Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Ny. A
b. Umur : 48 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Masuk RS : 13/01/2015
e. Rekam Medik : 032771
f. Pekerjaan : Ibu rumah tangga

2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pergelangan tangan kiri
Anamnesis terpimpin : Nyeri dialami sejak 2 minggu yang lalu akibat terpeleset di
pinggir sungai dan terjatuh dengan posisi tangan bertumpu pada telapak tangan. Pada
awalnya pasien hanya merasakan nyeri pada pergelangan tangan kiri, dua hari kemudian
nyeri bertambah dan tangan pasien membengkak. Di sekitar pergelangan tangan berwarna
kebiru-biruan.
Riwayat pengobatan sebelumnya tidak ada.
Riwayat diurut tidak ada.
Pasien dominan tangan kanan.

3. PEMERIKSAAN FISIS
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Gizi : BB = 52kg, TB = 145kg, IMT = 24,7kg/m2, Baik.
b. Status Vitalis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 76x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,7c
c. Status Lokalis
Regio pergelangan tangan kiri
Look : Deformitas ada, swelling ada, hematoma ada, luka tidak ada.
Feel : Nyeri tekan ada.
Move : ROM pergelangan tangan terbatas karena nyeri.
NVD : Sensibilitas baik, arteri radialis teraba, CRT < 2 detik.

4. GAMBARAN KLINIS

1
(Gambar 1.)

(Gambar 2.)

5. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

2
(Gambar 3. X-Ray)

6. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Result Nilai normal

WBC 7,1 4,00-10,0

RBC 3,89 4,00-6,00

HGB 11,1 12,0-16,0

HCT 32,6 37,0-48,0

PLT 227 150-400

CT 300 4-10

BT 800 1-7

3
PT 12,9 10-14

APTT 26,5 22,0-30,0

Non Non
HBsAg
Reactive Reactive

7. RESUME
Perempuan 48 tahun dating ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada pergelangan
tangan kiri, yang dialami sejak 2 minggu yang lalu akibat terpeleset dari pinggir sungai.
Mekanisme trauma pasien terjatuh dengan posisi tangan bertumpu. Awalnya pasien hanya
merasa nyeri pada pergelangan tangan kiri, dua hari kemudian nyeri bertambah dan
tangan pasien membengkak dan berwarna kebiruan disekitar pergelangan tangan. Pasien
dominan menggunakan tangan kanan.\
Dari pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum baik, tanda vital dalam batas
normal. Pada region pergelangan tangan kiri didapatkan deformitas, swelling, hematoma,
dan nyeri tekan. ROM pergelangan tangan terbatas karena nyeri. NVD baik.
8. DIAGNOSA
Closed fracture 1/3 distal radius sinistra
9. PENATALAKSANAAN
Analgetik
Closed reduction
Plan ORIF
DISKUSI
FRAKTUR DISTAL RADIUS
A. PENDAHULUAN
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas struktur tulang, baik yang bersifat total
maupun parsial. Jika kulit di atasnya masih utuh itu adalah fraktur tertutup, jika kulit
atau salah satu rongga tubuh terkena itu adalah terbuka. Fraktur bertanggung jawab
terhadap kontaminasi dan infeksi. Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang
dapat mengalami fraktur, kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma
yang dapat menyebabkan patah tulang. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan
tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan. Trauma
dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Trauma langsung adalah apabila tekanan

4
menyebabkan langsung pada tulang sehingga terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur
yang terjadi biasa bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
Sedangak trauma tidak langsung adalah apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih
jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan posisi tangan ekstensi dapat
menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap
utuh.
KLASIFIKASI FRAKTUR TERTUTUP
Klasifikasi Tscherne (1984) yaitu:
Grade 0 : fraktur sederhana dengan sedikit atau tanpa kerusakan jaringan lunak
Grade 1 : Fraktur dengan abrasi superficial atau memar dikulit dan jaringan
subkutaneus
Grade 2 : Luka berat ditandai kerusakan jaringan lunak dan ancaman
kompartemen sindrom
Fraktur radius distal adalah salah satu dari macam fraktur yang biasa terjadi pada
pergelangan tangan. Umumnya terjadi karena jatuh dalam keadaan tangan menumpu dan
biasanya terjadi pada anak-anak dan lanjut usia. Bila seseorang jatuh dengan tangan yang
menjulur, tangan akan tiba-tiba menjadi kaku, dan kemudian menyebabkan tangan
memutar dan menekan lengan bawah. Jenis luka yang terjadi akibat keadaan ini
tergantung usia penderita. Pada anak-anak dan lanjut usia, akan menyebabkan fraktur
tulang radius. Berbagai jenis fraktur pada distal radius, tergantung pada faktor-faktor
seperti usia, kekuatan, mekanisme cedera dan kualitas tulang. Dengan adanya patah
tulang tersebut, pergelangan tangan juga dapat menderita cedera ligamen yang cukup
besar sehingga dapat menyebabkan ketidakstabilan pada tulang pergelangan tangan dan
distal radio-ulnaris.

B. EPIDEMIOLOGI
Fraktur lengan bawah lebih sering terjadi pada pria daripada wanita; sekunder
untuk insiden yang lebih tinggi pada pria dari kecelakaan kendaraan bermotor, kontak
partisipasi atletik, altercations, dan jatuh dari ketinggian. Rasio patah tulang terbuka
dibandingkan fraktur ditutup lebih tinggi untuk lengan daripada untuk tulang lainnya
kecuali tibia.
C. ANATOMI

Lengan bawah bertindak sebagai cincin; fraktur yang lebih pendek baik jari-jari
atau hasil ulna baik dalam patah tulang atau dislokasi tulang lengan lainnya di proksimal

5
atau distal radioulnar sendi. Cedera tongkat adalah pengecualian. Ulna, yang relatif lurus,
bertindak sebagai poros di mana jari-jari lateral membungkuk berputar di supinasi dan
pronasi. Hilangnya kemampuan supinasi dan pronasi dapat menyebabkan patah tulang
poros radial di mana kelengkungan lateral yang belum dikembalikan. Membran
interoseus menempati ruang antara radius dan ulna. Central band adalah sekitar 3,5 cm
lebar berjalan miring dari asal proksimal pada radius penyisipan distal pada ulna.
Sectioning dari central band saja mengurangi stabilitas dengan 71%. Pembagian lokasi
fraktur :

a. Fraktur distal radius pada insersi otot supinator tapi insersi otot proksimal
teres pronator cenderung menghasilkan supinasi dari fragmen proksimal
karena tertarik dari supinator dan bisep brachii otot.
b. Fraktur distal radius pada otot supinator dan pronator teres cenderung
menghasilkan keselarasan rotasi netral dari fragmen proksimal.

(Gambar 4. Anatomi tulang radius dan ulna)

6
(Gambar 5. Anatomi otot-otot pada lengan bawah)

D. PATOMEKANISME

Umumnya fraktur distal radius terutama fraktur Colles dapat timbul setelah
penderita terjatuh dengan tangan posisi terkedang dan meyangga badan. Pada saat
terjatuh sebahagian energi yang timbul diserap oleh jaringan lunak dan persendian
tangan, kemudian baru diteruskan ke distal radius, hingga dapat menimbulkan patah
tulang pada daerah yang lemah yaitu antara batas tulang kortikal dan tulang spongiosa.
Khusus pada fraktur Colles biasanya fragmen distal bergeser ke dorsal, tertarik ke
proksimal dengan angulasi ke arah radial serta supinasi. Adanya fraktur prosesus styloid
ulna mungkin akibat adanya tarikan triangular fibrokartilgo atau ligamen ulnar collateral.
Berdasarkan percobaan cadaver didapatkan bahwa fraktur distal radius dapat
terjadi, jika pergelangan tangan berada dalam posisi dorsofleksi 40 900 dengan beban
gaya tarikan sebesar 195 kg pada wanita dan 282 kg pada pria. Pada bahagian dorsal
radius frakturnya sering komunited, dengan periosteum masih utuh, sehingga jarang
disertai trauma tendon ekstensor. Sebaliknya pada bagian volar umumnya fraktur tidak
komunited, disertai oleh robekan periosteum, dan dapat disertai dengan trauma tendon
fleksor dan jaringan lunak lainnya seperti n. medianus dan n. ulnaris. Fraktur pada radius
distal ini dapat disertai dengan kerusakan sendi radiocarpalia dan radio ulna distal berupa

7
luksasi atau subluksasi. Pada sendi radioulna distal umumnya disertai dengan robekan
dari triangular fibrokartilago.
E. GEJALA KLINIS
Pasien biasanya dengan deformitas datang dengan keluhan, nyeri, pembengkakan,
dan kehilangan fungsi tangan dan fungsi lengan. Pemeriksaan neurovaskular sangat
penting, dengan penilaian radial dan ulnar , serta median, radial, dan fungsi saraf ulnaris.
Harus hati-hati menilai luka terbuka karena perbatasan ulna adalah subkutan, dan bahkan
luka dangkal dapat mengekspos tulang. Nyeri yang tidak hilang, kompartemen lengan
tegang, atau sakit pada peregangan pasif dari jari-jari harus dicurigai adanya sindrom
kompartemen. Pemantauan tekanan kompartemen harus dilakukan, dengan fasiotomi
darurat diindikasikan untuk didiagnosis sindrom kompartemen.

F. KLASIFIKASI
Klasifikasi ini berguna untuk menentukan jenis terapi dan mengevaluasi hasilnya
maka harus mencakup tipe dan derajat beratnya fraktur, ada juga secara umum dibagi
berdasarkan :
1. Lokasi
2. Bentuk garis fraktur
3. Arah peranjakan fragmen distal
4. Nama dari penemu fraktur tersebut
Gartland dan Werley pada tahun 1951 serta Lidstrom pada tahun 1959
mengembangkan sistem klasifikasi yang didasarkan kepada adanya peranjakan atau
displacement pada tempat fraktur serta mengenai atau tidaknya permukaan sendi
radiocarpal.
KLASIFIKASI GARTLAND & WERLEY (Gartland & Werley, 1951)
Klasifikasi ini didasarkan kepada ada tidaknya peranjakan tanpa menilai menilai derajat
displacement. Fraktur dibagi atas 4 kelompok, yaitu :
1. Group I : Extra-articular, displaced
2. Group II : Intra-articular, non displaced

8
3. Group III : Intra-rticular, displaced
4. Group IV : Non displaced extra articular fracture
KLASIFIKASI MENURUT LIDSTROM (Lidstrom, 1959)
Dasarnya sama seperti klasifikasi menurut Gartland & Werley. Fraktur dibagi menjadi 6
kelompok, yaitu :
1. Group I : Minimal displacement
2. Group IIA : Extra-articular, dorsal angulation
3. Group IIB : Intra-articular, dorsal angulation, joint surface non comminuted
4. Group IIC : Extra-articular, dorsal angulation and dorsal displacement
5. Group IID : Intra-articular, dorsal angulation and displacement, joint surface non
comminuted
6. Group IIE : Intra-articular, dorsal angulation and displacement, joint surface
comminuted
KLASIFIKASI AO (Kreder & Hanell, 1996)
Klasifikasi ini lebih rumit dan detil di mana fraktur dibagi menjadi 3 tipe kemudian
masing-masing tipe dibagi lagi menjadi sub tipe, sebagai berikut :
1. Tipe A : Extra articular, dibagi menjadi A1, A2, A3.
2. Tipe B : Partial articular, dibagi menjadi B1, B2, B3.
3. Tipe C : Complete articular, dibagi menjadi C1, C2, C3.
KLASIFIKASI SARMIENTO (Sarmiento, 1981)
Membagi fraktur berdasarkan peranjakan fragmen distal dan adanya fraktur pada sendi
radiocarpalia.
1. Tipe 1 : Fraktur tidak beranjak tanpa disertai fraktur radiocarpalia
2. Tipe 2 : Fraktur yang beranjak, tanpa disertai fraktur radiocarpalia
3. Tipe 3 : Fraktur yang tidak beranjak disertai fraktur radiocarpalia
4. Tipe 4 : Fraktur yang beranjak dan disertai fraktur radiocarpalia
KLASIFIKASI MENURUT OLDER
Klasifikasi ini berdasarkan kepada derajat displacement, dorsal angulasi, pemendekan
distal fragmen radius dan derajat kominutif fragmen.
Fraktur dibagi menjadi 4 tipe :
1. Tipe I : Dorsal angulasi sampai 5 derajat, radial length minimal 7 milimeter.

9
2. Tipe II : Terdapat dorsal angulasi, radial length antara 1-7 mm, tidak kominutif.
3. Tipe III : Dorsal radius kominutif, radial length kurang dari 4 mm, distal fragmen
sedikit kominutif.
4. Tipe IV : Jelas kominutif, radial length biasanya negatif.

Klasifikasi ini lebih baik dalam hal memberikan gambaran kemungkinan reduksi
anatomis dan posisi anatomis pada tempat fraktur.
KLASIFIKASI MENURUT FRYKMAN (Frykmann, 1967)
Klasifikasi ini berdasarkan biomekanik serta uji klinik, juga memisahkan antara intra dan
ekstra artikular serta ada tidaknya fraktur pada ulna distal. Pada klasifikasi ini nomor
yang lebih besar menunjukkan fase penyembuhan yang lebih rumit dan prognosa yang
lebih jelek.
1. Tipe 1 : Fraktur distal radius dengan garis fraktur extra articular.
2. Tipe 2 : Tipe 1 + Fraktur prosesus styloid radius.
3. Tipe 3 : Tipe 1 + Fraktur permukaan sendi radiocarpalia.
4. Tipe 4 : Tipe 3 + Fraktur prosesus styloid radius.
5. Tipe 5 : Fraktur distal radius dengan garis melewati sendi radio ulnar distal.
6. Tipe 6 : Tipe 5 + Fraktur prosesus styloid radius.
7. Tipe 7 : Tipe 5 + Fraktur permukaan sendi radiocarpalia.
8. Tipe 8 : Tipe 7 + Fraktur prosesus styloid radius.

(Gambar 6. Klasifikasi Frykmann)

10
G. DIAGNOSA

Biasanya penderita mengeluh deformitas pada pergelangan tangan dengan adanya


riwayat trauma sebelumnya. Pada penemuan klinis untuk fraktur distal radius terutama
fraktur Colles akan memberikan gambaran klinis yang klasik berupa dinner fork
deformity, dimana bagian distal fragmen fraktur beranjak ke arah dorsal dan radial,
bagian distal ulna menonjol ke arah volar, sementara tangan biasanya dalam posisi
pronasi, dan gerakan aktif pada pergelangan tangan tidak dapat dilakukan. Pada fraktur
dengan peranjakan yang berat akan dapat menimbulkan extravasasi darah hingga
pergelangan tangan dan tangan bahkan bagian distal lengan bawah akan cepat
membengkak.

H. PENANGANAN
Berbagai macam metode stabilisasi dan immobilisasi telah dikemukakan. Hal
inilah yang sering menimbulkan kontroversi dalam penanganan fraktur distal radius. Ini
menunjukkan belum adanya metode immobilisasi yang benar-benar memuaskan. Tujuan
utama dari pengobatan fraktur ini adalah menghasilkan reduksi seanatomis mungkin dan
mempertahankan posisi ini sampai timbul konsolidasi tulang dan pencegahan komplikasi.
Dari kepustakaan ternyata bahwa fungsi optimal dapat tercapai dengan reposisi
seanatomis mungkin. Untuk mendapatkan reposisi yang anatomis dan fungsi yang baik
maka haruslah diperhatikan metode anestesi, cara reposisi dan immobilisasi yang
digunakan serta tindakan rehabilitasi selanjutnya. Penanganan fraktur distal radius ini
umumnya dapat dilakukan secara non operatif/konservatif dan operatif.
1. Non Operatif/Konservatif
Pengobatan konservatif meliputi reposisi tertutup, kemudian dilanjutkan dengan
immobilisasi.
a. Reposisi
Reposisi dapat dilakukan dengan memakai anestesi lokal, regional blok (plexus
brachialis dan axilaris) atau anestesi umum. Sering dipakai penggunaan infiltrasi
lokal lidokain 1% atau 2% sebanyak 10-20 ml. Tsukazaki dan Iwasah, 1993

11
menyatakan bahwa lokal anestesi sangat bagus dan tidak ada resiko infeksi dari
pengalamannya terhadap 280 pasien. Anestesi umum mempunyai keunggulan dalam
hal mendapatkan relaksasi otot yang baik, namun cara ini tidak dapat digunakan
untuk kasus rawat jalan. Cara lain yang cukup aman adalah anestesi regional
intravena dan blok plexus axilaris. Reposisi harus dilakukan segera sebelum adanya
edema yang dapat mengganggu. Ada beberapa ahli, tetapi secara umum prinsipnya
adalah dengan melakukan Disimpaksi, Traksi, Reposisi dan Immobilisasi. Traksi
dilakukan selama 2-5 menit, tipe Bohler melakukan traksi pasif dengan bantuan
gravitasi dan finger chinese trap selama 5-10 menit dan countertraksi pada humerus
dengan beban 3-10 kg dalam posisi siku fleksi 900. Secara umum reposisi bukanlah
hal yang sulit dibandingkan dengan mempertahankan hasil reposisi. Metode
Charnley, impaksi dibebaskan dengan cara melakukan hiperekstensi yang diikuti
segera dengan fleksi palmar dan pronasi untuk mengunci fragmen fraktur. Biasanya
periosteum yang intak serta jaringan ikat dari tendon sheath membentuk semacam
engsel pintu yang mempertahankan stabilitas fragmen fraktur. Tetapi harus diingat
bahwa tindakan melakukan hiperekstensi mungkin akan menambah kerusakan
jaringan lunak disekitarnya. Fungsi yang baik tercapai jika paska reposisi angulasi
dorsal < 150 dan pemendekan radius < 3 mm (De Palma) karena itu Collert
melakukan reposisi ulang jika angulasi dorsal > 150 dan deviasi ulnar < 100. Menurut
Gartland, kalau angulasi > 100 akan menyebabkan gangguan palmar fleksi.

b. Metode Immobilisasi

Berbagai teknik pemasangan cast telah dikenal. Pada prinsipnya cast tidak boleh
melebihi atau melewati sendi metacarpofalangeal, dimana jari-jariharus dalam posisi
bebas bergerak. Immobolisasi dapat dipakai gips ataupun functional brace, yang dapat
dipasang di atas atau di bawah siku. Yang paling sering dipakai dan hasilnya cukup
stabil ialah pemasangan below elbow cast. Lama pemasangan gips bervariasi antara 3
6 minggu. Wahlstorm dengan bone scanning membuktikan bahwa setelah 28 hari
fraktur sudah cukup stabil dan boleh mobilisasi. Sarmiento menganjurkan pemakaian
ini setelah 1 minggu dengan gips. Selama pemasangan gips akan terjadi perubahan
rata-rata VA 0-150, RA 0-80 dan RL 0-8 mm. Pada kasus yang minimal displacement

12
immobilisasi cukup 3 4 minggu, sedang pada tindakan operatif berkisar 6 12
minggu.
2. Operatif
Dilakukan pada kasus-kasus yang tidak stabil seprti fraktur yang kominutif, angulasi
hebat > 200, serta adanya kerusakan pada permukaan sendi terutama pada penderita usia
muda atau adanya redislokasi dini dengan cara pengobatan konservatif.
Teknik alternatif antara lain fiksasi interna dan fiksasi eksterna.
Fiksasi Interna (Rickli dkk, 1996) :
1. Fiksasi interna (Roger Anderson technical)
2. Fiksasi interna dengan K-wire (Ulnar pinning) atau Ellis buttress plate
3. Percutaneus Pinning Post Reposition (sering untuk umur tua)
4. Cancelous bone grafting
5. Ligamentotaxis + bone grafting
Fiksasi Eksterna :
Conney (1983) menganjurkan eksternal fiksasi pada,
1. Frykman tipe 5-8
2. Dorsal angulasi > 250
3. Pemendekan radius > 10 mm
4. Fraktur intra artikuler kominutif
5. Redislokasi setelah reposisi

I. KOMPLIKASI
Penting karena komplikasi ini akan mempengaruhi hasil akhir fungsi yang tidak
memuaskan. Umumnya akan selalu ada komplikasi. Menurut Cooney, hanya ada 2,9%
kasus yang tidak mengalami disabiliti dan gangguan fungsi. Adapun komplikasi yang
mungkin terjadi :
1. Dini
- Kompresi / trauma saraf ulnaris dan medianus
- Kerusakan tendon
- Edema paska reposisi
- Redislokasi

13
2. Lanjut
- Arthrosis dan nyeri kronis
- Shoulder Hand Syndrome
- Defek kosmetik ( penonjolan styloideus radius )
- Ruptur tendon
- Malunion / Non union
- Stiff hand ( perlengketan antar tendon )
- Volksman Ischemic Contracture
- Suddeck Athrophy

DAFTAR PUSTAKA

1. Frassica, Frank J, Paul DS, John HW. The 5-Minute Orthopaedic Consult. 2nd ed. New
York: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. p. 401-2.
2. Koval Keneath J. Zuckerman Joseph D. Handbook of fracture, 3nd edition. New
York: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 166-171.

3. Thompson JC. Leg and Knee. Netter Concise Orthopaedic Anatomy. 2nd ed.
Saunders Elsevier. p. 84, 111, 141, 163.
4. Canale Terry, et all. Campbells Operative Orthopaedics. Eleventh Edition.
Philadelphia : Mosby Elsevier. 2007.
5. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. Principle of Fracture. Apley's System of
Orthopaedics and Fractures. 9th ed. London: Hodder Arnold; 2010. p. 726-7,744-7.

6. Miller MD, Stephen RT, Jennifer AH. Review of Orthopaedics. 6th ed. Elsevier
Saunders. 2012. p. 539, 701, 9-11.

14

Anda mungkin juga menyukai