Anda di halaman 1dari 15

MALNUTRISI

1. DEFINISI
Malnutrisi adalah keadaan kurang atau kelebihan gizi secara relatif
maupun absolute, atau ketidakseimbangan gizi yang diterima. (Adiningsih,
2010)
Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi
yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaaan yang disebabkan oleh
ketidak seimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi
untuk mempertahankan kesehatan. Ini bias terjadi karena asupan makan
terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu,
kekurangan gizi dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan
atau kegagalan metabolik (Oxford medical dictionary 2007 dalam Ikhwan,
2010 ).
Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh
kalangan gizi kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah kondisi seseorang
yang nutrisinya di bawah rata-rata. Hal ini merupakan suatu bentuk terparah
dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Pudjiadi, 2005). Balita
disebut gizi buruk apabila indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) <-3 SD
(Kemenkes RI, 2011). Keadaan baltia dengan gizi buruk sering digambarkan
dengan adanya busung lapar (Pudjiadi, 2005).

2. KLASIFIKASI
Menurut Dewi Novitasari (2012) :
Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dibagi menjadi 3 :
a. Marasmus
Marasmus merupakan gizi buruk karena kekurangan karbohidrat.
Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering
ditemukan pada balita. Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat
keparahan gizi buruk.
Pada patologi marasmus awalnya pertumbuhan yang kurang dan atrofi
otot serta menghilangnya lemak di bawah kulit merupakan proses
fisiologis. Tubuh membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan
makanan untuk kelangsungan hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan
energi cadangan protein juga digunakan. Penghancuran jaringan pada

1
defisiensi kalori tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan energy tetapi juga
untuk sintesis glukosa.

b. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger
baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan
protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat
adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh

Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein yang berat


disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan
protein yang inadekuat, seperti marasmus, kwashiorkor juga merupakan
hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk.
Gangguan metabolic dan perubahan sel dapat menyebabkan
perlemakan hati dan oedema. Pada penderita defisiensi protein tidak
terjadi proses katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena
persediaan energi dapat dipenuhi dengan jumlah kalori yang cukup dalam
asupan makanan. Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan
kekurangan asam amino esensial yang dbutuhkan untuk sintesis. Asupan
makanan yang terdapat cukup karbohidrat menyebabkan produksi insulin
meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya
sudah kurang akan disalurkan ke otot. Kurangnya pembentukan albumon
oleh hepar disebabkan oleh hepar berkurangnya asam amino dalam
serum yang kemudian menimbulkan oedema.

c. Marasmus-Kwashiorkor
Marasmus-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan campuran dari
beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmua dengan berat
badan (BB) menurut umur (U) <60% baku median WHO-NCHS yang
disertai oedema tidak mencolok.

3. Epidemiologi

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0%


berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama

2
menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan
17,1% anak memiliki kategori sangat pendek. Keadaan ini berpengaruh
kepada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO lebih dari 50%
kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk.
Menurut data yang diperoleh dari Depkes (2010) memperlihatkan
prevalensi gizi buruk di Indonesia terus menurun dari 9,7% di tahun 2005
menjadi 4,9% di tahun 2010.6 Namun prevalensi gizi buruk di Jawa Tengah
dari tahun 2007-2009 mengalami kestabilan yaitu 4%.
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk,diantaranya
adalah status sosial ekonomi, ketidaktahuan ibu tentang pemberian gizi yang
baik untuk anak, dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Selain status sosial
ekonomi, BBLR juga dapat mempengaruhi terjadinya gizi buruk, hal ini
dikarenakan bayi yang mengalami BBLR akan mengalami komplikasi
penyakit karena kurang matangnya organ, menyebabkan gangguan
pertumbuhan fisik dan gangguan gizi saat balita.
Sumber lain menyebutkan asupan makanan keluarga, faktor infeksi,
dan pendidikan ibu menjadi penyebab kasus gizi buruk. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan
kejadian gizi buruk.
Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan
dalam keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas
konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi
pada anak balita. Selain pendidikan, pemberian ASI dan kelengkapan
imunisasi juga memiliki hubungan yang bermakna dengan gizi buruk karena
ASI dan imunisasi memberikan zat kekebalan kepada balita sehingga balita
tersebut menjadi tidak rentan terhadap penyakit. Balita yang sehat tidak akan
kehilangan nafsu makan sehingga status gizi tetap terjaga baik.
Prosedur perawatan yang dilakukan balita di RS juga menyebabkan
menurunnya status gizi pada balita. Pengobatan tersebut seperti
mengharuskan balita berpuasa dan pengambilan darah yang terus menerus
dalam prosedur diagnostik medik. Hal ini disebut sebagai malnutrisi rumah
sakit. Menurut penelitian yang dilakukan di Panti Rawat Gizi Panile tahun
2007 menjelaskan bahwa status gizi buruk menyebabkan lama rawat inap

3
menjadi semakin lama. Sekitar 90% masa rawat lebih lama dibandingkan
dengan balita tanpa malnutrisi rumah sakit (Novitasari, 2012).

4. PATOFISIOLOGI
(Terlampir)

5. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko gizi buruk antara lain (Novitasari, 2012) :
Asupan makanan
Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara
lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup atau
salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah.2
Kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan balita adalah air, energi, protein,
lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Sebagian besar balita dengaan
gizi buruk memiliki pola makan yang kurang beragam. Pola makanan yang
kurang beragam memiliki arti bahwa balita tersebut mengkonsumsi
hidangan dengan komposisi yang tidak memenuhi gizi seimbang.
Berdasarkan

Status social ekonomi


Sosial ekonomi merupakan suatu konsep dan untuk mengukur status
sosial ekonomi keluarga dilihat dari variabel tingkat pekerjaan.1
Rendahnya ekonomi keluarga, akan berdampak dengan rendahnya daya
beli pada keluarga tersebut. Selain itu rendahnya kualitas dan kuantitas
konsumsi pangan, merupakan penyebab langsung dari kekurangan gizi
pada anak balita.

Pendidikan ibu
Rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi ketersediaan pangan dalam
keluarga, yang selanjutnya mempengaruhi kuantitas dan kualitas
konsumsi pangan yang merupakan penyebab langsung dari kekurangan
gizi pada anak balita.
Tingkat pendidikan terutama tingkat pendidikan ibu dapat mempengaruhi
derajat kesehatan karena pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas
pengasuhan anak.

4
Penyakit penyerta
Balita yang berada dalam status gizi buruk, umumnya sangat rentan
terhadap penyakit. Seperti lingkaran setan, penyakit-penyakit tersebut
justru menambah rendahnya status gizi anak.26Penyakit-penyakit tersebut
adalah:
1. Diare persisten :sebagai berlanjutnya episode diare selama 14hari
atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah
(disentri).Kejadian ini sering dihubungkan dengan kehilangan berat
badan dan infeksi non intestinal. Diare persisten tidak termasuk diare
kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue, gluten sensitive
enteropathi dan penyakit Blind loop
2. Tuberkulosis : Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak tahan
terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terjadipada malam hari.
Tuberkulosis ini dapat terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru
maupun di luar paru.
3. HIV AIDS : HIV merupakan singkatan dari human
immunodeficiencyvirus. HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti
sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel
dan macrophages komponen-komponen utama sistem kekebalan
sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini
mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-
menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.Sistem
kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi
menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit- penyakit.
Penyakit tersebut di atas dapat memperjelek keadaan gizi
melalui gangguan masukan makanan dan meningkatnya kehilangan
zat-zat gizi esensial tubuh.

Pengetahuan ibu

5
Pengetahuan yang dimiliki ibu berpengaruh terhadap pola konsumsi
makanan keluarga. Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi
menyebabkan keanekaragaman makanan yang berkurang. Keluarga akan
lebih banyak membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan
lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya
kemampuan ibu menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan
sehari-hari.

BBLR
Gizi buruk dapat terjadi apabila BBLR jangka panjang.Pada BBLR zat anti
kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit
terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan balita kurang nafsu
makan sehingga asupan makanan yang masuk kedalam tubuh menjadi
berkurang dan dapat menyebabkan gizi buruk.

Kelengkapan Imunisasi
Apabila balita tidak melakukan imunisasi, maka kekebalan tubuh balita
akan berkurang dan akan rentan terkena penyakit. Hal ini mempunyai
dampak yang tidak langsung dengan kejadian gizi.

ASI
Selain ASI mengandung gizi yang cukup lengkap, ASI juga mengandung
antibodi atau zat kekebalan yang akan melindungi balita terhadap infeksi.
Hal ini yang menyebabkan balita yang diberi ASI, tidak rentan terhadap
penyakit dan dapat berperan langsung terhadap status gizi balita. Selain
itu, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi
cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan
yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula sangat susah diserap
usus bayi. Pada akhirnya, bayi sulit buang air besar. Apabila pembuatan
susu formula tidak steril, bayi akan rawan diare

6. MANIFESTASI KLINIS
Kriteria anak gizi buruk :
1) Gizi buruk tanpa komplikasi
a. BB/TB : < -3 SD dan atau;

6
b. Terlihat sangat kurus dan atau;
c. Adanya Edema dan atau;
d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan
2) Gizi buruk dengan komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut diatas disertai salah satu atau
lebih dari tanda komplikasi medis berikut :
a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
e. Demam sangat tinggi
f. Penurunan kesadaran
(Depkes RI, 2011)

Gejala Marasmus
o Muka seperti orangtua (berkerut)
o tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di
bawah kulit)
o rambut mudah patah dan kemerahan
o gangguan kulit
o gangguan pencernaan (sering diare)
o pembesaran hati dan sebagainya
o Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun
setelah makan, karena masih merasa lapar.

Berikut adalah gejala pada marasmus menurut (Depkes RI, 2000) :


a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar
lemak dan otot-
b. ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
c. Wajah seperti orang tua
d. Iga gambang dan perut cekung
e. Otot paha mengendor (baggy pant)
f. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih
terasa lapar

Gejala Kwashiorkor
o Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis

7
o Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan
mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat
terlihat rambut kepala kusam.
o Wajah membulat dan sembab
o Pandangan mata anak sayu
o Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat
diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan
pinggir yang tajam.
o Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas

Gejala Marasmus-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.
Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60%
dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema,
kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat
pula (Depkes RI, 2000).

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain:
Pengukuran klinis : metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita
tersebut gizi buruk atau tidak.Metode ini pada dasarnya didasari oleh
perubahan-perubahan yang terjadi dan dihubungkan dengan kekurangan
zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,rambut,atau
mata. Misalnya pada balita marasmus kulit akan menjadi keriput
sedangkan pada balita kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih
atau merah muda (crazy pavement dermatosis).
Pengukuran antropometrik : pada metode ini dilakukan beberapa macam
pengukuran antara lain pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar
lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas sesuai dengan usia yang paling sering dilakukan
dalam survei gizi.Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui

8
denganmengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri,
tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakankombinasi dari
ketiganya.

Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori :


1. Tergolong gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
2. Tergolong gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai dengan
< -2 SD.
3. Tergolong gizi baikjika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2
SD.
4. Tergolong gizi lebih jika hasil ukur > 2 SD.

Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau


Panjang badan (0 bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh kategori :
1) Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
2) Pendek jika hasil ukur 3 SD sampai dengan < -2 SD.
3) Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4) Tinggi jia hasil ukur > 2 SD.

Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau


Panjang Badan:3
1. Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
2. Kurus jika hasil ukur 3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Gemuk jika hasil ukur > 2 SD.

Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus,
sedangkan balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal.

8. PENATALAKSANAAN SECARA MEDIS

PENATALAKSANAAN GIZI BURUK (Krisnansari, 2010) :


1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi. Hipoglikemi jika kadar gula darah
< 54 mg/dl atau ditandai suhu tubuh sangat rendah, kesadaran
menurun, lemah, kejang, keluar keringat dingin, pucat. Pengelolaan
berikan segera cairan gula: 50 ml dekstrosa 10% atau gula 1 sendok teh

9
dicampurkan ke air 3,5 sendok makan, penderita diberi makan tiap 2
jam, antibotik, jika penderita tidak sadar, lewat sonde. Dilakukan
evaluasi setelah 30 menit, jika masih dijumpai tanda-tanda hipoglikemi
maka ulang pemberian cairan gula tersebut.
2. Mencegah dan mengatasi hipotermi. Hipotermi jika suhu tubuh anak <
35oC , aksila 3 menit atau rectal 1 menit. Pengelolaannya ruang
penderita harus hangat, tidak ada lubang angin dan bersih, sering diberi
makan, anak diberi pakaian, tutup kepala, sarung tangan dan kaos kaki,
anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode kanguru), cepat ganti
popok basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap 2 jam
sampai suhu > 36,5oC, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala,
kaos kaki.
3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi. Pengelolaannya diberikan cairan
Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam
12 jam atau mulai dengan 5 ml/kgBB setiap 30 menit secara oral dalam
2 jam pertama. Selanjutnya 5-10 ml/kgBB untuk 4-10 jam berikutnya,
jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak mau, feses yang keluar
dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam 4,6,8,10 dengan
F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda vital,
diuresis, frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan dievaluasi jika
RR dan nadi menjadi cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika anak
dengan edem, oedemnya bertambah.
4. Koreksi gangguan elektrolit. Berikan ekstra Kalium 150-
300mg/kgBB/hari, ekstra Mg 0,4- 0,6 mmol/kgBB/hari dan rehidrasi
cairan rendah garam (Resomal)
5. Mencegah dan mengatasi infeksi. Antibiotik (bila tidak komplikasi :
kotrimoksazol 5 hari, bila ada komplikasi amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8
jam 5 hari. Monitoring komplikasi infeksi ( hipoglikemia atau hipotermi)
6. Mulai pemberian makan. Segera setelah dirawat, untuk mencegah
hipoglikemi, hipotermi dan mencukupi kebutuhan energi dan protein.
Prinsip pemberian makanan fase stabilisasi yaitu porsi kecil, sering,
secara oral atau sonde, energy 100 kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5
g/kgBB/hari, cairan 130 ml/kgBB/hari untuk penderita marasmus,

10
marasmik kwashiorkor atau kwashiorkor dengan edem derajat 1,2, jika
derajat 3 berikan cairan 100 ml/kgBB/hari.
7. Koreksi kekurangan zat gizi mikro. Berikan setiap hari minimal 2 minggu
suplemen multivitamin, asam folat (5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2
mg/kgBB/hari, cooper 0,3 mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe
elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu perawatan, vitamin A hari 1 (<6
bulan 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >1 tahun 200.000 IU)
8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar Satu minggu perawatan fase
rehabilitasi, berikan F100 yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g
protein/100ml, modifikasi makanan keluarga dengan energi dan protein
sebanding, porsi kecil, sering dan padat gizi, cukup minyak dan protein.
9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang. Mainan digunakan
sebagai stimulasi, macamnya tergantung kondisi, umur dan
perkembangan anak sebelumnya. Diharapkan dapat terjadi stimulasi
psikologis, baik mental, motorik dan kognitif.
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah. Setelah BB/PB mencapai
-1SD dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang tua frekuensi dan
jumlah makanan, berikan terapi bermain anak, pastikan pemberian
imunisasi boster dan vitamin A tiap 6 bulan.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2011) :


Alur pelayanan penanganan anak secara rawat jalan
1. Pendaftaran
Pengisian data anak di kartu (buku) status atau di catatan
(rekam) medis
2. Pengukuran antropometri
a. Penimbangan berat badan dilakukan setiap minggu
b. Pengukuran panjang/tinggi badan dilakukan setiap bulan
Pengukuran antropometri dilakukan oleh Tim Pelaksana dan hasilnya dicatat
pada kartu status. Selanjutnya dilakukan ploting pada grafik dengan tiga
indikator pertumbuhan anak (TB/U atau PB/U, BB/U, BB/PB atau BB/TB).
3. Pemeriksaan klinis
Dokter melakukan anamnesa untuk mencari riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik dan mendiagnosa penyakit, serta menentukan ada atau tidak penyakit
penyerta, tanda klinis atau komplikasi.
4. Pemberian konseling

11
- Menyampaikan informasi kepada ibu/pengasuh tentang hasil penilaian
pertumbuhan anak
- Mewawancarai ibu untuk mencari penyebab kurang gizi
- Memberi nasihat sesuai penyebab kurang gizi
- Memberikan anjuran pemberian makan sesuai umur dan kondisi anak dan
cara menyiapkan makan formula, melaksanakan anjuran makan dan
memilih atau mengganti makanan
5. Pemberian paket obat dan Makanan untuk Pemulihan Gizi
a. Obat
- Bila pada saat kunjungan ke puskesmas anak dalam keadaan sakit,
maka oleh tenaga kesehatan anak diperiksa dan diberikan obat
- Vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk dengan dosis
sesuai umur pada saat pertama kali ditemukan
b. Makanan untuk Pemulihan Gizi
Makanan untuk pemulihan gizi dapat berupa makanan lokal atau
pabrikan
1. Jenis pemberian ada 3 pilihan: makanan therapeutic atau gizi siap
saji, F100 atau makanan lokal dengan densitas energi yg sama
terutama dari lemak (minyak/santan/margarin)
2. Pemberian jenis Makanan untuk pemulihan gizi disesuaikan masa
pemulihan (rehabilitasi) :
1 minggu pertama pemberian F 100.
Minggu berikutnya jumlah dan frekuensi F100 dikurangi seiring
dengan penambahan makanan keluarga.
3. Tenaga kesehatan memberikan makanan untuk pemulihan gizi
kepada orangtua anak gizi buruk pada setiap kunjungan sesuai
kebutuhan hingga kunjungan berikutnya.
6. Kunjungan rumah
Kunjungan rumah bertujuan untuk menggali permasalahan yang
dihadapi keluarga termasuk kepatuhan mengonsumsi makanan untuk
pemulihan gizi dan memberikan nasehat sesuai dengan masalah yang
dihadapi.
7. Rujukan, dilakukan apabila ditemukan :

a. Anak dengan komplikasi medis atau penyakit penyerta


b. Sampai kunjungan ketiga berat badan anak tidak naik (kecuali anak
dengan edema)
c. Timbul edema baru

8. Drop Out (DO)

12
DO dapat terjadi pada anak yang pindah alamat dan tidak diketahui,
menolak kelanjutan perawatan dan meninggal dunia. Anak yang menolak
kelanjutan perawatan dilakukan kunjungan rumah untuk diberikan
motivasi, bila tetap menolak diminta untuk membuat pernyataan tertulis
atas penolakan.

9. Anak yang telah pulih keadaan Gizinya


Dipantau pertumbuhannya di posyandu.

Penatalaksanaan Rawat Inap


1. Penerapan Tatalaksana Anak Gizi Buruk
a. Pelayanan Medis, keperawatan dan konseling gizi sesuai dengan
penyakit penyerta/penyulit
b. Pemberian formula dan makanan sesuai dengan fase sebagai berikut:
1) Fase Stabilisasi
Diberikan makanan formula 75 (F-75) dengan asupan gizi 80-
100 KKal/kgBB/hari dan protein 1-1,5 g/KgBB/hari. ASItetap
diberikan pada anak yang masih mendapatkan ASI.
2) Fase Transisi
Pada fase transisi ada perubahan pemberian makanan dari F-
75 menjadi F-100. Diberikan makanan formula 100 (F-100)
dengan asupan gizi 100-150 KKal/kgBB/ hari dan protein 2-3
g/kgBB/hari.
3) Fase Rehabilitasi
Diberikan makanan seperti pada fase transisi yaitu F-100,
dengan penambahan makanan untuk anak dengan BB < 7 kg
diberikan makanan bayi dan untuk anak dengan BB > 7 kg
diberikan makanan anak. Asupan gizi 150-220 KKal/kgBB/hari
dan protein 4-6 g/kgBB/hari.
4) Fase Tindak Lanjut (dilakukan di rumah)
Setelah anak pulang dari PPG, anak tetap dikontrol oleh
Puskesmas pengirim secara berkala melalui kegiatan
Posyandu atau kunjungan ke Puskesmas. Lengkapi imunisasi
yang belum diterima, berikan imunisasi campak sebelum

13
pulang. Anak tetap melakukan kontrol (rawat jalan) pada bulan
I satu kali/ minggu, bulan II satu kali/ 2 minggu, selanjutnya
sebulan sekali sampai dengan bulan ke-6. Tumbuh kembang
anak dipantau oleh tenaga kesehatan Puskesmas pengirim
sampai anak berusia 5 tahun.

Kriteria sembuh:
Bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria
pulang sebagai berikut:
a) Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
b) BB/PB atau BB/TB > -3 SD
c) Komplikasi sudah teratasi
d) Ibu telah mendapat konseling gizi
e) Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
f) Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.
.

14
DAFTAR PUSTAKA

Adianingsih, Sri. 2010. Waspadai Gizi Balita Anda : Tips mengatasi anak sulit
makan, Sulit makan sayur dan minum susu. Jakarta : Gramedia.

Ikhwan, M. 2010. Prevalensi Jenis Kekurangan Gizi pada Anak Umur Bawah Lima
Tahun di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan pada tahun
2008-2009. Skripsi. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Pudjiadi S. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta: Gaya Baru; 2005.

Kemenkes RI. 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Depkes RI

Kementerian Kesehatan RI. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi


Anak.Jakarta: Direktorat Bina Gizi; 2011.

Krisnansari, D. 2010. Nutrisi dan Gizi Buruk. Mandala of Health. Vol.4, Nomor.1,
Hal : 60-68.

Novitasari, D. 2012. Faktor-faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk pada Balita ang
Dirawat Di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Skripsi. Semarang : Program
Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.

15

Anda mungkin juga menyukai