Anda di halaman 1dari 12

PAJAK PENGHASILAN FINAL

Pajak penghasilan (PPh) dapat dikelompokkan menjadi PPh yang bersifat final dan PPh yang
bersifat tidak final. Pajak penghasilan bersifat final artinya pajak penghasilan yang pengenannya
sudah final (berakhir) sehingga tidak dapat dikreditkan (dikurangkan) dari total pajak
penghasilan terutang pada akhir tahun pajka. Pajak penghasilan bersifat final dikelompokkan
sebagai berikut :

1. PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima/diperoleh Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu.
2. Ang PPh pasal 15 UU PPh untuk usaha tertentu
3. PPh pasal 4 ayat (2) PPh

Beberapa jenis penghasilan yang PPhnya bersifat final yang juga diatur dalam jenis pajak lain
adalah :

1. PPh atas uang pesangon yang diterima sekaligus ; uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua/jaminan hari tua, dan sejenisnya yang diterima sekaligus; honorarium yang diterima
pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI dan pensiunnya atas beban APBN/APBD.
Selanjutnya diuraikan dalam PPh 21
2. PPh atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas kepada
penyalur/agen oleh produsen atau importirnya. Selanjutnya diuraikan dalam PPh pasal
22.
3. PPh atas penilaian kembali (revaluasi) aktiva tetap dan lain-lain.

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA/DIPEROLEH


WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

Pengertian

Pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha bagi Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu
bersifat final dimaksudkan untuk member kemudahanbagi Wajib Pajak yang
menerima/memperoleh penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu dapat melakukan
penghitungan, penyetoran,dan pelaporan pajak penghasilan yang terutang. Ketentuan pengenaan
PPh ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 107/PMK.01/2013, dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-42/PJ/2013.
Ketentuan ini dalam uraian selanjutnya disebut PPh bersifat final 1%

Wajib pajak

Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu dalam PPh bersifat final 1% sebagai berikut.
1. Wajib Pajak orang pribadi dan badan keciali bentuk usaha tetap.
2. Wajib Pajak pada nomor 1 menerima penghasilan dari usaha tidak termasuk penghasilan
jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp
4.800.000 untuk semua cabang dalam satu tahun pajak.

Berikut tidak termasuk Wajib Pajak dalam PPh bersifat final 1% meliputi :

1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa
yang dalam usahanya :
a. Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, yang menetap
maupun tidak menetap.
b. Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak
diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
2. Wajib pajak badan yang :
a. Belum beroperasi secara komersial
b. Dalam jangka waktu satu tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh
peredaran bruto melebihi Rp.4.800.000

Tariff dan dasar pengenaan pajak

Besranya tariff PPh bersifat final 15 adalah 1% (satu persen) dan bersifat final. Besarnya tariff
tersebut dikalikan dengan jumlah peredaran bruto usaha sebulan.

Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung PPh bersifat final 1% adalah :

1. Dasar pengenaan pajak adalah peredaran bruto dan usaha dalam satu tahun pajak terakhir
sebelum tahun pajak yang bersangkutan
2. Dalam hal peredaran bruto komulatif Wajib Pajak pada suatu bulan telah melebihi jumlah
4.800.000.000 dalam suatu tahun pajak, Wajib pajak tetap dikenai PPh bersifat final 1%
sampai dengan akhir tahun pajak yang bersangkutan.
3. Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp. 4.800.000.000 pada
suatu tahun pajak, atas penghasilan yang diterma atau diperoleh Wajib Pajak pada tahun
pajak berikutnya dikenal tarif PPh berdasar ketentuan Undang-Undang Pajak
Penghasilan.

Menghitung PPh Bersifat Final 1%

Dasar penggunaan pajak untuk menghitung PPh bersifat final 1% adalah jumlah peredaran bruto
usaha setiap bulan .

PPh terutang sebulan = Tarif x Dasar pengenaan pajak sebulan

= 1% x Peredaran bruto usaha sebulan


Tata cara Penyetoran dan pelaporan

Beberapa hal terkait dengan tata cara penyetoran dan pelaporan PPh bersifat final 1% sebagai
berikut :

1. Wajib Pajak yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yan dikenai PPh
bersifat final, tidak diwajibkan melakukan pembayaran angsuran pajak sebagaimana
diatur dalam pasal 25 UU PPh, yaitu angsuran PPh setiap bulan yang dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak. Apabila Wajib Pajak selain memperoleh penghasilan bersifat final
1% juga menerima atau mempeoleh penghasilan yang dikenai PPh berdasrkan tariff
umum PPh, atas penghasilan yang dikenai PPh berdasrkan tarif umum tersebut wajib
dibayar angsuran pajak sesuai ketentuan PPh Pasal 25 UU PPh.
2. Penyetoran pajak dilakukan melalui kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi
lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak yang telah mendapat validasi
dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) paling lamabat tanggal 15
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
3. Pelaporan dilakukan dengan menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) Masa Pajak
Penghasilan paling lambat 20 hari stelah masa pajak berakhir.
a. Wajib Pajak yang telah menyetor pajak dianggap telah menyampaikan SPT
sesuai dengan tanggal validasi NTPN yang tercantum dalam SSP
b. Wajib Pajak yang telah menyetor pajak, tetapi di dalam SSP tidak mendapat
validasi dengan NTPN, wajib menyampaikan SPT Masa PPh pasal 4 ayat (2)
ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai tempat kegiatan usaha Wajib Pajak terdaftar
dengan mengisi baris pada angka 11nformulir SPT Masa PPh pasal 4 ayat (2),
kolom uraian diisi dengan Penghasilan usaha WP yang memiliki peredaran
bruto tertentu, sedangkan kolom KAP/KJS diisi dengan 411128/420
4. Atas penghasilan dari usaha yang diterima ataudiperoleh Wajib Pajak yang memiliki
peredaran usaha tertentu, yang dipotong an/atau dipungut pihak lain diatur sebagai
berikut.
a. Atas pemungutan PPh pasal 22 oleh bendaharawan pemerintah dengan
menggunakan SSP yang telah diisi atas nama rekanan.
1) Dapat diajukan permohonan pemindahbukuan ke setoran PPh Pasal 4
ayat (2) sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pembayaran pajak
melalui pemindahbukuan.
2) Dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya
tidak terutang sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara
pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang, atau
3) Dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang untuk tahun
pajak yang bersangkutan
b. Atas pemotongan dan/atu pemungutan pajak penghasilan oleh pihak lain
dengan bukti pemotongan dan/atau pemungutan termasuk pemungutan PPh
Pasal 22 atas impor.
1) Dapat diajukan permohonan pengembalian pajak yang
seharusnyantidak terutang sesuai dengan ketentuan mengenal tata cara
pengenmbalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya
tidak terutang, atau
2) Dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang tahun pajak
yang bersangkutan
5. Atas penghasilan dari usaha yang dikenai PPh bersifat final 1% dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan tahunan PPh pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak
bersifat final, sebagai berikut.
a. Formulir 1770 111 atau Lampiran III bagian A nomor 16 (Penghasilan
Lain yang Dikenakan Pajak Final dan/atau bersifat final) bagi Wajib
Pajak orang pribadi
b. Formulir 1771-IV atau Lampiran IV bagian A nomor 14 dengan
menuliskan Penghasilan usaha Wajib Pajak memiliki peredaran bruto
tertentu bagi Wajib Pajak badan.

PAJAK PENGHASILAN BERSIFAT FINAL PASAL 15

Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan menyebutkan tentang penetapan Norma


Penghitungan Khusus guna menghitung penghasilan neto bagi Wajib Pajak tertentu yang tidak
dapat dihitung dengan ketentuan umum sebagaimana diatur dalam pasal 16 UU PPh. Penetapan
norma tersebut diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan dan ketentuan perpajakan lainnya.
Pasal 16 UU PPh mengatur cara perhitungan PPh secara umum.

Norma penghitungan khusus untuk Wajib Pajak tertentu yang dimaksud dalam penjelasan Pasal
15 UU PPh adalah:

1. Perusahaan pelayaran dan penerbangan internasional


2. Perusahaana asuransi
3. Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah

Pelaporan PPh Pasal 15 dalam Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 15 meliputi :

1. Imbalan yang dibayarkan/terutang kepada perusahaan pelayaran dalam negeri


2. Imbalan yang diterima/diperoleh sehubungan dengan pengangkutan orang dan/atau
barang termasuk penyewaan kapal laut oleh perusahaan pelayaran dalam negeri
3. Imbalan carter (sewa) kapal laut dan/atau pesawat udara yang dibayarkan/terutang kepada
perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri
4. Imbalan yang diterima/diperoleh sehubungan dengan pengangkutan orang dan/atau
barang termasuk carter (sewa) kapal laut dan/atau udara oleh perusahaan pelayaran
dan/atau penerbangan luar negeri
5. Imbalan carter (sewa) pesawat udara yang dibayarkan/terutang kepada perusahaan
pembangunan dalam negeri.

PPh sehubungan dengan penghasilan perusahaan pelayaran dalam negeri dan perusahaan
penerbangan dan pelayaran luar negeri bersifat final PPh sehubungan dengan penghasilan
perusahaan penerbangan dalam negeri dikenakan berdasarkan ketentuan perpajakan secara
umum.

Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan/Terutang kepada Perusahaan Pelyaran


Dalam Negeri

Pajak penghasilan atas imbalan yang dibayarkan/terutang kepada perusahaan pelayaran dalam
negeri diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/1996 dan Surat Edaran
Pajak Nomor SE-29/PJ.4/1996

1. Wajib pajak dan Objek Pajak


Wajib Pajak ini adalah orang yang bertempat tinggal atau badan yang didirikan dan
berkedudukan di Indonesia yang melakukan usaha pelayaran dengan kapal yang
didaftarkan baik di Indonesia maupun di luar negeri atau dengan kapal pihak lain.
Objek Pajak ini adalahpenghasilan berupa imbalan yang diterima atau diperoleh
perusahaan pelayaran dalam negeri, baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
2. Tarif dan Dasar Pengenaan pajak
Tarif PPh ini adalah 1,2%
Dasar pengenaan pajak ini adalah peredaran bruto. Peredaran bruto merupakan semua
imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak sebagaimana diuraikan dalam objek pajak PPh terutang bersifat final
dihutang dari tariff dikalikan dengan dasar pengenaan pajak.
3. Pemotongan, Penyetoran,dan Pelaporan
Pelunasan PPh yang terutang dilakukan sebagai berikut.
a. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau carter
dengan pemotong pajak, pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib:
1) Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya
imbalan atau nilai pengganti.
2) Memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan pelayaran
dalam negeri (final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh
penghasilan dengan menggunakan bukti pemotongan PPh yang tersedia.
3) Menyetor PPh yang dipotong tersebut ke kas Negara melalui kantor pos atau
bank persepsi selambat-lambatnya 10 hari blan berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan SSP.
4) Melpaorkan pajka yang telah dipotong dan disetor ka Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran
atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa
PPh Pasal 15 dilampir SSP dan Bukti Pemotongan PPh pelayanan dalam
negeri (final).
b. Dalam hal penghasilan diperoleg selain dari huruf a, Wajib Pajak Perusahaan
pelayaran dalam negeri wajib:
1) Menyetor PPh terutang ke kas Negara melalui kantor pos atau bank persepsi
selambat-lambatnya 15 hari bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya imbalan dengan menggunakan SSP.
2) Melaporkan pjaka yang disetor ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-
lambatnya tanggal 20 bulan beriktnya setelah bulan diterima atau
diperolehnya penghasilan menggunakan Surat Pemeberitahuan Masa PPh
Pasal 15 dilampiri SSp.

Pajak Penghasilan atas Iambalan yang Dibayarkan/Terutang kepada Perusahaan


Pelayaran dan Penerbangan Luar Negeri.

Pajak penghasilan atas imbalan yang dibayarkan/terutang kepada perusahaan pelayaran dan
penerbangan luar negeri diataur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996
dan surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996.

1. Wajib Pajak dan Objek Pajak


Wajib pajka ini dalah perusahaan Pelayarann dan/atau penerbangan yang berkedudukan
di luar negeri dan melakukan usaha mellaui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Objek Pajak ini adalah berupa imbalan yang diterima atau di peroleh perusahan pelayaran
dan penerbangan luar negeri terkait pengangkutan orang dan/atau baranag termasuk
carter kapal laut dan/atau udara.
2. Tariff dan pengenaan pajak
Tarif PPh ini dalah 2,64%. Dasar pengenaan pajka ini adalah peredaran bruto. PPh
treutang bersifat final dihitung dari tariff dikalikan dengan dasar pengenaan pajak.
3. Pemotongan, Penyetoran dan Pelporan
Pelunasan PPh yng terutang dilakukan sebagai berikut :
a. Penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian carter, pihak yang membayar atau pihak
yang mengcarter wajib
1) Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya
imbalan/nilai pengganti
2) Memeberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan pelayaran
dan/atau penerbangan luar neger (final) kepada pihak yang menerima atau
memperoleh pnghasilan.
3) Meneyetor PPh yang terutang ke kas Negara melalui kantor pos atau bank
persepsi selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan SSP.
4) Melaporkan PPh yang telah dipotong da disetor ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran
atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat pemberitahuan Masa
PPh Pasal 15, dilmpiri dengan SSp dan bukti pemotongan PPh atas
penghasilan perusahaan pelayaran dan/atau peerbangan luar negeri (final).
b. Penghasilan diperoleh selain dari perjanjian carter, Wajib Pajak perusahaan
pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri wajib :
1) Meneyetor PPh ynag terutang ke kas Negara mellaui kantor pos atau bank
persepsi selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan
diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan SSP.
2) Melaporkan PPh yang telah disetor tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 setelah bulan diterima atau diperolehnya
penghasilan, dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa PPh pasal 15,
dilampiri SSP.

Pajak Penghasilan atas Imbalan yang Dibayarkan/Terutang kepada Perusahaan


Penerbangan Dalam Negeri

Pajak penghasilan atas imbalan yang dibyaarkan/terutang kepada perusahaan penerbangan dalam
negeri diataur dalam Keputusan Menteri Keuanagn Nomor475/KMK.04/1996 dan Surat Edaran
Dirjen Pajak Nomor SE-35/PJ.4/1996.

1. Wajib Pajak dan Objek Pajak


Wajib pajak ini adalan perusahaan penerbangan yang berkedudukan di Indonesia yang
memperoleh penghasilan berdasrkan perjanjian carter. Objek pajak adalah penghasilan
pajak berupa imbalan yang diterima atau diperoleh perusaghaan penerbangan dalam
negeri berdasarkan perjanjian carter.
2. Traif dan Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan pajak ini adalah peredaran bruto. PPh terutang dihitung dari tariff
dikalikan dengan dasar pengenaan pajak PPh yang telah dibayarkan merupakan
pembayaran PPh Pasal 23 yang dapat dikreditkan dari total PPh terutang dalam SPT
Tahunan PPh tahun pajak yng berangkutan.
3. Pemotongan,Penyetoran, dan Pelaporan
Pembayaran PPh yang terutang dilakukan melalui pemotongan oleh pencarter sepanjang
pencarter dalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggaraan
kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri.

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN BERSIFAT FINAL PASAL 4 AYAT (2)


UU PPh
Penghasilan yang dikenakan PPh bersifat fiinal yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) meliputi :

1. Penghasilan bunga deposito/tabungan yang ditempatkan didalam negeri dan yang


ditempatkan diluar negeri, diskonto, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan jasa giro
2. Transaksi penjualan saham pendiri dan bukan saham pendiri
3. Bunga/diskonto obligasi dan surat berharga Negara
4. Persewaan tanah dan/atau bangunan
5. Hadiah undian
6. Jasa konstruksi
7. Wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan haj atas tanah dan/atau
bangunan
8. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota Wajib Pajak orang
Pribadi
9. Dividen yang diterima/diperoleh Wajib pajak orang pribadi dalam negeri

Pajak Penghasilan atas Bunga Deposio dan Tabungan serta Diskonto SBI

Pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan
nomor 51/KMK.04/2001.

1. Penegrtian
Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan deposit on call baik dalam mata uang rupiah,
maupun dalam mata uang asing, yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak untuk PPh ini dalah orang pribadi atau badan dalam negeri dan luar negeri
serta bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan atas bunga deposito dan tabungan
serta diskonto sertifikat bank Indonesia
Objek pajak untuk PPh ini dalah penghasilan berupa bunga atas depodito dan tabungan
sertta diskonto SBI
3. Tariff dasar pengenaan
Tariff dan dasar pengenaan PPh atas pendapatan bunga deposito dan tabungan serta
diskonto Sertifikat Bank Indonesia adalah:
Wajib pajak tarif Dasar pengenaan pajak
Wajib pajak dalam negeri 20% Jumalah bruto bunga
dan BUT deposito dan tabungan serta
diskonto sertifikat bank
Indonesia
Wajib Pajak Luar Negeri 20% atau sesuai tarif Jumlah bruto bunga
selain BUT berdasarkan persetujuan deposito dan tabungan serta
penghindaran pajak diskonto sertifikat bank
berganda indoneia
PPh terutang final dihitung sebesar tarif dikalikan dasar pengenaan pajak.

Pajak penghasilan atas Transaksi Saham dan Sekuritas Lainnya.

Pajak penghasilan atas transaksi saham dan sekuritas lainnya diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 14 Tahun 1997 dan Kpeuusan Menteri Keuanagn Nomor 282/KMK.04/1997

1. Pengertian
Saham pendiri adalah saham yang dimiliki oleh pihak pendiri yang diperoleh dengan
harga kurang dari 90% dari harga saham pda saat penawaran umum perdana.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Objek pengenaan pajak ini adalah transaksi penjualan saham di bursa efek
Indonesia.Subjek pajak ini adalah orang pribadi arau badan dari transaksi penjualan
sham di bursa efek.
3. Tarif dan Dasar Pengenaan
Jenis transaksi traif Jumlah bruto nilai transaksi pajak
Semua transaksi penjualan 0,1 % Jumlah bruto nilai transaksi
saham penjualan
Transaksi pemilik saham 0,1 % dan tambahan 0,5 % Jumlah bruto nilai transaksi
sendiri penjualan, kecuali penjualan
saham pendiri oleh perusahaan
modal ventura atas penyertaan
modal kepada perusahaan
pasangan usahanya.
Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi

Pajak penghaislan ats bunga obligasi diatur dalam Peraturan Pemerinth Nomor 16 tahun 2009
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2013 dan
Peraturan Menteri Keuangan 07/PMK.011/2012.

1. Pengertian
Obligasi adalah surat hutang dan surat Negara yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan.
Bunga obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang obligasi
dalam bentuk bunga dan/atau diskonto
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib Pajak dari PPh ini adalah orang pribadi atau badan dalam negeri dan luar negeri
serta bentu usaha tetap yang menerima bunga obligasi termasuk diskonto obligasi
Objek pajak ini dalah penghasilan berupa bunga obligasi termasuk diskonto obligasi.

Pajak Penghasilan atas Hadiah Undian

Pajak penghasilan atas hadiah undian diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 132 Tahun 2002
dan Keputusan Menteri Dirjen Pajak Nomor Kep.395/PJ/2001
1. Penegrtian
Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau
diperoleh melalui undian.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak ini dalah pribadi atau badan yang menerima hadiah undian. Objek pajak ini
dalah penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun, uang,
barang atau kenikmatan.
3. Tariff dan Dasar Pengenaan
Besarnya tariff PPh ini adalah 25%. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah bruto hadiah
undian. PPh terutang bersifat final dihitung sebesar tariff dikalikan dasar pengenaan
pajak.

Pajak Penghasilan atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

Pajak penghaslan ats persewaan tanah dan/atau bangunan diatur dalam Peraturan pemerintah
Nomor 5 Tahun 2002, Keputusan Menteri Keuanagn No.120/KMK.03/2002, Keputusan Dirjen
Pajk No.KEP-227/PJ/2002.

1. Pengertian
Sewa atas tanah dan/atau bangunan adalah persewaan tanah dan/atau bangunan berupa
tanah, rumah, rumah susun apartmeen, rumah kantor, toko,rumah toko gudang dan
industry
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak.
Objek pajak ini adalah penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa
tanah,rumah, rumah susun apartmeen, rumah kantor, toko,rumah toko gudang dan
industry
3. Tarif dan Dasar Pengenaan
Besarnya tariff PPh ini adalah 10%. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah bruto nilai
persewaan tanah dan/atau bangunan.

Pajak Penghasilan atas Jasa Konstruksi

Pajak penghasilan atas jasa konstruksi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008
sebagaimana telah disempurnakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 dan
Peraturan Menteri Keuanagm Nomor 187/PMK.03/2008.

1. Pengertian
Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi layanan
jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan
kontruksi.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak ini dalah penyedia jasa konstruksi, yaitu orang pribadi atau badan termasuk
bentuk usaha tetap yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jas konstruksi.
Objek pajak ini adalah jasa berupa jasa perencanaan konstruksi, pelaksana konstruksi dan
pengawas konstruksi.

Pajak Penghasilan atas Pengalihan Harta Berupa Tanh dan/atau Banguna

Pajak penghasilan untuk pengalihan harta berupamtanah dan/atau bangunan diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah trakhir dengan Peraturan
Pemeriantah Nomor 71 Tahun 2008, Peraturan Dirjen Pajak Nomr PER-28/PJ/2009.

1. Pengertian
Pebgalihan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi hal-hal berikut :
a. Penjualan, tukar mneukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, atau cara
lain yang disepakati dengan pihak lain selain pemerintah
b. Penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan
hak, lelang, hibah, atau cara lain yang yang disepakati dengan pemerintah guna
pelkasanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang
tidak memerlukan persyaratan khusus
c. Penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan
hak, lelang, hibah, atau cara lain yang yang disepakati dengan pemerintah guna
pelkasanaan pembangunan, termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang
memerlukan persyaratan khusus
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Objek pajak ini adalah prnghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan
dari pengalihan hak atas tanh dan/atau bangunan.
3. Tarif dan Pengenaan pajak
a. Sebesar 5% untuk PPh yang dibayar sendiri oleh orang pribadi dan badan atau
dipungut/dipotong oleh bendaharawan atau pejabat yang berwenang
b. Sebesar 1% wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan berupa pengalihan hak atas rumah sederhana dan rumah susun
sederhana
c. Sebesar 5% untuk wajib pajak yang usaha pooknya melakukan pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan berupa pengalihan hak atas rumah sederhana dan rumah
susun sederhana

Pajak Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi Kepada Anggota
Koperasi Orang Pribadi.

Pajak penghasilan atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi
orang pribadi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 117 Tahun 2010.
1. Pengertian
Penghasilan berupa bunga simpanan adalah imbalan berupa bunga simpanan yang
diterima anggota koperasi orang pribadi dan dana yang disimpan anggota koperasi orang
pribadi pada koperasi orang pribadi tersebut menjadi anggota
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak disini adalah orang pribadi sebagai anggota koperasi yang mempunyai
simpanan dikoperasi dan memperoleh/menerima bunga atas simpanannya
Objek pajak disini adalah bunga simpanan yang diterima oleh anggotanya
3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Besarnya tarif ini adalah
a. Sebesar 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp. 240.000
b. Sebesar 10% dari jumlah bruto bungauntuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih
dari Rp.240.000 per bulan.

Pajak Penghasilan atas Dividen yang Diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi

1. Pengertian
Dividen merupakan bagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima
oleh pemegang saham ats kepemilikan saham dalam sebuah perseroan.
2. Wajib Pajak dan Objek Pajak
Wajib pajak disini adaah orang pribadi dalam negeri yang bertindak sebgaai pemegang
saham suatu perseroan, pemegang saham suatu perusahaan asuransi, dan anggota kperasi
yang menerima sisa hasil usaha.
Objek pajak disini adalah dividen sebagaimana dijelaskan dalam pengertian
3. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Besarnya pajak atas penghailan atas dividen yang diterima oleh Wajib Pajk orang pribadi
adalah 10%. Dasar pengenaan pajak ini adalah jumlah bruto dividen.
PPh utang bersifat final dihitung sebesar tariff dikalikan dasar pengenaan pajak

Anda mungkin juga menyukai