PENDAHULUAN
Bells palsy atau biasa yang disebut paralisis fasialis idiopatik merupakan
salah satu gangguan neurologik yang dipengaruhi oleh nervus kranial.
Gangguan ini bersifat akut, unilateral dan mengenai lower motor neuron
nervus facialis yang pada 80-90% kasus sembuh secara perlahan. Bells palsy
dapat disebabkan oleh edema dan iskemik akibat penekanan pada nervus
kranialis. Penyebab edema dan iskemik ini dapat disebabkan oleh iskemik
vaskular, virus, bakteri, herediter maupun imunologi. Namun peranan infeksi
virus merupakan penyebab tersering seperti reaktivasi infeksi laten dari virus
herpes simpleks tipe 1 (HSV).1
Respirasi : 19 x / menit
Suhu : 36,20 C
Kepala :Normocepali
Mata : Anemis -/-, icterus -/-, reflek pupil +/+, isokor
Hidung : Deviasi -/-, secret -/-,
Telinga : Nyeri -/-, Hiperemis -/-
Mulut : sianosis (-)
Leher : simetris (+), pembesaran KGB (-)
Thorax :
Cor : S1S2tunggal regular, murmur (-)
Pulmo : dada simetris, retraksi intercostalis (-), tidak ada
ketertinggalan
nafas vesikuler (+), ronchi (-), weezing (-)
Abdomen : bentuk simetris, distensi (-), massa (-), lien tidak
teraba, hepar tidak teraba
HASIL PEMERIKSAAN
N VII Kanan Kiri
Otot wajah dalam istirahat
Lipatan dahi Asimetris
Sulkus nasolabialis Normal Mendatar
Sudut bibir sudut bibir sisi kiri lebih rendah
Otot wajah saat kontraksi
Mengerutkan dahi Asimetris
Menutup mata Normal Lagoftalmus
555 555 N N
2.6 555 555 Refleks N N (fisiologis, patologis)
(kanan/kiri)
Fisiologis ++
Patologis
- -
- -
1. Bells palsy
2. Herpes Zoster Oticus
3. Trauma kapitis
4. Tumor Intrakranialis
2.11 Penatalaksanaan
Mecobalamin 3x500 mg
Metilprednisolon 3x4 mg
Fisioterapi
2.12 Prognosis
Ad vitam : Bonam
BAB III
LANDASAN TEORI
Perjalanan saraf fasialis dimulai dari area motorik korteks serebri yang
terletak pada girus pre-sentralis dan post-sentralis. Sinyal yang berasal dari
neuron pada area motorik korteks serebri dihantarkan melalui fasikulus-
fasikulus jalur kortikobulbar menuju kapsula interna kemudian melewati
bagian atas midbrain menuju batang otak bagian bawah untuk bersinapsis
pada nukleus saraf fasialis di pons.2,3,8
Saraf fasialis mempunyai dua nukleus yaitu nukleus superior dan inferior.
Nukleus superior dipersarafi korteks motoris secara bilateral sedangkan
nukleus inferior hanya disarafi dari satu sisi. Kedua serabut nukleus berjalan
mengitari nukleus saraf abdusen lalu meninggalkan pons bersama-sama
dengan saraf vestibulo-koklearis dan intermedius (Whrisberg) melewati sudut
cerebelopontin kemudian masuk kedalam tulang temporal melalui porus
akustikus internus. Setelah berada didalam tulang temporal, saraf fasialis akan
berjalan dalam suatu saluran yang disebut kanal falopi yang kemudian masuk
ke os mastoid. Kemudian keluar dari tengkorak melalui foramen
stilomastoideus dan kemudian mempersarafi otot-otot wajah.2,3
3.3 Epidemiologi2,9
Bells Palsy merupakan salah satu kelainan neurologis nervus kranial
tersering dan merupakan penyebab paralisis wajah tersering di dunia. Bells
Palsy diperkirakan merupakan penyebab 60-70% dari total kasus paralisis
fasial unilateral akut. Bells Palsy lebih sering terjadi pada orang dewasa,
penderita diabetes mellitus, immunokompromis, dan perempuan hamil.
3.4 Faktor Resiko9
1) Paparan dingin (kehujanan, udara malam, AC)
2) Infeksi (HSV tipe 1)
3) Penyakit autoimun
4) Diabetes mellitus
5) Hipertensi
6) Kehamilan
3.5 Etiologi
3. Teori herediter1,8
3.6 Patofisiologi
Patofisiologi timbulnya Bells Palsy secara pasti masih dalam
perdebatan. Nervus fasialia (N.VII) berjalan melalui bagian dari tulang
temporal yang disebut dengan kanalis fasialis. Adanya edema dan iskemia
menyebabkan kompresi dari N.VII dalam kanalis fasialis menyebabkan
N.VII terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN. Kompresi N.VII ini dapat dilihat dengan MRI.
Bagian pertama dari kanalis fasialis yang disebut dengan segmen
labyrinthine adalah bagian yang paling sempit, meatus foramen ini
memiliki diameter 0,66 mm. Lokasi inilah yang diduga merupakan tempat
Gambar 3.6 . (A) Paralisis N.fasialis perifer (B) Paralisis N. fasialis sentral
e. Lesi di daerah meatus acusticus interna. Gejala dan tanda klinik seperti
lesi di luar foramen stylomastoideus, lesi di canalis facialis, lesi di
canalis facialis lebih tinggi lagi, lesi di tempat yang lebih tinggi lagi,
ditambah dengan tuli sebagai akibat dari terlibatnya vagus nerve (VIII).
3.8 Diagnosis
1) Anamnesis
3) Pemeriksaan neurologi1,2,7
c. Pemeriksaan Refleks.
Ganggua
Kelaina
n Gangguan
Letak Lesi n Hiposekresi saliva
pengecap pendengaran
motorik
an
Pons-meatus +
akustikus + + tuli/hiperaku +
internus sis
Meatus akustikus
+
internus-ganglion + + +
Hiperakusis
genikulatum
Ganglion
+
genikulatum-N. + + +
Hiperakusis
Stapedius
N.stapedius-
+ + + +
chorda tympani
Chorda tympani + + - +
Infra chorda + - - -
tympani-sekitar
foramen
1. Grade I Normal
2. Trauma kapitis
3. Tumor Intrakranialis
3.11 Tatalaksana
1. Farmakologi1,2
Steroid prednisolon 1 mg/kg atau 60 mg/hari selama 6 hari, diikuti
dengan tapering off, dengan total pengobatan selama 10 hari
Antiviral asiklovir dosis 400 mg oral 5 kali sehari selama 10 hari. Jika
dicurigai infeksi virus varisella zoster diberikan dosis 800 mg oral 5
kali sehari.
Vitamin B1, B6 dan B12 dalam dosis tinggi dengan ACTH im 40-60
satuan selama 2 minggu dapat mempercepat penyembuhan.2,9
Penderita Bells palsy sering merasa malu dan menarik diri dari
pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat
kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan
menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu dapat bekerja
pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk
masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat
kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa
kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat penting untuk
kesembuhan penderita.
5. Program Psikologik
6. Home Program
c) Reinervasi yang salah dari saraf fasialis. Reinervasi yang salah dari saraf
fasialis dapat menyebabkan (1) sinkinesis yaitu gerakan involunter yang
mengikuti gerakan volunter, contohnya timbul gerakan elevasi involunter
dari sudut mata, kontraksi platysma, atau pengerutan dahi saat
memejamkan mata, (2) crocodile tear phenomenon, yang timbul beberapa
bulan setelah paresis akibat regenerasi yang salah dari serabut otonom
yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis.
Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum. contohnya air mata pasien
keluar pada saat mengkonsumsi makanan, dan (3) clonic facial spasm
(hemifacial spasm), yaitu timbul kedutan secara tiba-tiba (shock-like)
pada wajah yang dapat terjadi pada satu sisi wajah saja pada stadium awal,
kemudian mengenai sisi lainnya (lesi bilateral tidak terjadi bersamaan).
Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi
ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa
bulan atau 1-2 tahun kemudian.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
2. Tanto C., Liwang F,. Hanifati S. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi iv.
Media aeskulapius: Jakarta . Hal 957-958.
3. Patel AA. Facial Nerve Anatomy. Diakses 9 mei 2017. Terdapat pada:
www.emedicine.medscape.com/article/835286-overview.
4. Myers EN. Operative Otolaryngology: Head and Neck Surgery. 2 nd ed.
London: Saunders; 2008.p.1257-69.
5. Taylor DC. Bell Palsy. Diakses: 8 Juni 2015. Terdapat pada:
www.emedicine.medscape.com/article/1146903-overview.
6. Frotscher.M, Baehr.M, 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta.
EGC. Hal 149-151.
7. Ngoerah, I Gusti Nengah Gede.2017.Dasar-Dasar Ilmu Penyakit
Saraf.Denpasar: Universitas Udayana Press hal 163-167
8. Mardjono.M, Sidharta.P. 2012. Buku Ajar Neurologi Klinis.Jakarta: Dian
Rakyat.
9. Ikatan Dokter Indonesia. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta
Fk.unila.ac.id>uploads>2015/10>PPK-Dokter-di-Fasyankes-Primer.pdf