Anda di halaman 1dari 7

TERBUKTI MELAKUKAN KARTEL, LIMA OPERATOR DIDENDA 77

MILIAR

Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman kepada lima operator seluler karena melakukan
kartel tarif pulsa pesan singkat (SMS/short messaging service). Lima operator itu diwajibkan
membayar denda senilai total Rp77 miliar kepada negara.

Putusan MA berawal dari kasasi yang diajukan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan permohonan
keberatan yang diajukan oleh lima operator seluler.
Sebelumnya KPPU telah memutus perkara tersebut pada Juni 2008. Lima operator dinyatakan
bersalah melanggar pasal 5 Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Lima operator seluler tersebut adalah PT Excelcomindo Pratama Tbk (XL), PT Telekomunikasi
Seluler (Telkomsel), PT Telkom Tbk (Flexi), PT Bakrie Telecom (Esia), dan PT Mobile-8
Telecom (Smartfren).

Dalam keputusannya, Komisi mengenakan denda kepada XL dan Telkomsel masing-masing


Rp25 miliar, PT Telkom diwajibkan membayar denda Rp18 miliar, Bakrie Telecom membayar
denda Rp4 miliar, dan PT Mobile-8 (yang kemudian diakuisisi oleh Smart Telecom) membayar
denda Rp5 miliar.

Ketua KPPU, Syarkawi Rauf, menegaskan lima operator seluler tersebut harus membayar denda
paling lambat 30 hari setelah menerima salinan putusan MA. Jika tidak, maka KPPU akan
membawa penunggakan itu ke pengadilan untuk dieksekusi.

"Lima operator itu juga harus membayar ganti rugi secara tunai, langsung lunas. Tidak bertahap
karena tidak ada dalam perjanjian," kata Syarkawi kepada detikcom, Kamis (3/3/2016).

Sementara itu, kuasa hukum PT Telekomunikasi Seluler, Ignatius Andy, mengaku belum
mendapatkan salinan putusan dari MA. Pihaknya belum bisa memberikan tanggapan resmi.

"Kami akan menunggu salinan putusan untuk dipelajari terlebih dulu sebelum memberikan
tanggapan," ujarnya singkat kepada Bisnis.com.

Andy juga belum bisa memastikan apakah kliennya akan mengajukan permohonan peninjauan
kembali.

Awal mula kasus

Kasus ini berawal saat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menerima laporan adanya
dugaan pengaturan atas tarif pesan singkat (SMS) antaroperator. KPPU kemudian mulai
melakukan penyelidikan kartel SMS sejak 2 November 2007 hingga 13 Desember 2007, dan
dilanjutkan pemeriksaan lanjutan hingga 26 Maret 2008.

Tarif SMS pada periode 1994-2004 adalah sama untuk semua operator off-net (lintas operator)
maupun on-net (antaroperator), yaitu sebesar Rp350 untuk pelanggan prabayar. Memasuki 2005,
persaingan mulai muncul dengan membedakan tarif lintas operator maupun antaroperator.

Biaya SMS ini sebenarnya diatur dalam UU Nomor 36/1999 tentang Telekomunikasi, PP Nomor
52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, Keputusan Menteri Nomor 21/2001 tentang
Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi, Peraturan menteri Nomor 8/2006 tentang Tarif
Interkoneksi dan Peraturan Menteri Nomor 12/2006 tentang Tarif Stasiun Telepon Seluler.
Semua regulasi itu memang memberikan kewenangan penuh kepada operator untuk mengatur
besaran tarif, selama mengacu pada formula dan susunan tarif yang ditetapkan pemerintah.

Dari hasil penyelidikan KPPU, untuk menjamin keberlangsungan interkoneksi antar operator,
mereka melakukan perjanjian kerja sama interkoneksi dengan operator lainnya. Nah, belakangan
diketahui terjadi kesepakatan yang tidak dibenarkan dalam menentukan tarif ini. Operator baru
akan membuat harga SMS lebih murah dari harga tarif SMS yang dikelola operator yang sudah
ada.

Akibat permainan kartel ini, konsumen dirugikan karena konsumen seharusnya dapat menikmati
tarif SMS yang lebih murah sehingga konsumen dapat mengirim SMS yang lebih banyak dan
akan lebih banyak segmen masyarakat yang dapat menggunakan layanan SMS.

Nilai kerugian konsumen akibat kartel tersebut setidak-tidaknya sebesar Rp2,8 triliun.

Perkara Nomor: 26/KPPU-L/2007. Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik


Indonesia (selanjutnya disebut Komisi) yang memeriksa dugaan pelanggaran terhadap Pasal 5
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat (selanjutnya disebut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999.Tentang duduk
Perkaranya adalah sebagai berikut :
1. Menimbang Komisi menerima laporan mengenai adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT Excelcomindo Pratama, Tbk., PT
Telekomunikasi Selular, PT Indosat, Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk., PT Hutchison
CP Telecommunications, PT Bakrie Telecom, Tbk., PT Mobile-8 Telecom, Tbk., dan PT Smart
Telecom; --
2. Menimbang bahwa setelah Komisi melakukan penelitian dan klarifikasi, laporan dinyatakan
lengkap dan jelas;
3. Menimbang bahwa atas laporan yang lengkap dan jelas tersebut, Rapat Komisi tanggal 01
November 2007 menetapkan laporan tersebut ditindaklanjuti ke tahap Pemeriksaan Pendahuluan;
4. Menimbang bahwa selanjutnya, Komisi menerbitkan Penetapan Nomor 68/PEN/KPPU/XI/2007
tanggal 01 November 2007 tentang Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor 26/KPPU-L/2007,
terhitung sejak tanggal 02 November 2007 sampai dengan 13 Desember 2007 (vide bukti A1);
5. Menimbang bahwa untuk melaksanakan Pemeriksaan Pendahuluan, Komisi menerbitkan
Keputusan Nomor 184/KEP/KPPU/XI/2007 tanggal 01 November 2007 tentang Penugasan
Anggota Komisi sebagai Tim Pemeriksa dalam Pemeriksaan Pendahuluan Perkara Nomor
26/KPPU-L/2007 (vide bukti A2);
6. Menimbang bahwa selanjutnya Direktur Eksekutif Sekretariat Komisi menerbitkan Surat Tugas
Nomor 607/SET/DE/ST/XI/2007 tanggal 01 November 2007 yang menugaskan Sekretariat
Komisi untuk membantu Tim Pemeriksa dalam Pemeriksaan Pendahuluan (vide bukti A3);
7. Menimbang bahwa dalam Pemeriksaan Pendahuluan, Tim Pemeriksa telah mendengar
keterangan dari Terlapor I, Terlapor II, Terlapor IV, Terlapor VII, dan Terlapor VIII (vide bukti
B1, B2, B3, B4, B5) ;
8. Menimbang bahwa setelah melakukan Pemeriksaan Pendahuluan, Tim Pemeriksa menemukan
adanya bukti awal yang cukup terhadap dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-undang Nomor 5
Tahun 1999 yang dilakukan oleh para Terlapor (vide bukti A22);
9. Menimbang bahwa berdasarkan Hasil Pemeriksaan Pendahuluan, Tim Pemeriksa
merekomendasikan kepada Komisi agar pemeriksaan dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan
dan menetapkan PT Natrindo Telepon Seluler sebagai Terlapor (vide bukti A22);
10. Menimbang bahwa atas dasar rekomendasi Tim Pemeriksa Pendahuluan tersebut, Komisi
menyetujui melalui Rapat Komisi pada tanggal 13 Desember 2007 dan menerbitkan Penetapan
Komisi Nomor 86/PEN/KPPU/XII/2007 tanggal 13 Desember 2007 tentang Pemeriksaan
Lanjutan Perkara Nomor 26/KPPU-L/2007, terhitung sejak tanggal 14 Desember 2007 sampai
dengan 26 Maret 2008 (vide bukti A24);
11. Menimbang bahwa untuk melaksanakan Pemeriksaan Lanjutan, Komisi menerbitkan Keputusan
Nomor 217/KEP/KPPU/XII/2007 tanggal 13 Desember 2007 tentang Penugasan Anggota
Komisi sebagai Tim Pemeriksa Lanjutan dalam Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 26/KPPU-
L/2007 (videbukti A25);
12. Menimbang bahwa selanjutnya Direktur Eksekutif Sekretariat Komisi menerbitkan Surat Tugas
Nomor 727/SET/DE/ST/XII/2007 tanggal 13 Desember 2007 yang menugaskan Sekretariat
Komisi untuk membantu Tim Pemeriksa Lanjutan dalam Pemeriksaan Lanjutan (vide bukti
A26);
13. Menimbang bahwa sehubungan dengan ditetapkannya cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 1428 H
diterbitkan Penetapan Komisi Nomor 21/KPPU/PEN/II/2008 tentang Penyesuaian Jangka Waktu
Kegiatan Pemberkasan dan Penanganan Perkara di KPPU, jangka waktu Penanganan Perkara
Nomor 26/KPPU-L/2007 yang semula adalah tanggal 14 Desember 2007 sampai dengan 26
Maret 2008 disesuaikan menjadi 14 Desember 2007 sampai dengan 25 Maret 2008;
14. Menimbang bahwa setelah melakukan Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa Lanjutan menilai
perlu untuk melakukan Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan; ----
15. Menimbang bahwa selanjutnya Komisi menerbitkan Keputusan Nomor 120/KPPU/KEP/III/2008
tanggal 25 Maret 2008 tentang Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan Perkara Nomor 26/KPPU-
L/2007, terhitung sejak tanggal 26 Maret 2008 sampai dengan 07 Mei 2008 (vide bukti A72);
16. Menimbang bahwa untuk melaksanakan Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan, Komisi
menerbitkan Keputusan Nomor 121/KPPU/KEP/III/2008 tanggal 25 Maret 2008 tentang
Penugasan Anggota Komisi sebagai Tim Pemeriksa Lanjutan dalam Perpanjangan Pemeriksaan
Lanjutan Perkara Nomor 26/KPPU-L/2007 (vide bukti A73);
17. Menimbang bahwa selanjutnya Direktur Eksekutif Sekretariat Komisi menugaskan Sekretariat
Komisi untuk membantu Tim Pemeriksa Lanjutan dalam Perpanjangan Pemeriksaan Lanjutan
dengan menerbitkan Surat Tugas Nomor 173/SET/DE/ST/III/2008 tanggal 25 Maret 2008
sebagaimana kemudian diubah dengan Surat Tugas Nomor 303/SET/DE/ST/IV/2008 tanggal 22
April 2008 (vide bukti A74, A89);
18. Menimbang bahwa dalam masa Pemeriksaan Lanjutan dan perpanjangannya, Tim Pemeriksa
telah mendengar keterangan para Terlapor, para Saksi, para Ahli dan Pemerintah;
19. Menimbang bahwa identitas dan keterangan para Terlapor, para Saksi, para Ahli dan Pemerintah
telah dicatat dalam BAP yang telah diakui kebenarannya serta telah ditandatangani oleh yang
bersangkutan;
20. Menimbang bahwa dalam Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa
telah mendapatkan, meneliti dan menilai sejumlah surat dan atau dokumen, BAP serta bukti-
bukti lain yang telah diperoleh selama pemeriksaan dan penyelidikan;
21. Menimbang bahwa setelah melakukan Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa membuat Laporan
Hasil Pemeriksaan Lanjutan sebagai berikut:

Identitas Terlapor;
1. Terlapor I, PT Excelkomindo Pratama, Tbk; selanjutnya disebut XL,beralamat kantor di
Graha XL, Jl. Mega Kuningan Lot. E4-7 No. 1, Jakarta 12710, adalah pelaku usaha yang
berbentuk badan hukum yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik
Indonesia, berupa suatu Perseroan Terbatas, yang seluruh anggaran dasarnya sebagaimana telah
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 1 September 2005, No. 70,
tambahan No. 9425 dan perubahannya sebagaimana telah diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia tanggal 27 Desember 2005, No. 103, Tambahan No. 1218 dan merujuk pada
susunan pengurus terakhir perseroan yang termuat dalam akta No. 121 tanggal 23 November
2007 yang dibuat di hadapan Sutjipto, SH, yang melakukan kegiatan usaha di bidang jasa
telekomunikasi;
2. Terlapor II, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel); selanjutnya disebut
Telkomsel, beralamat kantor di Jl. Gatot Subroto No. 42, Jakarta 12710, adalah pelaku usaha
yang berbentuk badan hukum yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan
Republik Indonesia, berupa suatu Perseroan Terbatas dengan Akta Notaris Poerbaningsih Adi
Warsito, SH, No. 181, tanggal 26 Mei 1995 sebagaimana diubah terakhi dengan Akta No. 21
tanggal 21 April 2005, yang dibuat di hadapan Ny. Djumini Setyoadi, SH, MKN, yang
melakukan kegiatan usaha di bidang jasa telekomunikasi;
3. Terlapor III, PT Indosat, Tbk; selanjutnya disebut Indosat, beralamat kantor di Jl. Medan
Merdeka Barat No. 21, Jakarta 10110, adalah pelaku usaha yang berbentuk badan hukum yang
didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan
Terbatas dengan Akta Notaris MS Tadjoeddin No. 55, tanggal 10 November 1967, sebagaimana
terakhir diubah dengan Akta Notaris Sutjipto, SH, No. 31, tanggal 5 Mei 2006, yang melakukan
kegiatan usaha di bidang jasa telekomunikasi;
4. Terlapor IV, PT Telekomunikasi Indonesia; selanjutnya disebut Telkom,beralamat kantor
di Jl. Japati No. 1, Bandung - 40133, adalah pelaku usaha yang berbentuk badan hukum yang
didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan
Terbatas dengan Anggaran Dasarnya telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia
No. 5, tanggal 17 Januari 1992, Tambahan No. 210, sebagaimana telah diubah dan terakhir telah
diumumkan dalam Berita Negara RI No. 45 tanggal 4 Mei 2002, tambahan No. 5495, yang
melakukan kegiatan usaha di bidang jasa telekomunikasi;
5. Terlapor V, PT Hutchison CP Telecommunication; selanjutnya disebut
Hutchison, beralamat kantor di Menara Mulia lantai 10, Jl. Gatot Subroto Kav. 9-11, Jakarta
12930, adalah pelaku usaha yang berbentuk badan hukum yang didirikan berdasarkan peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan Terbatas dengan Akta Notaris
Rachmad Umar, SH, No. 18 tanggal 18 Maret 2000, sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Akta Pernyataan Keputusan Pemegang Saham PT Hutchison CP Telecommunications, Notaris
Muhammad Ridha, SH, yang melakukan kegiatan usaha di bidang jasa telekomunikasi;
6. Terlapor VI, PT Bakrie Telecom; selanjutnya disebut Bakrie, beralamat kantor di Wisma
Bakrie lantai 2, Jl. HR Rasuna Said Kav. B-1, Jakarta 10350, adalah pelaku usaha yang
berbentuk badan hukum yang didirikan berdasarkan peraturan perundangundangan Republik
Indonesia berupa suatu Perseroan Terbatas dengan Akta Notaris Muhani Salim, SH, No. 94
tanggal 13 Agustus 1993, sebagaimana telah disesuaikan dalam Akta Notaris Sovyedi
Adasasmita, SH, No. 5 tanggal 24 September 1998 yang telah diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia No. 26 tanggal 30 Maret 1999, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia
No. 1934 tahun 1999, yang anggaran dasarnya telah diubah beberapa kali dan terakhir dengan
Akta Notaris Agus Madjid, SH, No. 6 tanggal 3 Februari 2006, yang melakukan kegiatan usaha
di bidang jasa telekomunikasi;
7. Terlapor VII, PT Mobile-8 Telecom, Tbk; selanjutnya disebut Mobile-8,beralamat kantor di
Menara Kebon Sirih lantai 18-19, Jl. Kebon Sirih No. 17-19 Jakarta 10340, adalah pelaku usaha
yang berbentuk badan hukum yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan
Republik Indonesia berupa suatu Perseroan Terbatas dengan Anggaran Dasar sebagaimana
termuat dalam Akta Notaris No. 202 tanggal 27 Juli 2005, yang dibuat oleh Notaris Sutjipto, SH,
yang melakukan kegiatan usaha di bidang jasa telekomunikasi;
8. Terlapor VIII, PT Smart Telecom; selanjutnya disebut Smart, beralamat kantor di Jl. H.
Agus Salim No. 45 Jakarta Pusat, adalah pelaku usaha yang berbentuk badan hukum yang
didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia berupa suatu Perseroan
Terbatas dengan Akta Notaris Sutjipto, SH No. 60 tanggal 16 Agustus 1996, yang telah diubah
beberapa kali dan terakhir dengan Akta Notaris Sri Hidianingsih Adi Sugijanto, SH, No. 32,
tanggal 29 September 2006, yang melakukan kegiatan usaha di bidang jasa telekomunikasi;
9. Terlapor IX, PT Natrindo Telepon Seluler; selanjutnya disebut NTS,beralamat kantor di
Gedung Citra Graha Lt.3, Jl. Jend. Gatot Subroto kav. 35-36 Jakarta 12950, adalah pelaku usaha
yang berbentuk badan hukum yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-undangan
Republik Indonesia berupa suatu Perseroan Terbatas dengan Anggaran Dasarnya telah
diumumkan dalam Tambahan Lembaran Berita Negara Republik Indonesia (BNRI) No. 5820,
tanggal 10 Juni 2005 oleh Aulia Taufani, SH, sebagai pengganti dari Notaris Sutjipto, SH, yang
melakukan kegiatan usaha di bidang jasa telekomunikasi;

ANALISIS

Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan dan uraian di atas, MajelisKomisi sampai pada
kesimpulan sebagai berikut:
2. Bahwa XL, Telkomsel, Telkom, Bakrie, dan Mobile-8 telahmelakukan kartel harga SMS off-
net pada range Rp 250 Rp 350 padaperiode 2004 sampai dengan April 2008;
3. Bahwa Smart telah mengikuti kartel harga SMS tersebut pada saatcommercial launching yaitu
tanggal 3 September 2007;
4. Bahwa Indosat, Hutchison dan NTS tidak terbukti melakukan kartelharga SMS off-net
5. Bahwa sebagai akibat kartel yang dilakukan tersebut, terdapat kerugiankonsumen setidak-
tidaknya sebesar Rp 2.827.700.000.000 (dua trilyundelapan ratus dua puluh tujuh miliar tujuh
ratus juta rupiah);
6. Menimbang bahwa Majelis Komisi tidak berada pada posisi yang berwenang untukmenjatuhkan
sanksi ganti rugi untuk konsumen;
7. Menimbang bahwa perilaku kartel yang dilakukan oleh XL, Telkomsel, Telkom,Bakrie, Mobile-
8, dan Smart merupakan pelanggaran berat terhadap persainganyang sehat;
8. Menimbang terhadap pelanggaran berat tersebut, Majelis Komisi memandang perluuntuk
menjatuhkan denda kepada pelaku kartel tersebut;
9. Menimbang bahwa sebelum menjatuhkan denda, Majelis Komisimempertimbangkan hal-hal
yang meringankan masing-masing Terlapor sebagaiberikut:
1) Bakrie;
Bahwa Bakrie pernah menetapkan harga SMS dibawah hargaperjanjian namun mendapatkan
teguran untuk menaikkannya lagi;
Bahwa Bakrie sebagai new entrant berada dalam posisi tawar yanglemah;
Bahwa Bakrie telah menurunkan dan mengubah pola penetapan hargaSMS;
2) Mobile-8;
Bahwa Mobile-8 sebagai new entrant berada dalam posisi tawar yang lemah;
3) Smart;
Bahwa Smart sebagai new entrant berada dalam posisi tawar yang lemah;
Bahwa periode keikutsertaan Smart dalam perjanjian harga SMSadalah yang paling pendek
dibanding operator lain

Anda mungkin juga menyukai