat tensiometer
karena perbedaan tekanan, dan air dari alat tersebut keluar, serta
tekanan dalam alat turun yang ditunjukkan oleh manometer.
2.7
2.8
2.9
2.10
2.11
2.12
2.13
Gambar 3. Tensiometer

Tensiometer ditempatkan dalam tanah untuk jangka waktu


yang lama, sehingga perubahan-perubahan hisapan matriks air tanah
dapat dipantau. Air tanah akan berkurang karena drainase,
pengambilan oleh tanaman, evaporasi, atau sebaliknya bertambah
karena air hujan, pemberian air irigasi. Perubahan tekanan air
tersebut dapat dipantau setiap waktu secara berkala dengan
pembacaan manometer yang ada pada tensiometer. Karena tahanan
hidrolik cawan dan tanah sekeliling, yaitu daerah kontak antara cawan
dan tanah, respon tensiometer bisa lambat. Oleh karena dinding
cawan bersifat sarang dan permeabel terhadap air dan zat terlarut,
maka air di dalam alat cenderung sama dengan komposisi dan
konsentrasi zat terlarut.

13
Tensiometer bisa digunakan terbatas pada nilai matriks di
bawah hisapan satu atmosfer atau yang terbaik sekitar 0,8 bar pada
kisaran maksimum. Oleh karena keramik umumnya dibuat dari bahan
yang permeabel dan sarang, maka hisapan yang terlalu besar dapat
menyebabkan masuknya udara ke dalam cawan yang membuat
tekanan bagian dalam sama dengan tekanan atmosfer. Pada kondisi
seperti ini, hisapan tanah akan terus meningkat, meskipun tensiometer
tidak mampu merekamnya.
2.7. Pengolahan tanah lahan Sawah
Pematang sawah atau galengan sawah adalah batas dari
petakan sawah dari satu petak ke petak lainnya.Pematang sawah
adalah pembatas sawah untuk dapat menampung air.Pematang sawah
dibuat harus cukup tinggi dan kuat untuk menahan genangan
air.Tinggi pematang sebaiknya antara 25 40 cm, tergantung pada
tinggi permukaan air.Lebar pematang bagian dasar tidak kurang dari
50 cm, sedangkan lebar galengan bagian atas cukup 25 cm saja.
Pematang dapat dibuat dari tanah yang dipadatkan dengan cara
menginjak injak hingga terbentuk pematang yang sesuai dengan
harapan.
Sawah merupakan salah satu bentuk penggunaan lahan yang
sangat stategis karena lahan tersebut digunakan sebagai sumber daya
lahan utama untuk memproduksi padi atau beras yang mana padi ini
adalah bahan pangan pokok utama di Indonesia yang memengaruhi
ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi sosial (Suryana, 2004).
Tanah sawah merupakan tanah yang digunakan untuk bertanam
padi sawah, baik secara terus menerus sepanjang tahun. Tanah sawah
berasal dari tanah kering yang dialiri kemudian disawahkan atau dari
rawa-rawa yang dikeringkan yang dibuat dengan saluran drainase.
Dalam berbudidaya baik dalam skala kecil maupun dalam skala besar
perlu memerhatikan beberapa hal, salah satunya adalah pengolahan
tanah. Pengelolaan lahan tanaman merupakan proses pekerjaan
mengelolah tanah untuk menjadi lahan siap tanam. Mengelolah tanah

14
memiliki arti membalik-balik tanah, membersihkan tanah dari sisa-sisa
akar tanaman gulma, dan pekerjaan itu dengan menggunakan alat
pertanian, baik yang tradisional maupun yang sudah modern
(Suparman, 2009).
Pengolahan tanah merupakan pengolahan dimana sisa-sisa
tanaman dicacah dan disatukan ke dalam tanah. Pengolahan tanah
yang seperti ini biasanya membutuhkan energi yang tinggi, untuk
pengolahan tanah yang diikuti dengan pengolahan tanah kedua yang
digunakan untuk membasmi gulma dan menyiapkan lahan pertanaman
(Hunt dalam Yazid, dkk, 2011).
Pengolahan tanah minimum (conservation tillage) adalah cara
pengolahan tanah yang bertujuan untuk mengurangi besarnya erosi,
aliran permukaan dan kalau mung-kin dapat mempertahankan atau
mening-katkan produksi. Untuk memenuhi kriteria tersebut,
pengolahan tanah harus dapat menghasilkan permukaan tanah yang
kasar sehingga simpanan defresi dan infiltrasi meningkat, serta dapat
mening-galkan sisa-sisa tanaman dan gulma pada permukaan tanah
agar dapat menahan energi butir hujan yang jatuh. Hal ini menjadi
sangat penting pada masa per-tanaman, karena pada saat tersebut
inten-sitas hujan umumnya sudah besar dan tidak ada tajuk tanaman
yang dapat me-nahan energi butir hujan yang jatuh (Muminah, 2009).
Dalam pengolahan lahan, kegiatan pertama yang dilakukan
yaitu pembersihan lahan dari jenis tumbuhan lain. Kemudian,
dilanjutkan dengan pengolahan lahan areal tanam, baik secara
manual, semimekanis, atau mekanis sesuai kondisi lahan serta
pertimbangan nilai ekonomisnya. Pengelohan lahan oleh petani
biasanya hanya dicangkul atau dibajak (Sumarna, 2010).

15
III. ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat
Alat yang digunakan parang, tali, gergaji, cangkul, soldering
iron, gelas ukur, ombrometer, sprinkle microspin, pipa PVC, botol air
mineral, solder, pipet, polibag, kayu, polytank, kran, selotip, meteran,
emiter,solder, penggaris, spidol, karet ban, nampan, netpot, ember,
selang air,sambungan pipa T, sprinkle combie (20o, 30o, 45o) sprinkle
combie (30o, 45o), sprinkle mikrospin, sprinkle 2 noozle, sambungan
kran, sambungan elbo, gelas ukur, gelas piala, ombrometer,
waterplast, penggaris, sambungan drat LSD,spray jet 360, nozzle
combination, pipet penyangga, alat tulis, stopwach dan mistar.

3.2 Bahan
Bahan yang digunakan berupa tanah, serbuk gergaji, air, benih
kangkung, ijuk, pasir, kerikil, tanah mineral.

16
IV. PROSEDUR KERJA

4.1 Prosedur Kerja Irigasi Tetes

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


2. Panaskan alat pelubang dengan cara menyambungkannya dengan
listrik (5-10 menit atau sesuai kebutuhan)
3. Setelah panas, tusukkan ujung dari alat pelubang ke bagian bawah
botol atau kira-kira 3-5 cm dari bagian bawah botol tersebut.
4. Setelah lubang siap dibuat, potong bagian bawah pipet dengan
potongan runcing lalu masukkan pada lubang botol untuk
memastikan bahwa ukuran lubang telah cocok dengan besarnya
pipet.
5. Lakukan pengecekkan atau uji coba, Botol yang sudah lolos
pengecekan kemudian diisi dengan air
6. Tutup botol sedikit demi sedikit dibuka agar ada tetesan yang
keluar dari pipet, tetesan tidak boleh terlalu besar ataupun terlalu
kecil.
4.2 Prosedur Kerja Irigasi Curah atau Sprinkle
1. Siapkan rangkaian irigasi sprinkle.
2. Ukur semua jarak antara pipa sprinkle dan seimbangkan tingginya
menggunakan waterpass.
3. Pasang Nozzle biasa, lalu letakkan plastik di tiap tiang yang
dipasangi nozzle.
4. Pegang plastik erat erat lalu ukur air yang keluar dari nozzle
selama 1 menit. Catat hasilnya.
5. Persiapkan ombrometeryang didiletakkan di setiap jarak-jarak
untuk melihat jauh lemparan dan debit air yang ditampung disuatu
daerah lemparan.
6. Lalu, hidupkan stopwatch dan stel hingga selama 15 menit.
7. Setelah itu,hitung volume air yang tertampung pada ombro meter
yang terletak di 4 titik pengamatan.
8. Selanjutnya ganti nozzle biasa dengan nozzle combine.

17
9. Letakkan plastik di tiap tiang yang dipasangi nozzle. Pegang plastik
erat erat lalu ukur air yang keluar dari nozzle selama 1 menit.
Catat hasilnya.
10.Hitung waktu berputar nozzle combine sebesar 360o. Ukur juga
jarak terjauh lemparan air.

Gambar 4. Sistem irigasi sprinkle

4.3 Pembuatan Irigasi Subsurface


1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Lakukan pemipilan serabut kelapa dan ijuk sehingga di peroleh
struktur serabut kelapa dan ijuk yang halus sehingga baik dalam
sirkulasi air dibawah permukaan.
3. Setelah sabut kelapa dan ijuk telah halus, kemudian ambil ember
sedang lalu susun bahan yang telah disiapkan.
4. Susun bahan didalam ember yang terdiri dari lapisan dasar yaitu
batu krikil kemudian serabut kelapa, lalu dilapisi dengan lapisan
ijuk, dan yang terakhir adalah tanah untuk lapisan permukaannya.
Masing-masing lapisan dibuat dengan ketebalan 10 cm.
5. Selanjutnya air dimasukkan kedalam ember yang telah berisi
lapisan media. Air akan mengalir kebawah permukaan tanah
melewati lapisan ijuk, serabut kelapa, dan lapisan batu kerikil,
sehingga akan terjadi sistem irigasi dibawah permukaan.
6. Setelah selesai dibuat lubang tanam untuk tanaman kangkung.

18
7. Angkaian irigasi subsurface selesai.

Gambar 5. Susunan bahan tiap layer dalam ember


4.4 Pembuatan Vertikultur
1. Sediakan media hidroponik dan tanaman hias/obat yang akan di
tanam.
2. Media di isi tanah yang gembur untuk penenaman tanaman hias
dan tanaman apotik.
3. Tanaman hias yang telah disiapkan selanjutnya dipotong-potong
menjadi beberapa bagian untuk dijadikan bahan penyetekan.
Pemotongan dilakukan dengan menggunakan pisau cutter atau
gunting yang steril.
4. Bahan stek yang telah dipotong selanjutnya ditanam dengan cara
ditancapkan pada media tanam yang telah disiapkan.
5. Botol aqua yang menjadi wadah air kemudian diisi dengan air
bersih secukupnya sebagai air untuk kebutuhan air tanaman.
6. Selanjutnya di susun secara vertikultur(di gantung) di tempat yang
telah di di buat).

Gambar 6.Ilustrasi Media vertikultur

19
4.5 Pengambilan Data Irigasi Tetes
1. Ambil stopwach lalu hidupkan
2. Hitung berapa waktu yang dibutuhkan untuk 1 tetesan air
3. Kemudian dihitung pula berapa waktu yang dibutuhkan untuk
tetesan 1 ml air.
4. Catat hasil yag diperoleh.
4.6 Pengambilan Data Irigasi Sprinkle
1. Untuk menghitung debit air pada nozzle biasa dan double nozzle,
Volume air dihitung dengan cara menampung air yang keluar dari
sprinkle menggunakan kantong plastik bening selama 1 menit.,
kemudian air dipindahkan ke gelas ukur.
2. Untuk pengukuran jarak lemparan air terjauh yang keluar dari
sprinkler dihitung menggunakan meteran.
3. Lakukan pengambilan data pada Sprinkler 360o Double Nozzel
dengan menghitung waktu yang dibutuhkan satu kali putar, dan
debit air yang keluar selama 60 detik.
4. Lakukan pengambilan data pada sprinkler 360 microspin
pancaran 23o
4.7 Pengambilan Data Irigasi Microspin
1. Lakukan perangkaian / pemasangan pipa irigasi microspin yang
telah disiapkan.
2. Selanjutnya direkatkan sambungan pipa menggunakan lem pereka
agar air tidak dapat merembes keluar dari pipa rangkaian irigasi.
3. Lakukan penyambungan pipa ke sumber air irigasi(tanki air).
4. Lakukan pengambilan data dan Ukur volume air yang keluar dari
sprinkle dengan menggunakan plastik penampung kemudian di
ukur dengan gelas ukur.
5. Pengukuran volume air dilakukan dua kali yaitu pada waktu 1
menit dan 10 menit
4.8 Pengamatan Tensiometer
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

20
2. Tampung air AC (Air Conditioner) dengan menggunakan beaker
glass.
3. Masukkan air tersebut kedalam tabung tensiometer sampai penuh
dan tidak ada gelembung dalam tabung.
4. Tunggu sampai di dinding keramik ada butiran-butiran air dan
tunggu hingga jarum menunjukkan tekanan 0 (warna kuning atau
basah).
5. Lap butiran air sampai air tidak keluar.
6. Lubangi tanah lalu masukkan alat tensiometer dengan kedalaman
20cm.
7. Tunggu selama 1jam kemudian catat hasilnya.

21
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Irigasi Tetes


Tabel 1. Pengamatan Debit Air Irigasi Tetes
Jenis irigasi Waktu Debit air(ml) Jarak
wakt
pengamatan u tiap
tetes
Irigasi tetes 15 menit 145 5

Irigasi tetes merupakan suatu cara pemberian air dengan jalan


meneteskan air melalui pipa-pipa secara setempat di sekitar tanaman
atau sepanjang larikan tanaman. Disini hanya sebagian dari daerah
perakaran yang terbasahi tetapi seluruh air yang ditambahkan dapat
diserap cepat pada keadaan kelembapan tanah rendah. Jadi
keuntungan cara ini adalah penggunaan air irigasi yang sangat efisien
Pada praktikum irigasi tetes yang dibuat adalah dari botol bekas
dan sedotan yang memiliki spiral. Botol bekas sebagai tempat
penampungan air atau larutan nutrisi yang dibutuhkan tanaman,
sedangankan pipa salurannya terbuat dari sedotan minuman yang
memiliki spiral.
Percobaan dilakukan dengan mengisi botol aqua 1,5 L dengan
air, lalu mengatur tekanan dalam botol dengan menggunakan tutup
botol, lalu mengatur air yang menetes melalui sedotan menjadi
konstan. Pengamatan dilakukan pada waktu yang dibutuhkan setiap
kali meneteskan air, tinggi lubang dari tempat penampungan air, dan
debit air yang tertampung selama 15 menit. Tingkat efisiensi irigasi
tetes lebih tinggi jika dibandingkan dengan irigasi permukaan dan
irigasi curah, karena pada irigasi tetes selain dapat dihindari
kehilangan air berupa perkolasi dan limpasan, sistem ini hanya
memberikan air pada daerah perakaran sehingga air yang diberikan
dapat langsung digunakan oleh tanaman.
Hasil pengamatan dari percobaan, dapat dilihat pada tabel 1.
Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat diketahui bahwa debit air

22
yang tertampung selama pengamatan 15 menit adalah 145 ml, hal ini
dapat disesuaikan dengan kebutuhan air pada pertumbuhan tanaman.

Gambar 7. Irigasi Tetes


Kebutuhan air tanaman yang terbesar terdapat pada periode
tengah pertumbuhan yaitu 7,45 mm/hari atau 336,86 ml/hari dan
kebutuhan air tanaman terkecil terdapat pada periode awal
pertumbuhan yaitu 1,86 mm/hari atau 84,10 ml/hari. Hal ini karena
tanaman akan lebih banyak membutuhkan air pada periode tengah
pertumbuhan karena pertumbuhan vegetatif tanaman maksimal terjadi
pada periode ini. Selain itu luas permukaan tanaman pada periode ini
sudah mencapai maksimum sehingga penguapan lebih besar.
Sedangkan pada periode awal, evapotranspirasi lebih rendah karena
tanaman masih kecil sehingga luas permukaan tanaman untuk
melakukan penguapan lebih kecil. Karena absorbsi air oleh tanaman
berubah sesuai dengan perkembangan tanaman, maka berdasarkan
nilai kebutuhan air tanaman diatas, maka dapat ditentukan waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan penyiraman pada tiap-tiap fase
pertumbuhan.
5.2. Irigasi Sprinkle
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan rangkaian
irigasi sprinkle didapat data sebagai berikut :
Tabel 2. Data Springkel Sederhana
Tiang sprinkle Jarak pancaran (m) Volume air (ml)

1 2,6 549
2 2,77 550

23
3 2,71 728

4 3,3 790

Dari hasil kegiatan praktikum yang didapat bahwa pemasangan


sprinkle dari sumber air yang sama dan ketinggian tiang yang sama
yakni dengan ketinggian 3 meter dari permukaan tanah, akan
mengeluarkan air dengan volume dan jangkauan yang berbeda-beda
setiap pipanya, hal ini didasarkan pada tekanan air yang terjadi pada
setiap tiang. Dimana semakin dekat pipa dengan pintu air maka
tekanan akan semakin kuat/tinggi dan kemiringan yang semakin ke
bawah maka air akan lebih banyak terarah ke bagian yang miring
seperti pada pipa 3 dan 4. Dari data tabel 2 penggunaan sprinkle
sederhana dengan ketinggian sumber air 3 meter di dapatkan rata-
rata jarak pancaran air yang keluar yaitu 2,84 m dengan jarak
terpendek ada pada pipa nomer 1 yaitu dengan jarak 2,6 m sedangkan
jarak terjauh yaitu pada pipa nomer 4 yaitu 3,3 m sedangkan. Volume
air terbanyak yaitu 654,25 ml/menit yang berasal dari ada pipa nomer
4 yaitu mencapai 790 ml/menit sedangkan yang terendah adalah ada
apada pipa 1 yaitu 549 ml/menit.

Tabel 3. Data single sprinkle bersudut


Sudut Volume air Jarak peancaran Waktu dalam satu
(ml) (m) kali putaran (s)

20o 3642 3,9 65


30o 3500 4,20 71
45o 3643 4,28 73
Dari data yang didapat bahwa semakin besar sudut yang
digunakan maka semakin banyak volume air dan pancaran air pada
sprinkle yang digunakan namun berbeda dalam segi waktu putaran.
Karena dapat dibuktikan dari hasil yang diperoleh selama praktikum.
Berdasarakan hasil dari tabel 3 tentang data pengamatan dengan
menggunakan single springkel dengan sudut sudut yang berbeda yaitu

24
20o, 30o dan 45o, setiap sudut yang digunakan untuk mencari volume
air yang keluar, jarak pancaran dan waktu yang di butuhkan untuk
satu kali putaran. Volume air, jarak pancaran dan waktu putaran
tertinggi yaitu pada sudut 45o dengan jarak 4,28 m, dan waktu 73
detik dalam satu kali putaran.

Tabel 4. Pengamatan volume air, jarak pancaran dan waktu putaran


double sprinkle.
Nama Volume air Jarak Waktu dalam
sprinkle (ml) Peancaran satu kali
(m) putaran (s)
Sprinkle 5826 4,40 60
double
Dari data pengamatan dirasa sprinkle ini kurang cocok untuk
daerah dengan ketersediaan air sedikit karena tergolong boros air
namun sangat cocok untuk tanaman yang membutuhkan air yang
banyak seperti tanaman buah. Hal ini terlihat dari jarak pancarannya
yang jauh mendukung untuk menjangkau daerah yang luas tanaman
buah namun kurang tepat untuk tanaman sayuran yang umumnya
ditanam rapat dengan jarak yang tidak begitu jauh. Berdasarkan hasil
dari tabel 4 di dapatkan bahwa volume air yaitu 5826 ml dengan jarak
pancaran 4.40 m dan waktu dalam satu kali putaran yaitu 60 detik.
Volume air yang besar dihasilkan oleh double sprinkle hal ini
disebabkan dua mata sisi yang mengeluarkan air sehingga volumenya
menjadi lebih besar.

Tabel 5. Data pengamatan volume air pada single sprinkle


maksimum.
Nama sprinkle Volume air
Single sprinkle maksimum 2740
Dari data pengamatan dirasa single sprinkle maksimum ini
sangat cocok untuk daerah yang air tersedianya sedikit karna volume

25
air nya lebih sedikit sehingga dapat menghemat air dan cocok untuk
tanaman sayuran karna tanaman sayuran tidak menyukai kelebihan
air. Berdasarkan tabel 5 dari hasil pengambilan data single sprinkle
maksimum dalam waktu 1 menit diperoleh volume air sebanyak 2740
ml.
5.3 Tensiometer
Tabel 6. Data hasil Pengamatan Tensiometer
Waktu Kelembaban awal Kelembaban akhir
60 menit 0 kpa 20 kpa
Dari hasil kegiatan pratikum didapat data pengamatan pratikum
ini didapatkan bahwa tensiometer menunjukan kelembaban pada
kelembaban 20 kpa dan masih tergolong aman karena berada pada
daerah berwarna hijau. Hasil pengamatan ini diambil setelah 60 menit
pengamatan. Berdasarkan pengamatan tersebut pengukuan
didapatkan kelembaban yang terpenting dalam pertumbuhan tanaman.
Di bawah ini merupakan parameter nilai hasil pengukuran
tensiometer;
010, menunjukkan bahwa tanah berada dalam kondisi jenuh air/field
capacity
1025, menunjukkan bahwa tanah yang ideal untuk pertumbuhan
tanaman
2535, menunjukkan bahwa tanahh memerlukan pemberian air untuk
tanah pasir.
3545, menunjukkann bahwa tanah memerlukan air untuk tanah
berat,misalnya tanah liat
>45, menunjukkan bahwa tanaman akan layu.
Pengukuran kelembaban tanah terhadap air ini dilakukan
dengan prinsip memasukan air kedalam sebuah tabung yang tertutup,
kemudian tabung tersebut dimasukan kedalam tanah selamjutnya
dengan menentukan tekanan yang tercatat dari kehilangan kadar air
maka kelembaban tanah ini pun dapat ditentukan. Dari data maka
didapat udara dan perkembangan akar didalam tanah terganggu jika

26
tanah jenuh air. Hal ini dapat dilihat pada ketentuan kadar air dalam
berbagai kondisi. Nilai-nilai Kpa yang penting bagi pertumbuhan
tanaman adalah berkisar dari 2-4. Pada Kpa 2 keadaan air terlalu
basah, keadaan udara mulai terbatas dan air mulai turun merembes.

Gambar 8. Tensiometer
Air yang tersedia bagi tanaman adalah pada keadaan diantara
Kpa 2,54 4,2. Tensiometer adalah suatu alat praktis untuk mengukur
kandungan air tanah, tinggi hidrolik, dan gradien hidrolik. Alat ini
terdiri atas cawan sarang, secara umum terbuat dari keramik yang
dihubungkan melalui tabung ke manometer, dengan seluruh bagian
diisi air.
Saat cawan diletakkan di dalam tanah pada waktu pengukuran
hisapan dilaksanakan, air total di dalam cawan melakukan kontak
hidrolik, dan cenderung untuk seimbang dengan air tanah melalui pori-
pori pada dinding keramik. Alat Tensiometer terdiri dari 3 warna yaitu
kuning menunjukkan tanah basah, hijau menunjukkan tanah sesuai
dengan syarat tanam dan merah menunjukkan tanah kering.
Kedalaman sistem perakaran menentukan kedalaman tensiometer
pada setiap stasionataulokasi.
Pada tanaman muda, tensiometer dipasang pada kedalaman
beberapa centimeter, dan pada sistem perakaran yang lebih
berkembang, tensiometer dipasang pada kedalaman yang lebih dalam
sampai tanamaan mencapai pertumbuhan akar maksimum. Banyak
tanaman yang sistem perakarannya antara 30-90cm. untuk tanaman
tersebut harus dipasang pada kedalaman kurang lebih seperempat dari
kedalaman zone perakaran, dan tiga perempat untuk tensiometer yang

27
lebih panjang. Hubungan pengukuran tekanan kelembaban tanah
dengan alat tensiometer pada media tanam dengan sistem irigasi yaitu
dengan pengukuran menggunakan tensiometer kita dapat menentukan
waktu irigasi yang tepat yang telah banyak digunakan untuk
pertumbuhan tanaman. Penggunaan tensiometer untuk menentukan
waktu irigasi yang tepat telah banyak digunakan untuk pertumbuhan
tanaman sayuran di rumah kaca dan tanaman di lapangan.
Tensiometer bisa mengukur hubungan potensial air tanah dengan
kandungan air tanah dengan menggunakan kurva karakteristik air
tanah.
5.4. Irigasi Subsurface
Irigasi subsurface atau irigasi bawah permukaan merupakan
suatu sitem irigasi yang didesain dengan sedemikian rupa untuk
mengairi pertanaman dari bawah media tanam dengan sistem laju
evaporasi pori media tanam. Sistem irigasi bawah permukaan dapat
dilakukan dengan meresapkan air ke dalam tanah di bawah zona
perakaran melalui sistem saluran terbuka ataupun dengan
menggunakan pipa porus. Lengas tanah digerakkan oleh gaya kapiler
menuju zona perakaran dan selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman.
Irigasi subsurface yang pratikan kerjakan dengan membuat
rangkaian ember dengan masing-masing dihubungkan oleh pipa.
Ember-ember tersebut disusun sedemikian rupa yang telah diberi
lubang dan pipa tempat masuknya air. Kemudian pada masing-masing
ember diisi media tanam dengan urutan sebagai berikut: Ijuk dari
pohon enau, lalu diisi dengan batu kerikil kecil, lalu kerikil kasar/besar,
kemudian pasir, dan diakhiri dengan tanah mineral.

28
Gambar 9. Irigasi subsurface
Masing-masing komponen diisi kedalam wadah ember sesuai
dengan urutannya. Setelah itu dimasukkan kedalam ember baru di
susun dengan menghubungkan pipa lalu dihubugkan kesumber airnya
dan diukur ketinggian muka air. Tujuan dari penggunaan serabut
kelapa, ijuk berguna untuk menghindari tersumbatnya lubang oleh
partikel tanah atau pasir halus sehingga lubang tersebut harus ditutup
menggunaan bahan tersebut dan juga sabut kelapa juga memiliki
kemampuan menyimpan air yang sangat baik.
5.5. Vertikultur
Hasil yang diperoleh dari kegiatan penanaman tanaman hias
secara vertikultur yang telas dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Tanaman hias yang dibawa telah ditanam pada media tanam.
2. Tanaman hias yang selesai di tanam, sudah disusun rapi pada
tempat yang telah ditentukan.
3. Tanaman hias yang telah ditanam terlihat tumbuh segar.
Vertikultur adalah salah satu contoh urban farming yang
diartikan sebagai teknik budidaya tanaman secara vertikal dengan
penanamandilakukan secara bertingkat untuk memaksimalkan
penggunaan lahan dalammenghasilkan tanaman (Anonim, 2006).
Pemanfaatan teknik vertikultur memungkinkan untuk berkebun
dengan memanfaatkan tempat secara efisien. Dalam budidaya
tanaman secara vertikultur salah satu hal yang perlu diperhatikan
adalahmenentukan jumlah populasi tanaman atau menentukan jarak
tanam dalam satuareal penanaman karena jumlah populasi dapat

29
mempengaruhi produksi tanaman. Selain menentukan populasi
tanaman, dalam budidaya dengan system vertikultur neraca unsur
hara sangat penting dalam menentukan pertumbuhan dan hasil
tanaman. Dengan mengetahui neraca unsur hara tanah kita dapat
mengetahui jumlah input (pupuk) yang harus diberikan sehingga tidak
berlebihan ataukekurangan unsur hara oleh tanaman (Suwandi, 2009)
Vertikultur berasal dari bahasa Inggris yaitu vertical dan culture
yang artinya teknik bercocok tanam di ruang sempit dengan
memanfaatkan bidang vertikal sebagai tempat bercocok tanam. Teknik
vertikal berawal dari ide vertical garden yang dilakukan oleh sebuah
perusahaan di Swiss pada tahun 1944. Setelah ide vertical garden
dilontarkan pemilik rumah kaca komersial di Guensey (the chennel
Islands) dan di Inggris yang mengadaptasi teknik tersebut
untukmemproduksi strowberi (Lukman, 2011). Popularitas bertanam
bertingkatberkembang pesat di Negara Eropa. Pertanian dengan
menggunakan sistem vertikultur merupakan solusi atau jawaban bagi
yang berminat dalam budidaya tanaman namun memiliki ruang atau
lahan sangat terbatas.
Menurut Sutaminingsih (2003) ada beberapa kelebihan dari
teknik budidaya secara vertikultur, di antaranya sebagai berikut : a)
Populasi tanaman per satuan luas lebih banyak karena tanaman
disusun ke atas dengan tingkat kerapatan yang dapat diatur sesuai
keperluan. b) Media tanam yang disterilisasi meminimalkan risiko
serangan hama dan penyakit sehingga mengurangi biaya untuk
pengendalian hama dan penyakit, c) Kehilangan pupuk oleh guyuran
air hujan dapat dikurangi karena jumlah media tanam yang sudah
ditentukan hanya berada di sekitar perakaran tanaman di dalam
wadah terbatas, d) Perlakuan penyiangan gulma sangat berkurang
atau bahkan tidak ada sama sekali karena sedikit media tanam
terbuka yang memungkinkan media tanam tersebut ditumbuhi gulma,
e) Berbagai bahan di sekitar rumah seperti karung bekas, batang
bambu, pipa peralon, dan bekas gelas air mineral dapat dimanfaatkan

30
sebagai wadah budi daya vertikultur, f) Tempat dibangunnya
bangunan vertikultur menampilkan nilai estetika, atau dapat dikatakan
sebagai tanaman hias, g) Bangunan vertikultur dapat dipindah-
tempatkan ke tempat yang diinginkan, terutama untuk vertikultur
dengan konstruksi yang dapat dipindah-pindahkan.
Di samping banyaknya nilai kelebihan, teknik budidaya
vertikultur ini pun memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sebagai
berikut : a) Investasi atau biaya awal yang diperlukan cukup tinggi
karena harus membuat srtruktur bangunan khusus dan penyiapan
media tanam, b) Oleh karena jarak tanamnya rapat, tercipta suatu
kondisi kelembapan udara yang tinggi. Hal ini menyebabkan tanaman
rentan terhadap serangan penyakit akibat cendawan (Andoko, 2004).
Media tanam adalah komponen utama dalam menunjang
pertumbuhan tanaman. Bagi tanaman, media tanam memiliki banyak
peran seperti sebagai tempat bertumpu agar tanaman tetap tumbuh
tegak. Di dalam media tanam terkandung air, hara, dan udara yang
diperlukan oleh tanaman, selain itu media tanam juga berfungsi untuk
menjaga kelembaban daerah di sekitar akar, penyedia udara yang
cukup dan dapat menahan ketersediaan unsur hara (Lukman, 2011).
Untuk itulah diperlukan media tanam yang sesuai untuk diterapkan
dalam teknik vertikultur. Media dapat berupa media cair maupun padat
seperti kompos, pasir, sekam, dan tanah. Di beberapa negara maju,
penggunaan vertikultur telah dipadukan dengan sistem hidroponik
maupun aeroponik. Media tanam dapat ditampung dalam kaleng-
kaleng, paralon PVC, bambu, atau papan kayu yang disusun secara
bertingkat (Suwandi, 2009).
Bentuk atau susunan vertikultur tentunya harus disesuaikan
dengan morfologi tanaman agar semua tanaman memperoleh sinar
matahari (Sutaminingsih,2003). Dalam budidaya sistem vertikultur
banyak jenis tanaman yang dapat ditanam. Beberapa diantaranya
misalnya adalah: a) tanaman sayuran semusim(sawi, selada, kubis,
wortel, tomat, terong, cabai, kangkung, dan lain-lainnya), b)tanaman

31
bunga seperti anggrek, mawar, melati, azalea, kembang sepatu, dan
c)tanaman obat-obatan.
Teknik vertikultur bisa dikembangkan dengan menggunakan
rak, menyusun batako di pojok tembok atau lainnya. Sementara,
sebagai wadah tanaman, bisa digunakan gelas plastik dari air
kemasan, botol bekas sampai kemasan tetrapak. Dengan teknik
vertikultur, maka setiap rumah tangga bisa memproduksi sayuran
organik secara mandiri. Selain itu, kesehatan juga bisa diupayakan
dengan herbal yang ditumbuhkan sendiri. Rumah juga lebih indah
berkat tanaman hias (Lukman, 2011).
Tanaman yang ditanam secara vertikultur pada praktikum ini
adalah tanaman hias. Dimana setiap praktikan wajib membawa dua
jenis tanaman hias yang akan ditanam dengan teknik vertikultur.
Tanaman hias yang saya tanam adalah Aglaonema (Sri Rezeki) dan
jenis tanaman sukulen yaitu lidah buaya.
Aglaonema meskipun tanpa bunga, tanaman yang tengah
menjadi primadona ini sangat mempesona. Bermacam variasi daun,
baik motif, warna, bentuk, dan ukuran menyebabkan tanaman ini
menjadi satu-satunya tanaman yang dijual dengan menghitung
daunnya dengan harga mencapai jutaan rupiah perhelai daun.
Pantaslah bila Aglaonema mendapat julukan sang ratu daun.
Harganya yang fantastis, mencapai jutaan rupiah, menjadikan
tanaman ini dilirik orang untuk diperbanyak. Budidaya Aglaonema
relatif mudah untuk dilakukan karena diketahui tanaman ini mudah
tumbuh.
Hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya Aglaonema yaitu
faktor cahaya, kelembaban dan media tumbuh. Perbanyakan
Aglaonema juga cukup mudah dilakukan. Perbanyakan secara
generatif melalui biji, sedangkan secara vegetatif dapat dengan stek
batang, pemisahan anakan, cangkok dan kultur jaringan. Akan tetapi
untuk mendapatkan tanaman jenis baru sulit untuk dilakukan, karena
harus didapatkan dengan cara penyilangan. Lidah buaya merupakan

32
jenis tanaman sukulen berdaging tebal dan banyak mengadung lendir
atau gel. Lidah buaya dapat digunakan sebagai tanaman hias,
tanaman obat serta berpotensi untuk dikembangkan dalam memenuhi
kebutuhan industri farmasi, pangan dan kosmetik.lidah buaya
merupakan tanaman hias yang dapat ditanam dalam pot dan dengan
teknik vertikultur.
Hasil dari tanaman hias yang ditanam pada praktikum ini
dengan teknik vertikultur menunjukkan bahwa tanaman tersebut
tumbuh sehat dan subur tanpa mengalami kelayuan atau mati. Hal
tersebut terlihat selama seminggu pengamatan bahwa tanaman yang
telah ditanam pda minggu lalu dengan menggunakan media tanam
tanah dalam gelas aqua dan di masukkan ke dalam botol aqua yang
berisi air tersebut pertumbuhannnya baik dan tidak ada yang mati.
Tanaman tersebut masih diletakkan di lantai karena rak
penyususannya belum ada sehingga nilai estetikanya belum terlihat
secara nyata dan jelas. Akan tetapi jika kita bisa membuat dan
mengatur susunannya pada rak maka akan terlihat sangat indah dan
rapi dengan berbagai jenis tanaman hias yang ditanam. Sebab salah
satu keuntungan dari bercocok tanam secara vertikultur adalah
bangunan vertikultur menampilkan nilai estetika, atau dapat dikatakan
sebagai tanaman hias yang dapat memberikan dan meningkatkan nilai
estetika atau keindahan yang dapat menyejukkan mata bila
memandangnya.

Gambar 10. Tanaman Vertikultur

33
5.6. Pematang Sawah
Pematang sawah atau galengan sawah adalah batas dari
petakan sawah dari satu petak ke petak lainnya.Pematang sawah
adalah pembatas sawah untuk dapat menampung air. Pematang dapat
dibuat dari tanah yang dipadatkan dengan cara menginjak injak hingga
terbentuk pematang yang sesuai dengan harapan.
Lubang-lubang yang terdapat di sepanjang galengan sebaiknya
ditambal dengan tanah untuk menghindari perembesan dari
sawah.Jika lubang terlalu besar, sebaiknya galengan yang terdapat di
sekitar lubang dibongkar terlebih dahulu dan kemudian dibangun
kembali.Ada beberapa fungsi dari pematang sawah atau galengan
sawah selain sebagai pembatas dari setiap petakan lahan pesawahan,
fungsi lain itu adalah sebagai tempat menanam tanaman tumpang sari
seperti kacang panjang, mentimun, terong dan lai-lain, bahkan
didaerah tertentu pematang sawah bisa dijadikan akses jalan usaha
tani oleh para petani untuk mengangkut hasil panen maupun
mengangkut pupuk pada saat masa pemupukan tanaman padi.

Gambar 11. Pembukaan lahan sawah


Pematang sawah atau galengan sawah perlu dilakukan
perawatan. Perawatan galengan sawah bisa dengan membersihkannya
dari gulma, dengan cara dikored dibersihkan atau pun dengan cara
penyemprotan herbisida agar gulma yang tumbuh di pematang sawah
atau galengan sawah bisa dikendalikan, selain dengan perawatan dari

34
gulma, pematan perlu untuk di popok atau di tambah lumpur
kemudian di rapihkan yang berfungsi untuk menahan pematang sawah
atau galengan agar tidak longsor.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan pembuatan pematang
sawah sudah sesuai dengan teori yang mana dilakukannya
penambalan pada pematang untuk menghindari kekeringan pada
pematang.

35
V. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini yaitu :
1. Irigasi tetes merupakan salah satu jenis irigasi yang digunakan
dalam sistem pemberian air pada tanaman pertanian, dimana air
menetes pada tiap detiknya yang langsung mengarah pada sekitar
perakaran tanaman.
2. Irigasi sprinkler merupakan salah satu metode pemberian air
dengan menggunakan tekanan dan mendistribusikannya ke lahan
pertanian dalam bentuk menyerupai rintik hujan.
3. Perhitungan volume air tertampung dan jarak curahan sprinkle
berperan dalam menyesuaikan kebutuhan air bagi tanaman,
sehingga lama aliran air dapat ditentukan.
4. Tensiometer adalah alat yang dapat mengukur matriks potensial air
tanah, yang merupakan variabel penting dari lingkungan tanah
yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman,
produksi/hasil tanaman.
5. Vertikultur adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara
vertikal atau bertingkat. Vertikultur sangat erefisiensi dalam
penggunaan lahan karena yang ditanam jumlahnya lebih
banyak.Tanaman vertikultur yang ditanam ialah tanaman hias
bunga pukul sembilan.
6. Pematang sawah atau galengan sawah adalah batas dari petakan
sawah dari satu petak ke petak lainnya.

6.2. Saran
Saran yang dapat penulis tuliskan adalah lakukan pemeliharaan
yang intensif terhadap semua kegiatan budidaya yang dilakukan. Hal
ini dikarenakan jenis tanaman yang dibudidayakan merupakan jenis
tanaman yang memiliki syarat tumbuh berbeda dengan lokasi

36
penanaman, sehingga akan mengalami masalah pertumbuhan jika
tidak adanya pemeliharaan dengan baik.

37
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Vertikultur. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa


Tengah. Departemen Pertanian.
Hakim, N., M. Y. Nyakpa., A. M. Lubis., S. G. Nugroho., C. H. A. Diha.,
G. B. Hong.,H.Bailey. 1986. Dasar - Dasar Ilmu Tanah.
Penerbit Lampung. Lampung.
Hansen, V.E, W.I. Orson and E.S. Glen. 1992. Diterjemahkan oleh
Tachyan dan Soetjipto. Dasar-dasar dan Praktek Irigasi.
Edisi 4.Erlangga, Jakarta.
Hansen, V.E., O.W. Israelsen., dan E.S. Glen, 1986. Dasar Dasar
dan Praktek Irigasi.Erlangga. Jakarta.
Hardjowigeno dan M. Luthfi. 2005. Tanah Sawah. Bayumedia Publishing.
Malang.
Hariwidjaja, O. 1980.Pengantar Fisika Tanah.Departemen Ilmu
Tanah Institut Pertanian Bogor.
Indrakusuma. 2000. Proposal Pupuk Organik Cair Supra Alam
Lestari. PT Surya Pratama Alam. Yogyakarta
Kartasapoetra, A. G., M. M. Sutedjo., E. Pollein. 2002. Teknologi
Pengairan Pertanian (Irigasi). Bumi Aksara. Jakarta.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan
Tanaman.Cetakan I PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Lukman. L. 2011. Teknologi Budidaya Tanaman Secara Vertikultur. Balai
Penelitian Tanaman. Bandung.
Mashum, 1981.Pengaruh Media Terhadap Pertumbuhan
Tanaman.Penebar Swadaya. Jakarta. 162 h.
Moetangad K., Ade. 2006. Fisika Mekanika Tanah; Keteknikan
dan Teknologi Pertanian. FTIP. Unpad.
Mubyarto, 2009.Usahatani.Penebar Swadaya. Jakarta. 152 h.
Poewowidodo, 1992.Telaah Kesuburan Tanah.Penerbit
Angkasa.Bandung.

38
Rao, S. 1994. Mikroorganisme dan Pertumbuhan Tanaman.
Universitas Indonesia: Jakarta
Retno Nuningsih. 2001. Potensi wilayah dan masalah
pembangunan pertanian di wilayah kering dan
sumberdaya kelautan, Kajian Nusa Tenggara Timur.
Prosiding Konfrensi Internasional Pembangunan Pertanian Semi
Arid Nusa Tenggara Timur dan Timor Timur dan Maluku
Tenggara, Tanggal 10 16 Desember 1995 di Kupang.
Salisbury, B. F. dan C. C.W Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid
3: ITB Bandung.
Salisbury, B. F. dan Ross, C. C. W. 1995. Fisiologi Tumbuhan.
Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Sanchez. P. A. 1993. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. ITB. Bandung.
Suryana, 2004.Selayang Pandang Pembangunan Pertanian
Tanaman Pangan di Nusa Tenggara Barat.Dinas pertanian
Tanaman Pangan Propinsi Dati I NTB, Mataram.
Susanto, E., dkk. 2006. Teknik Irigasi dan Drainase.Departemen
Teknologi Pertanian.Fakultas Pertanian.Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Susanto, R. 2005. Dasar Dasar Ilmu Tanah. Konsep dan
Kenyataan.Yogyakarta.
Suswojo. 1977. Pengelolaan Tanah I. Fakultas Pertanian UNSOED. Purwokerto.
Sutarminingsih. Ch. L. 2003. Vertikultur Pola Bertanam Secara Vertikal.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Suwandi. 2009. Pertumbuhan Dan Perkembangan Tanaman. Jurusan
Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.

39
LAMPIRAN

Tensiometer

Perangkaian irigasi Pembuatan pematang

curah sawah dan saluran

irigasi

Irigasi Subsurfece Vertikultur

40

Anda mungkin juga menyukai