Anda di halaman 1dari 2

Lesunya Bisnis Properti

Berdampak Buruk pada Industri


Kaca
by Nerissa Arviana - November 23, 2015 majalah SWA

Glasstech Asia merupakan pameran terbesar se-Asia Tenggara


khusus untuk industri kaca. Pameran ini diadakan pada 19 hingga
21 November 2015 di JI Expo Kemayoran, Jakarta dan terdapat 8
pavilion yaitu Indonesia, Singapura Italia, Inggris, Taiwan, Jerman,
Tiongkok dan Malaysia, dengan total peserta 233 peserta dari 14
negara. Pameran ini tidak hanya menampilkan hasil produk kaca
tapi juga menampilkan industri kaca dari hulu hingga ke hilir.
Glasstech Asia 2015 bertujuan sebagai penghubung antara pemain
lokal dengan pemain-pemain besar industri kaca di dunia beserta
arsitek, kontraktor, pegembang, teknisi dan para manajer fasilitas,
sekaligus menggelar terobosan baru tren kaca terkini, seperti
produk-produk kaca self-cleaning dan kaca yang trelapisi proteksi,
guna membantu para profesional melahirkan keputusan-keputusan
terbaik untuk desain mereka. Selain itu, bagi Indonesia event ini
sebagai upaya dukungan terhadap pemerintah Republik Indonesia
dalam menggiatkan pembangunan infrastruktur agar dapat menarik
lebih banyak investasi baru sekaligus meningkatkan pertumbuhan
ekonomi nasional.
Saat ini, industri kaca dalam negeri sudah mampu menyerap sekitar
70-80% untuk sektor properti dan konstruksi. Sisanya 20% untuk
memenuhi permintaan industri otomotif. Selain ke dalam negeri,
untuk pasar luar negeri seperti Asia tenggara, Jepang, Timur Tengah
dan Selandia Baru, Indonesia sudah mampu mengekspor sekitar
30%-40%.
Industri kaca sangat erat kaitannya dengan bisnis properti dan
otomotif. Saat ini, sedang ada pelemahan ekonomi yang didahului
dengan pelemehan kurs. Hal ini berdampak pada industri properti
dan otomotif yang pada akhirnya juga mempengaruhi industri
kaca. ujar Putra Narjadin, Ketua II Asosiasi Kaca Lembaran dan
Pengaman (AKLP) Indonesia.
Pelemahan pada industri properti berdampak pada industri kaca
dikarenakan industri properti merupakan indsutri yang paling
banyak menggunakan kaca dalam menjalankan bisnisnya. Di tahun
ini diperkirakan penurunan di bisnis properti adalah sekitar 10%.
Sebenarnya penurunan bisnis properti tahun ini belum terlalu besar
karena proyek properti yang dilaksanakan pada tahun ini adalah
proyek yang sudah diputuskan dan ditandatangani pada satu atau 2
tahun yang lalu. Yang saya khawatirkan adalah kondisi bisnis
properti satu atau dua tahun ke depan karena proyek satu dua
tahun ke depan seharusnya diputuskan pada tahun ini. lanjutnya.
Sedangkan untuk bisnis otomotif saat ini mengalami penurunan
sekitar 17%.
Nilai penjualan bisnis kaca tahun ini sekitar US$ 1,4 miliar. Pasar
domestik di Indonesia walaupun yang terbesar di Asia, namun masih
jauh di bawah China. Contoh di Indonesia kami hanya punya dua
pabrik kaca, sedangkan di China sudah ada 360 pabrik kaca. Di
China sudah ada sekitar 20 pabrik yang membuat pemrosesan
lembaran kaca menjadi kaca siap pakai. Di Indonesia hanya ada
sekitar 10-15 pabrik kaca yang besar. Sedangkan di China mencapai
7.600 pabrik. ujarnya. Jika dilihat dari skalanya, Indonesia memang
masih jauh di bawah China. Namun untuk kualitas Indonesia masih
dapat bersaing.
Menurutnya, kapasitas produksi kaca di Indonesia, jika diambil
contoh dari dua perusahaan kaca yang besar dalam sehari bisa
mencapai angka 3.000 ton per hari. Misalnya produsen kaca
Asahimas dan Mulia, masing masing bisa memproduksi 1.500 ton
per hari. Banyak faktor yang memengaruhi kapastias produksi kaca
di Indonesia. Seperti harga gas dan listrik yang mahal. Sedangkan
untuk pemrosesan kaca sangat membutuhkan dua hal tersebut.
Menurutnya, faktor-faktor yang menjadi penghambat pertumbuhan
industri kaca dalam negeri adalah dari sisi logistik, infrastruktur dan
kondisi krisis global. (EVA)

Anda mungkin juga menyukai