Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki dan mengganggu
manusia.[1] Berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No:
Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak
diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu
yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan, termasuk ternak, satwa, dan sistem alam.[3]

B. Jenis-jenis Kebisingan
Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan adalah:
1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi luas (steady state, wide
band noise), misalnya suara yang ditimbulkan oleh kipas angin;
2. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state,
narrow band noise), misalnya suara yang ditimbulkan oleh gergaji sirkuler
dan katup gas;
3. Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya suara lalu lintas, suara
kapal terbang dilapangan udara;
4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), misalnya suara tembakan
atau meriam;
5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya suara yang ditimbulkan mesin
tempa.[16]

C. Sumber Kebisingan
Bunyi yang menimbulkan bising disebabkan oleh sumber yang bergetar.
Getaran sumber suara mengganggu molekul-molekul udara di sekitar
sehingga molekul-molekul ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan
terjadinya gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut
pola rambatan longitudinal.[17]
Bermacam-macam sumber kebisingan yang merupakan dampak dari
aktivitas berbagai proyek pembangunan dapat dibagi ke dalam empat tipe
pembangunan yaitu:
1. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan pemukiman;
2. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan gedung bukan untuk tempat
tinggal tetap, misalnya untuk perkantoran, gedung umum, hotel, rumah
sakit, sekolah dan lain sebagainya;
3. Sumber kebisingan dari tipe pembangunan industri;
4. Sumber kebisingan dari tipe pekerjaan umum, misalnya jalan, saluran
induk air, selokan induk air, dan lainnya.
Dilihat dari sifat sumber kebisingan dibagi menjadi dua yaitu:
1. Sumber kebisingan statis, misalnya pabrik, mesin, tape, dan lainnya;
2. Sumber kebisingan dinamis, misalnya mobil, pesawat terbang, kapal laut,
dan lainnya.
Sedangkan sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber suara yang
dikeluarkannya ada dua:
1. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran.
Contohnya sumber bising dari mesin-mesin industri/mesin yang tak
bergerak;
2. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis, contohnya kebisingan
yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak di jalan.[1]
Berdasarkan letak sumber suaranya, kebisingan dibagi menjadi:
1. Bising Interior
Merupakan bising yang berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga
atau mesin-mesin gedung yang antara lain disebabkan oleh radio, televisi,
alat-alat musik, dan juga bising yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang
ada di gedung tersebut seperti kipas angin, motor kompresor pendingin,
pencuci piring dan lain-lain.
2. Bising Eksterior
Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut,
maupun udara, dan alat-alat konstruksi.[18]
D. Intensitas Kebisingan
Intensitas kebisingan (bunyi) adalah arus energi per satuan luas yang
dinyatakan dalam satuan desibel (dB), dengan membandingkannya dengan
kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi
1000 Hz yang tepat dapat di dengar oleh manusia normal.[19] Desibel adalah
satu per sepuluh bel, sebuah satuan yang dinamakan untuk menghormati
Alexander Graham Bell. Satuan bel terlalu besar untuk digunakan dalam
kebanyakan keperluan, maka digunakan satuan desibel yang disingkat dB.[20]
Tabel berikut adalah skala intensitas kebisingan yang dikelompokkan
berdasarkan sumber kebisingan.
Tabel 2.1 Skala Intensitas Kebisingan dan Sumbernya
Skala Intensitas (dB) Sumber Kebisingan
Kerusakan alat pendengaran 120 Batas dengar tertinggi
Menyebabkan tuli 100 110 Halilintar, meriam, mesin uap
Hiruk pikuk jalan raya, perusahaan
Sangat hiruk 80 90
sangat gaduh, peluit polisi
Kantor bising, jalanan pada umumnya,
Kuat 60 70
radio, perusahaan
Rumah gaduh, kantor pada umumnya,
Sedang 40 50
percakapan kuat, radio perlahan
Rumah tenang, kantor perorangan,
Tenang 20 30
Auditorium, percakapan
Suara daun berbisik (batas
Sangat tenang 10 20
pendengaran terendah)
Sumber : Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (HIPERKES)[19]

E. Kebisingan di Jalan Raya


Berbagai negara di dunia yang terus mengalami perkembangan lalu lintas
akan diiringi pula dengan penambahan tingkat kebisingan di sepanjang jalan
raya. Lalu lintas di jalan raya merupakan sumber utama kebisingan yang
mengganggu sebagian besar masyarakat perkotaan. Bukti yang ada
menunjukkan bahwa kebisingan lalu lintas adalah sumber utama
ketergangguan lingkungan. Penelitian membuktikan adanya korelasi positif
antara tingkat kebisingan dan tingkat ketergangguan.[21]
Bunyi yang ditimbulkan oleh lalu lintas adalah bunyi dengan tingkat
suara yang tidak konstan. Tingkat gangguan kebisingan yang berasal dari
bunyi lalu lintas dipengaruhi oleh tingkat suaranya, seberapa sering terjadi
dalam satu satuan waktu, serta frekuensi bunyi yang dihasilkannya.[22-23]

F. Nilai Ambang Batas Kebisingan


Nilai Ambang Batas (NAB) atau baku tingkat kebisingan adalah batas
maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari
usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan
manusia dan kenyamanan lingkungan.[3]
Satuan tingkat intensitas bunyi adalah decibel (dB). Sound Level Meter
(SLM) adalah alat standar untuk mengukur intensitas kebisingan. Prinsip
kerja alat tersebut adalah dengan mengukur tingkat tekanan bunyi. Tekanan
bunyi adalah penyimpangan dalam tekanan atmosfir yang disebabkan oleh
getaran partikel udara karena adanya gelombang yang dinyatakan sebagai
amplitudo dari fluktuasi tekanan.[18] SLM menunjukkan skala A, B dan C
yang merupakan skala pengukuran tiga jenis karakter respon frekuensi. Skala
A merupakan skala yang paling mewakili batasan pendengaran manusia dan
respons telinga terhadap kebisingan. Jadi dB (A) adalah satuan tingkat
kebisingan dalam kelas A, yaitu kelas yang sesuai dengan respon telinga
manusia normal. Kebisingan akibat lalu lintas dan kebisingan yang dapat
mengganggu pendengaran manusia termasuk dalam skala A yang dinyatakan
dalam satuan dB (A).[23-24]
Tabel 2.2 Baku Tingkat Kebisingan
Peruntukan Kawasan/ Tingkat Kebisingan
Lingkungan Kegiatan dB (A)
1. Peruntukan Kawasan
a. Perumahan dan Pemukiman 55
b. Perdagangan dan Jasa 70
c. Perkantoran dan Perdagangan 65
d. Ruang Terbuka Hijau 50
e. Industri 70
f. Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60
g. Rekreasi 70
2. Lingkungan Kegiatan
a. Rumah Sakit atau sejenisnya 55
b. Sekolahatau sejenisnya 55
c. Tempat Ibadah atau sejenisnya 55
Sumber : Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996[3]
Melalui SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep.Men-
48/MEN.LH/11/1996 tanggal 25 November 1996, pemerintah Indonesia telah
menetapkan baku tingkat kebisingan untuk daerah perkantoran dan
perdagangan adalah sebesar 65 dB (A).[3]

G. Dampak Kebisingan
Suara yang tidak diinginkan akan memberikan efek yang kurang baik
terhadap kesehatan. Suara merupakan gelombang mekanik yang dihantarkan
oleh suatu medium yaitu umumnya oleh udara. Kualitas dan kuantitas suara
ditentukan antara lain oleh intensitas (loudness), frekuensi, periodesitas
(kontinyu atau terputus) dan durasinya. Faktor-faktor tersebut juga ikut
mempengaruhi dampak suatu kebisingan terhadap kesehatan.[25]
Kebisingan dapat menimbulkan gangguan pada indera pendengaran
antara lain trauma akustik, ketulian sementara, hingga ketulian permanen.
Trauma akustik adalah gangguan pendengaran yang disebabkan oleh
pemaparan tungal akibat intensitas kebisingan yang sangat tinggi dan terjadi
secara tiba-tiba. Ketulian sementara merupakan gangguan pendengaran yang
sifatnya sementara, daya dengar mampu pulih kembali berkisar dari beberapa
menit sampai beberapa hari (3-10 hari). Jika seseorang terpapar pada suara di
atas nilai kritis tertentu kemudian dipindahkan dari sumber suara tersebut,
maka nilai ambang pendengaran orang tersebut akan meningkat; dengan kata
lain, pendengaran orang tersebut berkurang. Jika pendengaran kembali
normal dalam waktu singkat, maka pergeseran nilai ambang ini terjadi
sementara. Fenomena ini dinamakan kelelahan auditorik. [1, 25]
Kebisingan mempengaruhi kesehatan manusia baik secara fisik maupun
psikologis. Pada tahun 1993, WHO mengakui efek kesehatan penduduk yang
berasal dari kebisingan, antara lain ketergangguan pola tidur, kardiovaskuler,
sistem pernafasan, psikologis, fisiologis, dan pendengaran. Kebisingan juga
berpengaruh negatif dalam komunikasi, produktivitas dan perilaku sosial.[4]
Efek psikologis akibat kebisingan termasuk hipertensi, takikardia,
peningkatan pelepasan kortisol dan stres fisiologis meningkat. Efek
psikologis dari kebisingan biasanya tidak terlihat dengan baik dan sering
diabaikan. Penelitian di Amerika Serikat dan di New Zealand menyatakan
bahwa kebisingan dapat menurunkan kualitas hidup seseorang.[2, 8] Penelitian
di Netherlands membuktikan bahwa terdapat hubungan positif antara
prevalensi efek kebisingan terhadap kesehatan seseorang dengan intensitas
kebisingan.[10]
Respon masyarakat terhadap sumber bising tergantung dari:
1. Bagaimana variasi bising setiap waktu termasuk jenis bising.
Hal ini berhubungan dengan kebisingan yang tetap (steady noise)
tidak terlalu mengganggu seperti bising yang bervariasi keras suaranya
atau bising jalan raya yang intermiten, dan waktu yang sedikit sumber
bising mengeluarkan tingkat bising yang tinggi sedikit pengaruhnya
terhadap masyarakat.
2. Waktu terjadinya bising
Bising yang terjadi pada malam hari di permukiman akan
mengganggu tidur.
3. Lokasi dari sumber bising
Berkaitan penggunaan lahan yang sensitif terhadap bising. Faktor
yang menentukan dampak bising adalah berapa keras dan berapa lama
paparan bising yang akan sampai pada penduduk sekitar.[17]

H. Faktor faktor yang Mempengaruhi Intensitas Kebisingan Jalan Raya


Pengendalian kebisingan dapat dilakukan berdasarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi intensitas kebisingan di jalan raya. Berdasarkan teknik
pelaksanaannya, pengendalian bising dibedakan dalam tiga cara yaitu
pengendalian pada sumber, media dan penerima kebisingan.[1]
1. Sumber
Faktor yang mempengaruhi intensitas kebisingan jalan raya dilihat
dari sumbernya adalah jumlah kendaraan bermotor.
a. Jumlah Kendaraan Bermotor
Salah satu sumber bising lalu lintas jalan raya yaitu berasal dari
kendaraan bermotor, baik roda dua, roda tiga, maupun roda empat,
dengan sumber kebisingan antara lain dari bunyi klakson kendaraan,
sirine, gesekan mekanis antara ban dengan badan jalan pada saat
pengereman mendadak dan kecepatan tinggi, suara knalpot, dan
kecelakaan antara sesama kendaraan. Semakin banyak jumlah
kendaraan yang melintas di jalan raya maka intensitas kebisingannya
semakin tinggi.[22]
Beberapa teknik pengendalian pada sumber antara lain dengan
cara meredam sumber kebisingan atau getaran yang ada, mengurangi
luas permukaan yang bergetar, mengatur kembali tempat dan waktu
operasi sumber kebisingan, mengecilkan volume suara, pembatasan
jenis dan jumlah lalu lintas, dan lain sebagainya.[1]
2. Media
Faktor yang mempengaruhi intensitas kebisingan jalan raya dilihat
dari medianya, antara lain:
a. Jarak
Gelombang bunyi memerlukan waktu untuk merambat.
Gelombang bunyi merambat melalui udara di permukaan bumi.
Gelombang bunyi akan mengalami penurunan intensitas karena
gesekan dengan udara dalam perjalanannya. Oleh karena itu, semakin
jauh jarak sumber kebisingan maka akan semakin kecil intensitas
kebisingan.[18]
b. Serapan Udara
Udara mempunyai massa, mengisi ruang kosong diatas bumi dan
digunakan oleh suara untuk merambat. Akan tetapi adanya udara juga
sebagai penghambat gelombang suara. Gelombang suara akan
mengalami gesekan dengan udara. Udara yang kering akan lebih
menyerap udara daripada udara lembab, karena adanya uap air akan
memperkecil gesekan antara gelombang bunyi dengan massa udara.
udara yang bersuhu rendah akan lebih menyerap suara daripada udara
bersuhu tinggi, karena suhu rendah membuat udara menjadi lebih
rapat sehingga gesekan terhadap gelombang bunyi akan lebih besar.[18]
c. Arah Angin
Arah angin akan mempengaruhi besarnya frekuensi bunyi yang
diterima oleh pendengar. Arah angin yang menuju pendengar akan
mengakibatkan suara terdengar lebih keras, begitu juga sebaliknya.[18]
d. Jenis Permukaan Bumi
Permukaan bumi yang berupa tanah dan rumput, merupakan
barrier yang sangat alami. Suara yang datang akan terserap langsung.
Sebaliknya, permukaan yang tertutup aspal jalan atau konblok akan
langsung memantulkan bunyi.[18]
e. Tingkat Kerapatan Tanaman
Tanaman penyerap pencemaran udara dan kebisingan adalah jenis
tanaman berbentuk pohon atau perdu yang mempunyai massa daun
yang padat dan dapat menyerap pencemar udara dari gas emisi
kendaraan dan kebisingan.[26] Tanaman merupakan pereduksi
kebisingan yang ramah lingkungan dan memberikan keindahan bila
dilihat dari aspek visual. Penelitian di Jepang menyatakan bahwa
kesan keindahan dirasakan masyarakat dengan adanya tanaman.[27]
Penelitian di China membuktikan bahwa tanaman mampu mereduksi
kebisingan psikologis seseorang.[28]
Tanaman jika cukup tinggi, lebar, dan padat, dapat menurunkan
kebisingan lalu lintas jalan raya. Efektivitasnya tergantung pada
kerapatan tanaman sepanjang jalan raya dan kepadatan daun (jenis
tanaman). Tanaman pereduksi kebisingan yang efektif dapat
mengurangi tingkat kebisingan dengan 10 sampai 15 desibel.[14]
Hasil pengukuran pada penelitian yang dilakukan Institut
Pertanian Bogor (IPB) memperlihatkan bahwa tanaman memiliki
kemampuan yang berbeda dalam mereduksi kebisingan. Berdasarkan
tingkatan frekuensi sumber bunyi, tanaman tersebut juga mempunyai
kemampuan mereduksi kebisingan yang berbeda pada setiap frekuensi
yang layak didengar manusia. Penelitian tersebut telah membuktikan
adanya perbedaan kemampuan reduksi kebisingan menurut jenis
vegetasi berdasarkan tingkat kerapatan tanaman.[13] Hasil penelitian
tersebut sejalan dengan hasil penelitian di Iran. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa campuran Pinus eldarica dan Robinia
pseudoacasia mampu mereduksi kebisingan lebih besar daripada
hutan dengan murni Pinus eldarica atau murni Robinia
[4]
pseudoacasia. Hal ini membuktikan bahwa besarnya reduksi
kebisingan sebanding dengan kerapatan tanaman.
Hasil pengukuran pada soka, kasia, kayu manis, bambu dan
akalipa, kembang sepatu, dan bambu memperlihatkan bahwa
kerapatan daun tanaman berperanan penting dalam mereduksi
kebisingan. Pada kelompok tanaman tersebut, tanaman dengan
kerapatan daun yang lebih tinggi mereduksi lebih baik. Kerapatan
massa tanaman berkaitan dengan luas bidang penahan rambatan
suara.[13]
f. Jenis Tanaman
Penelitian di IPB juga memperlihatkan bahwa bambu cina
mereduksi kebisingan lebih kecil daripada soka walaupun tingkat
kerapatan bambu cina lebih tinggi daripada soka. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa kerapatan bukan satu-satunya faktor yang
menentukan. Kemampuan tanaman mereduksi kebisingan diduga juga
dipengaruhi oleh jenis tanaman yang memiliki perbedaan ketebalan
dan kelenturan daun. Ketebalan dan kelenturan daun diduga berkaitan
dengan kemudahan daun untuk bergerak karena angin dan energi
suara. Adanya gerakan daun dapat menyebabkan perubahan posisi
antar daun sehingga mempengaruhi ruang antar daun dan
memungkinkan suara menembus ke belakang vegetasi. Hal tersebut
diduga menyebabkan tanaman soka yang memiliki daun yang lebih
tebal dan kaku mampu mereduksi kebisingan lebih tinggi daripada
tanaman bambu cina yang berdaun lebih tipis dan lentur.[13]
Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan menyebutkan bahwa kriteria vegetasi yang
berfungsi sebagai peredam kebisingan adalah terdiri dari pohon,
perdu/semak; membentuk massa; bermassa daun rapat; dan terdiri dari
berbagai bentuk tajuk. Pohon adalah semua tumbuhan berbatang
pokok tunggal berkayu keras. Perdu/Semak adalah tumbuhan berkayu
dengan percabangan mulai dari pangkal batang dan memiliki lebih
dari satu batang utama. Contoh jenis tanaman peredam kebisingan
adalah Tanjung (Mimusops elengi), Kiara payung (Filicium
decipiens), Teh-tehan pangkas (Acalypha sp), Kembang Sepatu
(Hibiscus rosa sinensis), Bougenvil (Bougenvillea sp) dan Oleander
(Nerium oleander).[26, 29]

Gambar 2.1 Jalur Tanaman Tepi Penyerap Kebisingan[26]

Pohon dapat meredam suara dengan cara mengabsorpsi


gelombang suara oleh daun, cabang, dan ranting. Jenis tumbuhan yang
paling efektif untuk meredam suara adalah yang mempunyai tajuk
tebal dengan daun yang rindang. Dedaunan tanaman dapat menyerap
kebisingan sampai 95%. Dengan menanam berbagai jenis tanaman
dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi akan dapat
mengurangi kebisingan, khususnya dari kebisingan yang sumbernya
berasal dari bawah.[30]
Penelitian di Yunani mampu membuktikan bahwa tanaman Pinus
brutia mampu mereduksi kebisingan lebih besar dibandingkan
permukaan padang rumput. Pinus brutia mampu mereduksi hingga
sebesar 6 dB.[7] Penelitian di Sri Lanka membuktikan tanaman mampu
mereduksi kebisingan hingga sebesar 4 dB.[14]
Pengendalian pada media kebisingan dapat dilakukan dengan cara
memperbesar jarak sumber kebisingan dengan pemukiman atau
pekerjaan, memasang peredam suara pada dinding dan langi-langit,
dan membuat ruang kontrol untuk mengontrol pekerjaan di ruang
terpisah. Bila sumber kebisingan adalah lalu lintas maka
rumah/gedung dapat dibatasi dengan penanaman pohon, pembuatan
gundukan tanah, pembuatan pagar atau tembok, pembuatan jalur
hijau, dan lain sebagainya.[1]
3. Penerima
Pengendalian pada penerima kebisingan dilakukan apabila dua teknik
pengendalian sebelumnya tidak dapat dilaksanakan atau belum mampu
mengatasi gangguan akibat kebisingan. Faktor yang mempengaruhi
intensitas kebisingan jalan raya berdasarkan penerima kebisingan, antara
lain:
a. Pemakaian Alat Peredam pada Penerima Kebisingan
Jika terdapat peredam pada penerima kebisingan (telinga pendengar),
maka intensitas kebisingan yang diterima dapat dikurangi (lebih
kecil). Pengendalian ini dengan cara pemakaian ear plug, ear muff dan
helmet.
b. Pemindahan Penerima Kebisingan
Upaya pemindahan tempat dari tempat yang mempunyai
intensitas kebisingan tinggi ke tempat dengan intensitas kebisingan
rendah merupakan alternatif bagi manusia dengan toleransi kebisingan
yang rendah.[1]
I. Kerangka Teori

Penerima:
1. Pemakaian alat peredam
2. Pemindahan penerima
kebisingan

Sumber: Intensitas Dampak kebisingan


Jumlah kendaraan kebisingan terhadap kesehatan
masyarakat

Media:
1. Jarak
2. Serapan udara
3. Arah angin
4. Jenis permukaan bumi
5. Tingkat kerapatan tanaman
6. Jenis tanaman

Gambar 2.2 Kerangka Teori [1,13,18,22]

J. Kerangka Konsep

Variabel bebas :
Variabel terikat :
1. Tingkat kerapatan tanaman
Intensitas kebisingan
2. Jenis tanaman

Variabel pengganggu :
1. Jumlah kendaraan*
2. Jarak*
3. Serapan udara*
4. Arah angin*
5. Jenis permukaan bumi*

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

* Variabel disamakan
K. Hipotesis
1. Ada perbedaan intensitas kebisingan berdasarkan jenis tanaman.
2. Ada perbedaan intensitas kebisingan berdasarkan tingkat kerapatan
tanaman.

Anda mungkin juga menyukai