PELAKSANAAN P2KH
Penerbit :
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Direktorat Jenderal Cipta Karya
Direktorat Bina Penataan Bangunan
ii Manual Kegiatan
Kata Pengantar
Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) adalah suatu upaya untuk
mewujudkan kota yang berkelanjutan dengan mengacu pada Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota/Kabupaten dalam rangka mencapai delapan
atribut Kota Hijau, yaitu: (1) peningkatan peran masyarakat sebagai
komunitas hijau; (2) perencanaan dan perancangan kota yang ramah
lingkungan; (3) ketersediaan ruang terbuka hijau; (4) bangunan hijau; (5)
pengelolaan sampah ramah lingkungan; (6) pengelolaan air yang efektif;
(7) penerapan sistem transportasi yang berkelanjutan; dan (8) konsumsi
energi yang efisien.
P2KH dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat (PUPR) c.q. Direktorat Jenderal Cipta Karya akan menangani
Kota/Kabupaten peserta P2KH yang diberikan fasilitasi pembangunan fisik
RTH, Penyusunan Perencanaan RTH (Masterplan Kota Hijau dan DED Kota
Hijau), dan kegiatan Forum Komunitas Hijau (FKH).
Untuk mencapai tujuan pelaksanaan kegiatan P2KH tersebut, disusunlah
Buku Manual Kegiatan P2KH ini yang memuat antara lain: substansi teknis
kegiatan, dan standar kualitas output. Buku Manual Kegiatan P2KH ini
terdiri atas 5 (lima) kegiatan pokok, yaitu: (1) Perencanaan RTH; (2)
Pembangunan RTH (Taman Kota Hijau); (3) Supervisi Pembangunan RTH;
(4) Operasional dan Pemeliharaan RTH; (5) Kegiatan Forum Komunitas
Hijau (FKH).
iv Manual Kegiatan
2.4. JADWAL PELAKSANAAN ................................................... 125
vi Manual Kegiatan
Daftar Tabel
Tabel 1.1. Daftar Isian Lapangan Identifikasi RTH Eksisting....................... 35
Tabel 1.2. Kisaran Panjang Gelombang dan Kegunaannya........................ 39
Tabel 1.3. Daftar Jenis Tanaman yang Menyerap CO ............................... 66
Tabel 1.4. Jenis Pohon Lokal dan Daerah Endemiknya ............................. 68
10 Manual Kegiatan
LATAR BELAKANG
Proses perencanaan RTH didahului dengan penyusunan
Masterplan Kota Hijau yang memuat target pencapaian delapan
Atribut Kota Hijau sampai dengan 5 (lima) tahun yang akan datang.
Masterplan Kota Hijau tersebut harus didasari oleh Peta Citra
Kawasan Perkotaan dengan skala 1: 25.000. Kemudian dilanjutkan
dengan studi terhadap lokasi prioritas dengan luasan minimal
10.000 m untuk ditajamkan ke dalam dokumen perencanaan
teknis /Detail Engineering Design (DED) Taman Kota Hijau siap
lelang (Document for Tender) yang memuat gambar dan biaya
pelaksanaan detail dimulai dengan skala 1 : 1000 sampai dengan 1
: 5 sebagai acuan dalam pelaksanaan fisik di lapangan. Dalam
proses perencanaan RTH ini dilakukan dengan pelaksanaan
beberapa kali Forum Group Discussion (FGD) sebagai wadah
koordinasi antara Konsultan, Satker Provinsi, dan Tim Swakelola
P2KH.
2. Tujuan Kegiatan
a. Menyusun Masterplan Kota Hijau yang memuat tahapan
pencapaian delapan atribut Kota Hijau sebagai penajaman
dari Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH) kota/kabupaten peserta
P2KH.
Perencanaan RTH 11
b. Menyusun Dokumen Perencanaan Teknis/Detail Engineering
Design (DED) Taman Kota Hijau berdasarkan lokasi yang
diprioritaskan sebagai RTH dalam Masterplan Kota Hijau,
sebagai acuan implementasi fisik taman.
PELAKSANA
Perencanaan RTH ini dilakukan secara kontraktual oleh Penyedia
Jasa Konsultansi, melalui proses seleksi di Satuan Kerja Penataan
Bangunan dan Lingkungan Provinsi, sebagaimana peraturan yang
berlaku. Pada pelaksanaan penyusunan Perencanaan RTH,
Konsultan harus melakukan koordinasi intensif, khususnya dengan
Tim Swakelola P2KH Kota/Kabupaten yang terdiri dari personil lintas
SKPD yang menaungi bidang-bidang terkait perwujudan atribut kota
hijau, agar konsultan dapat memahami karakteristik wilayah dan
kebijakan daerahnya. Kegiatan Perencanaan RTH ini juga
memfasilitasi pelaksanaan beberapa Forum Group Discussion (FGD)
sebagai wadah koordinasi antara Konsultan, Satker Penataan
Bangunan dan Lingkungan Provinsi dan Tim Swakelola P2KH.
Kepala Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan di Provinsi
menunjuk beberapa anggota Tim Swakelola P2KH untuk menjadi
Tim Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Kegiatan Konsultasi
tersebut, dengan maksud agar dapat membantu memberikan
monitoring dan pemantauan terhadap kinerja dan hasil pekerjaan
konsultan perencana.
12 Manual Kegiatan
JADWAL PELAKSANAAN
Kegiatan Perencanaan RTH ini dilakukan dalam 6 bulan dengan
rincian jadwal, sebagai berikut :
Perencanaan RTH 13
14 Manual Kegiatan
1.1. PENYUSUNAN MASTERPLAN
KOTA HIJAU
1.1.1 Ruang Lingkup
a. Lingkup Wilayah Perencanaan
Kegiatan penyusunan Masterplan kota hijau ini dilakukan pada
lingkup wilayah administratif kota (untuk Kota) atau kawasan
perkotaan yang terdiri dari ibukota kabupaten dan kawasan
strategis perkotaan (untuk Kabupaten).
b. Lingkup Periode Perencanaan
Masterplan Kota Hijau disusun dalam lingkup periode
perancangan selama 5 tahun.
1.1.2 Keluaran
1. Dokumen Masterplan Kota Hijau antara memuat :
a. BAB I : Gambaran umum Kota/Kabupaten, berisi profil
kota yang mendefinisikan kondisi eksisting
kota/kabupaten seperti letak geografis, luasan, batas-
batas administratif, karakter bentang alam, data
kependudukan, data kepadatan, sumber pendapatan
daerah (ekonomi), sarana dan prasarana.
b. BAB II : Identifikasi Eksisting Kota/Kabupaten
II.1. Identifikasi atribut kota hijau eksisting, berisi
deskripsi tempat atau sistem beserta kondisinya,
keterangan lokasi tempat disertai foto, disajikan
dapat dengan tabulasi, dan lampiran peta eksisting.
II.2. Identifikasi peraturan daerah (Perda, Peraturan
Walikota/Peraturan Bupati, yang telah diterbitkan
pemerintah daerah dalam mendukung pelaksanaan
atribut kota hijau.
Perencanaan RTH 15
II.3. Identifikasi program yang sedang dilakukan
pemerintah daerah dan program yang sudah
direncanakan dalam 5 tahun ke depan.
c. BAB III : Tahapan pencapaian atribut kota hijau selama
kurun waktu 5 (lima) tahun yang dijabarkan dalam
strategi per tahun.
d. BAB IV : Analisa lokasi prioritas RTH, berdasarkan pada
lokasi-lokasi potensi RTH yang telah dipetakan dalam
rangka peningkatan kuantitas RTH (merujuk pada BAB III,
bagian atribut Green Open Space). Minimal 3 lokasi
prioritas dianalisa untuk diusulkan menjadi lokasi
perencanaan detail (DED) Taman Kota Hijau.
2. Album peta yang disajikan dengan tingkat ketelitian skala
minimal 1 : 25.000 dalam format A3 yang dilengkapi dengan
data peta digital yang memenuhi ketentuan sistem informasi
geografis (GIS) yang dikeluarkan oleh lembaga yang
berwenang.
Album peta tersebut terdiri dari :
a. Peta atribut kota hijau eksisting, yakni :
i. Peta penggunaan lahan (land use map) dan peta
peruntukkan lahan yang tertera dalam dokumen
RTRW, sebagai dasar hukum perencanaan kota
(Green Planning and Design)
ii. Peta RTH eksisting (Green Open Space)
iii. Peta infrastruktur dan sistem persampahan
eksisting (Green Waste)
iv. Peta infrastruktur dan aplikasi sistem
transportasi yang berkelanjutan (jalur pejalan
kaki, jalur sepeda, jalur transportasi publik, atau
jika ada penerapan konsep Transit Oriented
Development) eksisting (Green Transportation)
v. Peta infrastruktur dan aplikasi penggunaan
energi terbarukan eksisting (Green Energy)
16 Manual Kegiatan
vi. Peta infrastruktur sumber daya air dan sistem
pemanfaatan sumber daya air, sistem
pengolahan air limbah (IPAL/IPLT) eksisting
(Green Water)
vii. Peta aplikasi penerapan bangunan eksisting
yang berprinsip ramah lingkungan (Green
Building)
viii. Peta keberadaan komunitas eksisting yang
dapat mendukung kepedulian terhadap
lingkungan (Green Community)
b. Peta rencana pencapaian atribut 5 tahun (tahun
2021), yakni :
i. Peta rencana pengembangan RTH (Green Open
Space)
ii. Peta rencana sistem persampahan (Green
Waste)
iii. Peta rencana sistem transportasi yang
berkelanjutan (jalur pejalan kaki, jalur sepeda,
jalur transportasi publik (Green Transportation)
iv. Peta rencana pengembangan penggunaan energi
terbarukan (Green Energy)
v. Peta rencana sumber daya air dan sistem
pemanfaatan sumber daya air, sistem
pengolahan air limbah (IPAL/IPLT), rain water
harvesting atau upaya pengurangan limpasan
hujan kepada lingkungan dan sejenisnya
(Green Water)
vi. Peta rencana bangunan hijau atau bangunan
yang berprinsip ramah lingkungan (Green
Building)
c. Peta lokasi prioritas pembangunan RTH (minimal 3
lokasi) dengan skala peta 1 : 5000
Perencanaan RTH 17
1.1.3 Muatan Masterplan Kota Hijau
1. Gambaran umum Kota/Kabupaten
Muatan dari gambaran umum kota/kabupaten merupakan
profil kondisi eksisting kota/kabupaten, melingkupi :
a. Informasi fisik
Informasi fisik kota menjelaskan tentang letak geografis
dan wilayah administrasi, luasan kota atau wilayah
perkotaan, jumlah kecamatan dan kelurahan, karakter
bentang alam perkotaan, dan penggunaan lahan yang
disajikan dalam peta.
b. Kependudukan
Profil kependudukan menjelaskan mengenai jumlah
penduduk saat ini, sebaran penduduk pada wilayah
perkotaan (per kecamatan), laju pertumbuhan
penduduknya, serta data kepadatan penduduk
keseluruhan wilayah perkotaan dan per kecamatannya.
Profil kependudukan bermanfaat dalam analisa
kepadatan wilayah untuk perencanaan pembangunan
wilayah ke depannya.
c. Ekonomi
Profil ekonomi menggambarkan antara lain struktur
ekonomi dan kemampuan keuangan daerah. Secara
umum, melalui profil ekonomi kota/kabupaten dapat
terlihat sektor-sektor yang menjadi unggulan
kota/kabupaten sehingga diharapkan rencana
pengembangan kota hijau dalam 5 tahun ke depan
memiliki target sasaran wilayah perekonomian yang
strategis sehingga dapat meningkatkan produktifitas
perekonomian daerah.
d. Sarana dan Prasarana
Profil sarana dan prasarana memperlihatkan keberadaan
pelayanan standar suatu wilayah, yakni sarana dan
prasarana pendidikan (sekolah), kesehatan (rumah sakit,
18 Manual Kegiatan
posyandu, klinik), pasar, terminal, kantor/pusat
pemerintahan, pusat olahraga (GOR), dan pusat
kebudayaan.
Perencanaan RTH 19
pengelolaan. Data RTH eksisting ini didapatkan dari
interpretasi citra satelit berdasarkan bentuk, pola, tekstur,
asosiasi, dan warna, dan didukung dengan uji interpretasi
lapangan terhadap peta citra yang telah tersedia. Khusus
identifikasi RTH eksisting, lebih lanjutnya agar melihat
penjelasan.
3. Green Waste : keberadaan infrastruktur dan sistem
(jaringan) persampahan, seperti tempat pembuangan
sampah, tempat pembuangan akhir, sistem pengolahan
sampah.
4. Green Transportation : keberadaan infrastruktur dan
sistem transportasi yang mendukung sistem transportasi
berkelanjutan, seperti transportasi publik, jalur pejalan kaki,
jalur sepeda serta mengarah pada konsep TOD (Transit
Oriented Development).
5. Green Energy : keberadaan infrastruktur dan penggunaan
energi terbarukan, seperti energi sinar matahari, aliran air,
panas bumi, angin, pasang surut laut.
6. Green Water : keberadaan infrastruktur sumber daya air ,
seperti sungai, danau, embung, waduk, dan sistem
pemanfaatan sumber daya air, sistem pengolahan air limbah
(IPAL/IPLT), rain water harvesting atau upaya pengurangan
limpasan hujan kepada lingkungan dan sejenisnya.
7. Green Building : keberadaan bangunan hijau atau
bangunan/gedung eksisting yang telah menerapkan prinsip
ramah lingkungan yang mengacu pada sistem pendataan
Bangunan Gedung yang dilakukan oleh Pemda setempat.
8. Green Community : keberadaan komunitas yang dapat
mendukung kepedulian terhadap lingkungan (Green
Community).
20 Manual Kegiatan
b. Identifikasi Peraturan Daerah
Identifikasi peraturan daerah, meliputi Perda, Peraturan
Walikota/Peraturan Bupati, yang telah diterbitkan pemerintah
daerah dalam mendukung pelaksanaan atribut kota hijau,
termasuk adanya kebijakan-kebijakan khusus lain yang
dituangkan ke dalam sebuah dasar hukum.
c. Identifikasi Program
Program-program perlu diidentifikasi adalah program yang
sedang dilakukan pemerintah daerah, disertai dengan cakupan
target lokasi (jika sudah ditetapkan) dan program yang sudah
direncanakan dalam 5 tahun ke depan, antara lain:
1) Green Planning & Design : penyusunan RDTR, RTBL atau
Masterplan kawasan yang telah mempertimbangkan
rencana penyediaan atau konservasi area hijau (RTH);
2) Green Open Space : peningkatan kuantitas maupun
kualitas RTH perkotaan dalam rangka pemenuhan 30%
RTH di perkotaan;
3) Green Waste : rencana pengelolaan limbah dan sampah
perkotaan;
4) Green Transportation : rencana pengembangan sistem
trransportasi berkelanjutan, seperti pembangunan
transportasi publik, jalur pejalan kaki, dan jalur sepeda,
serta integrasi antar moda
5) Green Energy : rencana peningkatan efisiensi energi atau
penggunaan energi terbarukan;
6) Green Water : rencana peningkatan efisiensi
pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya air;
7) Green Building : rencana penerapan dan pengelolaan
bangunan ramah lingkungan dengan aplikasi yang tepat
guna;
8) Green Community : program penggerakan kepedulian
warga untuk memanfaatkan area hijau sebagai area
aktivitasnya.
Perencanaan RTH 21
3. Tahapan Pencapaian
Berdasarkan identifikasi atribut kota hijau eksisting disertai
penyajiannya berupa peta eksisting, dan cakupan lokasi
program-program yang sedang atau telah direncanakan
dapat diperkirakan potensi pengembangan aplikasi atribut
kota hijau pada 5 tahun mendatang. Pencapaian
pengembangan penerapan atribut kota hijau perlu dijabarkan
strategi per tahun untuk setiap atribut, meliputi :
a. Tahapan dan strategi (program) peningkatan
kuantitas RTH menuju 30% RTH kawasan perkotaan
(Green Open Space)
b. Tahapan dan strategi (program) pencapaian atribut
Green Waste;
c. Tahapan dan strategi (program) pencapaian atribut
Green Transportation;
d. Tahapan dan strategi (program) pencapaian atribut
Green Energy;
e. Tahapan dan strategi (program) pencapaian atribut
Green Water;
f. Tahapan dan strategi (program) pencapaian atribut
Green Building
22 Manual Kegiatan
Contoh Penyajian Tabel Tahapan Pencapaian
Selain disajikan dalam bentuk tabel, tahapan pencapaian ini juga harus
digambar dalam peta rencana pencapaian kota hijau (tahun 2021).
Perencanaan RTH 23
4. Analisa Lokasi Prioritas RTH
Berdasarkan pada lokasi-lokasi potensi RTH yang telah
dipetakan dalam rangka peningkatan kuantitas RTH (merujuk
pada BAB III, bagian atribut Green Open Space). Minimal 3
lokasi prioritas dianalisa untuk diusulkan menjadi lokasi
perencanaan detail (DED) Taman Kota Hijau. Analisa tiga lokasi
proritas memuat informasi, antara lain sebagai berikut :
1. Gambaran eksisting kondisi site;
2. Gambaran eksisting kondisi site terhadap lingkungan;
3. Koordinat lokasi;
4. Luasan lahan;
5. Peta kontur;
6. Analisa potensi, aksesibilitas lahan, kedekatan dengan pusat
kegiatan masyarakat dan pusat kota;
7. Peta vegetasi eksisting;
8. Rencana pengembangan RTH kawasan tersebut telah
tertuang dalam RTBL yang telah disusun
9. Kepemilikan lahan.
Satu dari 3 (tiga) lokasi tersebut yang akan ditajamkan
menjadi DED Taman.
24 Manual Kegiatan
1.1.4 Metoda Perhitungan RTH Eksisting
1. Metodologi Pemetaan Ruang Terbuka hijau (RTH)
Berbasis Sistem Informasi Geografis dan
Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu yang digunakan untuk
mendapatkan informasi mengenai permukaan bumi seperti lahan
dan air dari citra yang diperoleh dari jarak jauh dengan
menggunakan sensor.
Data yang digunakan dalam penginderaan jauh dapat berbentuk
hasil dari variasi daya gelombang bunyi dan atau energi
elektromagnetik. Sebagai contoh grafimeter memperoleh data
dari variasi daya tarik bumi (gravitasi), sonar pada sistem navigasi
memperoleh data dari gelombang bunyi dan maka kita
memperoleh data dari energi elektromagnetik. Data yang
diperoleh itu dikelola dan akan digunakan untuk kepentingan
tertentu.
Salah satu pemanfaatan penginderaan jauh tersebut adalah
Sistem Informasi Geografi. Citra yang diperoleh melalui
penginderaan jauh merupakan data dasar atau input yang
selanjutnya diolah dan disajikan oleh Sistem Informasi Geografi.
Posisi data dari citra Penginderaan Jauh dapat dikoreksi kembali
dalam Sistem Informasi Geografi. Dengan demikian, integrasi
antara data Penginderaan Jauh dengan Sistem Informasi Geografi
(SIG) akan memperoleh informasi yang optimal sebagai data
pemanfaatan wilayah.
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang
terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh
tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik, introduksi) guna
mendukung manfaat langsung dan tidak langsung yang dihasilkan
oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan,
kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Ruang
Terbuka Hijau (RTH) adalah bagian dari ruang terbuka yang
pemanfaatannya sebagai tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (budidaya
Perencanaan RTH 25
tanaman), seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan, dan
sebagainya (Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007). Penyediaan
ruang terbuka hijau pada wilayah perkotaan menurut Pedoman
penyediaan dan pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan terbagi
menjadi ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat
dimana proporsi ruang terbuka hijau yang sesuai adalah sebesar
30% dari keseluruhan luas lahan yang komposisinya terbagi atas
20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang terbuka hijau
privat.
Terkait dengan metode pemetaan RTH terutama di kawasan
perkotaan baik kondisi eksisting maupun analisis kebutuhan-nya,
maka secara detail metodologi pemetaan RTH disajikan pada
gambar berikut ini.
26 Manual Kegiatan
27
Perencanaan RTH
Gambar 1.1. Diagram Metodologi Pemetaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kawasan Perkotaan
A. Tahap Pemetaan RTH Perkotaan untuk Kondisi Eksisting
Langkah awal didalam pemetaan RTH Kawasan Perkotaan adalah
bagaimana memetakan RTH eksisting ke dalam peta dasar,
mengingat prosentase atau jumlah luasan RTH eksisting di suatu
wilayah perkotaan menjadi tolak ukur didalam implementasi
Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007.
Teknik pemetaan yang digunakan untuk memetakan RTH eksisting
adalah dengan memanfaatkan data penginderaan jauh dengan
teknik pengolahan melalui teknologi Sistem Informasi Geografis
(SIG).
Hal-hal yang harus diperhatikan didalam memetakan RTH
Eksisting didalam wilayah perkotaan antara lain :
1) Sumber Data Penginderaan Jauh
Sumber data penginderaan jauh yang dimaksud adalah
pemanfaatan citra satelit untuk menginterpretasi RTH secara
langsung melalui perhitungan terhadap panjang gelombang
pantulan spektral hasil perekaman atau penyiaman satelit.
Metode yang digunakan adalah dengan membedakan pantulan
panjang geloombang untuk obyek/kenampakan tubuh air,
vegetasi dan tanah. Dengan membedakan ketiga unsur tersebut
(air, tanah dan vegetasi) maka dalam suatu areal pemetaan dapat
dengan mudah ditentukan sebaran ruang terbuka hijau yang
berasosiasi dengan obyek vegetasi hasil perekaman citra satelit.
Sumber data penginderaan jauh yang dapat digunakan antara lain
Citra Satelit Landsat, Citra SPOT dan citra satelit dengan resolusi
tinggi dengan catatan semua citra tersebut bukan citra hasil
pengolahan melainkan citra satelit asli yang metadatanya terekam
dengan baik. Untuk data penginderaan jauh yang berupa foto
udara, maka diharapkan untuk pemetaan RTH menggunakan foto
udara stereoskopis dengan resolusi tinggi sehingga obyek RTH
yang dipetakan akan terlihat kesan 3 Dimensi dan unsur tegakan
vegetasi didalam RTH tersebut dapat terlihat dengan jelas.
28 Manual Kegiatan
Gambar 1.2. Penginderaan jarak jauh
Perencanaan RTH 29
Gambar 1.4. Pekarangan Pemanfaatan Citra Landsat untuk
Interpretasi Obyek Vegetasi dan Non Vegetasi
2) Peta Dasar Wilayah dan Data Spasial Lainnya
Selain citra satelit sebagai data dasar, peta dasar suatu wilayah
menjadi data pendukung yang sangat penting mengingat didalam
peta dasar tersebut akan muncul informasi terkait dengan batas
suatu wilayah (administrasi), jaringan jalan, sungai dan batas atau
tubuh perairan (garis pantai). Hasil overlay antara data citra satelit
dengan data peta administrasi suatu wilayah menjadi proses
kontrol dan koreksi spasial terhadap hasil interpretasi yang akan
dilakukan.
Selain peta dasar atau peta wilayah administrasi suatu wilayah,
data spasial yang sangat penting didalam proses interpretasi dan
pemetaan RTH Eksisting adalah peta pendukung seperti Peta
RTRW, Peta RDTR maupun Peta Kepemilikan Lahan. Peta RTRW
dan RDTR akan menunjukkan sebaran RTH eksisting dan rencana
sedangkan peta kepemilikan lahan akan menunjukkan batas tanah
yang selanjutnya dioverlay dengan hasil interpretasi RTH akan
menghasilkan sebaran RTH privat.
30 Manual Kegiatan
3) Unsur-unsur Interpretasi Citra Satelit
Interpretasi visual merupakan suatu kegiatan pemecahan masalah
yang meliputi deteksi dan identifikasi obyek di muka bumi pada
foto udara, dengan mengenali obyek-obyek tersebut melalui
unsur-unsur utama spektral dan spasial. Prinsip-prinsip
interpretasi citra telah dikembangkan secara empiris lebih dari
150 tahun. Yang paling dasar dari prinsip-prinsip ini adalah unsur-
unsur interpretasi citra diantaranya: lokasi, ukuran, bentuk,
bayangan, nada / warna, tekstur, pola, tinggi/kedalaman dan
situs/situasi/asosiasi. Unsur-unsur ini secara rutin digunakan
ketika menafsirkan sebuah foto udara atau menganalisis gambar
foto.
a) Rona dan Warna
Rona (tone/color tone/grey tone)
adalah tingkat kegelapan atau
tingkat kecerahan obyek pada citra.
Rona pada foto pankromatik
merupakan atribut bagi obyek yang
berinteraksi dengan seluruh
spektrum tampak yang sering
disebut sinar putih, yaitu spektrum dengan panjang
gelombang (0,4 0,7) m. Berkaitan dengan penginderaan
jauh, spektrum demikian disebut spektrum lebar, jadi rona
merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya.
Warna merupakan ujud yang tampak oleh mata dengan
menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum
tampak. Sebagai contoh, obyek tampak biru, hijau, atau
merah bila hanya memantulkan spektrum dengan panjang
gelombang (0,4 0,5) m, (0,5 0,6) m, atau (0,6 0,7)
m. Sebaliknya, bila objek menyerap sinar biru maka ia akan
memantulkan warna hijau dan merah. Sebagai akibatnya
maka obyek akan tampak dengan warna kuning.
Perencanaan RTH 31
b) Bentuk
Bentuk merupakan variabel
kualitatif yang memerikan
konfigurasi atau kerangka suatu
obyek (Lo, 1976). Bentuk
merupakan atribut yang jelas
sehingga banyak obyek yang dapat
dikenali berdasarkan bentuknya
saja. Bentuk, ukuran, dan tekstur pada Gambar 1
dikelompokkan sebagai susunan keruangan rona sekunder
dalam segi kerumitannya. Bermula dari rona yang
merupakan unsur dasar dan termasuk primer dalam segi
kerumitannya. Pengamatan atas rona dapat dilakukan paling
mudah.
c) Ukuran
Ukuran ialah atribut obyek berupa
jarak, luas, tinggi, lereng, dan
volume. Karena ukuran obyek pada
citra merupakan fungsi skala, maka
di dalam memanfaatkan ukuran
sebagai unsur interpretasi citra
harus selalu diingat skalanya.
d) Tekstur
Tekstur adalah frekuensi
perubahan rona pada citra
(Lillesand dan Kiefer, 1979) atau
pengulangan rona kelompok obyek
yang terlalu kecil untuk dibedakan
secara individual (Estes dan
Simonett, 1975). Tekstur sering
dinyatakan dengan kasar, halus, dan belang-belang.
Contoh pengenalan obyek berdasarkan tekstur :
Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang,
semak bertekstur halus.
32 Manual Kegiatan
Tanaman padi bertekstur halus, tanaman tebu
bertekstur sedang, dan tanaman pekarangan
bertekstur kasar
Permukaan air yang tenang bertekstur halus.
e) Pola
Pola, tinggi, dan bayangan pada peta
dikelompokkan ke dalam tingkat
kerumitan tertier. Tingkat
kerumitannya setingkat lebih tinggi
dari tingkat kerumitan bentuk,
ukuran, dan tekstur sebagai unsur
interpretasi citra. Pola atau susunan
keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak
obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah.
Contoh:
Pola aliran sungai sering menandai struktur geologi
dan jenis batuan. Pola aliran trellis menandai struktur
lipatan. Pola aliran yang padat mengisyaratkan
peresapan air kurang sehingga pengikisan
berlangsung efektif. Pola aliran dendritik mencirikan
jenis tanah atau jenis batuan serba sama, dengan
sedikit atau tanpa pengaruh lipatan maupun patahan.
Pola aliran dendritik pada umumnya terdapat pada
batuan endapan lunak, tufa vokanik, dan endapan
tebal oleh gletser yang telah terkikis (Paine, 1981)
Permukaan transmigrasi dikenali dengan pola yang
teratur, yaitu dengan rumah yang ukuran dan
jaraknya seragam, masing-masing menghadap ke
jalan.
Kebun karet, kebun kelapa, kebun kopi dan
sebagainya mudah dibedakan dari hutan atau
vegetasi lainnya dengan polanya yang teratur, yaitu
dari pola serta jarak tanamnya.
Perencanaan RTH 33
f) Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan
detail atau obyek yang berada di
daerah gelap. Obyek atau gejala yang
terletak di daerah bayangan pada
umumnya tidak tampak sama sekali
atau kadang-kadang tampak samar-
samar. Meskipun demikian, bayangan
sering merupakan kunci pengenalan yang penting bagi
beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya.
g) Situs
Bersama-sama dengan asosiasi, situs
dikelompokkan ke dalam kerumitan
yang lebih tinggi pada Gambar diatas.
Situs bukan merupakan ciri obyek
secara langsung, melainkan dalam
kaitannya dengan lingkungan
sekitarnya.
h) Asosiasi
Asosiasi dapat diartikan sebagai
keterkaitan antara obyek yang satu
dengan obyek lain. Adanya
keterkaitan ini maka terlihatnya
suatu obyek pada citra sering
merupakan petunjuk bagi adanya
obyek lain.
34 Manual Kegiatan
Agar semua informasi RTH tercatat dengan baik, maka daftar isian
lapangan sangat diperlukan didalam identifikasi. Daftar isian
lapangan tersebut berisikan data yang harus disi dilapangan
meliputi :
Nomor Titik/Lokasi
Tanggal Survey
Nama RTH
Jenis RTH
Titik Koordinat GPS (UTM)
Luas (ha atau m2) / panjang (m)
Ketinggian Tempat (m)
Kondisi
Wilayah Kelurahan dan Kecamatan
Nomor Dokumentasi
Sketsa/Denah lokasi RTH
Jenis Tanaman
Poin-poin tersebut diatas selanjutnya dibuat kedalam daftar isian
lapangan identifikasi RTH eksisting sebagaimana gambar berikut
ini.
Perencanaan RTH 35
DAFTAR ISIAN IDENTIFIKASI RTH EKSISTING
No. Titik
KAWASAN PERKOTAAN
...
Kondisi : .................................................
Alamat : .................................................
Kelurahan / Desa : .................................................
Kecamatan : .................................................
No. Dokumentasi : .................................................
Skets Lokasi RTH :
36 Manual Kegiatan
Gambar 1.5. Kerangka Kerja Pemetaan RTH Eksisting
Berdasarkan kerangka kerja pemetaan RTH eksisting di atas,
proses terpenting yang harus dilakukan adalah mengolah data
citra satelit yang digunakan kedalam dua klasifikasi utama yaitu
obyek yang bervegetasi dan obyek yang non vegetasi. Teknik atau
metode yang digunakan adalah dengan membedakan pantulan
panjang gelombang untuk obyek tanaman, air dan tanah atau
yang lebih dikenal dengan istilah Nilai Indeks Vegetasi (Normalized
Difference Vegetation Index / NDVI).
NDVI adalah salah satu metode yang digunakan untuk
mengidentifikasi kondisi vegetasi atau ruang terbuka hijau pada
suatu wilayah. Metode ini digunakan untuk menghitung indeks
kanopi tanaman hijau pada multispektral data penginderaan jauh.
Dengan menggunakan NDVI, maka kita dapat membedakan
antara lahan yang memiliki obyek vegetasi yang rapat maupun
tidak dengan obyek yang berupa non vegetasi seperti tanah
terbuka dan perairan. NDVI pada dasarnya menghitung seberapa
besar penyerapan radiasi matahari oleh tanaman terutama pada
Perencanaan RTH 37
bagian daun Nilai NDVI berkisar antara -1 hingga + 1, dengan
model matematis sebagai berikut :
Gambar 1.6. Nilai NDVI dalam Bentuk Skala Warna atau Simbol
Warna
Berdasarkan nilai NDVI skala warna tersebut diatas dapat
dianalisis bahwa untuk wilayah yang mempunyai nilai tingkat
kehijauan vegetasi NDVI di bawah 0,2, maka wilayah tersebut
sudah keluar dari kelompok vegetasi (bisa berupa wilayah
perairan ataupun tanah dan bebatuan). Untuk wilayah yang
mempunyai NDVI bernilai di atas 0,4 dapat disimpulkan bahwa
wilayah tersebut merupakan kawasan yang ditutupi hutan lebat
dan subur (Ruang Terbuka Hijau).
38 Manual Kegiatan
sehingga keadaan ini dapat di hubungakan dengan pancaran
gelombang dari objek-objek yang lain sehingga dapat di bedakan
antara vegetasi dan objek selain vegetasi (Horning, 2004).
Beberapa nilai panjang gelombang yang menjadi rujukan didalam
menentukan nilai spektral pantulan obyek vegetasi, air dan tanah
disajikan pada tabel berikut ini :
Panjang
No Gelombang Kegunaan
(m)
Penetrasi tubuh air, analisis penggunaan
1 0,45 0,52 lahan, tanah dan vegetasi, pembedaan
vegetasi dan lahan
Pengamatan puncak pantulan vegetasi pada
saluran hijau yang terletak diantara dua
2 0,52 0,60
saluran penyerapan yaitu untuk membedakan
tanaman yang tidak sehat
Untuk membedakan jenis vegetasi dimana
saluran ini terletak pada salah satu daerah
3 0,63 0,69 penyerapan klorofil dan memudahkan
pembedaan antara lahan terbuka dengan
lahan bervegetasi
Saluran yang peka terhadap biomassa
vegetasi yaitu untuk identifikasi jenis
4 0,76 0,90 tanaman, memudahkan didalam
membedakan antara tanah dan tanaman
serta lahan dan air
Untuk membedakan jenis tanaman,
5 1,55 1,75 kandungan air pada tanaman dan kondisi
kelembaban tanah
Untuk membedakan formasi batuan dan
6 2,08 2,35
untuk pemetaan hidrothermal
Klasifikasi vegetasi, analisis gangguan
vegetasi, perbedaan kelembaban tanah dan
7 10,40 12,50
keperluan lain yang berhubungan dengan
gejala thermal
Sumber : Sutanto, 1986
Perencanaan RTH 39
Grafik pantulan sebagaimana nilai panjang gelombang diatas,
dapat digambarkan melalui diagram pantulan spektral terhadap
hasil perekaman obyek vegetasi, tanah dan air pada suatu hasil
perekaman citra satelit. Diagram pantulan panjang gelombang
tersebut secara rinci digambarkan sebagaimana grafik dibawah
ini.
Gambar 1.7. Pantulan Spektral untuk Obyek Vegetasi, Tanah dan Air
40 Manual Kegiatan
B. Teknik Penentuan NDVI Menggunakan Software Pengolahan
Citra Satelit Er - Mapper
Didalam aplikasi perhitungan nilai NDVI pada umumnya
menggunakan software pengolahan citra satelit yaitu Er Mapper,
agar memperoleh gambaran terhadap metode perhitungan NDVI
maka secara teknis pengolahan metode tersebut antara lain :
1) Menyiapkan citra satelit yang akan diolah, misal citra
Landsat, sehingga diperlukan paling tidak Band 4 dan Band 3
2) Buka ER Mapper
3) Buka file citra landsat yang akan diolah
4) Buka algorithm
5) Set Surface dan layer dalam Pseudocolor
> Gunakan Klik - kanan > Pseudocolorpada surface dan layer
Perencanaan RTH 41
> Ketik (i1 i2) / (i1 + i2) pada kotak INPUT1
Tidak perlu khawatir dengan spasi. Kita bisa
mengetik(i1 i2) / (i1 + i2) atau (i1-i2)/(i1+i2)
> Klik Apply Changes
> Tentukan i1 (INPUT1) sebagai B4 dan i2 sebagai B3
seperti tampak pada gambar di bawah ini
42 Manual Kegiatan
8) Catatan: Membuat rumus NDVI bisa dilakukan dengan klik
pada menu Ratios > Landsat TM NDVI. Untuk tutorial ini
sengaja menggunakan cara menulis formula secara manual
Tutup jendela Formula Editor
9) Atur Transformasi
> Klik pada ikon yang ditunjuk pada gambar berikut
Perencanaan RTH 43
10) Pada gambar di atas tampak bahwa Actual Input Limits
adalah -1 to 1, sedangkan yang ditransformasi adalah 0 to
255
> Ketik -1 dan 1 pada kotak input transformasi, set
transformasi linear seperti pada gambar di bawah ini
44 Manual Kegiatan
12) Warna cerah/putih berarti NDVI tinggi, warna gelap
menunjukan NDVI rendah
13) Meyimpan NDVI ke dataset
> Sebelum mengekspor NDVI ke dataset kita harus
mematikan dulu transformasi seperti gambar berikut ini
agar nilai yang dihasilkan masih dalam range -1 s/d 1. Jika
transformasi tidak dimatikan maka nilai NDVI akan memiliki
range 0 255
Perencanaan RTH 45
2. Interpretasi pada Citra Satelit
1) Interpretasi pada Citra Satelit untuk Sebaran Vegetasi
46 Manual Kegiatan
2) Interpretasi Bentang Alam (Melalui Analisis 3D/Data Kontur)
Perencanaan RTH 47
Gambar 1.9. Interpretasi Bentang Alam Melalui Analisis 3D/Data
Kontur Kawasan dengan lereng terjal (rawan longsor), mata air,
dll
48 Manual Kegiatan
Gambar 1.10. Interpretasi Bentang Alam Kota Pekalongan
Kawasan pantai, wilayah pasang surut, dataran banjir, rawa dll
3) Interpretasi Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) Menggunakan
Citra Quick Bird
Perencanaan RTH 49
4) Interpretasi Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) Green
Infrastructure dan Bangunan Menggunakan Citra Quick Bird
50 Manual Kegiatan
1.1.5 Contoh Lampiran Peta Masterplan Kota Hijau
Contoh peta-peta berikut ini bisa menjadi referensi untuk
dimasukkan dalam lampiran album peta :
Peta RTH (Green Open Space) eksisting
Kabupaten Ogan komelir Ulu Timur
Perencanaan RTH 51
Peta rencana pengelolaan sampah (Green Waste)
Kabupaten Ogan komering Ulu Timur
52 Manual Kegiatan
Peta rencana jalur pejalan kaki dan transportasi umum
(Green Transportation)
Kabupaten Ogan komering Ulu Timur
Perencanaan RTH 53
1.2. PENYUSUNAN DOKUMEN
TEKNIS TAMAN KOTA HIJAU
1.2.1 Syarat Pembangunan Ruang Terbuka Hijau
a. Kriteria Pemilihan Lokasi Ruang Terbuka Hijau
Kriteria pemilihan lokasi Ruang Terbuka Hijau adalah sebagai
berikut :
1. Lahan adalah milik Pemda, dibuktikan dengan sertifikat hak
milik dan diperkuat dengan SK Penetapan oleh
Bupati/Walikota;
2. Lokasi yang ditunjuk masuk dalam kriteria kawasan hijau baik
dalam RTRW maupun dalam Masterplan Kota Hijau;
3. Bukan termasuk RTH existing karena ketentuannya adalah
penambahan luasan RTH, bukan beautifikasi taman existing;
4. Merupakan lahan yang sudah siap dikerjakan (clean and clear)
tidak perlu pengurukan atau pengerukan kecuali pembentukan
muka tanah;
5. Bukan merupakan lahan produktif seperti sawah, kebun dan
lain sebagainya;
6. Bukan merupakan kawasan rawan bencana, bebas banjir dan
longsor;
7. Dekat dengan permukiman atau pusat kegiatan masyarakat;
8. Mudah dicapai dengan kemudahan aksesibilitas;
9. Dapat diakses dan digunakan untuk publik.
54 Manual Kegiatan
memiliki akses penghubung antara keduanya berupa jalur
pedestrian, jalur sepeda, jembatan penyebrangan, dsb;
3. Bila terdiri dari dua hamparan, diharapkan berada dalam satu
wilayah administratif kecamatan yang sama.
Perencanaan RTH 55
Peruntukan lahan dalam kaitan menentukan fungsi
ruang dalam lokasi
KDB (Koefisien dasar bangunan)
KDH (Koefisien dasar hijau)
KLB (Koefisien lantai bangunan)
KB (Ketinggian bangunan)
Tipe bangunan
GSB (garis sempadan bangunan).
2) Peraturan mengenai persyaratan bangunan berupa
desain :
Struktur
Instalasi mekanikal/elektrikal
Kebakaran
Aksesibilitas bagi penyandang cacat.
3) Peraturan dan standar perencanaan lainnya yang secara
langsung ataupun tidak langsung terkait dengan kegiatan
pembangunan.
Gambar peta eksisiting dan LRK (Lembar Rencana
Kota)
Studi literatur
Masterplan kota hijau
Standar-standar detail mengacu pada :
1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;
2) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang dan Jasa;
3) Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor
4 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat Atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
56 Manual Kegiatan
4) Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 01
tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan
5) Peraturan Menteri (Permen) Keuangan Nomor
96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan
Pemindahtanganan Barang Milik Negara;
6) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PermenPU) No.
29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung
7) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PermenPU) Nomor
06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan;
8) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PermenPU) Nomor
05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan
Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kawasan
Perkotaan;
9) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PermenPU) Nomor
02/PRT/M/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan
Penetapan Status Penggunaan, Pemanfaatan,
Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik
Negara di Lingkungan Departemen Pekerjaan Umum;
10) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PermenPU)
Republik Indonesia Nomor: 14/PRT/M/2013 tentang
Perubahan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi;
11) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PermenPU) Nomor
14/PRT/M/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan
Kementerian Pekerjaan Umum yang Merupakan
Kewenangan Pemerintah dan Dilaksanakan Sendiri;
12) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PermenPU) Nomor
11/PRT/M/2012 tentang Rencana Aksi Nasional Mitigasi
dan Adaptasi Perubahan Iklim Tahun 2012-2020
Kementerian Pekerjaan Umum;
Perencanaan RTH 57
13) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PermenPU) Nomor
1/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang;
14) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PermenPU) Nomor
2/PRT/M/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau.
15) SNI 03-2397-1991 tentang Tata Cara Perancangan
Bangunan Sederhana Tahan Angin;
16) SNI 03-2404-1991 tentang Tata cara pencegahan
serangan rayap pada bangunan rumah dan gedung
dengan termitisida;
17) SNI 03-2405-1991 tentang Tata cara penanggulangan
rayap pada bangunan rumah dan gedung dengan
termitisida;
18) SNI 03-2396-2001 tentang Tata cara perancangan sistem
pencahayaan alami pada bangunan gedung;
19) SNI 03-2398-2002 tentang Tata cara perencanaan tangki
septik dengan sistem resapan
20) SNI 19-2454:2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional
Pengelolaan Sampah Perkotaan
21) SNI 3242:2008 tentang Pengelolaan Sampah Permukiman
22) Koordinasi dan konsultasi dengan dinas terkait pada
lokasi terpilih
LOKASI KONSULTASI
58 Manual Kegiatan
b. Tahap Perancangan
Dimulai dari penyusunan konsep lansekap atau taman dengan
menerapkan 8 Atribut Kota Hijau dalam Ruang Terbuka Hijau
(RTH) sebagai percontohan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip
perancangan sebagai berikut :
1. Taman dibuat dengan tema dan desain yang kreatif untuk
menimbulkan ketertarikan masyarakat terhadap keberadaan
taman kota;
2. Gradasi, irama, ritme dan nuansa yang dapat menciptakan
variasi desain dengan permainan komposisi elemen softscape
dan hardscape agar tidak mengesankan desain yang
monoton;
3. Menentukan focal point (point of interest) untuk menciptakan
daya tarik pada spot lokasi yang ditentukan melalui desain
public art yang menarik dengan mengangkat tema kearifan
lokal;
4. Aksesibilitas terhadap lokasi dari pusat kota atau pusat
kegiatan terdekat
Perencanaan RTH 59
b. Green Community
Yang dimaksud oleh green community adalah :
1. Merencanakan/merancang Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang
bisa mewadahi kegiatan komunitas dalam wilayah lokasi
terpilih
2. Semua detail perencanaan/perancangan dan desain harus
memberikan manfaat bagi komunitas yang ada diwilayah
lokasi terpilih
c. Green building
Yang dimaksud dengan green building adalah :
Merencanakan/merancang bangunan yang memenuhi kriteria :
1. Murah dalam pemeliharaan jangka panjang
2. Hemat energi secara penggunaan listrik dalam penerapan
sistem dan pemilihan materialnya
3. Memilih material yang tidak menyebabkan peningkatan suhu
disekitarnya
4. Mengadopsi kemungkinan muatan lokal baik secara desain
arsitekstural maupun dalam pemilihan material lokal
d. Green open space
Yang dimaksud dengan green openspace adalah:
1. Perencanaan/perancangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) harus
dapat berfungsi sebagai paru-paru kota bagi wilayahnya
dengan membentuk iklim mikro yang dibentuk dari tata
ruang yang baru. Yaitu mengurangi penguapan dengan
menambah prosentase keteduhan
2. Perencanaan/perancangan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
harus konsisten menjadikan lokasi terpilih dalam kategori
baik sebagai taman kota, hutan kota dan konservasi cagar
alam.
3. Perencanaan/perancangan harus bersifat rekreatif maupun
edukatif
4. Perencanaan/perancangan harus memenuhi standar desain
yang berlaku umum serta ketentuan-ketentuan daerah yang
berlaku untuk menjaga faktor keamanan dan keselamatan
pengguna
60 Manual Kegiatan
5. Perencanaan/perancangan perlu memperhatikan sumber
daya alam yang dapat dimanfaatkan didalam desain.
6. Perencanaan/perancangan harus memperhatikan
pemanfaatan sesuai lokasi, misal :
Menyediakan ruang rekreasi pada fasilitas umum di
perkotaan
Tempat beristirahat karyawan pada perkantoran
Menyediakan taman warga disekitar perumahan
Menyediakan ruang terbuka yang bermanfaat bagi
aktifitas lingkungan yang tidak mengabaikan konservasi
sempadan waduk atau sempadan sungai pada area
sungai/waduk
Menyediakan ruang terbuka yang bermanfaat bagi
aktifitas lingkungan yang tidak mengabaikan konservasi
sempadan pantai serta terjadinya abrasi pada area pantai
Menyediakan ruang terbuka yang bermanfaat bagi
aktivitas lingkungan yang memanfaatkan kondisi kontur
eksisting sebagai potensi utama, baik sebagai area
pandang ataupun aktifitas rekreasi, di lokasi perbukitan.
Menyediakan ruang terbuka yang bermanfaat bagi
aktifitas lingkungan yang tidak mengabaikan fungsi
utama area resapan/embung ataupun aliaran drainase
wilayah
Menyediakan ruang terbuka yang bermanfaat bagi
aktifitas lingkungan yang harus mempertahankan
semaksimal mungkin habitat asli (kondisi lahan maupun
vegetasinya) pada hutan kota.
e. Green waste
Yang dimaksud dengan green waste adalah
1. Merencanakan/merancang sistem persampahan dengan
menyediakan sarana pembuangan sampah, pemilahan
sampah, dan penampungan sementara baik secara komunal
maupun individual
2. Penerapan dalam desain dapat berupa tempat sampah, bank
sampah dan tempat pembuangan sampah (TPS)
Perencanaan RTH 61
3. Konsep persampahan, pembuangan energi dan pembuangan
air
f. Green water
Yang dimaksud dengan green water adalah :
Merencanakan tata air yang dapat memenuhi kriteria reduce,
recycle and reuse seperti penerapan :
Menampung air hujan (rainwater harvesting) dalam
kolam resapan dan memproses sebagai air siram taman
dan kamar mandi
Sedapat mungkin menerapkan konsep zero run off yang
mengalirkan air hujan dari drainase kedalam resapan
Menggunakan sistem sprinkler untuk sistem perawatan
tanaman agar efisien penggunaan air
Penampungan air hujan dapat berupa embung, bioswale,
long soak pond.
g. Green energy
Yang dimaksud dengan green energy adalah :
1. Merencanakan/merancang dengan memanfaatkan energi
terbarukan yang diperoleh dari :
Sinar matahari dengan pembuatan pembuatan solar
panel
Energi angin dengan pembuatan wind turbin
Energi pergerakan arus air dengan pembuatan water
turbin
Perbedaan ketinggian yang menyebabkan gravitasi untuk
pengaliran air
h. Green transportation
Yang dimaksud dengan green transportation adalah :
1. Mempertimbangan dan menerapkan
perencanaan/perancangan jalur-jalur pencapaian yang
mudah dicapai dari :
Transportasi umum menuju jalur pejalan kaki
Dari transportasi umum menuju jalur sepeda
Hal ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbon
62 Manual Kegiatan
1.2.4 Desain Guideline
Acuan penanganan desain sesuai tipologi karakteristik lahan :
Tipologi Karakter Arahan Penanganan Desain
Lahan
Lahan potensi Melengkapi data struktur tanah dan kimia
bencana tanah untuk mengetahui kekuatan lahan dalam
kaitan perencanaan atau perancangan yang
diusulkan
Melakukan kajian teknik secara matang untuk
mengantisipasi atau meminimalkan kerusakan
saat terjadinya bencana (pemilihan material
dan teknik pengerjaan)
Menyediakan area terbuka sebagai area
evakuasi bencana.
Lahan non produktif Melakukan pematangan lahan dari segi
(Bekas kebun dan memperbaiki tata air, serta daya dukung lahan
sawah) dan kesuburan tanah
Merencanakan dan memilih vegetasi sesuai
dengan habitat asli pada lokasi terpilih
Pada area bekas persawahan pada umumnya
ada kecenderungan air melimpah, perlu
dipikirkan kembali untuk dapat melakukan
pengeringan lahan terlebih dahulu. Metode
pengeringan lahan terdapat banyak cara,
antara lain dibuat saluran drainase seterusnya
dialirkan ke daerah yang lebih rendah atau
sistem pengeringan dengan menggunakan alat
pompa. Mengingat kondisi tanah sudah jenuh,
sehingga tidak memungkinkan dibuat sumur
resapan atau biopori.
Pada area bekas perkebunan diupayakan untuk
memanfaatkan semaksimal mungkin vegetasi
asli misalnya dengan membuat tema desain
yang lebih alami (agrowisata , viewing point,
hiking, tracking dan outbond)
Perencanaan RTH 63
Sebaiknya tetap memperhatikankan dan
mempertahankan aspek bentang alam menjadi
bagian estetika baru
Menggunakan seperlunya lahan yang ada,
sehingga tidak semua lahan harus diurug atau
dimatangkan. Mengingat kondisi tanah tidak
jenuh, sehingga memungkinkan di buat sumur
resapan/biopori.
64 Manual Kegiatan
Hal ini untuk menghindari tanggung jawab batas lahan maupun
faktor-faktor lain yang mungkin terjadi.
Perencanaan RTH 65
Tabel 1.3. Daftar Jenis Tanaman yang Menyerap CO
Sumber : Jurnal Potensi Tanaman dalam Menyerap CO2 dan CO untuk
Mengurangi Dampak Pemanasan Global oleh Nanny Kusminingrum,
Pusat Litbang Jalan dan Jembatan Jl. AH. Nasution 264 Ujungberung,
Bandung
66 Manual Kegiatan
Image Tanaman Nama Latin/ Daerah Endemik
Nama Populair
Perencanaan RTH 67
Kayu Putih/ Sulawesi, Nusa
Melaleuca Tenggara dan
leucadendra sekitarnya
2. Ketentuan Perkerasan
a. Jalur pejalan kaki didalam area taman dengan lebar minimal
1,5 m;
b. Di dalam taman dapat dilengkapi dengan jalur sepeda dan
jalur/area batu refleksi;
c. Dilengkapi dengan parkir sepeda sebanyak 10 sampai
dengan 25 unit;
d. Perkerasan yang dibuat perlu memperhatikan ketinggian
permukaan dan arah aliran air hujan, agar tidak terjadi
genangan air;
e. Gerbang dengan lebar minimal 3 m;
f. Taman yang terbangun harus dapat diakses dengan mudah
dengan memperhatikan standar ramp dan tangga;
68 Manual Kegiatan
g. Material untuk plaza disarankan untuk menggunakan
material yang mudah perawatannya (low maintenance),
tidak disarankan menggunakan finishing cat dan tidak
menggunakan material yang bertekstur licin seperti keramik
misalnya;
h. Menggunakan material perkerasan alternatif yang
memungkinkan penyerapan air hujan seperti beton berpori
(porus concrete), grassblock pada area parkir, kerikil lepas,
deking kayu, roster dan lain-lain;
Perencanaan RTH 69
Gambar 1.15. Detil perkerasan pada pertemuan pavement dan pohon
70 Manual Kegiatan
Gambar 1.17. Contoh Jalan Setapak Alami
i. Limbah dari tanaman bisa dimanfaatkan dan diolah yang
sudah menjadi industri luas seperti :
Panel dinding terbuat dari olah limbah serat tebu atau
sekam padi.
Perencanaan RTH 71
Limbah Kaca
72 Manual Kegiatan
DO !!
DONT !!
Perencanaan RTH 73
Gambar 1.21. Aplikasi pola perkerasan yang desain secara unik
k. Split Level
Untuk dinding, talud atau lereng, kita bagi ketinggian
antara 1-1,5 meter dengan terasering sehingga
terhindar menggunakan bahan yang masif.
Untuk lereng yang lebih terjal, tetap digunakan
terasering namun bisa dipakai bronjong, gabion atau
pasbatsong (pasangan batu kosong)
74 Manual Kegiatan
Rumah Panggung, Ada dua hal menguntungkan
dengan membuat lantai bangunan diatas
tanah/panggung, yaitu menambah koefisien
limpasan air sehingga beban saluran berkurang, juga
menambah prosentase hijau pada tapak bangunan
itu sendiri karena dibawahnya ditanami rumput atau
kolam air.
Perencanaan RTH 75
genteng beton yang dibuat dengan campuran
pasir, semen dan ijuk sebagai bahan pengisi.
Gambar 1.22. Gambaran proporsi dan posisi jalur pejalan kaki dan
jalur sepeda di kawasan perkotaan
Sumber : Toolkit untuk Mobilitas Perkotaan, Pengembangan
Transportasi Tidak Bermotor di Perkotaan oleh Kementerian
Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional
76 Manual Kegiatan
b. Jalur pejalan kaki (trotoar) di batas luar taman lebar minimal
2 m, lebih tinggi 20 cm dari muka jalan dan dilengkapi
dengan pohon peneduh (jalur hijau) serta streetfurniture
lainnya (bollard, lampu penerangan, bangku, halte, dll);
Perencanaan RTH 77
d. Perletakan utilitas dan perabot jalan sedapat mungkin tidak
menimbulkan ganguan terhadap pengguna jalan dan tetap
memberikan ruang untuk kemudahan bagi perawatan rutin.
78 Manual Kegiatan
Gambar 1.27. Konsep Rain Water Harvesting
Sumber : ABC Design Guideline 2014
Perencanaan RTH 79
Memanfaatkan kontur alami yang ada di site;
Saat tidak hujan cekungan yang dimaksud kering
tidak terisi air, baru terisi air saat turun hujan.
5) Pembuatan bioswale, dengan ketentuan :
Membuat saluran di tepi pedestrian dalam
taman dengan konsep alami, tanpa
menggunakan beton;
Saluran berupa galian tanah memanjang
sepanjang pedestrian dan ditumbuhi rumput
penahan;
Saat tidak hujan kondisi saluran harus kering
6) Pembuatan Infiltration trench, dengan ketentuan :
Dengan menggunakan koral lepas atau kerikil
yang ditebar di sepanjang pedestrian atau
mengelilingi plaza;
Di dalamnya dipasang paralon berongga untuk
menampung air yang tidak terserap.
80 Manual Kegiatan
Gambar 1.29. Ilustrasi aplikasi kolam resapan
Perencanaan RTH 81
Air kolam agar terjaga kebersihannya dapat dibuat
sistim sirkulasi secara teratur dengan cara sederhana
yaitu overflow.
82 Manual Kegiatan
8) Penggunaan drainage cell, dengan ketentuan :
Dipasang dibawah tanah dibawah perkerasan ,
daerah yang sering tergenang, atau di bawah
rerumputan dan berfungsi seperti sumur resapan;
Sel drainase ini adalah bahan pabrikan yang
berbentuk modular sehingga dapat disusun
dengan bentuk sesuai dengan keperluan
Perencanaan RTH 83
Gambar 1.35. Ilustrasi detail ground water tank
Sumber : ABC Design Guideline 2014
84 Manual Kegiatan
Gambar 1.36. Ilustrasi contoh model
tempat sampah
Sebaiknya dihindari tempat sampah
yang dapat menyulitkan dalam
pemeliharaannya seperti tempat
sampah bentuk kodok ini.
Perencanaan RTH 85
c. Dapat menggunakan lampu tenaga surya dengan ketentuan
baterai lampu harus dapat menyimpan tenaga listrik minimal
selama 12 jam dan diletakkan diatas 170 cm (diluar jangkauan
orang dewasa);
d. Menggunakan panel surya untuk kebutuhan energi pada
toilet dan pos jaga;
e. Menerapkan penerangan alternatif (selain menggunakan
lampu) pada toilet dan pos jaga;
f. Memasang jaringan listrik dari PLN sebagai cadangan, sumber
energi bagi pompa air, dan sumber energi bagi lampu taman
yang lain (selain lampu bertenaga surya);
g. Memasang perlengkapan modem router untuk kapasitas
minimal 25 devices/alat (jangkauan area 500 m);
h. Memasang CCTV lengkap dengan perekam minimal pada 10
titik dan diletakkan pada tempat-tempat yang strategis
sebagai tindakan pengamanan.
7. Ketentuan Toilet
a. Bangunan menggunakan bahan ramah lingkungan;
b. Terpisah antara tolet pria dan wanita;
c. Rasio jumlah toilet wanita dan pria adalah 2:1, dengan
mempertimbangkan rasio populasi wanita dan waktu rata-
rata yang dibutuhkan wanita di dalam toilet;
d. Menciptakan toilet yang bersih dan sehat dengan sistem
toilet kering (penggunaan air secara efisien);
e. Toilet dilengkapi toilet jongkok dengan flushing system (dual-
flush) dan wastafel dengan kran jenis lever-handle atau kran
otomatis (automatic sensor faucet);
f. Pada toilet pria, selain disediakan toilet duduk dan atau toilet
jongkok dilengkapi setidaknya 2 (dua) buah unit urinoir;
g. Menggunakan peralatan saniter hemat air (water fixtures)
dan aksesibel (keran tekan/keran geser/keran sensor);
h. Jalur masuk utama dibuat tanpa pintu dengan membuat pola
jalur seperti huruf S (maze) dengan pintu kompartemen
bukaan keluar;
86 Manual Kegiatan
Gambar 1.37. Contoh Layout Standar Minimal Toilet Umum
Sumber : Asosiasi Toilet Indonesia
Perencanaan RTH 87
j. Menggunakan septic tank ramah lingkungan seperti septic
tank biofill, septic tank watertight sehingga tidak merusak air
tanah;
k. Menggunakan sirkulasi udara alami atau dibantu dengan
exhaust fan;
l. Memaksimalkan penghematan listrik dengan menanfaatkan
cahaya matahari;
m. Dilengkapi dengan ruang janitor untuk menyimpan peralatan
kebersihan;
n. Bentuk unit toilet didesain dengan ketentuan :
Bentuk dapat didesain dengan unik namun tidak
mencolok atau dominan terhadap lansekap;
Diletakkan di tempat setrategis sehingga mudah
ditemukan dan dicapai;
Banyak bukaan untuk memudahkan kontrol
keamanan dan memungkinkan siklus udara alami;
Tidak disarankan menanam pohon yang terlalu
rindang dengan tujuan untuk mengurangi
kelembaban pada bangunan toilet;
Disarankan untuk menggunakan semak, perdu atau
tanaman rambat dengan daun kecil sebagai
kamuflase dan melunakkan fasade bangunan toilet.
88 Manual Kegiatan
Perencanaan RTH 89
90 Manual Kegiatan
Gambar 1.38. Contoh Desain
Restroom di Public Area
Sumber : dari berbagai sumber
Perencanaan RTH 91
c. Papan keterangan taman berisi denah taman, nama taman,
tahun pembuatan taman, tahun anggaran, logo dan
diletakkan pada area depan taman;
d. Pergola dan gazebo harus menggunakan desain dan bahan
ramah lingkungan;
e. Bangku taman menggunakan bahan yang variatif seperti
logam, beton, batu kayu dan lain sebagainya;
f. Taman yang dibangun dilengkapi pagar pembatas, pagar yang
dibuat tidak diperkenankan berupa pagar masif yang terbuat
dari tembok, tinggi maksimal pagar 70 cm, dapat diakses
bebas secara visual dan dapat terbuat dari material softscape
(pagar tanaman);
92 Manual Kegiatan
Taman yang dibangun dapat dilengkapi dengan elemen estetik
seperti sculpture sebagai icon, lampion, seni instalasi, serta public
artwork dan memberikan pesan lingkungan.
Gambar 1.40. Ilustrasi public artwork dan seni instalasi yang bertema
lingkungan dan menggunakan bahan daur ulang
Sumber : Pinterest
Perencanaan RTH 93
10. Ketentuan Khusus Signage Nama Taman
a. Didesain dengan bentuk sekreatif mungkin;
b. Tidak selalu menggunakan bahan material yang mahal;
c. Menggunakan jenis tulisan (font) yang menarik, namun
mudah dibaca;
d. Memperhatikan proporsi dimensi signage.
DONT !!
DO !!
94 Manual Kegiatan
Gambar 1.41. Ilustrasi desain unik signage nama taman
Sumber : Pinterest
Perencanaan RTH 95
2) Proporsi luasan Softscape adalah 70% dari luasan lahan yang
digunakan untuk RTH, dan sisanya 30% adalah komponen
Hardscape;
3) Gambaran rancanangan sekurang-kurangnya meliputi :
Kondisi kawasan eksisting
a) Koordinat Lokasi Terpilih
b) Data (primer dan sekunder) Kondisi Eksisting :
Gambar Situasi/Foto Udara
Gambar Peta Topografi dan batas lahan
Peta Rencana Tata Guna Lahan
Data Kondisi Jenis Tanah dan Daya Dukung Tanah
Kondisi Sumber Air (terdekat) dan Drainase
Kondisi Vegetasi Eksisting
Lokasi Tempat Pembuangan Sampah (terdekat)
Lokasi Sumber Listrik PLN (terdekat)
Kondisi Potensi Kebencanaan
Produk perancangan / desain
Gambar rencana
Siteplan
Rencana Vegetasi
Rencana Cut and Fill
Rencana Perkerasan
Rencana Lansekap Furnitur dan elemen landscape lainnya
Rencana Titik Lampu
Rencana Perletakan Kamera CCTV
Rencana Penempatan Sumur Resapan/resapan
Rencana Titik Biopori
Rencana Instalasi Penyiraman
Rencana Perletakan Signage
96 Manual Kegiatan
Detail Perkerasan (pedestrian, jogging track, reflection
path)
Detail Plaza
Detail Parkir kendaraan besar
Detail Parkir Sepeda
Detai elemen Lansekap (shelter, pergola, kios, dll)
Detail Lansekap Furnitur (tempat sampah, box tanaman,
kursi taman, lampu taman)
Detail Signage Taman
Detail Komposter
Detail Sumur Resapan
Detail Gerbang
Detail Pos Jaga (denah, tampak, potongan)
Detail Toilet (denah, tampak, potongan)
2. Dokumen Lelang
a. Rencana anggaran biaya (RAB);
Perencanaan RTH 97
Total RAB menyesuaikan dengan luasan site yang
direncanakan, dengan kisaran anggaran Rp 500.000/m;
Total RAB sudah termasuk PPN, dan tidak termasuk
biaya pengurugan, penggalian, pematangan lahan,
pembebasan lahan dan biaya sertifikat tanah;
Proporsi alokasi dana untuk softscape minimal sebesar
30% dari total nilai RAB;
RAB memuat item-item pekerjaan implementasi dari 8
atribut Kota Hijau dan komponen-komponen taman
lainnya;
Perhitungan komposisi harga satuan material softscape
dan biaya pemeliharaan dituangkan dalam analisa harga
satuan;
Harga satuan pekerjaan penanaman tanaman atau
material softscape (pohon, semak, perdu, ground cover
dan rumput) diambil dari analisa harga satuan sudah
termasuk biaya pemeliharaan setidaknya selama 6
(enam) bulan;
Mengalokasikan anggaran untuk pembuatan nursery
ditempat (nursery on site) agar menjamin ketersediaan
tanaman. Pembuatan nursery on site harus dilakukan
pada tahap persiapan pekerjaan fisik, tidak dilakukan
pada tahap penyelesaian pekerjaan fisik, tanaman yang
sudah disiapkan dalam nursery on site dapat
diperhitungkan sebagai bobot progress pekerjaan
(mengikuti dalam kontrak pelaksanaan);
Biaya pemeliharaan dalam analisa harga satuan
mencakup biaya-biaya antara lain : biaya pembuatan
lubang, biaya transportasi tanaman dari nursery ke lokasi,
biaya pembuatan steger, biaya pemupukan dan
kebutuhan air selama masa penanaman sampai dengan
masa serah terima aset
b. Rincian volume pekerjaan (Bill of Quantity); dan
c. Rencana kerja dan syarat-syarat (RKS).
98 Manual Kegiatan
RKS disusun sejelas mungkin memuat
persyaratan-persyaratan dan spesifikasi teknis
pekerjaan dilapangan;
RKS memuat tahapan-tahapan pekerjaan;
RKS memuat rencana dan jadwal pelaksanaan;
RKS memuat spesifikasi bahan dan material.
Perencanaan RTH 99
18. Pemipaan (Plumbing)
19. Pekerjaan Ground Water Tank
20. Pompa Air
21. Tempat Sampah Organik-Anorganik
22. Komposter (Mesin Pengolah Sampah)
23. Gardu Listrik dan Jaringan Kabel
24. Pemasangan Lampu Solar Cell
25. Pekerjaan Pembangunan Toilet & Pos Jaga
26. Pekerjaan Pembangunan Pergola
27. Pekerjaan Gazebo
28. Pekerjaan Signage Taman
29. Pekerjaan Bangku Taman
30. Pekerjaan Furniture Taman lainnya
b. Biaya Pemeliharaan dan Pengelolaan
Biaya pemeliharaan sudah termasuk dalam biaya penanaman
tanaman (material softscape) seperti pada Penjelasan Ketentuan
Penyusunan RAB (point b) diperhitungkan setidaknya 6 bulan
sampai dengan proses serah terima asset. Untuk selanjutnya
biaya pemeliharaan dan pengelolaan Ruang Terbuka Hijau ini
wajib dianggarkan oleh Pemerintah Kota /Kabupaten.
Penyiangan
1. Penyiangan ini harus dilakukan secara teratur tiap satu bulan
sekali bagi tanaman semak dan perdu yang tertanam;
2. Tanaman liar dan rumput disekitar perdu dicabut dan
dibersihkan sampai akarnya dari sekeliling perdu;
3. Untuk tanaman hias, penyiangan dilakukan secara teratur
setiap 2 minggu sekali , dengan mencabut segala tanaman liar
dan jenis rumput yang berada disekitar dan dibawahnya,
serta tanahnya digemburkan.
Penggantian Tanaman
1. Kontraktor wajib mengganti setiap kali ada tanaman yang
rusak atau mati. Semua penggantian tanaman ini dengan
tanaman yang baru adalah menjadi tanggung jawab
Kontraktor sampai masa pemeliharaan yang ditentukan
berakhir;
2. Penggantian tanaman harus sesuai jenis / bentuk / warna
daun dan bunga serta ukuran yang sama dengan apa yang
telah ditentukan berakhir;
3. Penggantian tanaman dilaksanakan dengan sebaik mungkin
jangan sampai merusak tanaman lain disekitarnya pada saat
mencabut dan menanam yang baru;
4. Penggantian tanaman dilakukan pada sore hari antara pukul
15.00 18.00 dan harus segera disiram;
Pemupukan
1. Pupuk kompos;
2. Pupuk kandang, dengan pemakaian antara 2 4 kg/m2;
3. Pemupukan tanaman dijadwalkan setiap interval 1 bulan
sekali dengan diselang penggunaannya yaitu pupuk kandang
dan pupuk kompos.
b) Kondisi lokasi;
b) Penyelewengan dana;
3.3. KELUARAN
Keluaran dari kegiatan ini adalah Dokumen Supervisi pelaksanaan
konstruksi RTH yang diterbitkan berkala di hari Senin setiap
minggunya.
4.2. PEMELIHARAAN
Untuk menjamin kelangsungan fungsi taman kota hijau, maka
diperlukan pemeliharaan. Kegiatan pemeliharaan taman meliputi
Pemeliharaan Tanaman (Softscape) dan Pemeliharaan Perkerasan
dan Elemen Taman lainnya (Hardscape dan Street Furniture).
1. Penyiraman
2. Pemupukan
5. Penyulaman
Pengembangan FKH
1. FKH adalah forum/wadah bagi komunitas, tanpa
menghilangkan eksistensi komunitas masing-masing
2. Keanggotaan FKH adalah komunitas, bukan perseorangan.
Keanggotaan FKH bersifat terbuka, komunitas-komunitas
baru dapat bergabung sesuai dengan visi misi Kota Hijau
Sasaran Kegiatan
Sasaran dari kegiatan pembentukan FKH adalah :
1. Terdatanya komunitas-komunitas hijau yang telah ada
maupun bertambahnya komunitas dalam Forum Komunitas
Hijau
2. Teragendakannya kegiatan bersama antar komunitas/
kelompok warga, minimal satu kegiatan dalam satu tahun
3. Terliputnya kegiatan Kota Hijau oleh media massa baik media
cetak maupun eletronik
4. Terdokumentasikannya kegiatan melalui foto dan prosiding
kegiatan.
Jadwal Pelaksanaan
NO TAHAPAN KEGIATAN BULAN
I
1. Pendataan komunitas yang
sudah ada
2. Pertemuan antara Tim
Swakelola dengan komunitas-
komunitas tersebut
3. Pembentukan FKH dengan
penentuan koordinator
Tahapan Pelaksanaan
FKH membentuk tim relawan untuk membuat Peta Komunitas
Hijau dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Tim menentukan batasan lokasi pemetaan, yaitu wilayah
administratif kota (city wide) dan kawasan fungsional
perkotaan di kabupaten
2. Lokasi/objek yang akan dipetakan, dengan mengacu atribut
Green Open Space, Green Community, dan Tempat-Tempat
Lokal.
3. Tim kemudian melakukan survei lapangan pada lokasi-lokasi
yang masuk pada batasan obyek peta. Dalam survei
lapangan, setiap orang melakukan penilaian/pencatatan
pada lokasi-lokasi yang dikunjungi.
4. Tim kemudian mendiskusikan hasil survei, setiap orang
bertukar pikiran dan melakukan penilaian
bersama/kelompok pada setiap lokasi, serta membahas
Batasan Pemetaan
Materi pemetaan mengacu pada :
1. Green Open Space : Memetakan Taman Kota yang aktif.
Bagaimana kondisi Taman Kota yang ada? Digunakan
untuk kegiatan apa? Siapa pengguna RTH tersebut?
2. Green Community : Memetakan kelompok/komunitas
peduli lingkungan atau sosial. Siapa saja? Dimana mereka
berkegiatan? Siapa kontak personnya?
3. Tempat Lokal : Memetakan potensi-potensi lokal daerah,
seperti tempat wisata lokal, nodes/lokasi pusat kota,
lokasi bersejarah, pusat budaya, dan tempat-tempat-
tempat khas lainnya.
Ketentuan Kegiatan
Kegiatan ini berupa kegiatan di ruang terbuka hijau atau di
salah satu taman kota yang perlu diaktivasi
Bentuk Festival ini berupa kegiatan kesenian, disarankan dapat
mempromosikan kesenian tradisional/lokal.
Festival ini diupayakan juga menjadi ajang sosialisasi isu-isu
terkait atribut Kota Hijau yang sesuai dengan konteks
permasalahan kota/kabupaten. Misalkan, terkait atribut Green
Waste, ada gerakan atau kebijakan pemerintah daerah dalam
penanganan masalah sampah, dapat disosialisasikan dalam
kegiatan ini.
Pengisi festival harus lebih dari 1 kelompok, minimal ada 3
kelompok berkegiatan dalam festival ini. Lebih banyak
kelompok makin baik. Kegiatan ini diharapkan menjadi ajang
kegiatan kelompok-kelompok/komunitas-komunitas di kota
tersebut dan rutin dilakukan setiap tahun.
Pendanaan dari P2KH berupa dana stimulan, biaya
penyelenggaran festival ini dapat diperoleh dari sponsorship,
APBD, maupun usaha-usaha lain.
Jadwal
Untuk melaksanakan kegiatan Festival Hijau, agar mengikuti
rincian jadwal berikut :
NO TAHAPAN BULAN
KEGIATAN
Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov
1. Batas a
Persetujuan
Proposal
Festival
Hijau dan
Aksi
Komunitas
Hijau
2. Batas J
Pelaksanaan u
Kegiatan n
i
Deskripsi Logo
Ide dasar Logo P2KH adalah terjemahan langsung dari kota hijau, dimana
kota digambarkan dengan dengan skyline kota yang di tumpuk diatas
dengan horizon hijau. Hal ini mewakili cita-cita pengembangan konsep kota
hijau yang seiring dengan pertumbuhan kota.
Name Card
Identitas Brand Kota Hijau 163
Poster
Tumbler
164 Manual Kegiatan