Anda di halaman 1dari 12

Latar Belakang

Penyakit infeksi (infectious disease), yang juga dikenal


sebagaicommunicabledisease atau transmissible disease adalah penyakit yang
nyata secara klinik (yaitu,tanda-tanda dan/atau gejala-gejala medis karakteristik
penyakit) yang terjadi akibat dari infeksi, keberadan dan pertumbuhan agen
biologik patogenik pada organisme host individu. Dalam hal tertentu, penyakit
infeksi dapat berlangsung sepanjangwaktu. Salah satu penyakit infeksi di rongga
mulut adalah infeksi odontogen.
Infeksi gigi merupakan suatu hal yang sangat mengganggu manusia, infeksi
biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah
mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya
akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi gigi dapat terjadi secara
lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri
bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis
pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses
infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat
dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut.
Penjalaran infeksi odontogen akibat dari gigi yang nekrosis dapat menyebabkan
abses, abses ini dibagi dua yaitu penjalaran tidak berat (yang memberikan
prognosis baik) dan penjalaran berat (yang memberikan prognosis tidak baik, di
sini terjadi penjalaran hebat yang apabila tidak cepat ditolong akan menyebabkan
kematian). Adapun yang termasuk penjalaran tidak berat adalah serous periostitis,
abses sub periosteal, abses sub mukosa, abses sub gingiva, dan abses sub palatal,
sedangkan yang termasuk penjalaran yang berat antara lain abses perimandibular,
osteomielitis, dan phlegmon dasar mulut.
Gigi yang nekrosis juga merupakan fokal infeksi penyakit ke organ lain, misalnya
ke otak menjadi meningitis, ke kulit menjadi dermatitis, ke mata menjadi
konjungtivitis dan uveitis, ke sinus maxilla menjadi sinusitis maxillaris, ke
jantung menjadi endokarditis dan perikarditis, ke ginjal menjadi nefritis, ke
persendian menjadi arthritis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering
terjadi. Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan penyakit
periodontal, perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan.Infeksi
odontogenik juga lebih sering disebabkan oleh beberapa jenis bakteri seperti
streptococcus. Infeksi dapat terlokalisir atau dapat menyebar secara cepat ke sisi
wajah lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran dan kegawatan infeksi
odontogenik adalah:
1. Jenis dan virulensi kuman penyebab.
2. Daya tahan tubuh penderita.
3. Jenis dan posisi gigi sumber infeksi.
4. Panjang akar gigi sumber infeksi terhadap perlekatan otot-otot.
5. Adanya tissue space dan potential space

2.1 Diagnosis
Diagnosis merupakan suatu tindakan mempelajari dan mengidentifikasikan suatu
penyakit agar dapat dibedakan dengan penyakit lainnya. Agar mendapatkan
diagnosis yang tepat tersebut, klinisi harus mendapatkan informasi yang tepat dan
banyak mengenai riwayat medis dan riwayat giginya dengan mengajukan
pertanyaan mengenai riwayat, lokasi, keparahan, durasi, karakter dan stimuli yang
menyebabkan timbulnya rasa nyeri. Melakukan pemeriksaan visual pada wajah,
jaringan keras dan lunak rongga mulut; melakukan pemeriksaan intraoral;
melakukan pengetesan pada pulpa gigi, dan melakukan pemeriksaan penunjang
(Torabinejad, 2010).
2.1.1 Pemeriksaan Subjektif
Pemeriksaan Subjektif dilakukan dengan menggali informasi sebanyak
mungkin dari pasien meliputi keluhan utama (anamnesis), riwayat medis dan
riwayat dental. Keluhan utama merupakan alasan spesifik mengapa pasien datang
ke klinik atau rumah sakit, dicatat dalam bahas apa adanya menurut pasien yang
nantinya merupakan dasar utama yang menyediakan informasi tentang gejala atau
hal patoligis yang akan kita cari dalam pemeriksaan selanjutnya.
Riwayat penyakit dental merupakan langkah yang penting untuk menggali
informasi terkait keluhan utama pasien. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan riwayat penyakit. Penderita
biasanya datang dengan keluhan sulit untuk membuka mulut (trismus), tidak bisa
makan karena sulit menelan (disfagia), nafas yang pendek karena kesulitan
bernafas. Penting untuk ditanyakan riwayat sakit gigi sebelumnya, onset dari sakit
gigi tersebut apakah mendadak atau timbul lambat, durasi dari sakit gigi tersebut
apakah hilang timbul atau terus-menerus, disertai dengan demam atau tidak,
apakah sudah mendapat pengobatan antibiotik sebelumnya.

2.1.2 Pemerikasaan Objektif


Pemeriksan objektif merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh operator
dengan adanya pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda infeksi yaitu ;
1. Rubor : permukaan kulit yang terlibat infeksi terlihat kemerahan akibat
vasodilatasi, efek dari inflamasi
2. Tumor : pembengkakan, terjadi karena akumulasi nanah atau cairan
exudat
3. Calor : teraba hangat pada palpasi karena peningkatan aliran darah ke
area
infeksi
4. Dolor : terasa sakit karena adanya penekanan ujung saraf sensorik oleh
jaringan
yang bengkak akibat edema atau infeksi
5. Fungsiolaesa :
terdapat masalah denagn proses mastikasi, trismus, disfagia, dan
gangguan pernafasan.
Infeksi yang fatal bisa menyebabkan gangguan pernafasan, disfagia, edema
palpebra, gangguan penglihatan, oftalmoplegia, suara serak, lemah lesu dan
gangguan susunan saraf pusat (penurunan kesadaran, iritasi meningeal, sakit
kepala hebat, muntah).
Pemeriksaan Visual
Pemeriksaan fisik dimulai dari ekstra oral, lalu berlanjut ke intra oral.
Dilakukan pemeriksaan integral (inspeksi, palpasi dan perkusi) kulit wajah,
kepala, leher, apakah ada pembengkakan, fluktuasi, eritema, pembentukan fistula,
dan krepitasi subkutaneus. Dilihat adakah limfadenopati leher, keterlibatan ruang
fascia, trismus dan derajat dari trismus
1. Pemeriksaan Ekstraoral
Dilihat apakah ada pembengkakan atau perubahan warna. Seperti pembengkakan
di rahang bawah daerah submandibular atau mandibular. Di rahang atas
pembengkakan sampai di bawah mata akibat infeksi gigi kaninus. Selain itu
perhatikan juga apakah ada pembengkakan kelenjar limfe.
2. Pemeriksaan Intraoral
Meliputi jaringan lunak atau gingiva, lidah, bibir apa ada kemerahan,
pembengkakan fistel yang biasanya disebabkan gigi yang mengalami kelainan
periapikal. Perubahan warna, kontur, dan tekstur gigi geligi, serta perhatikan
kebersihan mulut pasien.
Kemudian diperiksa gigi, adakah gigi yang caries, kedalaman caries, vitalitas gigi,
lokalisasi pembengkakan, fistula dan mobilitas gigi. Dilihat juga adakah obstruksi
ductus Wharton dan Stenson, serta menilai kualitas cairan duktus Wharton dan
Stenson (pus atau saliva). Pemeriksaan oftalmologi dilakukan bila dicurigai mata
terkena infeksi. Pemeriksaan mata meliputi : fungsi otot-otot ekstraokuler, adakah
proptosis, adakah edema preseptal atau postseptal.

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang bisa membantu menegakkan diagnosis
adalah pemeriksaan kultur, foto rontgen dan CT scan (atas indikasi). Bila infeksi
odontogen hanya terlokalisir di dalam rongga mulut, tidak memerlukan
pemeriksaan CT scan, foto rontgen panoramik sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis. CT scan harus dilakukan bila infeksi telah menyebar ke dalam ruang
fascia di daerah mata atau leher.

2.2 Mekanisme Penjalaran Infeksi


Infeksi gigi merupakan suatu hal yang sangat mengganggu manusia,
infeksi biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang
sudah mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan
akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi gigi dapat
terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis
menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi.
Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang
terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan
atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut.
Deep Facial Space Infection
Jalan infeksi odontogenik adalah dari gigi melalui tulang dan ke jaringan
lunak disekitarnya. Pada umumnya, infeksi menjalar melalui tulang terdekat
yang paling tipis dan menyebabkan infeksi di jaringan terdekat.
Penjalaran infeksi secara hematogen dari rahang ke sinus cavernosus
terjadi di anterior melalui vena inferior dan superior opthalmicus atau terjadi
di posterior melalui vena Emissary dari plexus pterigoideus
2.3 Perawatan Infeksi Odontogen
Prinsip dasar perawatan kasus infeksi odontogen antara lain;
1. Menentukan keparahan
2. mempertahankan dan meningkatkan faktor pertahanan tubuh penderita
3. pemberian antibiotik yang tepat dengan dosis yang memadai
4. tindakan drainase secara bedah dari infeksi yang ada
5. menghilangkan secepat mungkin sumber infeksi dan
6. evaluasi terhadap efek perawatan yang diberikan
insisi dan drainase
Insisi adalah pembuatan jalan keluar nanah secara bedah (dengan scapel).
Insisi drainase merupakan tindakan membuang materi purulent yang toksik,
sehingga mengurangi tekanan pada jaringan, memudahkan suplai darah yang
mengandung antibiotik dan elemen pertahanan tubuh serta meningkatkan kadar
oksigen di daerah infeksi
Drainase adalah tindakan eksplorasi pada fascial space yang terlibat untuk
mengeluarkan nanah dari dalam jaringan, biasanya dengan menggunakan
hemostat. untuk mempertahankan drainase dari pus perlu dilakukan pemasangan
drain, misalnya dengan rubber drain atau penrose drain, untuk mencegah
menutupnya luka insisi sebelum drainase pus tuntas
Tujuan dari tindakan insisi dan drainase, yaitu mencegah terjadinya
perluasan abses/infeksi ke jaringan lain, mengurangi rasa sakit, menurunkan
jumlah populasi mikroba beserta toksinnya, memperbaiki vaskularisasi jaringan
(karena pada daerah abses vakularisasi jaringan biasanya jelek) sehingga tubuh
lebih mampu menanggulangi infeksi yang ada dan pemberian antibiotik lebih
efektif, dan mencegah terjadinya jaringan parut akibat drainase spontan dari abses.
Selain itu, drainase dapat juga dilakukan dengan melakukan open bur dan
ekstirpasi jarngan pulpa nekrotik, atau dengan pencabutan gigi penyebab

Prinsip berikut ini harus digunakan bila memungkinkan pada saat melakukan
insisi dan drainase adalah sebagai berikut

1. Melakukan insisi pada kulit dan mukosa yang sehat. Insisi yang
ditempatkan pada sisi fluktuasi maksimum di mana jaringannya nekrotik
atau mulai perforasi dapat menyebabkan kerutan, jaringan parut yang tidak
estetis
Penempatan insisi untuk drainase ekstraoral infeksi kepala leher. Insisi pada titik-
titik berikut ini digunakan untuk drainase infeksi pada spasium yang terindikasi:
superficial dan deep temporal, submasseteric, submandibular, submental,
sublingual, pterygomandibular, retropharyngeal, lateral pharyngeal,
retropharyngeal (Peterson, 2003)

2. Tempatkan insisi pada daerah yang dapat diterima secara estetis, seperti di
bawah bayangan rahang atau pada lipatan kulit alami (Gambar 2).
Gari
s Langer wajah. Laserasi yang menyilang garis Langer dari kulit bersifat tidak
menguntungkan dan mengakibatkan penyembuhan yang secara kosmetik jelek.
Insisi bagian fasia ditempatkan sejajar dengan ketegangan kulit. (Pedersen, 1996).

3. Apabila memungkinkan tempatkan insisi pada posisi yang bebas agar


drainase sesuai dengan gravitasi.

4. Lakukan pemotongan tumpul, dengan clamp bedah rapat atau jari, sampai
ke jaringan paling bawah dan jalajahi seluruh bagian kavitas abses dengan
perlahan-lahan sehingga daerah kompartemen pus terganggu dan dapat
diekskavasi. Perluas pemotongan ke akar gigi yang bertanggung jawab
terhadap infeksi

5. Tempatkan drain (lateks steril atau catheter) dan stabilkan dengan jahitan.

6. Pertimbangkan penggunaan drain tembus bilateral, infeksi ruang


submandibula.

7. Jangan tinggalkan drain pada tempatnya lebih dari waktu yang ditentukan;
lepaskan drain apabila drainase sudah minimal. Adanya drain dapat
mengeluarkan eksudat dan dapat menjadi pintu gerbang masuknya bakteri
penyerbu sekunder.

8. Bersihkan tepi luka setiap hari dalam keadaan steril untuk membersihkan
bekuan darah dan debris.
Pengetahuan yang seksama mengenai anatomi fascial dan leher sangat penting
untuk drain yang tepat pada abses yang dalam, tetapi abses yang membatasi
daerah dentoalveolar menunjukkan batas anatomi yang tidak jelas bagi ahli bedah.
Hanya mukosa yang tipis dan menonjol yang memisahkan scalpel dari infeksi.
Idealnya, abses harus didrain ketika ada fluktuasi sebelum ada ruptur dan drainase
spontan. Insisi dan drainase paling bagus dilakukan pada saat ada tanda awal dari
pematangan abses ini, meskipun drainase pembedahan juga efektif, sebelum
adanya perkembangan klasik fluktuasi (Peterson, 2003).

Teknik insisi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Peterson, 2003).

1. Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi.

2. Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan


dilakukan dengan anestesi infiltrasi.

3. Untuk mencegah penyebaran mikroba ke jaringan sekitarnya maka


direncanakan insisi :

Menghindari duktus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah besar.

Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian superfisial pada
titik terendah akumulasi untuk menghindari sakit dan pengeluaran pus
sesuai gravitasi.

Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secara estetik,
jika memungkinkan dilakukan secara intraoral.

Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat, saat
fluktuasi positif.

4. Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan ke dalam rongga


abses dengan ujung tertutup, lakukan eksplorasi kemudian dikeluarkan
dengan unjung terbuka. Bersamaan dengan eksplorasi, dilakukan pijatan
lunak untuk mempermudah pengeluaran pus.

5. Penembatan drain karet di dalam rongga abses dan distabilasi dengan


jahitan pada salah satu tepi insisi untuk menjaga insisi menutup dan
drainase.

6. Pencabutan gigi penyebab secepatnya.

Anda mungkin juga menyukai