Anda di halaman 1dari 10

Anemia (dalam bahasa Yunani: anaimia, artinya kekurangan darah, from - an-, "tidak

ada" + haima, "darah" ) adalah keadaan saat jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Sel
darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari
jantung yang diperoleh dari paru-paru, dan kemudian mengantarkannya ke seluruh bagian tubuh.

Anemia adalah penyakit darah yang sering ditemukan. Beberapa anemia memiliki penyakit
dasarnya. Anemia bisa diklasifikasikan berdasarkan bentuk atau morfologi sel darah merah,
etiologi yang mendasari, dan penampakan klinis. Penyebab anemia yang paling sering adalah
perdarahan yang berlebihan, rusaknya sel darah merah secara berlebihan hemolisis atau
kekurangan pembentukan sel darah merah ( hematopoiesis yang tidak efektif).

Seorang pasien dikatakan anemia bila konsentrasi hemoglobin (Hb) nya kurang dari 13,5 g/dL
atau hematokrit (Hct) kurang dari 41% pada laki-laki, dan konsentrasi Hb kurang dari 11,5 g/dL
atau Hct kurang dari 36% pada perempuan.[1]

Gejala anemia :

Bila anemia terjadi dalam waktu yang lama, konsentrasi Hb ada dalam jumlah yang sangat
rendah sebelum gejalanya muncul. Gejala- gejala tersebut berupa :

Asimtomatik : terutama bila anemia terjadi dalam waktu yang lama

Letargi
Nafas pendek atau sesak, terutama saat beraktfitas
Kepala terasa ringan
Palpitasi
Pucat
Kekebalan Tubuh Menurun

Sedangkan, tanda-tanda dari anemia yang harus diperhatikan saat pemeriksaan yaitu :

Pucat pada membran mukosa, yaitu mulut, konjungtiva, kuku.

Sirkulasi hiperdinamik, seperti takikardi, pulse yang menghilang, aliran murmur


sistolik
Gagal jantung
Pendarahan retina [1]

Tanda-tanda spesifik pada pasien anemia diantaranya :


Glossitis : terjadi pada pasien anemia megaloblastik, anemia defisiensi besi
Stomatitis angular : terjadi pada pasien anemia defisiensi besi.
Jaundis (kekuningan) : terjadi akibat hemolisis, anemia megaloblastik ringan.
Splenomegali : akibat hemolisis, dan anemia megaloblastik.
Ulserasi di kaki : terjadi pada anemia sickle cell
Deformitas tulang : terjadi pada talasemia
Neuropati perifer, atrofi optik, degenerasi spinal, merupakan efek dari defisiensi
vitamin B12.
Garing biru pada gusi (Burtons line), ensefalopati, dan neuropati motorik perifer
sering terlihat pada pasien yang keracunan metal.

KLASIFIKASI ANEMIA

Klasifikasi anemia akibat Gangguan Eritropoiesis

1. Anemia defisiensi Besi :

Tidak cukupnya suplai besi mengakibatkan defek pada sintesis Hb, mengakibatkan
timbulnya sel darah merah yang hipokrom dan mikrositer.
2. Anemia Megaloblastik

Defisiensi folat atau vitamin B12 mengakibatkan gangguan pada sintesis timidin dan
defek pada replikasi DNA, efek yang timbul adalah pembesaran prekursor sel darah
(megaloblas) di sumsum tulang, hematopoiesis yang tidak efektif, dan pansitopenia.
3. Anemia Aplastik

Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah akibat hiposelularitas. Hiposelularitas ini
dapat terjadi akibat paparan racun, radiasi, reaksi terhadap obat atau virus, dan defek pada
perbaikan DNA serta gen.
4. Anemia Mieloptisik

Anemia yang terjadi akibat penggantian sumsum tulang oleh infiltrate sel-sel tumor,
kelainan granuloma, yang menyebabkan pelepasan eritroid pada tahap awal.[2]

Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel

1. Anemia mikrositik : penyebab utamanya yaitu defisiensi besi dan talasemia (gangguan
Hb)
2. Anemia normositik : contohnya yaitu anemia akibat penyakit kronis seperti gangguan
ginjal.
3. Anemia makrositik : penyebab utama yaitu anemia pernisiosa, anemia akibat konsumsi
alcohol, dan anemia megaloblastik.

ETIOLOGI ANEMIA

Secara garis besar, anemia dapat disebabkan karena :

1. Peningkatan destruksi eritrosit, contohnya pada penyakit gangguan sistem imun,


talasemia.
2. Penurunan produksi eritrosit, contohnya pada penyakit anemia aplastik, kekurangan
nutrisi.
3. Kehilangan darah dalam jumlah besar, contohnya akibat perdarahan akut, perdarahan
kronis, menstruasi, ulser kronis, dan trauma.

MANAJEMEN TERAPI

Terapi langsung ditujukan pada penyebab anemia, dapat berupa :

1. Transfusi darah
2. Pemberian kortikosteroid atau obat-obatan lain yang dapat menekan sistem imun.
3. Pemberian eritropoietin, hormon yang berperan pada proses hematopoiesis, berfungsi
untuk membantuk sumsum tulang pada proses hematopoiesis.
4. Pemberian suplemen besi, vitamin B12, vitamin-vitamin, dan mineral lain yang
dibutuhkan.

https://id.wikipedia.org/wiki/Anemia
Anemia

1. Pengertian Anemia
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang beredar tidak
memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani dan Haribowo,
2008)
Anemia dapat didefinisikan sebagai nilai hemoglobin, hematokrit, atau jumlah eritrosit per milimeter
kubik lebih rendah dari normal (Dallman dan Mentzer, 2006)
Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008) Anemia didefinisikan sebagai keadaan di mana level Hb rendah
karena kondisi patologis.
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998) Anemia adalah suatu penyakit di mana kadar hemoglobin (Hb)
dalam darah kurang dari normal.
2. Tanda-tanda Anemia

Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), tanda-tanda Anemia meliputi:


a. Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L)

b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang

c. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan menjadi pucat.
10

Menurut Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi menjadi tiga golongan besar yaitu
sebagai berikut:
1) Gejala Umum anemia

Gejala anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau Anemic syndrome. Gejala umum anemia
atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis Anemia pada kadar hemoglobin
yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu. Gejala ini timbul karena anoksia organ
target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin. Gejala-gejala tersebut
apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah:
a) Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas saat beraktivitas, angina
pektoris, dan gagal jantung.
b) Sistem Saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang, kelemahan otot,
iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas.

c) Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.

d) Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta rambut tipis dan halus.

2) Gejala Khas Masing-masing anemia

Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai berikut: 11
a) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.

b) Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)

c) Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.

d) Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.

3) Gejala Akibat Penyakit Dasar

Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini timbul karena penyakit-penyakit
yang mendasari anemia tersebut. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi
cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan
berwarna kuning seperti jerami.
Menurut Yayan Akhyar Israr (2008) anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas,
kurang tenaga dan gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai
pada anemia jenis lain, seperti :
a. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang

b. Glositis : iritasi lidah

c. Keilosis : bibir pecah-pecah

d. Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.

3. Penyebab Anemia
Menurut Tarwoto, dkk (2010) adalah:
a. Pada umumnya masyarakat Indonesia (termasuk remaja putri) lebih banyak mengkonsumsi
makanan nabati yang kandungan zat besinya sedikit, dibandingkan dengan makanan hewani,
sehingga kebutuhan tubuh akan zat besi tidak terpenuhi

b. Remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan makanan

c. Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diekskresi, khusunya melalui feses (tinja)

d. Remaja putri mengalami haid setiap bulan, di mana kehilangan zat besi 1,3 mg per hari, sehingga
kebutuhan zat besi lebih banyak dari pada pria

Menurut Handayani dan Haribowo (2008), pada dasarnya gejala anemia timbul karena dua hal
berikut ini:
a. Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah
kejaringan.

b. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap Anemia.

Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), Anemia Gizi Besi dapat terjadi karena:
a. Kandungan zat besi dari makanan yang di konsumsi tidak mencukupi kebutuhan

Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah: makanan yang berasal dari hewani (seperti
ikan, daging, hati, ayam)

2) Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya sayuran hijau tua, yang walaupun kaya akan
zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh usus.
b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi
1) Pada masa pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja, kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat
tajam.

2) Pada masa hamil kebutuhan zat besi meningkat karena zat besi diperlukan untuk pertumbuhan
janin serta untuk kebutuhan ibu sendiri.

3) Pada penderita menahun seperti TBC.


c. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh. Perdarahan atau kehilangan darah dapat
menyebabkan anemia. Hal ini terjadi pada penderita:
1) Kecacingan (terutama cacing tambang), infeksi cacing tambang menyebabkan perdarahan pada
dinding usus, meskipun sedikit tetapi terjadi terus menerus yang mengakibatkan hilangnya darah atau
zat besi.

2) Malaria pada penderita Anemia Gizi Besi, dapat memperberat keadaan anemianya.

3) Kehilangan darah pada waktu haid berarti mengeluarkan zat besi yang ada dalam darah.

4. Dampak anemia
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), dampak anemia pada remaja putri ialah:
a. Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar.

b. Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal.

c. Menurunkan kemampuan fisik olahragawati.

d. Mengakibatkan muka pucat.

Menurut Reksodiputro (2004) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010), komplikasi dari anemia yaitu:
Gagal jantung kongesif; Parestesia; Konfusi kanker; Penyakit ginjal; Gondok; Gangguan
pembentukan heme; Penyakit infeksi kuman; Thalasemia; Kelainan jantung; Rematoid; Meningitis;
Gangguan sistem imun.
Menurut Moore (1997) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010) dampak anemia pada remaja adalah:
a. Menurunnya produktivitas ataupun kemampuan akademis di sekolah, karena tidak adanya gairah
belajar dan konsentrasi

b. Mengganggu pertumbuhan di mana tinggi dan berat badan menjadi tidak sempurna

c. Daya tahan tubuh akan menurun sehingga mudah terserang penyakit


d. Menurunnya produksi energi dan akumulasi laktat dalam otot

5. Pencegahan anemia
Menurut Tarwoto, dkk (2010), upaya-upaya untuk mencegah anemia, antara lain sebagai berikut:
a. Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan, ayam, hati, dan
telur); dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna hijau tua, kacang-kacangan, dan tempe).

b. Banyak makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat
besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan nanas.

c. Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami haid.

d. Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasikan ke dokter untuk dicari
penyebabnya dan diberikan pengobatan.
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), mencegah anemia dengan:
a. Makan-makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani (daging, ikan,
ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua, kacang-kacangan, tempe).

b. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C (daun katuk, daun
singkong, bayam,

jambu, tomat, jeruk dan nanas) sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam
usus

c. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum Tablet Tambah Darah (TTD)
Menurut Lubis (2008) dalam referensi kesehatan.html, tindakan penting yang dilakukan untuk
mencegah kekurangan besi antara lain:
a. Konseling untuk membantu memilih bahan makanan dengan kadar besi yang cukup secara rutin
pada usia remaja.

b. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber hewani seperti daging, ikan, unggas, makanan laut
disertai minum sari buah yang mengandung vitamin C (asam askorbat) untuk meningkatkan absorbsi
besi dan menghindari atau mengurangi minum kopi, teh, teh es, minuman ringan yang mengandung
karbonat dan minum susu pada saat makan.
c. Suplementasi besi. Merupakan cara untuk menanggulangi ADB di daerah dengan prevalensi tinggi.
Pemberian suplementasi besi pada remaja dosis 1 mg/KgBB/hari.

d. Untuk meningkatkan absorbsi besi, sebaiknya suplementasi besi tidak diberi bersama susu, kopi,
teh, minuman ringan yang mengandung karbonat, multivitamin yang mengandung
phosphate dan kalsium.

e. Skrining anemia. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit masih merupakan pilihan untuk
skrining anemia defisiensi besi.
Menurut De Maeyer (1995) yang dikutip oleh Tarwoto, dkk (2010), pencegahan adanya anemia
defisiensi zat besi dapat dilakukan dengan tiga pendekatan dasar yaitu sebagai berikut:
a. Memperkaya makanana pokok dengan zat besi, seperti: hati, sayuran berwarna hijau dan kacang-
kacangan. Zat besi dapat membantu pembentukan hemoglobin (sel darah merah) yang baru
b. Pemberian suplemen zat besi. Pada saat ini pemerintah
mempunyai Program Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) pada remaja putri, untuk
mencegah dan menanggulangi masalah Anemia gizi besi melalui suplementasi zat besi

c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang pola makan sehat. Kehadiran makanan siap saji (fast
food) dapat mempengaruhi pola makan remaja. Makanan siap saji umumnya rendah zat besi,
kalsium, riboflavin, vitamin A, dan asam folat. Makanan siap saji mengandung lemak jenuh,
kolesterol dan natrium yang tinggi.

6. Pengobatan anemia
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), pada setiap kasus anemia perlu diperhatikan prinsip-
prinsip sebagai berikut ini:
a. Terapi spesifik sebaiknya diberikan setelah diagnosis ditegakkan.

b. Terapi diberikan atas indikasi yang jelas, rasional, dan efisien.


Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah:
a. Terapi gawat darurat

Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka harus segera diberikan
terapi darurat dengan transfusi sel darah merah yang dimampatkan (PRC) untuk mencegah
perburukan payah jantung tersebut.

b. Terapi khas untuk masing-masing anemia


Terapi ini bergantung pada jenis anemia yang dijumpai, misalnya preparat besi untuk anemia
defisiensi besi.
c. Terapi kausal

Terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia.
Misalnya, anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang harus diberikan obat
anti-cacing tambang.
d. Terapi ex-juvantivus (empiris)

Terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis dapat dipastikan, jika terapi ini berhasil, berarti
diagnosis dapat dikuatkan. Terapi hanya dilakukan jika tidak tersedia fasilitas diagnosis yang
mencukupi. Pada pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat
respons
yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respons, maka harus dilakukan evaluasi
kembali.
Menurut Yayan Ahyar Israr (2008) Setelah diagnosis ditegakan maka dibuat rencana pemberian
terapi, terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa
a. Terapi kausal: tergantung penyebabnya, misalnya, pengobatan cacing tambang, pengobatan
hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan
kambuh kembali.

b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi


dalam tubuh
1) Besi per oral merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman. preparat yang
tersedia, yaitu:
a) Ferrous sulphat (sulfas ferosus): preparat pilihan pertama (murah dan efektif). Dosis: 3 x 200 mg.

b) Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate, harga lebih mahal,
tetepi efektivitas dan efek samping hampir sama.
2) Besi parenteral
Efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Indikasi, yaitu :
a) Intoleransi oral berat

b) Kepatuhan berobat kurang

c) Kolitis ulserativa

d) Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir).


c. Penatalaksanaan yang juga dapat dilakukan
1) Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik yang
sesuai.

2) Pemberian preparat Fe : Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6


mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi
ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.

3) Bedah : Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena
diverticulum Meckel.

4) Suportif : Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber
dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).
Menurut Ahmad Syafiq, dkk (2008) screening diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok wanita
yang harus diobati dalam mengurangi mordibitas anemia. CDC menyarankan agar remaja putri dan
wanita dewasa yang tidak hamil harus di-screening tiap 5-10 tahun melalui uji kesehatan, meskipun
tidak ada faktor risiko anemia seperti perdarahan, rendahnya intake Fe, dan sebagainya. Namun, jika
disertai adanya faktor risiko anemia, maka screening harus dilakukan secara tahunan.
Penderita anemia harus mengkonsumsi 60-120 mg Fe per hari dan meningkatkan asupan makanan
sumber Fe. Satu bulan kemudian harus dilakukan screening ulang. Bila hasilnya menunjukkan
peningkatan konsentrasi Hb minimal 1 g/dl atau hematokrit minimal 3%, pengobatan harus
diteruskan sampai tiga bulan.

http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=6281

Anda mungkin juga menyukai