DIABETES MELLITUS
Disusun Oleh:
M.Nanda Satya.P
30101307007
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
1
LEMBAR PENGESAHAN
REFLEKSI KASUS
DIABETES MELITUS
Oleh :
30101307007
Pembimbing,
2
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. E
b. Usia : 7 tahun 5 bulan
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Guyangan
e. Tanggal Masuk : 31-05-2017
f. Tanggal Pulang :-
IDENTITAS ORANGTUA
a. Nama Ayah : Tn. E
b. Usia : 36 th
c. Pekerjaan : Swasta
d. Nama Ibu : Ny S
e. Usia : 37 th
f. Pekerjaan : ibu rumah tangga
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara allo-anamnesis dengan pasien dan ibu pasien pada tanggal
02 Juni 2017 di bangsal Boegenvile RSUD Purwodadi:
a. Keluhan Utama
Berat Badan Turun
3
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Alergi debu sebelumnya diakui.
BB menurun terjadi 2 minggu yang lalu dan dibawa ke klinik namun
BB pasien tetap turun.
Diare dan mutaber sebelumnya diakui
g. Riwayat Persalinan
Anak Laki Laki lahir dari ibu G1P1A0, usia kehamilan 39 minggu, lahir
secara normal akan tetapi dipacu oleh bidan tidak langsung menangis,
berat badan lahir 2900 gram, panjang badan saat lahir (ibu lupa), lingkar
kepala dan lingkar dada saat lahir ibu lupa.
Kesan: neonatus aterm, lahir normal pervaginam.
h. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
- Pertumbuhan
BB lahir : 2900 gram
PB lahir : Orang tua pasien lupa
BB sekarang : 19 kg
4
TB sekarang : 119 cm
Usia : 7 tahun 5 bulan
BMI : 13.01 kg/m2
5
RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK
i. Riwayat Imunisasi
Menurut ibu pasien, imunisasi dasar An. E. sudah lengkap.
Imunisasi dilakukan di bidan terdekat.
Kesan: Riwayat imunisasi sesuai umur, tanpa disertai bukti KMS.
6
Kesadaran : compos mentis
a. Tanda Vital
i. Nadi : 80 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
ii. Pernapasan : 20 x/menit, reguler, adekuat
iii. Suhu : 37 0C
b. Status Generalis
i. Kepala : kesan mesocephal, UUB datar, rambut hitam tidak
mudah dicabut.
ii. Mata : conjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-/-), reflek pupil (+/+), pupil isokor
iii. Telinga : normotia, low set ear (-), discharge (-)
iv. Hidung : secret (-) , napas cuping hidung (-)
v. Mulut : bibir kering (-), lidah kotor (-), tepi hiperemis(-) lidah
tremor, pernapasan mulut (-)
vi. Kulit : hipopigmentasi (-), hiperpigmentasi (-)
vii. Leher : pembesaran KGB (-), trachea terdorong (-)
viii. Thorax : Simetris, retraksi (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba dengan 1 jari dari ICS 5 linea
midclavikula 2 cm ke medial, pulsus parasternal (-
), pulsus epigastrium (-)
Perkusi :
Kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra
Atas jantung : ICS 2 linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS 5 linea midclavicula 2 cm ke
medial
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, bising (-)
Kesan: Normal
Paru
Inspeksi : Pengembangan hemithoraks simetris
Palpasi : Sterm fremitus simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Rhonki (-
),Wheezing(-)
ix. Abdomen
Inspeksi : Datar.
Auskultasi : Peristaltik (+), bising usus (+) normal
Perkusi : Tymphani di seluruh kuadran
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba
besar
x. Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
7
Capillary refill time < 2/ < 2 < 2/ < 2
A. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi ( 31 Mei 2017)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal (anak)
Eosinofil 1 1-5
Basofil 0 0-1
Batang 0 3-5
Segmen 63 37-50
Limfosit 29 25-40
Monosit 7 1-6
Ca+ - 2,2-2,9
Kesan : GDS meningkat/ hiperglikemi
B. DAFTAR MASALAH
Anamnesis
- BB turun sejak 2 minggu
- Tubuh lemah
- Diare dan Muntaber
- Riwayat alergi debu + (2 bulan yang lalu)
Px. Penunjang
Laboratorium : GDS meningkat/hiperglikemi
C. DIAGNOSIS BANDING
toleransi glukosa terganggu (TTG)
glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
8
D. DIAGNOSIS SEMENTARA
- Diabetes mellitus tipe 1
E. INITIAL PLANNING
Initial Plan Diagnosis:
Pemeriksaan laboratorium : cek gds , gdp, gd2pp
Initial Plan Terapi:
Non medikamentosa
Mencegah resiko jatuh
Medikamentosa
Infus RL
Novorapid 6.6.6
Lantus 8 ui
Pamol
9
F. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB II
10
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Diabetes mellitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik.
Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaaan, di antaranya adalah
gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau
gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Maggae S. 2005).
Diabetes mellitus tipe 1 terjadi disebabkan oleh karen kerusakan sel -
pankreas. Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun maupun
idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin berkurang atau terhenti. Sedangkan DM
tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin. Pada DM tipe 2 biasanya dikaitkan dengan
sindrom resistensi insulin lainnya seperti obesitas, hiperlipidemia, akantosis
nigrikans, hipertensi atau hiperandrogenisme ovarium (Rustama DS, dkk. 2010).
2.2 EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian diabetes mellitus di USA adalah sekitar 1 dari setiap 1500 anak
(pada anak usia 5 tahun) dan sekitar 1 dari 350 anak (pada anak usia 18 tahun).
Puncak kejadian diabetes adalah pada usia 5-7 tahun serta pada masa awal pubertas
seorang anak. Kejadian pada laki-laki dan perempuan sama (Weinzimer SA,
Maggae S. 2005).
Insiden tertinggi diabetes mellitus tipe 1 terjadi di Finlandia, Denmark serta
Swedia yaitu sekitar 30 kasus baru setiap tahun dari setiap 100.000 penduduk.
Insiden di Amerika Serikat adalah 12-15/100 ribu penduduk/tahun, di Afrika
5/100.000 penduduk/tahun, di Asia Timur kurang dari 2/100.000 penduduk/tahun
(Weinzimer SA, Maggae S.2005).
Insiden di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Namun dari data registry
nasional untuk penyakit DM pada anak dari UKK Endokrinologi PP IDAI, terjadi
peningkatan jumlah dari 200-anak dengan DM pada tahun 2008 menjadi 580-an
pasien pada tahun 2011. Sangat dimungkinkan angkanya lebih tinggi apabila kita
merujuk pada kemungkinan anak dengan DM yang meninggal tanpa terdiagnosis
sebagai ketoasidosis diabetikum ataupun belum semua pasien DM tipe 1 yang
dilaporkan (Moelyo, AG. 2011
11
Beberapa teori ilmiah yang menjelaskan penyebab diabetes mellitus tipe 1 sebagai
berikut:
1. Hipotesis sinar matahari
Teori yang paling terakhir adalah "hipotesis sinar matahari," yang menyatakan
bahwa waktu yang lama dihabiskan dalam ruangan, dimana akan mengurangi
paparan sinar matahari kepada anak-anak, yang akan mengakibatkan
berkurangnya kadar vitamin D. Bukti menyebutkan bahwa vitamin D memainkan
peran integral dalam sensitivitas dan sekresi insulin (Penckofer, Kouba, Wallis, &
Emanuele, 2008). Berkurangnya kadar vitamin D, dan jarang terpapar dengan
sinar matahari, dimana masing-masing telah dikaitkan dengan peningkatan risiko
diabetes mellitus tipe 1.
12
protein pada permukaan sel beta pankreas yang memproduksi insulin, sehingga
mereka yang rentan dan peka terhadap susu sapi maka akan direspon oleh
leukosit, dan selanjutnya akan menyerang sel sendiri yang menyebabkan
kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi dibetes mellitus tipe 1. Peningkatan
pemberian ASI di 1980 tidak menyebabkan penurunan terjadinya diabetes tipe 1,
tetapi terjadi peningkatan dua kali lipat diabetes mellitus tipe 1. Namun, kejadian
diabetes tipe 1 lebih rendah pada bayi yang diberi ASI selama 3 bulan (Ekoe,
Zimmet, & Williams, 2001).
2.4. KLASIFIKASI
13
Vakor; Pentamidin; Asam nikotinik; Glukokortikoid; Hormon
tiroid; Diazoxid; Agonis -adrenergik; Tiazid; Dilantin; -
interferon; dan lain-lain.
2.5. PATOFISIOLOGI
DM tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang berhubungan dengan
kehancuran selektif sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Timbulnya
penyakit klinis merupakan tahap akhir dari kerusakan sel beta yang mengarah ke
tipe 1 DM. Berbagai lokus gen telah dipelajari untuk menentukan hubungan mereka
dengan DM tipe 1. Antigen yang terlibat dalam tipe 1 DM meliputi antigen 64kD,
asam glutamat dekarboksilase (GAD) dan antigen sitoplasma sel islet. Antibodi sel
islet (ICA) mengikat komponen sitoplasma sel islet pada bagian pankreas manusia
dan endapan antibodi 64kDa merupakan protein 64kDa dari ekstrak sel islet.
Sedangkan antibodi 64kDa yang ditampilkan untuk menjadi sel beta tertentu di
dalam islet, beberapa sera ICA positif telah dijelaskan untuk bereaksi dengan
semua sel islet. Antigen target dari Antibodi 64kDa diidentifikasi sebagai GAD
enzim. Sel Islet tertentu pada baris sel beta memproduksi antibodi IgG yang terikat
ke antigen sitoplasma sel islet yang ditemukan. Anehnya semua monoklonal
antibodi yang diproduksi oleh baris, dikenali GAD target autoantigen. Dengan
demikian, GAD mungkin target antigen utama pada DM tipe 1, makanya antibodi
untuk GAD dijadikan penanda sensitif untuk perkembangan diabetes, walaupun
antibodi GAD ada dalam individu yang rentan secara genetik tetapi yang tidak
mungkin untuk mengembangkan disease.
14
Gambar 1. Patomekanisme terjadi DM tipe 1
15
hormon pertumbuhan dan aliran darah organ dalam oleh diabetes, memperlambat
kecepatan perkembangan ke arah ketoasidosis, serta mempermudah pengendalian
metabolik.
Defisiensi insulin bersama dengan kadar epinefrin, kortisol, hormon
pertumbuhan dan glukagon plasma yang berlebihan, berakibat produksi glukosa
yang tak terkendali serta gangguan penggunaanya; akibatnya timbul hiperglikemi
dan peningkatan osmolalitas. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar
plasma hormon kontraregulasi juga bertanggung jawab atas percepatan lipolisis dan
ganguan sintesis lipid, yang berakibat peningkatan kadar plasma lipid total,
kolesterol, trigliserid dan asam lemak bebas. Keadaan hormonal yang saling
mempengaruhi antara defisiensi insulin dan kelebihan glukaakan menmbulkan
jalan pintas bagi asam lemak bebas untuk membentuk keton; kecepatan
pembentukan keton ini, terutama betahidroksibutirat dan asetoasetat, melampui
kapasitas pengunaan perifer serta ekskresi ginjal. Akumulasi asam keton ini
menimbulkan asidosis metabolik serta pernafasan kompensasi yang cepat sebagai
usaha mengekskresi kelebihan CO2 (pernafasan kussmaul). Aseton yang dibentuk
melalui konversi non-enzimatik asetoasetat, bertanggung jawab atas timbulnya bau
buah yang karakteristik pada pernafasan ini. Keton diekskresi ke dalam kemih
bersama-sama dengan kation, yang selanjutnya meningkatkan kehilangan air dan
elektrolit. Dengan dehidrasi progresif, asidosis, hiperosmolaritas dan berkurangnya
penggunaan oksigen otak, maka terjadi gangguan kesadaran dan pasien akhirnya
jatuh ke dalam koma. Dengan demikian, defisiensi insulin menimbulkan suatu
stasus katabolik yang dalam-suatu kelaparan berat- dimana semua gambaran klinis
awal dapat dijelaskan atas dasar perubahan metabolisme perantara yang talah
diketahui. Keparahan dan lamanya gejala mencerminkan derajat insulinopenia.
(Richard E.Behrman, 1992)
Adanya gangguan dalam regulasi insulin, khususnya pada DM tipe 1 dapat
cepat menjadi diabetik ketoasidosis manakala terjadi : 1). Diabetes tipe 1 yang tidak
terdiagnosa 2). Ketidakseimbangan jumlah intake makanan dengan insulin 3).
Adolescen dan pubertas 4). Aktivitas yang tidak terkontrol pada diabetes 5). Stres
yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau tekanan emosional.
16
Gangguan produksi atau gangguan reseptor insulin.
Poliuria
Dehidrasi
17
Polifagia dan tenaga <<asidosis
Kesadaran terganggu
Periode Pra-Diabetes
Pada periode ini, gejala-gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini
sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel -pankreas. Predisposisi genetik tertentu
memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang
ditandai dengan mulai berkurangnya sel -pankreas yang berfungsi. Kadar C-petide
mulai menurun. Pada periode ini autoantibody mulai ditemukan apabila dilakukan
pemeriksaan laboratorium.
18
merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada periode ini
penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptake ke dalam sel.
2.6 GEJALA
2.7 DIAGNOSIS
19
20
21
2.8 TERAPI
Tatalaksana
22
23
24
Tehnik penyuntikan
Insulin harus disuntikkan secara subkutan dalam dengan melakukan
pinched (cubitan) dan jarum suntik harus membentuk sudut 45 derajat, atau
90 derajat bila jaringan subkutannya tebal. Untuk penyuntikan tidak perlu
menggunakan alkohol sebagai tindakan aseptik pada kulit.
Tempat penyuntikan dapat dilakukan di abdomen, paha bagian
depan, pantat, dan lengan atas. Penyuntikan ini dapat dilakukan pada
daerah yang sama setiap hari tetapi tidak dianjurkan untuk melakukan
penyuntikan pada titik yang sama. Rotasi penyuntikan sangat
dianjurkan untuk mencegah timbulnya lipohipertrofi atau lipodistrofi .
Penyuntikan insulin kerja cepat lebih dianjurkan di daerah abdomen
karena penyerapan lebih cepat. Di daerah paha dan pantat penyerapan
insulin kerja menengah lebih lambat.
2.1 Komplikasi
25
Tindakan : pengobatan hiperglikemia dan hipertensi (bila ada).
26