Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KESEHATAN DAN MASALAH SOSIAL


DALAM BUDAYA TERTENTU

Disusun untuk memenuhi tugas MATA KULIAH SOSIOLOGI

Disusun Oleh:
MUHAMAD LUTFI SULISTIO
A0016079

PROGRAM STUDI D.III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI MANDALA HUSADA
2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya. Tida daya dan upaya keculi dari Engkau sehingga penulis dapat
menyelesaikan Makalah yang berjudul KESEHATAN DAN MASALAH
SOSIAL DALAM BUDAYA TERTENTU. Disadari bahwa makalah ini tidak
lepas dari dukungan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada dosen pengampu yang sudah memberikan tugas dalam penulisan makalah
ini.

Penulis

Muhamad Lutfi Sulistio

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii

BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................... 1


A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................. 2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 3
BAB III : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ..................................... 13
BAB IV : PENUTUP...................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 15

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang banyak membawa perubahan terhadap
kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup
maupun tatanan social termasuk dalam bidang kesehatan
yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan
langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh
masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Pengaruh social budaya dalam masyarakat memberikan
peran penting dalam mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Perkembangan social budaya dalam
masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat
dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu
perubahan dalam proses berfikir. Perubahan social dan
budaya bisa memberikan dampak positif maupun negative.
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat
hubungannya sebagai salah satu contoh suatu masyarakat
desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara
pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka.
Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan
respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala
masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah
penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya
mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka
mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan
bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut
hubungannya dengan kesehatan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari kebudayaan itu?
2. Bagaimanakah pengaruh social budaya terhadap
pelayanan kesehatan?

C. TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui apa saja hubungan antara kesehatan
dan masalah social budaya yang ada di masyarakat
Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan adalah sikap hidup yang khas dari
sekelompok individu yang dipelajari secara turun temurun,
tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah mengundang resiko
bagi timbulnya suatu penyakit. Kebudayaan tidak dibatasi
oleh suatu batasan tertentu yang sempit, tetapi mempunyai
struktur-struktur yang luas sesuai dengan perkembangan dari
masyarakat itu sendiri
Kebudayaan yaitu sesuatu yang akan mempengaruhi
tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan
yang terdapat dalam pikiran manusia,sehingga dalam
kehidupan sehari-hari kebudayaan bersifat abstrak.
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu
buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari (budi atau
akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi
dan akal manusia.
Definisi dari budaya yaitu suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah sekelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi
selanjutnya.budaya terbentuk dari unsure yang rumit,
termasuk system agama dan politik, adat istiadat,
bahasa,perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni.
B. HUBUNGAN ANTARA KEBUDAYAAN DAN KESEHATAN
SEBELUM IBU MELAHIRKAN ( MASA KEHAMILAN)
Di dalam masyarakat sederhana kebiasaan hidup dan
adat istiadat dibentuk untuk mempertahankan hidup diri
sendiri dan kelangsungan hidup suku mereka. Berbagai
kebiasaan dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran, pemberian
makanan bayi yang bertujuan supaya reproduksi berhasil ibu
dan bayi selamat.
Dari sudut pandang modern tidak semua kebiasaan itu
baik. Ada beberapa yang kenyataannya malah merugikan.
Contoh pada kebiasaan menyusukan bayi yang lama pada
beberapa masyarakat merupakan contoh yang baik
kebiasaan yang bertujuan melindungi bayi. Tetapi bila air
susu ibu sedikit atau pada ibu-ibu lanjut usia, tradisi budaya
ini dapat menimbulkan masalah tersendiri. Dia berusaha
menyusukan bayinya dan gagal. Bila mereka tidak
mengetahui nutrisi mana yang dibutuhkan bayi (biasanya
demikian) bayi dapat mengalami malnutrisi dan mudah
terserang infeksi.
Permasalahan yang sebenarnya cukup besar
pengaruhnya yaitu pada kehamilan tepatnya pada masalah
gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-
kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa
makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak
berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan
terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat
dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak
negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau
anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi
terutama di daerah pedesaan. Dikatakan pula bahwa
penyebab utama dari tingginya angka anemia pada wanita
hamil disebabkan karena kurangnya zat gizi yang dibutuhkan
untuk pembentukan darah.
Beberapa kepercayaan yang ada misalnya di Jawa
Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan
telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang
makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang
banyak.
Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang
kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus
mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil
dan mudah dilahirkan.
Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan
asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat
menyebabkan ASI menjadi asin.
Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang makan
dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir
bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan.
Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi
yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat
mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu,
larangan untuk memakan buah-buahan seperti pisang, nenas,
ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut
oleh beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat di
daerah pedesaan. (Wibowo, 1993).
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih
mempercayai dukun beranak untuk menolong persalinan
yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan
Rumah Tangga tahun 1992 rnenunjukkan bahwa 65%
persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa penelitian
yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih
terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat
membahayakan si ibu.
Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa
tindakan/praktek yang membawa resiko infeksi
sepertingolesi(membasahi vagina dengan rninyak kelapa
untuk memperlancar persalinan), kodok(memasukkan
tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan
placenta) atau nyanda (setelah persalinan, ibu duduk
dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan selama
berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan
pembengkakan).
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan
pada dasarnya disebabkan karena beberapa alasan antara
lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat
membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan
kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40 hari.
Disamping itu juga masih adanya keterbatasan
jangkauan pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun sudah
banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek
tradisional tertentu rnasih dilakukan. lnteraksi antara kondisi
kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong persalinan
sangat menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau
bertahan hidup.
Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat
melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia
(keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak
ditangani secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal
bagi ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering
terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik
tepat tetapi juga karena ada faktor keterlambatan
pengambilan keputusan dalam keluarga. Umumnya, terutama
di daerah pedesaan, keputusan terhadap perawatan medis
apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang
lebih tua; atau keputusan berada di tangan suami yang
seringkali menjadi panik melihat keadaan krisis yang terjadi.
Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat
persalinan dapat menghambat tindakan yang seharusnya
dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula nasehat-nasehat
yang diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi
keputusan yang diambil.
Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor
geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan tempat
pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya
transportasi, atau oleh faktor kendala ekonomi dimana ada
anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan
memakan biaya yang mahal. Selain dari faktor keterlambatan
dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan kendala
ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan disebabkan
juga oleh adanya suatu keyakinan dan sikap pasrah dari
masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan
takdir yang tak dapat dihindarkan.
C. HUBUNGAN ANTARA KEBUDAYAAN DAN KESEHATAN
KETIKA IBU PERSALINAN (MELAHIRKAN)
1. Tradisi Masyarakat Jawa Ibu melahirkan (Babaran),
Mbabar dapat diartikan: sudah selesai, sudah
menghasilkan dalam wujud yang sempurna. Babaran juga
menggambarkan selesaianya proses karya batik tradisional.
Istilah babaran juga dipakai untuk seorang ibu yang
melahirkan anaknya. Ubarampe yang dibutuhkan untuk
selamatan kelahiran adalah Brokohan. Ada macam macam
ubarampe Brokohan. Pada jaman ini Brokohan basanya terdiri
dari : beras, telur, mie instan kering, gula, teh dan
sebagainya. Namun jika dikembalikan kepada makna yang
terkandung dalam selamatan bayi lahir, brokohan cukup
dengan empat macam ubarampe saja yaitu:
a. Kelapa, dapat utuh atau cuwilan
b. Gula merah atau gula Jawa
c. Dawet
d. Telor bebek
Makna dari keempat macam ubarampe tersebut adalah:
Kelapa : daging kelapa yang berwarna putih adalah
manifestasi dari sukra (bahasa Jawa kuna) yaitu
sperma, benihnya laki-laki, bapak
Gula Jawa : berwarna merah adalah manifestasi dari swanita
(bahasa Jawa kuna) yaitu sel telur, benihnya
wanita, ibu.
Dawet : dawet terdiri dari tiga bahan yaitu:
1) Santan kelapa, berwarna putih wujud dari
sperma, benihnya Bapak.
2) Juruh dari gula Jawa yang berwarna merah
wujud dari sel telur, benihnya Ibu.
3) Cendol dari tepung beras manifestasi dari
jentik-jentik kehidupan.
Telor bebek : Ada dua alasan mengapa memakai telor bebek,
tidak memakai telor ayam. Alasan yang pertama,
telor bebek kulitnya berwarna biru, untuk
menggambarkan langit biru, alam awang-uwung,
kuasa dari atas. Alasan kedua, biasanya telur
bebek dihasilkan dari pembuahan bebek jantan
tidak dari endog lemu atau bertelur karena faktor
makanan. Dengan demikian telor bebek kalau
diengrami dapat menetas, artinya bahwa ada roh
kehidupan di dalam telor bebek.
Melalui keempat macam ubarampe untuk selamatan
bayi lahir tersebut, para leluhur dahulu ingin menyatakan
perasaannya yang dipenuhi rasa sukur karena telah mbabar
seorang bayi dalam proses babaran.
Keempat ubarampe yang dikemas dalam selamatan
Brokohan tersebut mampu menjelaskan bahwa Tuhan telah
berkenan mengajak kerjasama kepada Bapak dan Ibu untuk
melahirkan ciptaan baru, mbabar putra.
Melalui proses bersatunya benih bapak (kelapa) dan
benihnya Ibu (gula Jawa) yang kemudian membentuk jentik-
jentik kehidupan, (dawet) Tuhan telah meniupkan roh
kehidupan (telor bebek) dan terjadilah kelahiran ciptaan baru
(brokohan)
Jika pun dalam perkembangannya selamatan Brokohan
untuk mengiring kelahiran bayi menjadi banyak macam,
terutama bahan-bahan mentah, hal tersebut dapat dipahami
sebagai ungkapan rasa syukur yang ingin dibagikan dari
keluarga kepada para kerabat dan tetangga.. Namun
keempat ubarampe yang terdiri dari kelapa, gula Jawa, dawet
dan telor bebek, masih perlu untuk disertakan dan
direnungkan, agar kelahiran manjadi lebih bermakna.empat.
Dalam budaya Jawa, kelahiran seorang anak manusia
ke dunia, selain merupakan anugerah yang sangat besar,
juga mempunyai makna tertentu. Oleh karena itu, pada masa
mengandung bayi hingga bayi lahir, masyarakat Jawa
mempunyai beberapa uapacara adat untuk menyambut
kelahiran bayi tersebut. Upacara-upacara tersebut antara lain
adalah mitoni, upacara mendhem ari-ari, brokohan, upacara
puputan, sepasaran dan selapanan.
Selapanan dilakukan 35 hari setelah kelahiran bayi.
Pada hari ke 35 ini, hari lahir si bayi akan terulang lagi.
Misalnya bayi yang lahir hari Rabu Pon (hari weton-nya),
maka selapanannya akan jatuh di Hari Rabu Pon lagi. Pada
penanggalan Jawa, yang berjumlah 5 (Wage, Pahing, Pon,
Kliwon, Legi) akan bertemu pada hari 35 dengan hari di
penanggalan masehi yang berjumlah 7 hari. Logikanya, hari
ke 35, maka akan bertemu angka dari kelipatan 5 dan 7. Di
luar logika itu, selapanan mempunyai makna yang sangat
kuat bagi kehidupan si bayi. Berulangnya hari weton bayi,
pantas untuk dirayakan seperti ulang tahun. Namun
selapanan utamanya dilakukan sebagai wujud syukur atas
kelahiran dan kesehatan bayi.
Yang pertama dilakukan dalam rangkaian selapanan,
adalah potong rambut atau parasan. Pemotongan rambut
pertama-tama dilakukan oleh ayah dan ibu bayi, kemudian
dilanjutkan oleh sesepuh bayi. Di bagian ini aturannya,
rambut bayi dipotong habis. Potong rambut ini dilakukan
untuk mendapatkan rambut bayi yang benar-benar bersih,
diyakini rambut bayi asli adalah bawaan dari lahir, yang
masih terkena air ketuban. Alasan lainnya adalah supaya
rambut bayi bisa tumbuh bagus, oleh karena itu rambut bayi
paling tidak digunduli sebanyak 3 kali. Namun pada tradisi
potong rambut ini, beberapa orang ada yang takut untuk
menggunduli bayinya, maka pemotongan rambut hanya
dilakukan seperlunya, tidak digundul, hanya untuk
simbolisasi.
Setelah potong rambut, dilakukan pemotongan kuku
bayi. Dalam rangkaian ini, dilakukan pembacaan doa-doa
untuk keselamatan dan kebaikan bayi dan keluarganya.
Upacara pemotongan rambut bayi ini dilakukan setelah waktu
salat Maghrib, dan dihadiri oleh keluarga, kerabat, dan
tetangga terdekat, serta pemimpin doa.
Acara selapanan dilakukan dalam suasana yang
sesederhana mungkin. Sore harinya, sebelum pemotongan
rambut, masyarakat merayakan selapanan biasanya
membuat bancaan yang dibagikan ke kerabat dan anak-anak
kecil di seputaran tempat tinggalnya. Bancaan mengandung
makna agar si bayi bisa membagi kebahagiaan bagi orang di
sekitarnya.
Adapun makanan wajib yang ada dalam paket bancaan,
yaitu nasi putih dan gudangan, yang dibagikan di pincuk dari
daun pisang. Menurut Mardzuki, seorang ustadz yang kerap
mendoakan acara selapanan, sayuran yang digunakan untuk
membuat gudangan, sebaiknya jumlahnya ganjil, karena
dalam menurut keyakinan, angka ganjil merupakan angka
keberuntungan. Gudangan juga dilengkapi dengan potongan
telur rebus atau telur pindang, telur ini melambangkan asal
mulanya kehidupan. Selain itu juga beberapa sayuran
dianggap mengandung suatu makna tertentu, seperti kacang
panjang, agar bayi panjang umur, serta bayem, supaya bayi
hidupanya bisa tentram.
2. Tradisi Masyarakat Kalimantan Ibu melahirkan
Menjelang persalinan membutuhkan beberapa
perlengkapan khusus, demikian pula bagi Suku Dayak ada
beberapa perlengkapan suku dayak menjelang persalinan
atau proses melahirkan yang harus dipersiapkan sedemikian
rupa untuk menggelar beberapa ritual atau upacara adat
suku Dayak dalam menjelang dan menyambut kelahiran
seorang bayi.
Kultur budaya suku Dayak Kalimantan Tengah
menempatkan kaum wanita pada derajat yang tinggi. Tak
heran, kedudukan wanita dalam masyarakat dayak memang
spesial, kaum perempuan selalu mendapatkan perhatian
penuh, terlebih saat proses menjelang persalinan.
Fase Melahirkan dalam budaya Suku Dayak
mengisyaratkan perlunya sejumlah persiapan termasuk
persiapan perlengkapan suku dayak menjelang persalinan.
Pada proses jelang melahirkan bayi atau Awau, sang calon ibu
dibaringkan pada sebuah dipan kecil dengan posisi miring
terbuat dari kayu yang disebut Sangguhan dengan motif
ukiran Dayak di masing-masing sisi.
Kemudian saat melahirkan, disiapkan pula Botol Mau
sebagai tempat untuk menungku perut ibu agar darah kotor
cepat keluar. Selain sebagai perlengkapan suku dayak
menjelang persalinan Botol Mau ini juga digunakan untuk
menyiman air panas.
Selanjutnya, keluarga yang melahirkan juga perlu
menyiapkan Kain Bahalai (Jarik dalam bahasa Jawa) dengan
lapisan yang berbeda. Tujuh lapis kain bahalai saat
menyambut bayi laki-laki dan lima lapis kain bahalai untuk
bayi dengan jenis kelamin perempuan. Walaupun sebagai
peralatan penunjang, keberadaannya dalam persiapan
prosesi persalinan menurut budaya Suku Dayak mutlak
diperlukan.
Pada fase ketika bayi telah lahir, maka tali pusar atau
ari-ari bayi dipotong menggunakan sebuah sembilu. Untuk
tahap pertama dan pemotongan terakhir ari-ari dengan uang
ringgit. Kedua perlengkapan suku dayak menjelang
persalinan tersebut disiapkan sejak awal dalam sebuah piring
atau Paraten. Sedangkan ari-ari yang terpotong tadi disimpan
di dalam Kusak Tabuni.
Bayi (awau) yang baru lahir dimandikan dalam
Kandarah, dan popok bayi yang digunakan disimpan dalam
Saok. Bagi sang ibu setelah melahirkan biasa menggunakan
Stagen (Babat Kuningan) untuk mengikat perut agar
mengembalikan perut ibu ke kondisi semula dengan cepat.
Tentunya untuk menjaga tubuh ibu setelah melahirkan dan
juga berfungsi untuk berjaga-jaga dalam kondisi yang tidak
terduga seperti sulitnya bayi keluar, masyarakat Dayak
memiliki cara yang khas dan bernuansa magis, yakni
menggunakan buah kelapa yang bertunas untuk kemudian
disentuhkan ke arah selaput bayi. Tujuan perlengkapan suku
dayak menjelang persalinan tersebut adalah agar dapat
membuka ruang sehingga bayi dapat keluar dengan mudah.
3. Tradisi Masyarakat NTT Ibu melahirkan
Proses melahirkandengan di urut oleh seseorang yang
diangap ahli,Setelah ada kelahiran bayi diadakan upacara
atau ritual selamatan
Perlakuan masyarakat Nusa Tenggara Timur terhadap
ari-ari
a. Tali pusar dipotong menggunakan kulit bambu.
b. Ditaruh sekitar 3 bulan di atas perapian sampai kering.
c. Selanjutnya di tanam di sertai doa dan alat-tulis.
D. HUBUNGAN ANTARA KEBUDAYAAN DAN KESEHATAN
KETIKA IBU MULAI PASCA PERSALINAN
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau
anjuran masih diberlakukan juga pada masa pasca
persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya
berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya,
ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk
memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan tertentu
yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi
kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang
dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan kondisi
fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang
bertujuan untuk mengembalikan rahim ke posisi semula;
memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan kedalam
vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan
cairan yang keluar karena proses persalinan; atau memberi
jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al.,
1996).
BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan sebelumnya dapat ditarik
kesimpulan, sebagai berikut:
Masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan
sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa
tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan
ataupun dokter. Masih banyaknya ibu-ibu yang kurang
menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan
tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin
dialami oleh mereka. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi.
Kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental
dan fisik si ibu. Faktor fisik berkaitan dengan bentuk panggul
yang normal dan seimbang dengan besar bayi. Sedangkan
faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu, terutama
kesiapannya dalam melahirkan. Bila ia takut dan cemas, bisa
saja persalinannya jadi tidak lancar hingga harus dioperasi.
Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit
yang terjadi selama persalinan.

B. REKOMENDASI
Rekomendasi yang kami berikan untuk para pembaca
makalah ini, yaitu: setiap aspek sosial budaya yang melintas
atau menjadi dasar bagi pola kehidupan manusia sehari-hari
hendaknya dapat disaring, karena tidak setiap aspek sosial
budaya yang masuk adalah postif.

BAB IV
PENUTUP

Alhamdulilah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul
KESEHATAN DAN MASALAH SOSIAL DALAM BUDAYA TERTENTU.
Disadari bahwa makalah ini tidak lepas dari dukungan, bimbingan dan kerjasama
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan yang baik ini penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen pengampu yang sudah
memberikan tugas dalam penulisan makalah ini. Sekian dan terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

http://mlamisland.blogspot.com
http://wikipedia.com
http://franxiskusgaguknugraha.blogspot.com/2011/01/budaya-
daerah-daerah-tentang-ibu.html

Anda mungkin juga menyukai