PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui definisi manajemen konflik
1.2.2 Untuk mengetahui pandangan terhadap konflik
1.2.3 Untuk mengetahui jenis-jenis konflik
1.2.4 Untuk mengetahui penyebab konflik
1.2.5 Untuk mengetahui proses konflik
1
1.2.6 Untuk mengetahui dampak konflik
1.2.7 Untuk mengetahui pengelolaan konflik
1.2.8 Untuk mengetahui pendekatan untuk mengelola konflik
1.2.9 Untuk mengetahui metode penyelesaian konflik
1.2.10 Untuk mengetahui peran pimpinan dalam penyelesaian konflik
1.2.11 Untuk mengetahui macam-macam tindakan pendisiplinan
1.2.12 Untuk mengetahui beberapa pedoman dalam pendisiplinan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
b) Pandangan Hubungan Manusia (The Human Relations View)
Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar
terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak
dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dirasionalisasikan
sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi. Pandangan
ini mendominasi teori konflik dari akhir dasawarsa 1940-an sampai pertengahan
1970-an.
c) Pandangan Interaksionis (The Interactionist View)
Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu
asumsi bahwa kelompok yang kooperatif, tenang, damai dan serasi, cenderung
menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut
aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tinggat minimum secara
berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis – diri (self-
critical), dan kreativ. Stoner dan Freeman (1992) membagi pandangan tentangt
konflik menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (old view) dan pandangan
modern (current view).
4
5) Intra organizational, yaitu konflik terjadi bila fungsi-fungsi didalam organisasi
tidak jalan.
5
6) Konflik antar individu dalam organisasi yang berbeda
Konflik ini terjadi sebagai akibat sikap atau perilaku dari anggota suatu organisasi
yang berdampak negatif bagi anggota organisasi yang lain. Misalnya, seorang
manajer public relations yang menyatakan keberatan atas pemberitaan yang
dilansir seorang jurnalis.
6
tetapi juga mengejek dan menghina, mengeluh dan mengkritik untuk mendapatkan
dukungan dari pihak yang lain.
3) Avoider, penentang jenis ini menghindari kesepakatan dan partisipasi, tidak
berespon terhadap manajer perawat.
b) Stres
Stres dapat mengakibatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi. Stres yang
timbul ini dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang muncul dalam lingkungan
kerja seseorang. Contoh stressor antara lain terlalu banyak atau terlalu sedikit beban
yang menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan orang lain yang ada
dalam organisasi, misalnya di bangsal keperawatan. Seorang manajer perawat merasa
penat karena mencoba untuk mempertahankan sistem pendukung dalam memberikan
perawatan kepada pasien. Perawat pelaksana merasa penat karena mencoba
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas kepada pasien. Konfontasi,
ketidaksetujuan, dan kemarahan adalah bukti dari stres dan konflik. Stres dan konflik
dapat disebabkan oleh kurangnya kualitas hubungan yang dilaksanakan antar manusia
dan harapan - harapan yang tidak terpenuhi.
c) Ruang
Kondisi ruangan yang tidak kondusif untuk melakukan kegiatan - kegiatan rutin
dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk keadaan dalam ruangan dapat
berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara individu yang terlibat
didalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau bangsal,
dan bahkan dapat berupa aktivitas profesi selain keperawatan, seperti dokter juga
mampu memperparah kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.
d) Kewenangan Dokter
Perawat mempunyai tanggung jawab profesional dan tanggung gugat untuk
perawatan pasien. Dokter memiliki kewenangan terhadap terapi pengobatan terhadap
pasien. Kewenangan dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan
usulan-usulan diantara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya konflik. Dokter
yang tidak mau menerima umpan balik (feedback) dari perawat, atau perawat yang
merasa tidak acuh dengan saran-saran dari dokter untuk kesembuhan klien yang
dirawatnya, dapat memperkeruh suasana. Kondisi ini akan semakin buruk jika diantara
pihak yang terlibat dalam pengelolaan klien merasa direndahkan harga dirinya akibat
sesuatu hal. Misalnya kata-kata ketus dokter terhadap perawat atau nada tinggi dari
perawat sebagai bentuk ketidak puasan tehadap penanganan yang dilakukan profesi
lain.
e) Keyakinan. Nilai, dan Sasaran
7
Aktifitas atau persepsi-persepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik. Hal ini
terbukti apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai dan sasaran yang berbeda dengan
manjer perawat, dokter, pasien, pengunjung, keluarga, bagian administrasi, dan yang
lainnya. Perawat begitu percaya dengan persepsinya tentang pendapat kliennya
sehingga menjadi tidak yakin dengan pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim
kesehatan lain. Keadaan ini akan semakin menjadi kompleks jika perbedaan keyakinan,
nilai dan persepsi telah melibatkan pihak diluar tim kesehatan yaitu keluarga pasien.
Jika ini telah terjadi, konflik yang muncul pun semakin tidak sederhana karena telah
mengikutsertakan banyak variable di dalamnya.
8
Persepsi berkaitan erat dengan perasaan. Karena itulah jika orang merasakan
adanya perselisihan baik secara aktual maupun potensial, ketegangan, frustasi, rasa
marah, rasa takut, maupun kegusaran akan bertambah. Di sinilah mulai diragukannya
kepercayaan terhadap pihak lain, sehingga segala sesuatu dianggap sebagai ancaman,
dan orang mulai berpikir bagaimana untuk mengatasi situasi dan ancaman tersebut.
d) Manifest Conflict
Persepsi dan perasaan menyebabkan orang untuk bereaksi terhadap situasi
tersebut. Begitu banyak bentuk reaksi yang mungkin muncul pada tahap ini adalah
berbagai argumentasi, tindakan agresif, atau bahkan munculnya niat baik yang
menghasilkan penyelesaian masalah yang konstruktif.
e) Conflict Resolution or Suppression
Conflict resolution atau hasil suatu konflik dapat muncul dalam berbagai cara.
Kedua belah pihak mungkin mencapai persetujuan yang mengakhiri konflik tersebut.
Mereka bahkan mungkin mulai mengambil langkah-langkah untuk mencegah
terulangnya konflik di masa yang akan datang. Tetapi terkadang terjadi pengacuan
(suppression) dari konflik itu sendiri. Hal ini terjadi jika kedua belah pihak
menghindari terjadintya reaksi yang keras, atau mencoba mengacuhkan begitu saja
ketika terjadi perselisihan. Konflik juga dapat dikatakan selesai jika satu pihak berhasil
mengalahkan pihak yang lain.
f) Conflict Alternatif
Ketika konflik terselesaikan, tetap ada perasaan yang tertinggal. Terkadang
perasaan lega dan harmoni yang terjadi, seperti ketika kebijaksanaan baru yang
dihasilkan dapat menjernihkan persoalan di antara kedua belah pihak dan dapat
meminimasik konflik - konflik yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Tetapi
jika yang tertinggal adalah perasaan tidak enak dan ketidakpuasan, hal ini dapat
menjadi kondisi yang potensial untuk episode konflik yang selanjutnya.Pertanyaan
kunci adalah apakah pihak - pihak yang terlibat lebih dapat bekerjasama, atau malah
semakin jauh akibat terjadinya konflik.
9
a) Konflik Sebagai Suatu Kekuatan Positif
1) Kebutuhan untuk menyelesaikan konflik menyebabkan orang mencari jalan untuk
mengubah cara-cara berlaku dalam hal melaksanakan tugas-tugas.
2) Proses penyelesaian konflik dapat merangsang timbulnya perubahan positif di
dalam organisasi yang bersangkutan.
3) Upaya untuk mencari cara-cara menyelesaikan konflik, bukan saja membuahkan
inovasi dan perubahan, tetapi hal tersebut dapat menyebabkan perubahan lebih
dapat diterima, bahkan diinginkan.
4) Menintroduksi konflik secara sengaja (intensional) ke dalam proses pengambilan
keputusan, kadang-kadang menguntungkan. Apabila suatu keinginan kelompok
yang kohesif untuk mencapai kesepakatan berbenturan dengan pertimbangan untuk
mencapai pemecahan-pemecahan alternative “pemikiran kelompok” (groupthink)
dapat berkurang maknanya, apabila dimasukkannya konflik mencapai bentuk
berupa macam-macam pendapat yang berbeda.
5) Persaingan yang menyebabkan timbulkanya konflik tentang salah satu tujuan atau
lebih, dapat pula menimbulkan efek menguntungkan. Para karyawan yang
mengalami suatu suasana kompetitif antara para sesama pekerja sehubungan
dengan performa, dapat dimotivasi untuk mencurahkan upaya lebih intensif guna
“memenangkan” persaingan.
6) Bukti-bukti empirik yang diperoleh melalui hasil riset di luar negeri menunjukan
bahwa persaingan menyebabkan meningkatnya produk yang diproduksi per
periode waktu.
7) Apabila tujuan utama sebuah organisasi adalah berupa menghasilkan sejumlah
besar kesatuan per periode waktu tertentu, maka sangat disarankan untuk
menumbuhkan suatu suasana yang kompetitif, Sebagai contoh karyawan yang
berhasil menghasilkan kesatuan terbanyak dalam bidang produksi diberi bonus
tertentu.
10
4) Konflik dapat menghalangi kerjasama antara individu dengan gangguan
komunikasi.
5) Konflik dapat memindahkan perhatian anggota organisasi dari tujuan organisasi.
11
2.8 Pendekatan untuk Mengelola Konflik
Beberapa pendekatan untuk mengelola konflik, yaitu :
a) Problem Solving (Win-win Solution)
Pendekatan ini disebut juga dengan win-win solution. Dalam model ini, para
pelaku bertemu untuk mendiskusikan permasalahan dan isu-isu yang berkaitan dengan
konflik. Tujuannya adalah untuk mengitegrasi kebutuhan-kebutuhan dari masing -
masing kelompok. Konflik dijadikan sebagai masalah bersama dan kedua pihak harus
berusaha mencari solusi yang kreatif. Pendekatan ini, dapat digunakan jika: kedua
kelompok yang bertikai saling memiliki tingkat kepercayaan satu dengan yang lainnya,
kedua pihak memiliki komitmen yang tinggi untuk menyelesaikan konflik, serta bila
investasi dlm organisasi sangat bernilai tinggi.
b) Superordinate Goals
Pengalihan pada tujuan yang lebih tinggi dapat menjadi metode pengurangan
konflik yang efektif, dengan cara mengalihkan perhatian pihak - pihak yang terlibat
dari tujuan mereka yang berbeda menjadi tujuan bersama pada tingkat yang lebih
tinggi.
c) Expansion of Resources
Apabila konflik muncul karena kelangkaan sumber daya, maka untuk
memecahkan masalah, diperlukan upaya perluasan sumber daya. Namun, sumber daya
organisasi yang terbatas, tidak mudah juga diperluas.
d) Avoidance
Manajer melakukan penghindaran, seolah-olah tidak ada konflik. Ini bertujuan
untuk mengulur waktu dan menunda, menunggu lebih banyak informasi guna
mengambil tindakan yang tepat.
e) Smoothing
Teknik ini menekankan kepentingan bersama (common interest) dan tujuan
bersama (common goal). Tugas manajer untuk berupaya memperkecil perbedaan
diantara kedua belah pihak yg bertikai, menitikberatkan bahwa jika tidak bekerja sama
maka tujuan organisasi akan terhambat dan jangan sampai berpihak kepada satu
kelompok.
f) Compromise
Metode ini merupakan pendekatan tradisional, dimana dalam menyelesaikan
konflik menggunakan pendekatan tidak ada yang menang atau yang kalah, sebab
masing-masing kelompok memberikan konsesi dan pengorbanan untuk saling
memuaskan.
g) Authoritative Command
12
Dasar pendekatanya adalah eksekutif mempunyai wewenang untuk memaksa
bawahannya menghentikan konflik. Pendekatan ini sering tidak menjawab isu utama.
Saat itu konflik teratasi, tapi sewaktu-waktu bisa saja muncul.
h) Intergroup Training
Kelompok yang bertikai diminta mengikuti seminar/lokakarya di luar tempat
kerja dengan fasilitator (tanpa diketahui) yang mengatur interaksi kedua kelompok itu.
Pengalaman yang diperoleh diharapkan memperbaiki sikap dan hubungan. Jenis
intervensi ini relatif butuh waktu dan biaya besar, serta perlu fasilitator yang trampil.
i) Third Party Mediation
Teknik ini menggunakan seorang konsultan sebagai pihak ketiga yang diundang
untuk memediasi kelompok yang bertikai, ataupun dengan menggunakan jasa arbiter.
13
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika
penyelesaiannya tampak tidak berhasil, embalilah ke langkah –langkah sebelumnya
dan cobalah lagi.
14
a) Pemimpin perlu menganalisa jumlah dan tipe konflik yang terjadi dalam organisasi
sehingga bisa fokus mengatasinya.
b) Manajer kesehatan seharusnya mengevaluasi setiap level konflik yang terjadi dan
melihat apakah organisasinya kuat dalam menghadapi konflik.
c) Ketika manajer terlibat konflik seharusnya berfikir eksplisit tentang sejauhmana
perhatian mereke terhadap organisasi. Ini menjadi salah satu kunci untuk menentukan
strategi pengelolaan konflik.
d) Dalam negosiasi, manajer perlu menentukan dan mengidentifikasi isu yang pasti akan
dinegosiasikan.
e) Manajer seharusnya hati-hayi menentukan apakah sikap dalam negosiasi telah
memenuhi standar normal sebelum bernegosiasi.
f) Manajer seharusnya tidak terlalu tertekan dalam mempersiapkan sebuah negosiasi.
g) Jika seseorang manajer melibatkan pihak ketiga dalam penanganan konflik mereka
harus mengontrol proses dan hasil dari perdebatan atau diskusi.
Peran pemimpin dalam manajemen konflik (Marquis & Houston, 2012) : (jurnal 1)
15
d) Didenda.
e) Dirumahkan sementara ( lay-off)
f) Diturunkan pangkat atau jabatannya.
g) Diberhentikan dengan hormat.
h) Diberhentikan tidak dengan hormat.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi dapat disimpukan bahwa hubungan kerja perawat dan personel yang lain, pasien
dan keluarga dapat menimbulkan potensial konflik. Dalam hal ini manajer perawat harus
menguasai bagaimana mengelola konflik. Penyebab-penyebab konflik termasuk perilaku
menentang, stres, ruang yang penuh sesak, kewenangan dokter, serta ketidak cocokan nilai
dan sasaran.
Konflik dapat dicegah atau diatasi dengan disiplin, mempertimbangkan tahap
kehidupan, komunikasi termasuk mendengarkan secara aktif, penggunaan lingkaran
kualitas, dan ketetapan tentang latihan asertif bagi manajer perawat.
Strategi khusus termasuk menghindar, akomodasi, kompetisi, kompromi, dan kerja
sama. Selain itu manajer perawat dapat mempelajari dan menggunakan keterampilan
khusus untuk mencegah dan mengelola konflik. Manajemen konflik menjaga meluasnya
konflik, membuat kerja lebih produktif, dan dapat membuat konflik sebagai suatu kekuatan
yang positif dan membangun.
3.2 Saran
Untuk mengatasi konflik diperlukan pihak yang dapat bersikap netral dalam mengambil
sebuah keputusan sehingga konflik dalam manajemen dapat diatasi dan diarahkan ke arah
yang lebih baik.
17
DAFTAR PUSTAKA
Setiadi. 2016. Manajemen dan Kepemimpinan dalam Keperawatan : Teori dan Aplikasi Praktek
Bagi Mahasiswa dan Perawat Klinis. Yogyakarta : Indomedia Pustaka
Satrianegara, M. Fais. 2014. Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan : Teori dan
Apikasi dalam Pelayanan Puskesmas dan Rumah Sakit. Jakarta : Salemba Medika
Julianto, Mito. Peran dan Fungsi Manajemen Keperawatan dalam Manajemen Konflik. Diambil
dari :
http://jurnal.fatmawatihospital.com/pdf/PerandanFungsiManajemenKeperawatandalamMa
najemenKonflik.pdf. Diakses pada tanggal : 2 Juni 2017
18
LAMPIRAN
19
20
21
22
23
24
25