Anda di halaman 1dari 8

Strategi SO adalah strategi yang dibuat dengan menggunakan kekuatan internal

perusahaan utk mengambil keuntungan dari kesempatan external.


Strategi WO adalah strategi yangg dibuat unttk memperbaiki kelemahan internal dan
menggunakan kesempatan external. WO juga menunjukkan kesempatan yang ada dalam
jangkauan yang bisa diraih oleh perusahaan jika berhasil memperbaiki kelemahan
internal.
Strategi ST dibuat utk mengantisipasi ancaman eksternal dengan menggunakan kekuatan
internal yang dimiliki.
Strategi WT mungkin saja terjadi terutama jika perusahaan menghadapi faktor-faktor
kelemahan dan ancaman yang tidak dapat ditangani dgn menggunakan kekuatan dan
peluang yang ada. Secara nyata, bentuk pelaksanaan strategi WT adalah merger,
pernyataan bangkrut, restrukturisasi, atau likuidasi.
1. Penomena gunung es

Fenomena gunung es (Iceberg Phenomenon) merupakan sebuah metafora (perumpamaan) yang


menekankan bahwa bagian yang tak terlihat dari gunung es jauh lebih besar daripada bagian
yang terlihat di atas air. Artinya, pada kebanyakan masalah kesehatan populasi, jumlah kasus
penyakit yang belum diketahui jauh lebih banyak daripada jumlah kasus penyakit yang telah
diketahui. Fenomena gunung es menghalangi penilaian yang tepat tentang besarnya beban
penyakit (disease burden) dan kebutuhan pelayanan kesehatan yang sesungguhnya, serta
pemilihan kasus yang representatif untuk suatu studi. Mempelajari hanya sebagian dari kasus
penyakit yang diketahui memberikan gambaran yang tidak akurat tentang sifat dan kausa
penyakit tersebut.

2. pengendalian DM

Pertama adalah edukasi, pasien harus tahu bahwa penyakit diabetes tidak dapat
disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan dan pengendalian harus dilakukan
seumur hidup atau terus-menerus.
Kedua, makanan dengan mengurangi konsumsi karbohidrat seperti nasi, dan
mengurangi konsumsi gula.
Ketiga, olahraga, diperlukan untuk membakar kadar gula berlebih yang ada
dalam darah.
Sementara pilar keempat adalah obat-obatan, bila kadar gula darah telah turun
dengan meminum obat, tetapi harus tetap konsultasi dengan dokter dan
mengatur pola hidup sehat supaya kadar gula darah tetap terkontrol dengan
baik.
3. Survailensa aktif/ pasif , pendapat ?

Surveilans pasif, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari laporan bulanan sarana pelayanan
di daerah.
Surveilans aktif, yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara langsung untuk mempelajari
penyakit tertentu dalam waktu yang relatif singkat dan dilakukan oleh petugas kesehatan secara
teratur seminggu sekali atau dua minggu sekali untuk mencatat ada atau tidaknya kasus baru
penyakit tertentu.

PENDAPAT :
4. Faktor resiko pola makan (asupan gizi)

5. pelajari tentang hipertensi, faktor resiko, pencegahan

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur palingtidak pada tiga
kesempatan yang berbeda. (Elizabeth J. Corwin, 484; 2009).
Hipertensi adalah kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan saitolik
140 mmHg dan atau tekanan diastoliknya > 90 mmHg (untuk usia < 60 tahun) dan sistolik 90
dan atau tekanan diastoliknya > 95 mmHg (untuk usia > 60 tahun). (

Fakto resiko Hipertensi

Faktor risiko tekanan darah tinggi


1. Umur
Terdapat kesepakatan dari para peneliti bahwa prevalensi hipertensi akan meningkat
dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan karena pada usia tua diperlukan
keadaan darah yang meningkat untuk memompakan sejumlah darah ke otak dan alat
vital lainya. Pada usia tua pembuluh darah sudah mulai melemah dan dinding 17
pembuluh darah sudah menebal (Kiangdo,1977).22 Menurut Gray (2002) baik pria
maupun wanita, 50% dari mereka yang berusia diatas 60 tahun akan menderita
hipertensi sistolik terisolasi (TD sistolik 160 mmHg dan diastolik 90 mmHg). Disamping
itu, semakin bertambah usia, maka keadaan sistem kardiovaskulerpun semakin
berkurang, seperti ditandai dengan terjadinya arterioskilosis yang dapat meningkatkan
tekanan darah.16 Susalit dkk (2001) dalam bukunya menyatakan bahwa sebagian besar
hipertensi esensial terjadi pada usia 24-45 tahun dan hanya 20% terjadi dibawah usia 20
tahun.
2. Riwayat keluarga
Peran faktor riwayat keluarga terhadapa hipertensi esensial dapat dengan berbagai fakta
yang dijumpai, seperti adanya bukti bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai
pada pasien kembar monozigot daripada heterozigot, jika salah satunya diantaranya
menderita hipertensi. Hipertensi akibat dari riwayat keluarga juga disebabkan faktor
genetik pada keluarga tersebut. Beberapa peneliti mengatakan terdapat kelainan pada
gen angiotensinogen tetapi mekanismenya mungkin bersifat poligenik. Gen
angiotensinogen berperan penting dalam produksi zat penekan angiotensin, yang mana
zat tersebut dapat meningkatkan tekanan darah. Terjadinya perubahan bahan
angiostensinogen menjadi menjadi angiotensin I dan di dalam sirkulasi pulmonal
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II dan selanjutnya bahan angiostensin II inilah
yang berperan merangsang beberapa pusat yang penting dan mengakibatkan terjadinya
perubahan tekanan darah. Dalam mekanismenya, bahan angiotensin II mempengaruhi
dan merangsang pusat haus dan minum di bagian hypothalamus di dalam otak, sehingga
menyebabkan rangsangan yang meningkatkan masukan air dan selain itu juga
merangsang pusat vasomotor dengan akibat meningkatkan rangsangan syaraf simpatis
kepada arteriola, myocardium dan pacu jantung yang mengakibatkan tekanan darah
tinggi atau hipertensi (Ibnu, 1996).
3. Obesitas
Obesitas adalah keadaan dimana terjadi penumpukan lemak yang berkelebihan di dalam
tubuh dan dapat diekspresikan dengan perbandingan berat badan serta tinggi badan
yang meningkat. Obesitas atau kegemukan merupakan faktor risiko yang sering dikaitkan
dengan hipertensi. Risiko terjadinya hipertensi pada individu yang semula normotensi
bertambah dengan meningkatnya berat badan. Individu dengan kelebihan berat badan
20% memiliki risiko hipertensi 3-8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan
berat badan normal (Suarthana dkk, 2001).25 Penelitian The Second National Health and
Nutrition Examination Survey (NHANES II) penderita berat badan lebih (overweight) yang
berumur 20-75 tahun dengan BMI > 27 akan mengalami kemungkinan hipertensi 3 kali
lipat dibandingkan dengan tidak berat badan lebih (Hendromartono,2002)
4. Stres
Stres menurut Greenberg (2002) adalah interaksi antara seseorang dengan lingkungan
termasuk penilaian seseorang terhadap tekanan dari suatu kejadian dan kemampuan
yang dimiliki untuk menghadapi tekanan tersebut, keadaan ini diikuti respon secara
psikologis, fisiologis, dan perilaku. Respon secara psikologis antara lain berupa emosi,
kecemasan, depresi, dan perasaan stres. Sedangkan 22 respon secara fisiologis dapat
berupa rangsangan fisik meningkat, perut mulas, badan berkeringat, jantung berdebar-
debar. Respon secara perilaku antara lain mudah marah, mudah lupa, susah
berkonsentrasi.
5. Merokok
Menurut WHO (1999), individu yang terus menerus menggunakan tembakau cenderung
meningkatkan risiko hipertensi, hal ini disebabkan karena adanya konsumsi komulatif
dari penggunaan tembakau.
Merokok dapat meningkatkan tekanan darah, meskipun pada beberapa penelitian
didapatkan kelompok perokok dengan tekanan darah lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok yang tidak merokok (Susalit dkk, 2001).
Apapun yang menimbulkan ketegangan pembuluh darah dapat menaikkan tekanan
darah, termasuk nikotin yang ada dalam rokok. Nikotin merangsang sistem saraf
simpatik, sehingga pada ujung saraf tersebut melepaskan hormon stres norephinephrine
dan segera mengikat hormon receptor alpha. Hormon ini mengalir dalam pembuluh
darah ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, jantung akan berdenyut lebih cepat dan
pembuluh darah akan mengkerut. Selanjutnya akan menyebabkan penyempitan
pembuluh darah dan menghalangi arus darah secara normal, sehingga tekanan darah
akan meningkat.
6. Konsumsi Alkohol
Alkohol dihubungkan dengan hipertensi, karena peminum alkohol akan cenderung
hipertensi (Sidabutar dan Prodjosujadi, 1990). Namun diduga, peningkatan kadar
kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan
dalam menaikkan tekanan darah.
Alkohol juga diduga empunyai efek pressor langsung pada pembuluh darah, karena
alkohol menghambat natrium dan kalium, sehingga terjadi peningkatan natrium intrasel
dan menghambat pertukaran natrium dankalsium seluler yang akan memudahkan
kontraksi sel otot. Otot pembuluh darah akan menjadi lebih sensitive terhadap zat-zat
pressor seperti angiotensin dan katekolamin.
7. Konsumsi minuman yang mengandung kafein
William (2004) dalam jurnal penelitiannya menyebutkan bahwa kafein meningkatkan
tekanan darah secara akut. Efek klinis yang terjadi tergantung pada respon tekanan
darah responden yang diuji dengan mengkonsumsi kafein setiap hari. Hasil dari
penelitian tersebut menyebutkan ada kenaikan tekanan darah pada responden yang
mengkonsumsi kafein >250 mg per hari selama 5 hari. Kafein bekerja di dalam tubuh
dengan mengambil alih reseptor adenosin dalam sel saraf yang akan memacu produksi
hormon adrenalin dan menyebabkan peningkatan tekanan darah, sekresi asam lambung,
dan aktifitas otot, serta perangsangan hati untuk melepaskan senyawa gula pada aliran
darah untuk menghasilkan energi ekstra.

Penceghan Hipertensi

Resiko seseorang untuk mendapatkan hipertensi (kecuali yang esensial), dapat dikurangi
dengan cara :
1. Memeriksa tekanan darah secara teratur.
2. Menjaga berat badan ideal.
3. Mengurangi konsumsi garam.
4. Jangan merokok.
5. Berolahraga secara teratur.
6. Hidup secara teratur.
7. Mengurangi stress.
8. Jangan terburu-buru.
9. Menghindari makanan berlemak.
Pencegahan Primer :
Tidur yang cukup, antara 6-8 jam per hari.
Kurangi makanan berkolesterol tinggi dan perbanyak aktifitas fisik untuk mengurangi
berat badan.
Kurangi konsumsi alkohol.
Konsumsi minyak ikan.
Suplai kalsium, meskipun hanya menurunkan sedikit tekanan darah tapi kalsium juga
cukup membantu.
Pencegahan Sekunder
Pola makanam yamg sehat.
Mengurangi garam dan natrium di diet anda.
Fisik aktif.
Mengurangi Akohol intake.
Berhenti merokok.
Pencegahan Tersier
Pengontrolan darah secara rutin.
Olahraga dengan teratur dan di sesuaikan dengan kondisi tubuh.

6. PPOK

Penyakit paru obstruktif kronis atau sering disingkat PPOK adalah istilah yang digunakan untuk
sejumlah penyakit yang menyerang paru-paru untuk jangka panjang. Penyakit ini menghalangi
aliran udara dari dalam paru-paru sehingga pengidap akan mengalami kesulitan dalam bernapas.

PPOK umumnya merupakan kombinasi dari dua penyakit pernapasan, yaitu bronkitis kronis dan
emfisema. Bronkitis adalah infeksi pada saluran udara menuju paru-paru yang menyebabkan
pembengkakan dinding bronkus dan produksi cairan di saluran udara berlebihan. Sedangkan
emfisema adalah kondisi rusaknya kantung-kantung udara pada paru-paru yang terjadi secara
bertahap. Kantung udara tersebut akan menggelembung dan mengempis seiring kita menarik dan
menghembuskan napas. Kelenturan kantung udara akan menurun jika seseorang mengidap
emfisema, akibatnya jumlah udara yang masuk akan menurun.

Gejala-gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronis


Pada tahap-tahap awal, PPOK jarang menunjukkan gejala atau tanda khusus. Gejala-gejala
penyakit ini akan muncul ketika sudah terjadi kerusakan yang signifikan pada paru-paru,
umumnya bertahun-tahun setelah paparan. Karena itu, pengidapnya sering tidak menyadari
mengidap penyakit ini. Terdapat sejumlah gejala PPOK yang bisa terjadi dan sebaiknya
diwaspadai, yaitu:
Batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh.
Makin sering tersengal-sengal, bahkan saat melakukan aktivitas fisik yang ringan seperti
memasak atau mengenakan pakaian.
Mengi atau napas sesak dan berbunyi.
Lemas.
Sering mengalami infeksi paru.
Penurunan berat badan.
Serangan kambuhan PPOK terkadang bisa terjadi secara tiba-tiba dengan gejala yang lebih parah
untuk beberapa hari dan bahkan bisa membahayakan. Kondisi ini kemudian reda dan bisa
terulang lagi. Makin lama seseorang mengidap PPOK, gejala-gejala yang muncul saat serangan
ulang terjadi juga akan makin parah.
Jika ada dugaan Anda mengalami gejala PPOK, segera periksakan diri Anda ke dokter. Jangan
menundanya.

Faktor Risiko Penyakit Paru Obstruktif Kronis


PPOK bisa disebabkan oleh berbagai hal. Sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan risiko
seseorang untuk mengidap PPOK meliputi:
Rokok. Pajanan asap rokok pada perokok aktif maupun pasif merupakan faktor utama penyebab
PPOK serta sejumlah penyakit pernapasan lainnya. Diperkirakan, sekitar satu dari empat orang
perokok aktif mengidap PPOK.
Pajanan polusi udara, misalnya asap kendaraan bermotor, debu, atau bahan kimia.
Usia. PPOK akan berkembang secara perlahan selama bertahun-tahun. Gejala penyakit
umumnya muncul pada pengidap yang berusia 35 hingga 40 tahun.
Faktor keturunan. Jika memiliki anggota keluarga yang mengidap PPOK, Anda juga memiliki
risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit yang sama.
Diagnosis Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Dokter umumnya mendiagnosis PPOK dengan menanyakan gejala-gejala, memeriksa kondisi
fisik pasien, dan tes pernapasan. Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan bunyi tarikan napas
melalui stetoskop dan indeks massa tubuh. Riwayat merokok juga akan ditanyakan.
Tes pernapasan akan dilakukan dengan spirometer (pemeriksaan spirometri), yaitu alat untuk
mengukur fungsi paru melalui hembusan napas pada mesin. Dua jenis hembusan napas yang
akan diukur, yaitu hembusan napas cepat dalam satu detik dan jumlah total hembusan napas
panjang hingga habis dari paru-paru.

Jika dibutuhkan, dokter akan menganjurkan beberapa pemeriksaan yang lebih detail seperti:

Tes darah untuk menghapus adanya kemungkinan penyakit lain, seperti anemia yang
kadang juga menyebabkan sesak napas.
Rontgen paru-paru. Tingkat keparahan efisema serta gangguan paru lainnya dapat
diperiksa melalui prosedur ini
CT scan agar kondisi fisik paru-paru bisa diteliti.
Elektrokardiogram (EKG) dan ekokardiogram guna memeriksa kondisi jantung.
Pengambilan sampel dahak.

Diagnosis secara dini akan memungkinkan Anda untuk menjalani pengobatan secepat mungkin
sehingga perkembangan PPOK bisa dihambat.
Pengobatan Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Hingga saat ini, PPOK termasuk penyakit yang belum bisa disembuhkan. Pengobatan bertujuan
untuk meringankan gejala dan menghambat perkembangan penyakit tersebut.
Meski demikian, Anda tidak perlu cemas, karena kombinasi pengobatan yang tepat akan
memungkinkan Anda untuk menjalani hidup dengan lebih baik. Beberapa langkah pengobatan
yang bisa dilakukan meliputi:

Berhenti merokok atau menghindari pajanan asap rokok. Ini merupakan langkah utama
untuk memastikan agar PPOK tidak bertambah parah.
Menggunakan obat-obatan. Contohnya, inhaler (obat hirup) jenis pereda gejala atau inflamasi
saluran pernapasan, tablet teofilin yang akan melebarkan saluran pernapasan, tablet mukolitik
(pengencer dahak dan ingus), tablet antibiotik, serta tablet steroid.
Terapi untuk paru-paru, misalnya nebulisasi (mesin yang menyemprotkan uap cairan steril
yang telah dicampur dengan obat-obatan pernapasan) dan terapi oksigen.
Program rehabilitasi paru-paru berupa latihan fisik yang biasanya akan dijalani selama kira-
kira 1,5 bulan. Dalam program ini, pengidap akan diajari cara untuk mengendalikan gejala serta
berbagai pengetahuan tentang PPOK.
Di samping penanganan secara medis, ada langkah-langkah sederhana yang bisa kita lakukan
untuk menghambat bertambahnya kerusakan pada paru-paru. Beberapa di antaranya adalah:
Menggunakan obat-obatan sesuai anjuran dokter. Jangan berhenti tanpa berdiskusi dengan dokter
meski kondisi Anda terasa membaik.

Memeriksakan diri secara berkala ke dokter agar kondisi kesehatan Anda bisa dipantau.

Menerapkan gaya hidup yang sehat, seperti menjaga pola makan yang sehat dan rutin
berolahraga.

Menghindari polusi udara, misalnya asap rokok serta asap kendaraan bermotor.

Menjalani vaksinasi secara rutin, contohnya vaksin flu dan vaksin pneumokokus.

Anda mungkin juga menyukai