BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting dalam memasuki era globalisasi karena
secara langsung akan berpengaruh terhadap kualitas SDM di suatu negara, umur harapan
hidup dan tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang tinggi hanya dapat dicapai oleh orang
yang sehat dan memiliki status gizi baik. Untuk itu diperlukan upaya perbaikan gizi yang
bertujuan untuk meningkatkan status gizi masyarakat melalui upaya perbaikan gizi dalam
keluarga maupun pelayanan gizi pada individu yang karena suatu hal harus tinggal di suatu
institusi kesehatan, diantaranya rumah sakit (Depkes, 2005).
Asuhan gizi merupakan sarana dalam upaya pemenuhan zat gizi pasien secara optimal
baik berupa pemberian makanan pada pasien yang dirawat maupun konseling gizi pada
pasien rawat jalan. Upaya peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat baik di dalam
maupun di luar rumah sakit sebagai salah satu upaya mewujudkan Indonesia sehat 2010,
merupakan tugas dan tanggungjawab tenaga kesehatan, khususnya tenaga yang bergerak di
bidang gizi.
Dalam Manajemen Asuhan Gizi Klinik (MAGK), studi kasus merupakan salah satu
kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
seorang calon ahli gizi dalam melakukan asuhan gizi pasien rawat inap. Kasus yang
digunakan dalam studi kasus ini adalah pasien penyakit dalam dengan diagnosis DM Tipe
2 + CKD St 5 (Nepropati Diabetik) yang dirawat di Ruang IPD 25 Kamar 4 Bet 3 RSU Dr.
Saiful Anwar Malang.
Salah satu penyakit akibat diabetes adalah penyakit ginjal diabetik. Di Asia
hampir 60% dari penyandang diabetes tipe 2 menderita nefropati diabetik. Begitu pula
frekuensi hipertensi cukup tinggi sekitar 33%. Beberapa penelitian menunjukkan adanya
hubungan yang kuat antara tingginya tekanan darah pada diabetes dengan komplikasi ginjal
dan kardio vascular (jantung & pembuluh darah).
Penderita diabetes dengan hipertensi, mempunyai risiko lebih tinggi untuk
mengalami penyakit jantung koroner ataupun stroke. Sebagai faktor prediksi adanya
komplikasi kardiovaskular dan ginjal pada diabetes-hipertensi adalah adanya mikro-
albuminuria (adanya albumin/zat protein pada air kencing).
Gejala Klinik Nefropati diabetik merupakan gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran
glomerulus (selaput penyaring darah dalam ginjal). Gula yang tinggi dalam darah akan
bereaksi dengan protein, sehingga mengubah struktur dan fungsi sel, termasuk membran
basal glomerulus. Akibatnya penghalang protein rusak dan terjadi kebocoran protein ke
urin/air kencing (albuminuria). Hal ini berpengaruh buruk pada ginjal.
Gangguan ginjal dapat menyebabkan fungsi ekskresi (membuang), filtrasi
(menyaring) dan hormonal terganggu. Akibat terganggunya pengeluaran zat-zat racun
lewat urin, maka zat racun tertimbun. Tubuh pun menjadi bengkak dan dapat berisiko
kematian.
Selain berfungsi sebagai ekskresi, ginjal juga memproduksi hormon eritropoetin yang
berfungsi memproduksi sel darah merah. Gangguan di ginjal dapat menurunkan hormon
tersebut, sehingga menyebabkan anemia (kekurangan darah merah).
Salah satu terapi yang diberikan untuk penderita DM Tipe 2 + CKD St 5(Nepropati
Diabetik) adalah terapi diet. Terapi diet bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat
gizi lain guna mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh. Diet yang diberikan
untuk penderita Nepropati Diabetik dan asam urat tinggi adalah diet Nepropati
Diabetik (diet dialisa RP 70 dan Rpu).
B. Tujuan
1. Umum
Mahasiswa mampu merencanakan dan melakukan manajemen asuhan giziklinik di
rumah sakit yang meliputi analisis tentang pengkajian, perencanaan, penerapan, evaluasi dan
membuat laporan.
2. Khusus
a. Mahasiswa mampu mengkaji data dasar (inventarisasi data subyektif dan obyektif pasien).
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah gizi dan menganalisis tingkat resiko gizi.
c. Mahasiswa mampu memahami diagnosis gizi yang ditentukan ahli gizi.
d. Mahasiswa mampu melakukan intervensi gizi (rencana dan implementasi asuhan gizi pasien).
e. Mahasiswa mampu melakukan monitoring dan evaluasi pelayanan gizi pasien.
f. Mahasiswa mampu melakukan edukasi dietetik mandiri.
g. Mahasiswa mampu menyusun laporan asuhan gizi klinik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gambaran Umum
1. Diabetes Melitus
a. Definisi
Diabetes Mellitus merupakan serangkaian gangguan atau sindroma di mana tubuh tidak
mampu mengatur secara tepat pengolahan, atau metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
(McWright, 2008). Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka Diabetes Mellitus
ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklorotik dan penyakit vascular
mikroangiopati, dan neuropati (Price dan Wilson, 2003). Diabetes Mellitus biasanya
disebabkan karena peningkatan kadar gula (glukosa) dalam darah (hiperglikemia) akibat
kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin
sama sekali sedangkan relatif berarti jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya
kerjanya kurang (Depkes, 2005).
b. Etiologi
Terdapat 2 tipe Diabetes Mellitus berdasarkan diabetes yang sering terjadi yaitu
diabetes tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan diabetes tipe 2 atau
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Diabetes tipe 1 disebabkan oleh
destruksi sel pulau Langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan diabetes tipe 2
disebabkan kegagalan relatif sel dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringsan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh sel hati. Sel tidak mampu mengimbangi resistensi
insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat
dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan
glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami
desentisasi terhadap glukosa (Mansjoer, dkk., 2001).
Jika kadar glukosa darah tidak normal tetapi belum termasuk kriteria diagnosis untuk
diabetes, misalnya glukosa darah puasa di bawah 140 mg/dl tetapi 2 jam sesudah makan 140-
200 mg/dl, keadaan ini disebut sebagai Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan resiko
terkena diabetes tipe 2 jauh lebih besar dari pada orang biasa. Bila dokter curiga telah muncul
TGT, pasien dianjurkan untuk menjalani Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) atau Oral
Glucose Tolerance Test(OGTT) (Tandra, 2008).
e. Komplikasi
1) Komplikasi Akut
Komplikasi yang akut akibat DM terjadi secara mendadak. Keluhan dan gejalanya
terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut umumnya timbul akibat glukosa
darah yang terlalu rendah (hipoglikemia) atau terlalu tinggi (hiperglikemia) (Tandra, 2008).
Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi jika kadar glukosa
darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin
atau preparat oral yang berlebihan, tetapi konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena
aktivitas fisik yang berat. Sedangkan hiperglikemia terdapat dua macam yaitu diabetes
ketoasidosis dan sindrom HHNK (koma Hiperglikemik Hiperosmoler Non Ketotik) (Brunner
& Suddarth, 2001).
2) Komplikasi Kronis
Untuk diabetisi yang sudah bertahun-tahun, dapat juga muncul berbagai kerusakan atau
komplikasi yang kronis, seperti kerusakan ginjal (nephropathy), kerusakan mata
(retinopathy), penyakit jantung, kerusakan pembuluh darah (angiopathy) dan kerusakan
syaraf (neuropathy). Untuk kerusakan pembuluh darah (angiopathy) dan kerusakan syaraf
(neuropathy) dapat menyebabkan komplikasi yang sangat serius yaitu kaki diabetik (Tandra,
2008).
2. CKD
a. Definisi CKD
Gagal Ginjal Kronik (GGK/CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat
progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah) ( KMB, Vol 2 hal 1448).
Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunanfungsi ginjal yang
bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular
kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001)
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif danirreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001)
b. Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
1) Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2) Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3) Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4) Gangguan jaringan penyambung (SLE, poliarteritis nodusa, sklerosis sitemik)
5) Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
6) Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7) Nefropati toksik
8) Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
c. Patofisiologi
Menurut Price S. Anderson (2000), Elizabeth Crowin (2000) dan Guyton (l997)
patofisiologi gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh hipertensi dapat menyebabkan
penurunan perfusi renal yang mengakibatkan terjadinya kerusakan parenkim ginjal. Hal ini
menyebabkan peningkatan renin dan meningkatkan angiotensin II, selanjutnya angiotensin II
dapat menyebabkan dua hal yaitu peningkatan aldosteron dan vasokonstriksi arteriol. Pada
kondisi peningkatan aldosteron, akan meningkatkan reabsorpsi natrium, natrium akan
meningkat di cairan ekstraseluler sehingga menyebabkan retensi air dan peningkatan volume
cairan ekstraseluler. Pada vasokonstriksi arteriol terjadi peningkatan tekanan glomerulus, hal
ini akan menyebabkan kerusakan pada nefron, sehingga laju filtrasi glomerulus menurun.
Sebagai kompensasi dari penurunan laju filtrasi menurun, maka kerja nefron yang masih
normal akan meningkat sampai akhirnya mengalami hipertrofi. Pada kondisi hipertrofi akan
meningkatkan filtrasi cairan tetapi reabsorbsi cairan tubulus menurun, protein di tubulus di
ekskresikan ke urine (proteinuria) yang menyebabkan penurunan protein plasma
(hipoproteinemia), hipoalbuminemia, dan penurunan tekanan onkotik kapiler. Penurunan
tekanan onkotik kapiler menyebabkan edema anasarka. Pada edema anasarka akan menekan
kapiler-kapiler kecil dan syaraf yang akhirnya terjadi hipoksia jaringan. Penurunan GFR lebih
lanjut akan menyebabkan tubuh tidak mampu membuang air, garam dan sisa metabolisme,
sehingga terjadi sindrom uremia. Sindrome uremia akan meningkatkan zat-zat sisa nitrogen,
akhirnya terjadi rasa lelah, anoreksia, mual dan muntah.
d. Klasifikasi
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut dengan Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Gagal ginjal kronik dibagi menjadi
empat stadium berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) :
1) GGK ringan : LFG 30 50 ml/menit
2) GGK sedang : LFG 10 29 ml/menit
3) GGK berat : LFG <10 ml/menit
4) Gagal Ginjal Terminal : LFG <5 ml/menit
3. Hiperurisemia
a. Definisi
Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat diatas
normal. Secara biokimiawi akan terjadi hipersaturasi yaitu kelarutan asam urat di serum yang
melewati ambang batasnya. Batasan urisemia secara ideal yaitu kadar asam urat diatas 2
standar deviasi hasil laboratorium pada populasi normal. Namun secara pragmatis dapat
digunakan patokan kadar asam urat >7 mg% pada laki-laki, dan > 6 mg% pada perempuan.
Keadaan hiperurisemia akan beresiko timbulnya arthritis gout, nefropati gout, atau batu
ginjal. Hiperurisemia dapat terjadi akibat peningkatan metabolisme asam urat, penurunan
ekskresi asam urat urin, atau gabungan keduanya (Andry Hartono, 2006).
b. Etiologi
Penyebab hiperurisemia sebagai suatu proses metabolik yang dapat menimbulkan
manifestasi penyakit gout dibedakan menjadi penyebab primer dan sekunder. Penyebab
primer merupakan penyebab yang tidak berasal dari penyakit lain, sedangkan penyebab
sekunder didapatkan penyebab lain, baik genetik maupun metabolik. Pada 99% kasus gout
dan hiperurisemia dengan penyebab primer, ditemukan adanya kelainan molekuler yang tidak
jelas (indefined) meskipun diketahui adanya mekanisme undersecretion pada 80-90% kasus
dan overproduction pada 10-20% kasus.
Kelompok hiperurisemia dan gout sekunder melalui mekanismeoverproduction seperti
gangguan metabolisme purin. Sedangkan mekanismeundersecretion dapat ditemukan pada
keadaan penyakit ginjal kronik, dehidrasi, dibetes insipidus, peminum alkohol, myxodema,
hiperparatiroid, ketoasidosis dan keracunan berilium.
c. Patofisiologi
Gambaran klasik artritis gout yang berat dan akut ada kaitan langsung dengan
hiperurisemia (asam urat serum tinggi). Gout mungkin primer atau sekunder. Gout primer
merupakan akibat langsung pernbentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat
penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan an karena pembentukan asam urat
yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau
pemakaian obat tertentu.
Endapan urat dalam sendi atau traktus urinarius dialkibatkan: karena, asam urat yang
rendah daya larutnya dan akibat garam-garainnya. Asam. urat yang berlebihan dan garam-
garam tersebut keluar dari serum dan urin masing-masing mengendap dalam sendi dan
traktus urinarius
d. Gambaran Klinis
Gout akut biasanya terjadi pada pria sesudah lewat masa pubertas dan sesudah
menopause pada wanita, sedangkan kasus yang paling banyak diternui pada usia 50-60. Gout
lebih banyak dijumpai pada pria, sekitar 95 persen penderita gout adalah pria. Urat serum
wanita normal jumahnya sekitar 1 mg per 100 mI, lebih sedikit jika dibandingkn dengan pria.
Tetapi sesudah menopause perubahan tersebut kurang nyata. Pada pria hiperurisemia
biasanya tidak timbul sebelurn mereka mencapai usia remaja.
Gout Akut biasanya monoartikular dan timbulnya tiba-tiba. Tanda-tanda awitan
serangan gout adalah rasa sakit yang hebat dan peradangan lokal. Pasien mungkin juga
menderita demam dan jumlah sel darah putih meningkat. Serangan akut mungkin didahului
oleh tindakan pembedahan, trauma lokal, obat, alkohol dan stres emosional. Meskipun yang
paling sering terserang mula-mula adalah ibu jari kaki, tetapi sendi lainnya dapat juga
terserang. Dengan semakin lanjutnya penyakit maka sendi jari, lutut, pergelangan tangan,
pergelangan kaki dan siku dapat terserang gout. Serangan gout akut biasanya dapat sembuh
sendiri. Kebanyakan gejala-gejala serangan Akut akan berkurang setelah 10-14 hari
walaupun tanpa pengobatan.
B. Penatalaksanaan Diet
1. Diet Nepropati Diabetik
Tujuan Diet memberikan makanan yang adekuat untuk :
a. Mempertahankan status gizi optimal dengan memperhitungkan sisa fungsi ginjal, agar tidak
memberatkan kerja ginjal.
b. Menurunkan kadar ureum dan creatinin darah yang tinggi.
c. Menurunkan tekanan darah dan asam urat.
d. Mengendalikan glukosa darah.
e. Meningkatkan kadar Hb darah.
f. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. (Sunita, 2004)
Prinsip Diet
a. B2 1900, Rendah Garam dan RP 70 gr.
Syarat Diet
a. Energi cukup untuk mencegah katabolisme yaitu 35 kkal/kg BB.
b. Protein diberikan 1,2 kg/BB/Hari dari total energy.
c. Lemak sedang yaitu 25 % dari kebutuhan energi total.
d. Karbohidrat diberikan 61 % dari total kalori.
e. Natrium dibatasi hanya 1 3 g/ hari.
f. Bentuk makanan biasa
g. Cairan dibatasi yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah pengeluaran cairan melalui
keringat dan pernapasan ( 500 ml)
h. Vitamin cukup apabila perlu diberikan suplemen piridoksin, asam folat, vitamin C, dan
vitamin D.
i. Frekuensi makanan 3x makan utama dan 2 x makan selingan.
(Sunita, 2004)
2. Diet Rendah Purin
Tujuan Diet :
a. Mempertahankan status gizi optimal.
b. Menurunkan kadar asam urat dalam darah dan urin.
(Sunita, 2004)
Prinsip Diet
a. Rendah Purin
b. Energi sesuai kebutuhan pasien
c. Cukup protein
d. Cukup lemak
Syarat Diet
a. Energi sesuai kebutuhan tubuh mulai dari 1867,63
b. Protein cukup yaitu 1,2 g/kg BB atau 64,03 gr.
c. Hindari bahan makanan sumber protein yang mempunyai kandungan purin >150 mg/100 g.
d. Lemak sedang, yaitu 25 % dari kebutuhan energi total. Lemak berlebih dapat menghambat
pengeluaran asam urat atau purin melalui urin.
e. Karbohidrat diberikan lebiih banyak yaitu 61 % dari kebutuhan energi total. Karbohidrat
yang lebih diutamakan adalah karbohidrat kompleks.
f. Vitamin dan mineral disesuaikan dengan ebutuhan.
g. Cairan disesuaikan dengan urin yang dikeluarkan setiap hari. Rata-rata asupan cairan yang
dianjurkan adalah 2-2 liter/hari.
(Sunita, 2004)
BAB III
PERENCANAAN ASUHAN GIZI
sekarang :
D St 5. Pasien
n cuci darah 4 Waktu :
pat mengalami Prinsip Diet : 15 menit
an. Nepropati DM B2, Rendah Garam dan Rendah
Diabetik Purin. Tempat :
dahulu: Ruang IPD 25 Kmr 4 Bet 3
i sejak 3 tahun
l). Metode :
ostat 2008 1 X, Syarat Diit : Penyuluhan Individu
2008 (oktober), 1. Energi cukup untuk mencegah
nan pada tahun katabolisme yaitu 35 kkal/kg BB. Alat bantu :
n lalu periksa 2. Protein diberikan 1,2 kg/BB/Hari dari Leaflet dan Food Sample
eri napoten dan total energy.
5 mg) DM, Hipertensi 3. Lemak sedang yaitu 25 % dari Materi : H
dan Batu Ginjal. kebutuhan energi total. Diet DM Nephropaty M
rga : 4. Karbohidrat diberikan 61 % dari total Diet RG dan R. Purin M
kalori. Bahan makanan yang boleh H
5. Natrium dibatasi hanya 1 3 g/ hari. dan tidak boleh U
6. Bentuk makanan biasa Bahan makanan yang K
7. Frekuensi makanan 3x makan utama dianjurkan. N
dan 2 x makan selingan. A
C
Kebutuhan energi dan zat gizi
KH = 61 % X 1867,7
Na Rendah 4
= 1139,29
As. Urat Tinggi 4
= 284,82 Gr
Clorida Rendah
KT Rendah
mentis
mg
it
it
a
6 0C.
rang(D) :
Tensi Tinggi
an diet DM B2 Adanya Edema
namun nafsu (NI-3.2) Kelebihan Intake cairan
kurang akibat disebabkan oleh ganguan fungsi
ginjal ditandai dengan data
S physical yaitu Edema
75,61 %)
65,90 %) (NI-5.1) Penurunan Kebutuhan
69,96 %) Natrium disebabkan karena
82,47 %) hipertensi ditandai dengan
TD = 140/90 mmHg.
ulu (E) :
teratur dengan
n 3x sehari.
yang sering
Lauk hewani (NI-2.1) Kurangnya intake
onsumsi ikan E = Kurang makanan dan minuman oral
i, telur jarang. P = Kurang disebabkan oleh nafsu makanan
yang sering L = Kurang kurang ditandai adanya sariawan
ah tahu dan dan dengan hasil recall 24 jam :
sayur jarang di E = 75,61 %, P = 65,90 %,
suka makanan L = 69,96 %.
serta alergi
am.
akhir pasian
ebagai seorang
slam, memiliki
orang anak.
Edi Purwanto
NIP. 197706042007011013
BAB IV
HASIL MONITORING EVALUASI
Pasien Menjalani
Cuci darah
sehingga pasien
puasa saat jam
makan pagi.
Pasien Pulang
setelah makan
siang. Sehingga
Pengamatan
hanya dilakukan
untuk 2 x makan
saja.
BAB V
PEMBAHASAN
A. Rencana Terapi
Pasien direncanakan diberikan diet DM B2 1900 Rendah Garam dan Rendah
Purin dengan tujuan memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi tanpa memberatkan kerja
ginjal. Kebutuhan energi 1867,7 kalori per hari dengan cara pemberian oral, karena tidak
terdapat masalah pada sistem pencernaan. Bentuk makanan biasa, pemberian karbohidrat
rendah yaitu 61% dari total energy, Lemak diberikan 25% dari total kebutuhan energi, protein
diberikan 14 % dari total kebutuhan energi.
B. Tingkat Konsumsi Energi dan Zat Gizi
1. Konsumsi Energi dan Zat Gizi
Konsumsi energi dan zat gizi adalah asupan zat gizi pasien selama dirawat di rumah sakit
rawat inap sesuai kebutuhan pasien yang telah dihitung pada saat pasien dirawat di Rumah
Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Kota Malang dengan menggunakan rumus :
Tabel 2. Kriteria Tingkat konsumsi dari widya karya pangan gizi 2003
No Kategori Range
1 Lebih >80 100 %
2 Baik 80 100 %
3 Kurang <80 %
Tabel 3. Monitoring intake energi dan zat gizi pasien selama 3 hari pengamatan
Zat-zat Gizi
Hari Intake Energi (kkal) Proetin (gr) Lemak (gr) KH (gr)
I Kebutuhan 1867,7 64,03 51,88 284,82
Intake 1014,5 34,9 29,5 153,4
TK. Konsumsi (%) 54,31 54,50 56,86 53,85
Kategori Kurang Kurang Kurang Kurang
II Kebutuhan 1867,7 64,03 51,88 284,82
Intake 1168,7 39,4 20,4 211,4
TK. Konsumsi (%) 62,57 61,53 39,32 74,22
Kategori Kurang Kurang Kurang Kurang
III Kebutuhan 1867,7 64,03 51,88 284,82
Intake 998,2 36,4 28,4 208,6
TK. Konsumsi (%) 53,44 56,84 54,74 73,23
Kategori Kurang Kurang Kurang Kurang
Intake energi dan zat gizi pasien dilihat dengan cara melakukan recall 3 x24 jam kepada
pasien untuk mengetahui makanan apa saja yang dikonsumsi dalam tiga hari penuh selama
dirawat inap namun saat pengamatan tidak sampai 3 x 24 jam, dikarenakan pasien pulang
sebelum makan malam. Kemudian hasil tersebut dihitung dan dianalisa. Hasil analisa
dibandingkan dengan kebutuhan pasien karena untuk menghitung intake makanannya.
Dari hasil tabel diatas dapat dilihat intake makanan pasien belum mencapai angka
kecukupan gizi yang dianjurkan, asupan makanan pasien hanya memenuhisetengah
dari kebutuhan energi dan zat gizi. Hal ini dikarenakan nafsu makan pasien selama di rawat
inap menurun dan pasien menjalani puasa saat beberapa kali jam makan untuk pemasangan
alat dan cuci darah.
a. Intake Energi
Berdasarkan perhitungan menurut kebutuhan energi dan zat gizi Rumah Sakit Umum
Dr. Saiful Anwar Kota Malang, diketahui kebutuhan energi pasien adalah 1867,7 kalori/hari.
Tabel 4. Grafik Intake Energi
b. Intake Protein
Berdasarkan perhitungan menurut kebutuhan energi dan zat gizi Rumah Sakit Umum
Dr. Saiful Anwar Kota Malang, diketahui kebutuhan proteinpasien adalah 64,04 gram/hari.
Tabel 5. Grafik Intake Protein
Gambar 5. Grafik Intake Protein (3 hari pengamatan)
Dari gambar 5, dapat disimpulkan bahwa intake protein pasien belum sesuai
dengan kebutuhan gizi yang dibutuhkan yaitu sebesar 64,03 gram perhari, pada hari pertama
pengamatan protein yang dikonsumsi pasien yaitu54,50 %, hari ke dua 61,53 % dan hari ke
tiga yaitu 56,84 %. Hal ini disebabkan karena pasien alergi mengkonsumsi daging ayam dan
telur.
c. Intake Lemak
Berdasarkan perhitungan menurut kebutuhan energi dan zat gizi Rumah Sakit Umum
Dr. Saiful Anwar Kota Malang, diketahui kebutuhan lemakpasien adalah 51,88 gram/hari.
Tabel 6. Grafik Intake Lemak
d. Intake Karbohidrat
Berdasarkan perhitungan menurut kebutuhan Energi dan zat gizi Rumah Sakit Umum
Dr. Saiful Anwar Kota Malang, diketahui kebutuhan Karbohidratpasien adalah 284,82
gram/hari.
Tabel 7. Grafik Intake Karbohidrat
Hasil
Pemeriksaan Nilai Normal Keterangan
Pra H1 H2
GDP 141 117 - 60 - 100 mg/dl T
GDS 26 - - < 200 mg/dl N
Hb 7,0 - - 11 16.5 g/dl R
MCV 79 - - 80 9,7 R
MCH 24 - - 26,5 33.5 R
MCHC 30,4 - - 31,5 35,0 R
Hematokrit 21,5 - - 35 50 R
Kalium 3,7 - - 3.5-5 mmol/L N
Ureum 106,5 150,8 45 10-50 mg/dl T
Kreatinin 2,79 2,82 1,57 0.7-1.5 mg/dl T
Na 127 - - 136 - 145 mg/dl N
As. Urat 14,7 10,4 - 2 - 6 mg/dl T
Clorida 95 - - 98 - 106 mg/dl N
K. Total 82 121 - 130 - 220 mg/dl R
HDL 28 34 - > 50 mg/dl
LDL 46 74 - < 150 mg/dl
Trigliserida - 68 -
Ket :
T = Tinggi
N = Normal
R = Rendah
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari studi kasus diatas dapat ditarik kesimpuln bahwa:
1. Diagnosis penyakit pasien adalah DM tipe 2 dengan CKD St 5
dan hiperurisemia.Diagnosa ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium yang
menunjukan tingginya kadar gula darah, ureum, kreatinin dan asam urat.
2. Permasalahan gizi pasien adalah adanya peningkatan gula darah, ureum, kreatinin danasam
urat, serta penurunan kadar hemoglobin darah, kurangnya asupan energi dan zat gizi pasien,
serta seringnya pasien mengkonsumsi makanan yang digoreng dan jarang mengkonsumsi
sayur dan buah.
3. Kebutuhan energy dan zat gizi pasien adalah sebagai berikut:
Energi : 1867,7 kkal/hari
Protein : 64,03 gr/hari
Lemak : 51,88 gr/hari
KH : 284,82 gr/hari
4. Terapi diet yang diberikan kepada pasien adalah diet DM B2 1900, Rendah purin 70 gr,
rendah garam dan rendah purin.
5. Rata-rata tingkat konsumsi energi, protein, lemak dan karbohidrat pasien selama 3 hari
pengamatan tergolong dalam kategori kurang.
6. Berdasarkan data perkembangan laboratorium pasien, pada tanggal 14 Juni 2011 ada
beberapa data yang menunjukkan hasil yang mengalami penurunan walau tidak seberapa
antara lain GDP, Ureum, Kreatinin, dan As. Urat .
7. Materi yang diberikan meliputi tujuan, prinsip, dan syarat diet DM Nephropaty, rendah
garam dan rendah purin, pola makan yang sehat, bahan makanan yang boleh dan tidak boleh
dikonsumsi, dan daftar bahan makanan penukar ditandai dengan pasien telah memahami
materi konseling yang diberikan dibuktikan dengan adanya perubahan dalam pola makan dan
pemahaman materi.
B. Saran
1. Keluarga pasien harus memberikan motivasi dan dukungan pada pasien untuk melakukan
diet yang diberikan dengan baik untuk mempercepat proses kesembuhan pasien.
2. Keluarga pasien seharusnya berkonsultasi langsung dengan ahli gizi sehubungan dengan diet
yang harus dijalani oleh pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Andry Hartono. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta : EGC.
Arif M, Mansjoer,dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI.
Askandar Tjokroprawiro, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : Airlangga University
Press.
Cornelia. 2010. Penuntun Konseling Gizi. Jakarta : PT Abadi.
Depkes. 2005. Pedoman Gizi Rumah Sakit. Jakarta : Depkes.
PDGKI. 2008. Pedoman Tata Laksana Gizi Klinik. Jakarta.
Prodjosudjadi, W. 2006. Incidence, Prevalence, Treatment and Cost of End-Stage Renal Disease.
Ethnicity & Disease, 16 (1), 14-16.
Sulistyorini, SST, Dkk. 2007. Buku Pedoman Diet. Malang : Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar
Malang
Sukandar, E. 2006. Nefrologi Klinik, Edisi III, Bandung : Pusat Informasi Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FK. UNPAD/RS Hasan Sadikin
Sunita Almatsier. 2004. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Sunita Almatsier. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Sylvia Escott-Stump. 2008. Nutrition and Diagnosis Related Care. Jakarta.