TUNJAUAN PUSTAKA
1.1 Pendahuluan
utama karena kecelakaan pada anak, dan memerlukan pertolongan cepat di tempat
dunia, sekitar 500.000 orang tenggelam setiap tahunnya. Kejadian tenggelam pada
12% korban yang berhasil bertahan hidup mengalami kerusakan neurologis berat
secepat mungkin. Hal ini memerlukan tindakan resusitasi jantung paru dan layanan
sampai di rumah sakit dilanjutkan respons cepat dan tatalaksana agresif tim ruang
gawat darurat dan ruang intesif rumah sakit mereduksi mortalitas karena gangguan
1.2 Definisi
lingkungan dengan air sebagai salah satu peluang bahaya. Kongres dunia untuk
1
pernapasan akibat perendaman dalam cairan. Tenggelam (drowning) adalah
kematian akibat asfiksia yang terjadi dalam 24 jam setelah peristiwa tenggelam di
air, sedangkan hampir tenggelam (near drowning) adalah korban masih dalam
keadaan hidup lebih dari 24 jam setelah peristiwa tenggelam di air. Jadi, tenggelam
1.3 Epidemiologi7
Dari 2005-2009, rata-rata 3.880 orang per tahun menjadi korban tenggelam
fatal dan diperkirakan 5789 orang dirawat di departemen darurat rumah sakit di AS
untuk tenggelam nonfatal. Tingkat kematian akibat tenggelam tertinggi terjadi pada
anak-anak usia 1-4 tahun (2,55/100.000) dan 15-19 tahun (1,29/100.000). Pada
Sebagian besar (71%) kematian akibat tenggelam pada anak berusia di bawah
satu tahun terjadi di bak mandi, ketika bayi ditingal sendiri ataupun dengan
saudara yang lebih tua. Risiko utama lainnya pada kelompok usia ini adalah
ukuran ember di rumah (16%). Rata-rata anak berusia sembilan bulan dengan
berat tubuh bagian atas lebih berat dapat dengan mudah jatuh ke dalam ember
meninggal.
2
- Anak usia 1-4 tahun
Kejadian tenggelam paling sering terjadi pada usia 1-4 tahun, oleh karena rasa
pedesaan kematian akibat tenggelam pada kelompok usia ini terjadi di parit
irigasi, kolam, atau sungai. Tenggelam adalah salah satu penyebab utama
Tenggelam pada anak usia sekolah lebih sering terjadi di badan air alami seperti
sungai, danau, dan laut. Tidak seperti pada usia presekolah, berenang dan
sekolah.
- Remaja
Angka kematian akibat tenggelam tertinggi kedua terjadi pada usia remaja 15-
19 tahun. Hampir 70% kejadian tenggelam terjadi di air tawar. Pada kelompok
usia ini kejadian kematian akibat tenggelam dipengaruhi jenis kelamin dan ras.
Fatal drowning 80% terjadi pada laki-laki, kejadian tenggelam pada laki-laki 10
kali lebih besar dibanding pada wanita. Ketimpangan gender mungkin terkait
3
lebih tinggi dibanding perempuan. Pada tahun 2009, kejadian tenggelam pada
laki-laki kulit hitam usia 15-19 tahun dua kali lebih besar daripada laki-laki kulit
putih pada usia yang sama. Perbedaan paparan pelajaran tentang renang, sikap
- Keadaan tertentu
hingga 19 kali lipat terjadi pada individu dengan epilepsy. Tenggelam pada
anak dengan kejang lebih sering terjadi di bathtubs dan kolam renang. Kelainan
- Penggunaan alkohol
Pada remaja dan dewasa yang meninggal ditemukan 30-40% positif mengandug
4
kardiak. Pada 2012 United States Coast Guard melaporkan hampir 90%
pelampung.
1.4 Patofisiologi
antara lain adalah ketahan fisik, kemampuan berenang, keberadaan bantuan alat
pelampung, jarak untuk mencapai tempat yang aman, suhu air, usia, dan lain-lain.3
Cedera anoksia-iskemia7
mencoba ke permukaan. Selama tahap ini, sejumlah kecil air masuk hipofaring,
memicu spasme laring. Ada penurunan progresif saturasi oksigen darah arteri
depresi medulla menyebabkan apnea terminal. Dalam waktu yang sama akan terjadi
penurunan kardiak output dan suplai oksigen ke berbagai organ. Dalam 3-4 menit
cardiopulmonal arrest akan terjadi udem serebral. Udem serebral yang berat dapat
secara besar-besaran dari rongga alveolus ke dalam pembuluh darah paru. Hal ini
dikarenakan tekanan osmotic di dalam pembuluh darah paru lebih tinggi daripada
5
tekanan osmotik di dalam alveolus. Perpindahan tersebut akan menyebabkan
Eritrosit yang mengalami lisis ini akan melepaskan ion kalium ke dalam sirkulasi
(hiperkalemi).
akibat penyerapan air dari alveolus dapat mengakibatkan fibrilasi ventrikel. Apabila
aspirasi air cukup banyak, akan timbul hemodilusi yang hebat. Keadaan ini akan
instabilitas alveolar sehingga terjadi kolaps paru.1 Pada inhalasi air laut, tekanan
osmotik cairan di dalam alveolus lebih besar daripada di dalam pembuluh darah.
Oleh karena itu, plasma darah akan tertarik ke dalam alveolus. Proses ini dapat
darah dengan laju nadi yang cepat, dan akhirnya timbul kematian akibat anoksia
dan insufiensi jantung dalam 3 menit. Keluarnya cairan ke dalam alveolus juga akan
sistem kapiler, sehingga terjadi penurunan kapasitas residu fungsional dan edema
paru.1-3 Akibat lebih lanjut lagi, dapat terjadi atelektasis karena peningkatan
Bila korban mengalami aspirasi atau edema paru, dapat terjadi acute
6
debris di dalam air akan menyebabkan peningkatan tahanan saluran respiratorik dan
patogenitas organism, bahan kimia beracun, dan benda asing lainnya yang dapat
asistol. Selain itu, hipoksemia juga dapat menyebabkan kerusakan miokardium dan
mediator inflamasi.3
hipoksemia, dan pasien dapat tidak sadar. Efek lain dari hipoksia diantaranya
terdapat kelainan elektrolit yang ringan. Perubahan yang mencolok dan penting
adalah perubahan gas darah dan asam-basa akibat insufisiensi respirasi, diantaranya
respiratorik. Kelainan yang lebih banyak terjadi adalah hipoksemia. Keadaan yang
segera terjadi setelah tenggelam dalam air adalah hipoventilasi dan kekurangan
7
oksigen. Pada percobaan binatang, tekanan parsial O2 arterial (PaO2) menurun
drastis menjadi 40 mmHg dalam satu menit pertama, menjadi 10 mmHg setelah 3
Disfungsi serebri dapat terjadi akibat kerusakan hipoksia awal, atau dapat
juga karena kerusakan progresif susunan saraf pusat yang merupakan akibat dari
kalsium ke dalam otot polos pembuluh darah, dan radikal bebas yang dibawa
oksigen.1,3
korban tetap mengapung dan menjaga kepala di atas air tanpa gangguan
pernapasan. Definisi air dingin bervariasi antara 15-20 C. Tenggelam dalam air
dingin korban akan mengalami syok air dingin serangkaian respon fisiologis
tubuh. Korban dengan hipotermia ringan memiliki suhu dari 34-36 C dengan
8
gangguan kontraktilitas miokard, dan hilangnya tonus vasomotor berkontribusi
menyebabkan perfusi tidak adekuat, hipotensi, dan mungkin syok. Pada suhu tubuh
1.5 Tatalaksana
oleh durasi, waktu cepat tanggap penyelamatan pasien, dan keefektifan usaha
resusitasi. Pada kasus drowning, pasien dibagi menjadi dua kelompok sesuai
dengan keadaan saat di tempat kejadian. Kelompok pertama adalah anak yang
Kelompok kedua adalah anak yang mengalami henti jantung yang membutuhkan
keseimbangan asam basa, dan mencegah kerusakan sistim saraf pusat yang lanjut.7
Segera setelah korban ditolong, harus dilakukan resusitasi jantung paru. Oksigen
harus diberikan secepatnya dan dilanjutkan dalam perjalanan ke rumah sakit dan
untuk membalikkan keadaan anoksia dan mencegah cedera karena hipoksia.7 Setiap
menit yang dilalui tanpa pernapasan dan sirkulasi yang adekuat menurunkan secara
dramatis kesempatan luaran yang baik. Semua korban drowning harus dirawat di
9
rumah sakit, bagaimanapun kondisi pasien.1 Pasien yang tidak bergejala harus
diobservasi, minimal selama 6-8 jam di rumah sakit untuk menilai tanda-tanda
dan meningkatnya PCO2 pada analisis gas darah.7 Kematian yang lambat dapat
terjadi akibat atelektasis yang luas, edema paru akut, dan hipoksemia setelah pasien
Jalan napas harus bersih dari muntahan dan benda asing yang dapat
karena tertelan air, sehingga jika dilakukan dapat meningkatkan risiko regurgitasi
dan aspirasi. Bila diduga adanya benda asing, manuver chest compression atau back
blows lebih dianjurkan.1,7 Pada pasien yang belum bernapas spontan, dapat
diberikan napas bantuan mouth-to mouth atau mouth-to-nose sampai datang alat
bantu napas atau dengan masker bagging tekanan positif. Bila pasien dapat bernapas
membersihkan jalan napas dengan melakukan intubasi terutama pada pasien dengan
disesuaikan dengan hasil pemeriksaan analisis gas darah arteri.1,3 Spina servikal
dijaga bila terdapat kemungkinan cedera tulang leher. Leher diposisikan dalam
posisi netral. Pikirkan cedera servikal pada remaja, kecelakaan bermotor, jatuh dari
ketinggian, kekerasan dalam rumah tangga, tanda klinis pada trauma sangat berat1,7
Sejalan dengan penyelamatan jalan napas dan fungsi ventilasi dan oksigenase,
10
paru dilakukan pada pasien dengan hipotensi berat, bradikardia, dan pulseless.
Pantau EKG untuk deteksi dini aritmia dan awasi tanda-tanda shock berupa akral
basah yang masih melekat di badan setelah pasien berada di IGD atau di PICU.
Pada pasien yang tidak stabil seperti aritmia, lingkungan sekitar pasien dihangatkan
menjadi 34oC dan jangan sampai hipertermia.7 Alat untuk menghangatkan penderita
dapat digunakan selimut penghangat atau radiant warmer.1,7 Akses vaskular harus
seksama.7
hampir setengahnya perburukan atau hipoksemia pada 4-8 jam setelah peristiwa
terbaik dilakukan pada membrane timpani karena berkorelasi kuat dengan suhu
atau radiant warmer.1,7 Lakukan pemantauan vital sign secara serial dan oksigenase
dengan pulse oximetry. Pasien drowning dengan risiko rendah dan asimtomatik
yang setelah observasi 6-8 jam didapatkan pemeriksaan fisik normal dan kadar
Tatalaksana Kardiorespirasi
11
Pasien drowning tanpa henti jantung perlu diperhatikan tanda-tanda
diperbaiki oksigenase dan ventilasi agar adekuat. Untuk mencapai itu dilakukan
resusitasi cairan dan agen inotropik untuk meningkatkan volume preload sehingga
meningkatkan stroke volume dan cardiac output. Hindari overloading cairan pada
pasien dengan miokardium yang terganggu karena dapat menyebabkan edema paru.
Pemantauan EKG wajib dilakukan untuk deteksi dini aritmia.7 Pada pasien
drowning di air bukan es dengan henti jantung yang persisten, dilakukan resusitasi
jantung paru secara agresif dan dilanjutkan jika menunjukkan perbaikan. Namun,
resusitasi dihentikan setelah 25-30 menit, tetapi penghentian ini tergantung dari
Tatalaksana Neurologi
Pasien drowning yang sadar dan awas saat berada di rumah sakit biasanya
oksigenase, ventilasi, perfusi, suhu inti tubuh, dan kadar gula darah. Pada pasien
cairan, hiperventilasi, relaksan otot, agen osmotik, diuretik, barbiturat, steroid tidak
drowning. Jika ada kejang, maka berikan phenytoin atau fosphenytoin dengan dosis
12
loading 10-20mg/kgBB dilanjutkan maintenance 5-8 mg/kgBB/hari terbagi 2-3
neurogenik. Pasien dengan koma terutama koma yang dalam sering tidak bisa
Cari dan nilai tanda-tanda cedera, terutama pada pasien drowning karena
besar mengalami demam pada 48 jam pertama dan sembuh sendiri tanpa antibiotik.7
Tatalaksana Hipotermia
Buang semua pakaian basah yang masih melekat di badan pasien. Lakukan
eksternal, atau aktif internal. Lakukan RJP pada pasien drowning dengan
hipotermia jika tidak ada denyut atau kompleks QRS tidak ada di EKG. Jika suhu
inti tubuh <30oC dan terjadi ventricular fibrillation, maka berikan defibrilasi sambil
menaikkan suhu inti tubuh >30oC, tetapi defibrilasi akan baru efektif jika suhu inti
tubuh >30oC. Setelah pasien sadar, lakukan pemantauan suhu tubuh secara terus
X-ray dada biasanya didapatkan gambaran edema antar sel atau edema
metabolik. Bila pasien menunjukkan hipotensi atau tidak ada respons, dianjurkan
13
pemberian natrium bikarbonat dengan dosis 1 mEq/kg BB secara intravena. Jika
Na bikarbonat (mEq) = berat badan (kg) x deficit basa (mEq) x 0,3. Jalan
napas harus dibersihkan dari kotoran dan dijamin tetap terbuka. Pada korban hampir
tenggelam yang banyak menelan air, risiko aspirasi muntahan sangat besar. Oleh
karena itu, lambung harus cepat dikosongkan dengan memakai pipa nasogastrik.3
pressure (PEEP) dimulai sekitar 5 cm H2O, dapat di naikkan bertahap hingga 10-15
ventrikel takikardi (VT) atau ventrikel fibrilasi (VF) 29% dan bradikardi 16%.
memperbaiki fungsi jantung dan perfusi perifer, namun pada keadaan disfungsi
miokard pemberian cairan yang agresif mungkin dapat memperburuk edema paru.
14
iskemik, dobutamin (dosis 2-20g/kg/menit) dapat memperbaiki cardiac output
memberikan hasil yang baik. Pemberian antibiotik pada saat awal tidak dianjurkan,
meskipun seringkali air yang diaspirasi mengalami kontaminasi. Oleh karena itu
perlu pemeriksaan kultur darah, kultur sputum, jumlah lekosit, dan analisis tanda
Penggunaan obat steroid tidak dianjurkan karena tidak ada bukti baik secara klinis
1.6 Prognosis
< 5menit, durasi RJP <10 menit, irama jantung sinus, pupil reaktif, respons
neurologi baik di tempat kejadian, sadar dalam 48-72 jam setelah kejadian.
Prediktor yang memengaruhi prognosis buruk antara lain, koma yang dalam, apnea,
refleks pupil tidak ada, hiperglikemik, waktu tenggelam >10 menit, dan durasi RJP
>10 menit. GCS kurang memiliki penilaian yang bermakna dalam prognosis
15
1.7 Pencegahan
keadaan lingkungan air dan lingkungan sekitarnya. Pengawas harus bersikap awas, tidak
meminum alkohol atau pengobatan, tidak sedang bersosialisasi, perhatian penuh dan fokus
sepenuhnya saat mengawas anak. Tabel berikut menjelaskan pendekatan strategis untuk
mencegah drowning.
16