Anda di halaman 1dari 26

REFLEKSI KASUS

DIABETES MELLITUS

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah dr.Soedjati Purwodadi

Disusun Oleh:
M.Nanda Satya.P
30101307007

Pembimbing:

dr. Kurnia Dwi Astuti, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

REFLEKSI KASUS

DIABETES MELITUS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu


Kesehatan Anak di RSUD dr. R. Soedjati Purwodadi

Oleh :

Muhammad Nanda Satya

30101307007

Purwodadi, Juni 2017

Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing,

(dr. Kurnia Dwi Astuti, Sp.A)

2
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. E
b. Usia : 7 tahun 5 bulan
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Guyangan
e. Tanggal Masuk : 31-05-2017
f. Tanggal Pulang :-

IDENTITAS ORANGTUA
a. Nama Ayah : Tn. E
b. Usia : 36 th
c. Pekerjaan : Swasta
d. Nama Ibu : Ny S
e. Usia : 37 th
f. Pekerjaan : ibu rumah tangga

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara allo-anamnesis dengan pasien dan ibu pasien pada tanggal
02 Juni 2017 di bangsal Boegenvile RSUD Purwodadi:
a. Keluhan Utama
Berat Badan Turun

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poli anak bersama orangtuanya dengan
keluhan berat badan turun drastis. Berat badan turun sejak 2 mingu
yang lalu. Pada saat itu pasien sering merasa lapar haus dan mudah
buang air kecil, anak sering mengeluh mudah lapar dan meminta
sering makan kepada orang tuanya. Makan sehari bisa sampai 4 kali
dan minum sering meminum air. Buang air kecil pada malam hari
sampai 5x sehari. Pasien tampak lemah dan berat badan turun . pada
saat datang dirawat pada tanggal 31/05/2017 BB pasien 20 kg dan
pada saat 2/05/2017 BB pasien turun menjadi 19 kg. Pada Paien
didapatkan hasil Demam (-), mual (-), muntah (-), BAB/BAK (+),
riwayat trauma kepala (-).

Pasien sudah berobat ke klinik akan tetapi BB anak tetap turun.


Keluhan benjolan tidak membaik. Ibu pasien mengatakan bahwa
kakak dari nenek ayah nya telah mengalami sakit yang serupa..

3
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Alergi debu sebelumnya diakui.
BB menurun terjadi 2 minggu yang lalu dan dibawa ke klinik namun
BB pasien tetap turun.
Diare dan mutaber sebelumnya diakui

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien ada yang memiliki riwayat DM yaitu kakak dari nenek
nya.

e. Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah seorang buruh. Ibu tidak bekerja. Menanggung 1 anak yang
belum mandiri. Biaya pengobatan ditanggung BPJS. Pasien kelas 3
Kesan : Ekonomi cukup

f. Riwayat Kehamilan dan Pemeliharaan Prenatal


Riwayat pemeriksaan :
Ibu mengaku rutin memeriksakan kehamilan di bidan 1x setiap bulan
sampai usia kehamilan 7 bulan. Saat usia kehamilan memasuki 8
bulan, ibu memeriksakan kehamilan di bidan 2x setiap bulan hingga
lahir.
Riwayat penyakit selama kehamilan :
Ibu mengaku tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan
Riwayat perdarahan selama kehamilan
Disangkal
Riwayat trauma selama kehamilan
Disangkal
Riwayat konsumsi obat :
Minum obat tanpa resep dokter dan jamu disangkal. Obatobatan
yang diminum selama masa kehamilan adalah vitamin dan obat
penambah darah.
Kesan: riwayat kehamilan dan pemeliharaan prenatal baik.

g. Riwayat Persalinan
Anak Laki Laki lahir dari ibu G1P1A0, usia kehamilan 39 minggu, lahir
secara normal akan tetapi dipacu oleh bidan tidak langsung menangis,
berat badan lahir 2900 gram, panjang badan saat lahir (ibu lupa), lingkar
kepala dan lingkar dada saat lahir ibu lupa.
Kesan: neonatus aterm, lahir normal pervaginam.
h. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
- Pertumbuhan
BB lahir : 2900 gram
PB lahir : Orang tua pasien lupa
BB sekarang : 19 kg

4
TB sekarang : 119 cm
Usia : 7 tahun 5 bulan
BMI : 13.01 kg/m2

5
RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK

Mengangkat kepala : 2 bulan


Memiringkan Badan : 3 bulan
Tengkurap dan mempertahankan posisi kepala : 4 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan : 12 bulan
Berbicara : 17 bulan
Bertepuk tangan : 24 bulan
Jalan naik tangga sendiri : 30 bulan
Mencoret-coret pensil pada kertas : 36 bulan
Melompat kedua kaki diangkat : 42 bulan
Mengenakan sepatu sendiri : 48 bulan
Menggambar lingkaran : 54 bulan
Bicaranya mudah dimengerti : 60 bulan
Berjalan lurus : 66 bulan
Mengenal warna-warna : 72 bulan
Kesan: pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai usia

i. Riwayat Imunisasi
Menurut ibu pasien, imunisasi dasar An. E. sudah lengkap.
Imunisasi dilakukan di bidan terdekat.
Kesan: Riwayat imunisasi sesuai umur, tanpa disertai bukti KMS.

j. Riwayat Makan dan Minum Anak

ASI diberikan sejak lahir sampai usia 30 bulan, ASI ekslusif


sampai 6 bulan. Sejak usia 6 bulan diberikan makanan tambahan berupa
bubur susu 3x sehari.Makan sayur seminggu 3-4 Kali dan Makan Buah
Jarang
Kesan: kualitas dan kuantitas makanan dan minuman cukup baik

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 02 Juni 2017, di bangsal Boegenvil
RSUD dr. Soedjati Purwodadi:
Keadaan Umum : Tampak Lemah

6
Kesadaran : compos mentis
a. Tanda Vital
i. Nadi : 80 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
ii. Pernapasan : 20 x/menit, reguler, adekuat
iii. Suhu : 37 0C

b. Status Generalis
i. Kepala : kesan mesocephal, UUB datar, rambut hitam tidak
mudah dicabut.
ii. Mata : conjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-/-), reflek pupil (+/+), pupil isokor
iii. Telinga : normotia, low set ear (-), discharge (-)
iv. Hidung : secret (-) , napas cuping hidung (-)
v. Mulut : bibir kering (-), lidah kotor (-), tepi hiperemis(-) lidah
tremor, pernapasan mulut (-)
vi. Kulit : hipopigmentasi (-), hiperpigmentasi (-)
vii. Leher : pembesaran KGB (-), trachea terdorong (-)
viii. Thorax : Simetris, retraksi (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba dengan 1 jari dari ICS 5 linea
midclavikula 2 cm ke medial, pulsus parasternal (-
), pulsus epigastrium (-)
Perkusi :
Kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra
Atas jantung : ICS 2 linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS 3 linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS 5 linea midclavicula 2 cm ke
medial
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, bising (-)
Kesan: Normal
Paru
Inspeksi : Pengembangan hemithoraks simetris
Palpasi : Sterm fremitus simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Rhonki (-
),Wheezing(-)
ix. Abdomen
Inspeksi : Datar.
Auskultasi : Peristaltik (+), bising usus (+) normal
Perkusi : Tymphani di seluruh kuadran
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba
besar
x. Ekstremitas
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-

7
Capillary refill time < 2/ < 2 < 2/ < 2

A. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi ( 31 Mei 2017)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal (anak)

Hemoglobin 14,6 gr/dl 12-16 gr/dl

Leukosit 8.610 4000-10.000/mm3

Eosinofil 1 1-5

Basofil 0 0-1

Batang 0 3-5

Segmen 63 37-50

Limfosit 29 25-40

Monosit 7 1-6

Trombosit 330.000 150 450 x 103/ul

Eritrosit 5.740.000 4,5- 5,5 juta

LED I/II 6/13 L: 0-10 P:0-20

GDS 559 74-110 mg/dl

K+ - 3,6 5,5 mm/L

Na+ - 135 155 mm/L

Cl- - 95 108 mm/L

Ca+ - 2,2-2,9
Kesan : GDS meningkat/ hiperglikemi
B. DAFTAR MASALAH
Anamnesis
- BB turun sejak 2 minggu
- Tubuh lemah
- Diare dan Muntaber
- Riwayat alergi debu + (2 bulan yang lalu)
Px. Penunjang
Laboratorium : GDS meningkat/hiperglikemi

C. DIAGNOSIS BANDING
toleransi glukosa terganggu (TTG)
glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

8
D. DIAGNOSIS SEMENTARA
- Diabetes mellitus tipe 1

E. INITIAL PLANNING
Initial Plan Diagnosis:
Pemeriksaan laboratorium : cek gds , gdp, gd2pp
Initial Plan Terapi:
Non medikamentosa
Mencegah resiko jatuh
Medikamentosa
Infus RL
Novorapid 6.6.6
Lantus 8 ui
Pamol

Initial Plan Monitoring


Monitoring gejala klinis (penurunan berat badan )
Monitoring keadaan umum , TD, HR, RR, suhu pasien,.
Monitoring hasil laboratorium
Monitoring respon terapi
Initial Plan Edukasi
- Memberitahukan pada keluarga pasien tentang penyakit diabetes mellitus
- Meyakinkan bahwa banyak jenis diabetes mellitus umumnya mempunyai
prognosis baik
- Memberikan informasi mengenai kemungkinan terkena diabetus mellitus
kembali
- Memberitahukan cara penanganan bila terjadi syok dan penurunan BB
kembali yaitu :
a. Tetap tenang dan tidak panik.
b. Kendorkan pakaian yang ketat terutama disekitar leher.
c. Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring.
d. Bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung.
e. Jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut meski lidah tergigit
f. Ukur suhu, observasi.
g. Tetap bersama pasien selama pasien merasa lemah
h. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila penurunan BB menjadi lebih sering
dan lebih lama dari biasanya
- Menjelaskan mengenai penyakit yang diderita pasien kepada orang tua serta
bagaimana pengobatannya
- Keluarga diminta untuk lebih memperhatikan pasien, untuk mengetahui
tanda-tanda awal syok, dan pencetus.
- Mengedukasi orang tua pasien mengenai tindakan yang benar dan aman jika
pasien syok
- Menjelaskan kepada orang tua untuk tidak memberikan makanan yang
merangsang seperti berpengawet, berpemanis
- Kompres hangat apabila anak panas.

9
F. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

BAB II

10
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Diabetes mellitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia kronik.
Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaaan, di antaranya adalah
gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon insulin atau
gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Maggae S. 2005).
Diabetes mellitus tipe 1 terjadi disebabkan oleh karen kerusakan sel -
pankreas. Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun maupun
idiopatik. Pada DM tipe 1 sekresi insulin berkurang atau terhenti. Sedangkan DM
tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin. Pada DM tipe 2 biasanya dikaitkan dengan
sindrom resistensi insulin lainnya seperti obesitas, hiperlipidemia, akantosis
nigrikans, hipertensi atau hiperandrogenisme ovarium (Rustama DS, dkk. 2010).

2.2 EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian diabetes mellitus di USA adalah sekitar 1 dari setiap 1500 anak
(pada anak usia 5 tahun) dan sekitar 1 dari 350 anak (pada anak usia 18 tahun).
Puncak kejadian diabetes adalah pada usia 5-7 tahun serta pada masa awal pubertas
seorang anak. Kejadian pada laki-laki dan perempuan sama (Weinzimer SA,
Maggae S. 2005).
Insiden tertinggi diabetes mellitus tipe 1 terjadi di Finlandia, Denmark serta
Swedia yaitu sekitar 30 kasus baru setiap tahun dari setiap 100.000 penduduk.
Insiden di Amerika Serikat adalah 12-15/100 ribu penduduk/tahun, di Afrika
5/100.000 penduduk/tahun, di Asia Timur kurang dari 2/100.000 penduduk/tahun
(Weinzimer SA, Maggae S.2005).

Insiden di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Namun dari data registry
nasional untuk penyakit DM pada anak dari UKK Endokrinologi PP IDAI, terjadi
peningkatan jumlah dari 200-anak dengan DM pada tahun 2008 menjadi 580-an
pasien pada tahun 2011. Sangat dimungkinkan angkanya lebih tinggi apabila kita
merujuk pada kemungkinan anak dengan DM yang meninggal tanpa terdiagnosis
sebagai ketoasidosis diabetikum ataupun belum semua pasien DM tipe 1 yang
dilaporkan (Moelyo, AG. 2011

2.3. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO

11
Beberapa teori ilmiah yang menjelaskan penyebab diabetes mellitus tipe 1 sebagai
berikut:
1. Hipotesis sinar matahari
Teori yang paling terakhir adalah "hipotesis sinar matahari," yang menyatakan
bahwa waktu yang lama dihabiskan dalam ruangan, dimana akan mengurangi
paparan sinar matahari kepada anak-anak, yang akan mengakibatkan
berkurangnya kadar vitamin D. Bukti menyebutkan bahwa vitamin D memainkan
peran integral dalam sensitivitas dan sekresi insulin (Penckofer, Kouba, Wallis, &
Emanuele, 2008). Berkurangnya kadar vitamin D, dan jarang terpapar dengan
sinar matahari, dimana masing-masing telah dikaitkan dengan peningkatan risiko
diabetes mellitus tipe 1.

2. Hipotesis higiene "Hipotesis kebersihan"


Teori ini menyatakan bahwa kurangnya paparan dengan prevalensi patogen,
dimana kita menjaga anak-anak kita terlalu bersih, dapat menyebabkan
hipersensitivitas autoimun, yaitu kehancuran sel beta yang memproduksi insulin
di dalam tubuh oleh leukosit. Dalam penelitian lain, peneliti telah menemukan
bahwa lebih banyak eksposur untuk mikroba dan virus kepada anak-anak,
semakin kecil kemungkinan mereka menderita penyakit reaksi hipersensitif
seperti alergi. Penelitian yang berkelanjutan menunjukkan bahwa "pelatihan" dari
sistem kekebalan tubuh mungkin berlaku untuk pencegahan tipe 1 diabetes
(Curry, 2009). Kukrija dan Maclaren menunjukkan bahwa pencegahan diabetes
tipe 1 mungkin yang akan datang melalui penggunaan imunostimulasi, yakni
memaparkankan anak-anak kepada bakteri dan virus yang ada di dunia, tetapi
yang tidak menyebabkan efek samping imunosupresi

3. Hipotesis Susu Sapi


Teori ini menjelaskan bahwa eksposur terhadap susu sapi dalam susu formula
pada 6 bulan pertama pada bayi dapat menyebabkan kekacauan pada sistem
kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko untuk mengembangkan diabetes
mellitus tipe 1 di kemudian hari. Dimana protein susu sapi hampir identik dengan

12
protein pada permukaan sel beta pankreas yang memproduksi insulin, sehingga
mereka yang rentan dan peka terhadap susu sapi maka akan direspon oleh
leukosit, dan selanjutnya akan menyerang sel sendiri yang menyebabkan
kerusakan sel beta pankreas sehingga terjadi dibetes mellitus tipe 1. Peningkatan
pemberian ASI di 1980 tidak menyebabkan penurunan terjadinya diabetes tipe 1,
tetapi terjadi peningkatan dua kali lipat diabetes mellitus tipe 1. Namun, kejadian
diabetes tipe 1 lebih rendah pada bayi yang diberi ASI selama 3 bulan (Ekoe,
Zimmet, & Williams, 2001).

2.4. KLASIFIKASI

International Society of Pediatric and Adolecene Diabetes dan WHO


merekomendasikan klasifikasi DM berdasarkan etiologi (Tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi DM berdasarkan etiologi (ISPAD 2009)

I. DM Tipe-1 (destruksi sel- )


a. Immune mediated
b. Idiopatik
II. DM Tipe-2
III. DM Tipe lain
a. Defek genetik fungsi pankreas sel
b. Defek genetic pada kerja insulin
c. Kelainan eksokrin pancreas
Pankratitis; Trauma/pankreatomi; Neoplasma; Kistik fibrosis;
Haemokhromatosus; Fibrokalkulus pankreatopati; dan lain-lain.
d. Gangguan endokrin
Akromegali; Sindrom Cushing; Glukanoma; Feokromositoma;
Hipertiroidisme; Somatostatinoma; Aldosteronoma; dan lain-lain.
e. Terinduksi obat dan kimia

13
Vakor; Pentamidin; Asam nikotinik; Glukokortikoid; Hormon
tiroid; Diazoxid; Agonis -adrenergik; Tiazid; Dilantin; -
interferon; dan lain-lain.

IV. Diabetes Mellitus Kehamilan

Sumber : ISPAD Clinical Practice Consensus Guidlines 2009

2.5. PATOFISIOLOGI
DM tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang berhubungan dengan
kehancuran selektif sel beta pankreas yang memproduksi insulin. Timbulnya
penyakit klinis merupakan tahap akhir dari kerusakan sel beta yang mengarah ke
tipe 1 DM. Berbagai lokus gen telah dipelajari untuk menentukan hubungan mereka
dengan DM tipe 1. Antigen yang terlibat dalam tipe 1 DM meliputi antigen 64kD,
asam glutamat dekarboksilase (GAD) dan antigen sitoplasma sel islet. Antibodi sel
islet (ICA) mengikat komponen sitoplasma sel islet pada bagian pankreas manusia
dan endapan antibodi 64kDa merupakan protein 64kDa dari ekstrak sel islet.
Sedangkan antibodi 64kDa yang ditampilkan untuk menjadi sel beta tertentu di
dalam islet, beberapa sera ICA positif telah dijelaskan untuk bereaksi dengan
semua sel islet. Antigen target dari Antibodi 64kDa diidentifikasi sebagai GAD
enzim. Sel Islet tertentu pada baris sel beta memproduksi antibodi IgG yang terikat
ke antigen sitoplasma sel islet yang ditemukan. Anehnya semua monoklonal
antibodi yang diproduksi oleh baris, dikenali GAD target autoantigen. Dengan
demikian, GAD mungkin target antigen utama pada DM tipe 1, makanya antibodi
untuk GAD dijadikan penanda sensitif untuk perkembangan diabetes, walaupun
antibodi GAD ada dalam individu yang rentan secara genetik tetapi yang tidak
mungkin untuk mengembangkan disease.

14
Gambar 1. Patomekanisme terjadi DM tipe 1

Destruksi progresif sel-sel beta mengarah pada defisiensi insulin progresif.


Insulin merupakan hormon anabolik utama. Sekresi normal sebagai respons
terhadap makanan secara istimewa dimodulasi oleh mekanisme neural, hormonal
dan berkaitan substrat yang memungkinkan pengendalian penyusunan bahan
makanan yang dikonsumsi sebagai energi unutuk penggunaan segera atau di masa
mendatang; mobilisasi energi selama keadaaan puasa tergantung pada kadar insulin
plasma yang rendah.
Kendatipun defisiensi insulin merupakan cacat primer, beberapa perubahan
sekunder yang melibatkan hormon stress (epinefrin, kortisol, hormon pertumbuhan
dan glukagon) memperbesar kecepatan dan beratnya dekompensasi metabolik.
Peningkatan konsentrasi plasma dari hormon kontra-regulasi ini memperberat
kekacauan metabolik dengan mengganggu sekresi insulin selanjutnya (epinefrin),
mengantagonisme kerja insulin (epinefrin, kortisol, hormon pertumbuhan), serta
mempermudah glikogenolisis, glukoneogenesis, lipolisis dan ketogenesis sambil
menurunkan penggunaan glukosa serta clearance ginjal. Semua perubahan normal
ini kembali normal dengan terapi insulin yang adekuat. Namun dapat dilakukan
supresi selektif beberapa hormon kontra-regulasi. Misalnya supresi glukagon,

15
hormon pertumbuhan dan aliran darah organ dalam oleh diabetes, memperlambat
kecepatan perkembangan ke arah ketoasidosis, serta mempermudah pengendalian
metabolik.
Defisiensi insulin bersama dengan kadar epinefrin, kortisol, hormon
pertumbuhan dan glukagon plasma yang berlebihan, berakibat produksi glukosa
yang tak terkendali serta gangguan penggunaanya; akibatnya timbul hiperglikemi
dan peningkatan osmolalitas. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar
plasma hormon kontraregulasi juga bertanggung jawab atas percepatan lipolisis dan
ganguan sintesis lipid, yang berakibat peningkatan kadar plasma lipid total,
kolesterol, trigliserid dan asam lemak bebas. Keadaan hormonal yang saling
mempengaruhi antara defisiensi insulin dan kelebihan glukaakan menmbulkan
jalan pintas bagi asam lemak bebas untuk membentuk keton; kecepatan
pembentukan keton ini, terutama betahidroksibutirat dan asetoasetat, melampui
kapasitas pengunaan perifer serta ekskresi ginjal. Akumulasi asam keton ini
menimbulkan asidosis metabolik serta pernafasan kompensasi yang cepat sebagai
usaha mengekskresi kelebihan CO2 (pernafasan kussmaul). Aseton yang dibentuk
melalui konversi non-enzimatik asetoasetat, bertanggung jawab atas timbulnya bau
buah yang karakteristik pada pernafasan ini. Keton diekskresi ke dalam kemih
bersama-sama dengan kation, yang selanjutnya meningkatkan kehilangan air dan
elektrolit. Dengan dehidrasi progresif, asidosis, hiperosmolaritas dan berkurangnya
penggunaan oksigen otak, maka terjadi gangguan kesadaran dan pasien akhirnya
jatuh ke dalam koma. Dengan demikian, defisiensi insulin menimbulkan suatu
stasus katabolik yang dalam-suatu kelaparan berat- dimana semua gambaran klinis
awal dapat dijelaskan atas dasar perubahan metabolisme perantara yang talah
diketahui. Keparahan dan lamanya gejala mencerminkan derajat insulinopenia.
(Richard E.Behrman, 1992)
Adanya gangguan dalam regulasi insulin, khususnya pada DM tipe 1 dapat
cepat menjadi diabetik ketoasidosis manakala terjadi : 1). Diabetes tipe 1 yang tidak
terdiagnosa 2). Ketidakseimbangan jumlah intake makanan dengan insulin 3).
Adolescen dan pubertas 4). Aktivitas yang tidak terkontrol pada diabetes 5). Stres
yang berhubungan dengan penyakit, trauma, atau tekanan emosional.

16
Gangguan produksi atau gangguan reseptor insulin.

Penurunan proses penyimpanan glukosa dalam hati.

Penurunan kemampuan reseptor sel dalam uptake glukosa.

Kadar glukosa >>, kelaparan tingkat selular.

Hiperosmolar dalam, peningkatan proses glikolisis dan glukoneogenesis

Proses pemekatan <<

Glukosuria shiff cairan intraseluler ekstraseluler

Pembentukan benda keton

Poliuria

Dehidrasi

Keseimbangan kalori negatif rangsang metabolisme anaerobic

17
Polifagia dan tenaga <<asidosis

Kesadaran terganggu

Nutrisi : kurang dari kebutuhan ganguan kes. Cairan dan elektrolit

Resiko tinggi cedera

Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical


Practice Consencus Guidelines tahun 2009.
- Periode pra-diabetes
- Periode manifestasi klinis
- Periode honey moon
- Periode ketergantungan insulin yang menetap

Periode Pra-Diabetes
Pada periode ini, gejala-gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini
sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel -pankreas. Predisposisi genetik tertentu
memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang
ditandai dengan mulai berkurangnya sel -pankreas yang berfungsi. Kadar C-petide
mulai menurun. Pada periode ini autoantibody mulai ditemukan apabila dilakukan
pemeriksaan laboratorium.

Periode Manifestasi Klinis


Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul. Pada periode ini sudah
terjadi sekitar 90% kerusakan sel -pankreas. Karena sekresi insulin sangat kurang,
maka kadar gu;a darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi
180mg/dL akan menyebabkan dieresis osmotik. Keadaan ini menyebabkan
terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin (poliuri, dehidrasi,
polidipsi). Karena gula darah tidak dapat di-uptake ke dalam sel, penderita akan

18
merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada periode ini
penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-uptake ke dalam sel.

Periode Honey Moon


Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini
sisa-sisa sel -pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari
dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang
hingga kurang dari 0,5 U/kgBB/hari. Namun periode ini hanya berlangsung
sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi
pada orang tua bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang menetap.

Periode Ketergantungan Insulin yang Menetap


Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. pada periode ini
penderita akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.

2.6 GEJALA

Polidipsi, poliuria, polifagia, berat badan turun

Hiperglikemia ( 200 mg/dl), ketonemia, glukosuria


Anak dengan DM tipe 1 cepat sekali menjurus ke dalam ketoasidosis diabetik
yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak
diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe 1, penderita harus
segera dirawat inap.

2.7 DIAGNOSIS

19
20
21
2.8 TERAPI
Tatalaksana

22
23
24
Tehnik penyuntikan
Insulin harus disuntikkan secara subkutan dalam dengan melakukan
pinched (cubitan) dan jarum suntik harus membentuk sudut 45 derajat, atau
90 derajat bila jaringan subkutannya tebal. Untuk penyuntikan tidak perlu
menggunakan alkohol sebagai tindakan aseptik pada kulit.
Tempat penyuntikan dapat dilakukan di abdomen, paha bagian
depan, pantat, dan lengan atas. Penyuntikan ini dapat dilakukan pada
daerah yang sama setiap hari tetapi tidak dianjurkan untuk melakukan
penyuntikan pada titik yang sama. Rotasi penyuntikan sangat
dianjurkan untuk mencegah timbulnya lipohipertrofi atau lipodistrofi .
Penyuntikan insulin kerja cepat lebih dianjurkan di daerah abdomen
karena penyerapan lebih cepat. Di daerah paha dan pantat penyerapan
insulin kerja menengah lebih lambat.

2.1 Komplikasi

Komplikasi jangka pendek (akut) yang sering terjadi : hipoglikemia dan


ketoasidosis. Komplikasi jangka panjang biasanya terjadi setelah tahun ke-5,
berupa : nefropati, neuropati, dan retinopati. Nefropati diabetik dijumpai pada 1
diantara 3 penderita DM tipe 1.
Diagnosis dini dan pengobatan dini penting sekali untuk :
1. mengurangi terjadinya gagal ginjal berat, yang memerlukan dialisis.
2. menunda end stage renal disease dan dengan ini memperpanjang umur
penderita.
Adanya mikroalbuminuria merupakan parameter yang paling sensitif
untuk identifikasi penderita resiko tinggi untuk nefropati diabetik.
Mikroalbuminuria mendahului makroalbuminuria. Pada anak dengan DM tipe-1
selama > 5 tahun, dianjurkan skrining mikroalbuminuria 1x/tahun. Bila tes positif,
maka dianjurkan lebih sering dilakukan pemeriksaan. Bila didapatkan hipertensi
pada penderita DM tipe-1, biasanya disertai terjadinya nefropati diabetik.

25
Tindakan : pengobatan hiperglikemia dan hipertensi (bila ada).

26

Anda mungkin juga menyukai