Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
menjadi masalah di tingkat nasional, regional maupun global. Survei Badan Narkotka
Nasional (BNN) tahun 2011 menyatakan sekitar 3,8 juta penduduk Indonesia adalah
Jenis narkoba yang pernah dipakai (ever used) paling banyak adalah ganja (57%),
diikuti oleh shabu (23%) dan ekstasi (15%). Jenis narkoba lainnya dengan kisaran antara
adalah jenis obat daftar G yang dapat dibeli bebas di apotik dengan menggunakan resep
dokter. Namun, fakta di lapangan, obat tersebut ternyata dapat diperjualbelikan secara
bebas tanpa resep dokter atau dengan resep dokter yang dipalsukan (BNN, 2016).
Ada 4 tempat yang banyak dipilih untuk memakai narkoba, yaitu rumah teman (45%),
jalanan (21%), rumah sendiri (19%), dan taman/kebun (12%). Pemakaian narkoba di rumah
teman paling banyak ditemukan di Bali dan Bangka Belitung. Mereka yang pakai narkoba di
jalanan paling banyak ditemukan di DI Yogyakarta, Sumatera Utara, dan Bangka Belitung.
Sedangkan yang pakai di rumah responden paling banyak ditemukan di Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Para penyalahguna memakai narkoba kebanyakan
bersama teman (96%), diikuti oleh pakai seorang diri (13%) dan bandar/pengedar (5%). Namun,
di Kalimantan Utara mereka yang pakai narkoba bersama teman tinggal separuhnya (BNN,
2016).
seluruh Indonesia tahun 2013 menurut data Deputi Bidang Rehabilitasi BNN adalah
sebanyak 6.111 orang, dengan jumlah terbanyak pada kelompok usia 26 40 tahun yaitu
sebanyak 3.916 orang. Jenis Narkoba yang paling banyak digunakan oleh pecandu yang
mendapatkan pelayanan terapi dan rehabilitasi adalah heroin (1.695 orang), shabu (1.649
orang), selanjutnya secara berturutan adalah jenis ganja (1.243 orang), ekstasi (282
orang) dan opiat (195 orang). Pada kelompok opiad jenis yang paling banyak digunakan
adalah heroin (putau) 1,6%, morfin (1,1%), opium dan codein masing masing (0,7%) dan
(0,6%). Jumlah Penyalahgunaan Narkoba untuk jenis heroin berdasarkan jenis kelamin,
laki-laki lebih sering dibandingkan dengan perempuan dengan jumlah 1565 orang pada
laki-laki, dan 129 orang pada perempuan ( Jurnal Data P4GN, 2014).
reduksi permintaan dan pengurangan dampak buruk (harm reduction). Salah satu
komponen dari pengurangan dampak buruk adalah program terapi yaitu program terapi
substtusi yang di antaranya Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM). Tujuan PTRM
memperbaiki fungsi sosial pasien. Sampai dengan tahun 2012 terdapat 83 unit layanan
rawat jalan terapi rumatan metadon di 17 provinsi, yang terdiri atas 34 rumah sakit, 40
Di Indonesia, berdasarkan data dari profil kesehatan indonesia tahun 2012, provinsi
di Indonesia dengan jumlah kasus kumulatif AIDS pada Injecting Drug User (IDU)
terbanyak adalah provinsi Jawa Barat dengan jumlah 2491, provinsi Jawa Timur
menempati posisi kedua dengan jumlah 1399, dan disusul dengan provinsi Sulawesi
Gejala obyektif dari gejala putus zat yang timbul pada pengguna pengguna heroin
adalah
- mengantuk
- pilek sampai bersin
- lakrimasi
- dilatasi pupil
- vasodilatasi umum pembuluh darah sehingga pasien merasa panas dingin,
meriang dan berkeringat berlebihan
- piloereksi (merinding atau rambut halus pada tubuh yang berdiri)
- takikardia
- meningginya tekanan darah
- meningkatnya respirasi secara mencolok
- suhu badan meninggi tajam
- mual, muntah, diare
- insomnia.
Gejala subyektif dari gejala putus zat yang timbul pada pengguna heroin adalah
pasien mengeluh adanya sugesti (rasa keinginan atau hasrat yang sangat besar untuk
mialgia (rasa sakit dan pegal otot di punggung, kaki dan seluruh tubuh), artralgia (rasa
sakit dan ngilu pada tulang), sakit dan kram perut, tidak ada selera makan, gemetar atau
tremor, kejang-kejang kecil, lemas. Gejala putus zat dapat timbul dengan onset awal
gejala dalam enam sampai delapan jam dan puncaknya pada hari kedua atau ketiga.
Gejala putus zat dapat berlangsung selama tujuh sampai sepuluh hari (Sargo & Subagyo,
Dosis toksik, 500 mg untuk bukan pecandu dan 1800 mg untuk pecandu narkotik.
Gejala overdosis biasanya timbul beberapa saat setelah pemberian obat. Gejala
o Tekanan darah pada awalnya baik, tetapi dapat menjadi hipotensi apabila
o Bradikardi
o Edema paru
o Kejang
menimbulkan reaksi silang seperti alkohol, tranquilizer. Angka kematian heroin dengan
alkohol meningkatkan angka kematian sebesar 40%, sedangkan angka kematian untuk
Japardi, Iskandar. 2002. Efek Neurologis pada penggunaan Heroin (Putauw). Depertemen
Sadock, Benjamin., Sadock Virginia. 2010. Gangguan terkait zat dalam Kaplan dan Sadock.
Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi ke-2. Jakarta. EGC. Halaman 126
Jurnal Data Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba