Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bells palsy atau biasa yang disebut paralisis fasialis idiopatik merupakan
salah satu gangguan neurologik yang dipengaruhi oleh nervus kranial.
Gangguan ini bersifat akut, unilateral dan mengenai lower motor neuron
nervus facialis yang pada 80-90% kasus sembuh secara perlahan. Bells palsy
dapat disebabkan oleh edema dan iskemik akibat penekanan pada nervus
kranialis. Penyebab edema dan iskemik ini dapat disebabkan oleh iskemik
vaskular, virus, bakteri, herediter maupun imunologi. Namun peranan infeksi
virus merupakan penyebab tersering seperti reaktivasi infeksi laten dari virus
herpes simpleks tipe 1 (HSV).1

Di Indonesia sendiri, insiden bells palsy secara pasti sulit ditentukan.


Data yang dikumpulkan dari 4 buah rumah sakit di Indonesia didapatkan
hasil bahwa frekuensi bells palsy sebesar 19,55% dari seluruh kasus
neuropati dan yang terbanyak pada usia 21-30 tahun. Bells Palsy
diperkirakan merupakan penyebab 60-70% dari total kasus paralisis fasial
unilater akut.

Kondisi yang sering dijumpai pada penderita adalah kelumpuhan pada


salah satu sisi wajah, ekspresi pada wajah akan menghilang, sudut mulut
menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut yang sehat,
kelopak mata tidak dapat dipejamkan, kerut dahi menghilang 1,2,7
pengobatan pada bells palsy yakni diberikan obat anti inflamasi dan
fisioterapi. Fisioterapi yang dilakukan kepada pasien bells palsy antara lain
pemanasan dengan sinar infra red, stimulasi elektris dengan arus faradik
dan terapi latihan dengan mirror exercise.1,2,7

Bells Palsy Page 1


BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : IMK
Tanggal Lahir : 12-01-1976
Usia : 41 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Bangsa : Indonesia
Suku : Bali
Agama : Hindu
Pekerjaan : Petani
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal MRS : 08-05-2017
Alamat :Kintamani
Waktu pemeriksaan : 08/05/2017
2.2 Anamnesa
Keluhan utama : Mulut sebelah kiri mencong
Keluhan penyakit sekarang :Pasien laki-laki umur 41 tahun datang ke
poli saraf bersama keluarganya dengan
keluhan mulut sebelah kiri mencong sejak
lima hari yang lalu. Pasien mengaku
mulutnya mencong secara mendadak ketika
bangun pagi. Keluhan memberat satu hari
sebelum datang ke rumah sakit. Pasien
mengaku sebelumnya hanya mulutnya saja
yang mencong namun semakin hari pasien
merasa wajah sebelah kiri lemah dan tidak
bisa di gerakkan. Pasien merasa tidak enak
makan (tidak bisa merasakan rasa makanan),
sudut mulut sebelah kiri tidak bisa di angkat,

Bells Palsy Page 2


kemudian dahi sebelah kiri tidak dapat
dikerutkan, pasien juga mengeluh tidak bisa
tersenyum, tidak bisa menutup mata yang
bagian sebelah kiri. Ketika pasien berkumur
air keluar ke mulut sebelah kanan. Pasien
menyangkal adanya pandangan ganda,
telinga berdenging, nyeri di telinga, pusing
berputar, kelemahan pada tangan dan kaki,
nyeri kepala, mual, muntah, kejang, dan
penurunan kesadaran. Sebelumnya pasien
tidak pernah minum obat namun pasien
menggunakan pengobatan tradisional. Pasien
baru pertama kali mengalami gejala seperti
ini.
Riwayat penyakit terdahulu :
Hipertensi : (-)
Asthma : (-)
Perdarahan : (-)
Diabetes mellitus : (-)
Tbc paru : (-)
lain-lain

Riwayat penyakit keluarga : Hipertensi : (-)


Asma : (-)
Diabetes mellitus : (-)
lain-lain tidak diketahui.
Riwayat sosial : merokok (-) tidak mengkonsumsi alkohol
dan obat-obat terlarang.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
Tanda Vital :

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Bells Palsy Page 3


Nadi : 76 x / menit

Respirasi : 19 x / menit

Suhu : 36,20 C

Kepala :Normocepali
Mata : Anemis -/-, icterus -/-, reflek pupil +/+, isokor
Hidung : Deviasi -/-, secret -/-,
Telinga : Nyeri -/-, Hiperemis -/-
Mulut : sianosis (-)
Leher : simetris (+), pembesaran KGB (-)

Thorax :
Cor : S1S2tunggal regular, murmur (-)
Pulmo : dada simetris, retraksi intercostalis (-), tidak ada
ketertinggalan
nafas vesikuler (+), ronchi (-), weezing (-)
Abdomen : bentuk simetris, distensi (-), massa (-), lien tidak
teraba, hepar tidak teraba

Punggung :tidak dievaluasi


Genitalia : tidak dievaluasi
+ +
Ekstremitas :deformitas (-), akral hangat
+ +
2.4 Status Neurologis
Rangsangan Meningen :
Kaku kuduk : (-) Kernig Sign: (-) Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Saraf Kranial
1) Paresis N.VI (-)
2) N.VII

HASIL PEMERIKSAAN
N VII Kanan Kiri
Otot wajah dalam istirahat
Lipatan dahi Asimetris
Sulkus nasolabialis Normal Mendatar
Sudut bibir sudut bibir sisi kiri lebih rendah
Otot wajah saat kontraksi
Mengerutkan dahi Asimetris
Menutup mata Normal Lagoftalmus

Bells Palsy Page 4


Senyum
Senyum Lateralisasi ke kanan

3) Paresis N.VIII (-)


2.5 Motorik (tenaga, tonus, koordinasi, gerakan involunter, langkah dan
gaya jalan)
Tenaga Tonus Trofik

555 555 N N
2.6 555 555 Refleks N N (fisiologis, patologis)
(kanan/kiri)
Fisiologis ++
Patologis

- -
- -

2.7 Diagnosis Neurologis Klinis


GCS E4V5M6
Paresis N. VII sinistra infranuklear

2.8 Diagnosis Topis


N VII Sinistra setinggi korda timpani
2.9 Diagnosis Banding

1. Bells palsy
2. Herpes Zoster Oticus
3. Trauma kapitis
4. Tumor Intrakranialis

2.10 Diagnosis Kerja


Bells Palsy

2.11 Penatalaksanaan
Mecobalamin 3x500 mg
Metilprednisolon 3x4 mg
Fisioterapi

2.12 Prognosis
Ad vitam : Bonam

Bells Palsy Page 5


Ad fungsionam : Bonam
Ad sanationam : Bonam

BAB III
LANDASAN TEORI

3.1 Definisi Bells Palsy


Bells Palsy adalah paralisis nervus fasialis (NVII) yang bersifat akut,
unilateral, perifer, dan mempengaruhi Lower Motor Neuron. Dikenal juga
dengan nama paralisis fasialis idiopatik (Idiopatik Facial Paralysis).2

Bells Palsy Page 6


Gambar 3.1 Bells plasy
3.2 Struktur anatomi

Perjalanan saraf fasialis dimulai dari area motorik korteks serebri yang
terletak pada girus pre-sentralis dan post-sentralis. Sinyal yang berasal dari
neuron pada area motorik korteks serebri dihantarkan melalui fasikulus-
fasikulus jalur kortikobulbar menuju kapsula interna kemudian melewati
bagian atas midbrain menuju batang otak bagian bawah untuk bersinapsis
pada nukleus saraf fasialis di pons.2,3,8

Saraf fasialis mempunyai dua nukleus yaitu nukleus superior dan inferior.
Nukleus superior dipersarafi korteks motoris secara bilateral sedangkan
nukleus inferior hanya disarafi dari satu sisi. Kedua serabut nukleus berjalan
mengitari nukleus saraf abdusen lalu meninggalkan pons bersama-sama
dengan saraf vestibulo-koklearis dan intermedius (Whrisberg) melewati sudut
cerebelopontin kemudian masuk kedalam tulang temporal melalui porus
akustikus internus. Setelah berada didalam tulang temporal, saraf fasialis akan
berjalan dalam suatu saluran yang disebut kanal falopi yang kemudian masuk
ke os mastoid. Kemudian keluar dari tengkorak melalui foramen
stilomastoideus dan kemudian mempersarafi otot-otot wajah.2,3

Bells Palsy Page 7


Gambar 3.2 Anatomi N VII

Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu:7,8

a. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m.


levator palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus
bagian posterior dan stapedius di telinga tengah
b. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus
salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan
mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan
glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis.
c. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat
pengecap di dua pertiga bagian depan lidah.
d. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu
dan rasa raba dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang
dipersarafi oleh nervus trigeminus.

Nervus fasialis propius yaitu nervus tujuh murni mempersarafi otot-


otot wajah, stapedius ditelinga tengah, otot post aurikular dan posterior
digastrikus. Nervus fasialis intermedius (Whirsberg) merupakan nervus
yang lebih tipis yang membawa saraf aferen otonom dan eferen otonom.
Aferen otonom mengantar impuls dari alat pengecap di 2/3 depan lidah.

Bells Palsy Page 8


Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf
lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan
kemudian ke nukleus traktus solitarius. Eferen otonom datang dari nucleus
salivatorius superior yang terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok
akson dari nukleus keluar dari ganglion genikulatum dan bercabang
menjadi dua yaitu ke glandula lakrimalis dan glandula mukosa nasal.
Kelompok akson lain berjalan terus ke kaudal dan korda timpani serta
nervus lingualis ke ganglion submandibularis. Dari sana impuls berjalan
ke glandula sublingualis dan submandibularis yang akan merangsang
salivasi.1,6,7

3.3 Epidemiologi2,9
Bells Palsy merupakan salah satu kelainan neurologis nervus kranial
tersering dan merupakan penyebab paralisis wajah tersering di dunia. Bells
Palsy diperkirakan merupakan penyebab 60-70% dari total kasus paralisis
fasial unilateral akut. Bells Palsy lebih sering terjadi pada orang dewasa,
penderita diabetes mellitus, immunokompromis, dan perempuan hamil.
3.4 Faktor Resiko9
1) Paparan dingin (kehujanan, udara malam, AC)
2) Infeksi (HSV tipe 1)
3) Penyakit autoimun
4) Diabetes mellitus
5) Hipertensi
6) Kehamilan

3.5 Etiologi

Bells Palsy masih kontroversial. Kelainan ini kemungkinan disebabkan


oleh virus, inflamasi, autoimun dan iskemik. Bukti terbaru menjelaskan
adanya hubungan antara Bells Palsy dengan reaktivasi virus herpes simpleks
tipe 1 pada ganglia nervus kranial.1
Ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bells palsy yaitu:4,1,2
1. Teori iskemik vaskuler
Teori iskemik vaskuler. Teori ini dikemukakan oleh Mc. Groven
pada tahun 1955 yang menyatakan bahwa adanya ketidakstabilan

Bells Palsy Page 9


otonomik dengan respon simpatis yang berlebihan. Hal ini menyebabkan
spasme pada arteriol dan statis pada vena di bagian bawah kanalis spinalis.
Vasospasme ini menyebabkan iskemik dan terjadinya oedem.
2. Teori Infeksi Virus6

Herpes simplex virus tipe 1 merupakan virus penyebab utama


terjadinya Bells palsy selain virus Epstein-Barr. Virus ini dapat ditemukan
pada nasofaring orang yang terkena Bells palsy dalam fase akut. Virus ini
predileksinya di ganglion sel sensoris dalam fase laten. Nervus fasialis
yang mengandung saraf sensoris terletak di ganglion genikulatum, dimana
apabila terjadi infeksi di nervus fasialis menyebabkan ganglionitis
genikulatum yang dapat mendasari terjadinya Bells palsy.

3. Teori herediter1,8

Bells palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit


pada keturunan atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi
untuk terjadinya paresis fasialis.
4. Teori imunologi1,8
Dikatakan bahwa Bells palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap
infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.
Berdasarkan teori ini maka penderita bells palsy diberikan pengobatan
kotikosteroid dangan tujuan untuk mengurangi inflamasi dan edema di dalam
kanalis Fallopi dan juga sebagai immunosupresor.

Bells Palsy Page 10


Gambar 3.4 Etiologi Bells palsy

3.6 Patofisiologi
Patofisiologi timbulnya Bells Palsy secara pasti masih dalam
perdebatan. Nervus fasialia (N.VII) berjalan melalui bagian dari tulang
temporal yang disebut dengan kanalis fasialis. Adanya edema dan iskemia
menyebabkan kompresi dari N.VII dalam kanalis fasialis menyebabkan
N.VII terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN. Kompresi N.VII ini dapat dilihat dengan MRI.
Bagian pertama dari kanalis fasialis yang disebut dengan segmen
labyrinthine adalah bagian yang paling sempit, meatus foramen ini
memiliki diameter 0,66 mm. Lokasi inilah yang diduga merupakan tempat

Bells Palsy Page 11


paling sering terjadinya kompresi pada N.VII pada Bells Palsy, karena
bagian ini merupakan tempat yang paling sempit maka terjadinya
inflamasi, demielinisasi, iskemia, ataupun proses kompresi paling
mungkin terjadi. 1,2,6

Gambar 3.5 Gambar N VII

Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi


dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab
terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, terjepit di
dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis
LMN. Pada lesi LMN dapat terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di
os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada
cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah
sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena
itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus
rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis
nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif
ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan
lidah).1,2
Infeksi virus dapat menyebabkan inflamasi yang biasanya terjadi
di meatus akustikus internus dimana ini akan mengakibatkan kompresi
atau penekanan pada kanal falopi pada segmen labirin yang akan

Bells Palsy Page 12


mengakibatkan terjadinya infark. Kerusakan pada pembungkus myelin
dapat menyebabkan gangguan seperti terhambatnya penghantaran sinyal
dari otak ke otot-otot fasialis. Gangguan ini dapat juga disebabkan oleh
penyakit-penyakit seperti Lyme Disease, diabetes mellitus, tumor, HIV,
chickenpox atau trauma di wajah yang dekat dengan nervus fasialis.1,2

Mc. Groven pada tahun 1955 yang menyatakan bahwa adanya


ketidakstabilan otonomik dengan respon simpatis yang berlebihan. Hal ini
menyebabkan spasme pada arteriol dan statis pada vena di bagian bawah
kanalis spinalis. Vasospasme ini menyebabkan iskemik dan terjadinya
oedem. Selain itu, variasi anatomik familial kanalis fasialis memiliki
kecendrungan terjadinya kelumpuhan fasialis. Konstriksi dari kanal falopi
menyebabkan terjadinya kelumpuhan fasialis yang rekuren. 1,2,6

Gambar 3.6 . (A) Paralisis N.fasialis perifer (B) Paralisis N. fasialis sentral

3.7 Manifestasi klinis2,6,7,9


Paralisis akut motorik otot wajah pada bagian atas dan bawah
unilateral (dalam periode 84 jam)
Nyeri dibelakang telinga, otalgia, hiperakusis
Nyeri okuler, epifora, penurunan produksi air mata
Kelemahan kelopak mata (kelopak mata tidak bisa menutup sempurna)
Gangguan mengecap
Rasa seperti tebal pada pipi/mulut
Hilangnya lipatan nasolabial dan kening pada sisi yang lumpuh
Ketika pasien mengangkat alis sisi yang terkena tetap rata

Bells Palsy Page 13


Ketika pasien tersenyum wajah menjadi distorsi dan terjadi lateralisasi
ke sisi berlawanan terhadap sisi yang lumpuh.

Bell's palsy berdasarkan letak Lesi2,6,7

a. Lesi pada nervus fasialis disekitar foramen stylomastoideus. Mulut


turun dan mencong ke sisi yang sehat sehingga sudut mulut yang
lumpuh tampaknya lebih tinggi kedudukannya daripada posisi yang
sehat, maka penderitanya tidak dapat bersiul, mengedip dan
menutupkan matanya. Lakrimalis yang berlebihan akan terjadi jika
mata tidak terlindungi / tidak bisa menutup mata sehingga pada mata
akan lebih mudah mendapat iritasi berupa angin, debu dan sebagainya,
selain itu pula lakrimalis yang berlebihan ini terjadi karena proses
regenerasi dan mengalirnya axon dari kelenjar liur ke kelenjar air mata
pada waktu makan

b. Lesi pada kanalis fasialis mengenai nervus chorda tympani. Seluruh


gejala di atas terdapat, ditambah dengan hilangnya sensasi pengecapan
dua pertiga depan lidah berkurangnya salivasi yang terkena.

c. Bila lesi terdapat di saraf yang menuju ke muskulus stapedius dapat


terjadi hiperakusis (sensiti vitas nyeri terhadap suara keras).

d. Lesi pada ganglion genikulatum akan menimbulkan semua gejala


diatas disertasi rasa nyeri dibelakang telinga. Sindrome Ramsay Hunt
merupakan Bells yang disertai herpes Zoster pada ganglion
geniculatum, lesi lesi herpetik terlihat pada membrana tympani,
canalis auditorium eksterna, dan pada pinna.

e. Lesi di daerah meatus acusticus interna. Gejala dan tanda klinik seperti
lesi di luar foramen stylomastoideus, lesi di canalis facialis, lesi di
canalis facialis lebih tinggi lagi, lesi di tempat yang lebih tinggi lagi,
ditambah dengan tuli sebagai akibat dari terlibatnya vagus nerve (VIII).

Bells Palsy Page 14


f. Lesi di tempat keluarnya facial nerve (N.VII) dari pons. Gejala dan
tanda klinik sama dengan di atas, disertai gejala dan tanda terlibatnya
trigeminus nerve (N.V), vagus nerve (N.X), dan kadang-kadang juga
abducens nerve (N.VI), accessory nerve (N.XI), dan hypoglossal nerve
(N.XII).

3.8 Diagnosis
1) Anamnesis

Pasien mengeluhkan gejala sesuai dengan letak dari lesi N. fasialis.


Seperti Rasa nyeri, gangguan atau kehilangan pengecapan, riwayat
pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di
ruangan terbuka atau di luar ruangan, riwayat penyakit yang pernah
dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes,
dan lain-lain.1
2) Pemeriksaan Fisik

Gambaran paralisis wajah mudah dikenali pada pemeriksaan fisik.


Pemeriksaan yang lengkap dan tepat dapat menyingkirkan kemungkinan
penyebab lain paralisis wajah.

3) Pemeriksaan neurologi1,2,7

a. Pemeriksaan motorik nervus fasialis.


- Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang
sehat saja.
- Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat
- Memejamkan mata dengan kuat : pada sisi yang sakit kelompak
mata tidak dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola mata ke
atas dapat dilihat. Hal tersebut dikenal Fenomena Bell. Selain itu
dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang sakit lebih
lambat dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat, hal
ini dikenal sebagai Lagoftalmus.

Bells Palsy Page 15


- Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat
dikembungkan.
- Pasien disuruh utnuk memperlihatkan gigi geliginya atau disuruh
meringis menyeringai : sudut mulut sisi yang lumpuh tidak dapat
diangkat sehingga mulut tampaknya mencong ke arah sehat dan
juga sulcus nasolabialis pada sisi wajah yang sakit mendatar.
b. Pemeriksaan sensorik pada nervus fasialis.

Sensasi pengecapan diperiksa sebagai berikut : rasa manis


diperiksa pada bagian ujung lidah dengan bahan berupa garam, dan
rasa asam diperiksa pada bagian tengah lidah dengan bahan asam
sitrat. Pengecapan 2/3 depan lidah : pengecapan pada sisi yang tidak
sehat kurang tajam.

c. Pemeriksaan Refleks.

Pemeriksaan reflek yang dilakukan pada penderita Bells Palsy


adalah pemeriksaan reflek kornea baik langsung maupun tidak
langsung dimana pada paresis nervus VII didapatkan hasil berupa
pada sisi yang sakit kedipan mata yang terjadi lebih lambat atau tidak
ada sama sekali. Selain itu juga dapat diperiksa refleks nasopalpebra
pada orang sehat pengetukan ujung jari pada daerah diantara kedua
alis langsung dijawab dengan pemejaman kelopak mata pada sisi,
sedangkan pada paresis facialis jenis perifer terdapat kelemahan
kontraksi m. orbikularis oculi (pemejaman mata pada sisi sakit).

Beberapa pemeriksaan sederhana lain yang dapat dilakukan


untuk membantu penegakkan diagnosa antara lain :

- Stethoscope Loudness Test


Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi dari
muskulus stapedius. Pasien diminta menggunakan stetoskop
kemudian dibunyikan garpu tala pada membran stetoskop, maka

Bells Palsy Page 16


suara yang keras akan terlateralisasi ke sisi muskulus stapedius
yang lumpuh

- Schirmer Blotting Test.


Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi lakrimasi.
Digunakan benzene yang menstimulasi refleks nasolacrimalis
sehingga dapat dibandingkan keluar air mata dapat dibandingkan
antara sisi yang lumpuh dan yang normal.
4) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologis dengan CT-scan atau radiografi polos dapat
dilakukan untuk menyingkirkan fraktur, metastasis tulang, dan keterlibatan
sistem saraf pusat (SSP). Pemeriksaan MRI dilakukan pada pasien yang
dicurigai neoplasma di tulang temporal, otak, glandula parotis, atau untuk
mengevaluasi sklerosis multipel.2.
5) Diagnosis klinis
Ditegakkan dengan adanya paresis N.VII perifer dan bukan sentral.
Umumnya unilateral.
6) Diagnosis topik

Ganggua
Kelaina
n Gangguan
Letak Lesi n Hiposekresi saliva
pengecap pendengaran
motorik
an
Pons-meatus +
akustikus + + tuli/hiperaku +
internus sis
Meatus akustikus
+
internus-ganglion + + +
Hiperakusis
genikulatum
Ganglion
+
genikulatum-N. + + +
Hiperakusis
Stapedius
N.stapedius-
+ + + +
chorda tympani
Chorda tympani + + - +
Infra chorda + - - -
tympani-sekitar
foramen

Bells Palsy Page 17


stilomastoideus

3.9 Klasifikasi Derajat Paresis Fasialis

a. House And Brackmann

1. Grade I Normal

Fungsi fasial normal, simetri pada semua area

Gambar 3.7 Grade Bells Palsy I Normal

2. Grade II Disfungsi Ringan

Kelemahan ringan yang hanya dapat terlihat dengan pemeriksaan yang


teliti.

Mata dapat menutup mata sempurna dengan sedikit usaha

Mulut Asimetris ringan ketika tersenyum dengan usaha maksimal

Dahi asimetris ringan

Gambar 3.8 Grade Bells Palsy II Disfungsi Ringan

3. Grade III Disfungsi Sedang

Jelas terlihat kelemahan, tetapi tidak terlihat mencolok.

Bells Palsy Page 18


Bisa tidak mampu mengangkat alis mata

Dengan usaha keras dapat menutup mata sempurna tetapi gerakan


mulut asimetris.

Dahi bergerak sedikit

Gambar 3.9 Grade Bells Palsy II Disfungsi Sedang

4. Grade IV Disfungsi Sedang- Berat

Jelas terlihat kelemahan

Tidak dapat mengangkat alis mata

Tidak dapat menutup mata dengan sempurna meskipun dengan


usaha yang maksimal

Mulut dengan usaha maksimal masih asimetris

Dahi tidak dapat digerakan

Gambar 3.10 Grade Bells Palsy IV Disfungsi Sedang- Berat

5. Grade V Disfungsi Berat

Bells Palsy Page 19


Hanya sedikit gerakan yang terlihat

Asimetris saat istirahat

Mata tidak dapat menutup sempurna

Mulut dengan usaha maksimal masih asimetris

Dahi tidak ada pergerakan

Gambar 3.11 Grade Bells Palsy V Disfungsi Berat

6. Grade VI Paralisis Total

Tidak ada gerakan sama sekali

Gambar 3.12 Grade Bells Palsy VI Paralisis Total

b. Skala Ugo Fisch

3.10 Diagnosis banding 6

Bells Palsy Page 20


1. Herpes Zoster Oticus

Terjadi infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum. Di samping


adanya paresis fasialis juga ditemukan adanya tuli persetif dan tampak
vesikel-vesikel yang terasa amat nyeri di daun telinga. Karena adanya proses
inflamasi maka akan menimbulkan pembengkakan, timbunan metabolit di
dalam kanalis Fallopii dan selanjutnya menyebabkan iskemia dan paresis
fasialis. Pada pemeriksaan darah didapatkan adanya kenaikan titer antibodi
terhadap virus varisela-zoster.

2. Trauma kapitis

Paresis fasialis terdapat pada trauma kapitis (misalnya fraktur os temporal,


fraktur basis kranii atau trauma lahir/forceps) atau karena operasi. Pada cedera
kepala sering terjadi fraktura os temporale parspetrosus yang selalu terlihat
pada foto rontgen.

3. Tumor Intrakranialis

Semua neoplasma yang mengenai sepanjang perjalanan N.VII dapat


menyebabkan paresis fasialis. Tumor intra kranial yang tersering yaitu tumor
sudut serebelo pontis. Di sini selain terdapat paresis N.VII juga biasanya
ditemukan adanya lesi N.V dan N.VIII. tumor yang lain misalnya Ca-
nasofaring (biasanya disertai dengan kelainan saraf kraniales lain) dan tumor
kelenjar parotis.

3.11 Tatalaksana

1. Farmakologi1,2
Steroid prednisolon 1 mg/kg atau 60 mg/hari selama 6 hari, diikuti
dengan tapering off, dengan total pengobatan selama 10 hari
Antiviral asiklovir dosis 400 mg oral 5 kali sehari selama 10 hari. Jika
dicurigai infeksi virus varisella zoster diberikan dosis 800 mg oral 5
kali sehari.
Vitamin B1, B6 dan B12 dalam dosis tinggi dengan ACTH im 40-60
satuan selama 2 minggu dapat mempercepat penyembuhan.2,9

Bells Palsy Page 21


Analgesik untuk menghilangkan rasa nyeri.

2. Program Fisioterapi 1,2,5


- Stimulasi listrik

Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk


mencegah/memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses
regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan
faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, reedukasi
dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta
mencegah/meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah
onset.

- Latihan otot-otot wajah dan massage wajah

Latihan gerak volunter otot wajah diberikan setelah fase akut.


Latihan berupa mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi,
menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum, bersiul/meniup
(dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi penuh).
Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan tubuh
dengan maksud untuk perbaikan/pemulihan. Pada fase akut, Bells palsy
diberi gentle massage secara perlahan dan berirama. Gentle massage
memberikan efek mengurangi edema, memberikan relaksasi otot dan
mempertahankan tonus otot. Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading
Massage sebelum latihan gerak volunter otot wajah. Deep Kneading
Massage memberikan efek mekanik terhadap pembuluh darah vena dan
limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik, asam laktat, mengurangi
edema, meningkatkan nutrisi serabut-serabut otot dan meningkatkan
gerakan intramuskuler sehingga melepaskan perlengketan. Massage daerah
wajah dibagi 4 area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan
diarahkan keatas, lamanya 5-10 menit.

Bells Palsy Page 22


3. Program Terapi Okupasi

Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada otot


wajah. Latihan diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam
bentuk permainan. Perlu diingat bahwa latihan secara bertahap dan melihat
kondisi penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan dapat
berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan,
latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan
cermin.

4. Program Sosial Medik

Penderita Bells palsy sering merasa malu dan menarik diri dari
pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat
kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan
menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu dapat bekerja
pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk
masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat
kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa
kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat penting untuk
kesembuhan penderita.

5. Program Psikologik

Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat


menonjol, rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita
muda, wanita atau penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan
ia sering tampil di depan umum, maka bantuan seorang psikolog sangat
diperlukan.

6. Home Program

Bells Palsy Page 23


a. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit
b. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan
dari sisi wajah yang sehat
c. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang
sakit, minum dengan sedotan, mengunyah permen karet
d. Perawatan mata :
Tindakan yang dilakukan antara lain:
a. Memakai salep mata (golongan artifial tears) 3x sehari dan salep
mata.
b. Mamakai kaca mata untuk mencegah iritasi debu dan cahaya.
c. Bila keadaan terlalu berat maka dilakukan tarsorafi ataupun
blefarofati dengan menjahit dan mendekatkan kedua kelopak atas
dengan bawah. Pada tempat jahit diberikan salep antibiotika.
3.12 Prognosis9

Perjalanan alamiah Bells palsy bervariasi dari perbaikan komplit dini


sampai cedera saraf substansial dengan sekuele permanen. Sekitar 80-90%
pasien dengan Bell s palsy sembuh total dalam 6 bulan, bahkan pada 50-60%
kasus membaik dalam 3 minggu. Sekitar 10% mengalami asimetri muskulus
fasialis persisten, dan 5% mengalami sekuele yang berat, serta 8% kasus dapat
rekuren. Faktor yang dapat mengarah ke prognosis buruk adalah Bells palsy
komplit (risiko sekuele berat), riwayat rekurensi, diabetes, adanya nyeri hebat
post-aurikular, gangguan pengecapan, refleks stapedius, wanita hamil dengan
Bell s palsy, bukti denervasi mulai setelah 10 hari (penyembuhan lambat), dan
kasus dengan penyengatan kontras yang jelas. Faktor yang dapat mendukung
ke prognosis baik adalah paralisis parsial inkomplit pada fase akut
(penyembuhan total), pemberian kortikosteroid dini, penyembuhan awal dan/
atau perbaikan fungsi pengecapan dalam minggu pertama.

3.13 Komplikasi 1,7,9

Bells Palsy Page 24


Sekitar 5% pasien setelah menderita Bell s palsy mengalami sekuele
berat. Beberapa komplikasi yang sering terjadi akibat Bell s palsy adalah:

a) Regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi sub optimal yang


menyebabkan paresis seluruh atau beberapa muskulus fasialis

b) Regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan disgeusia (gangguan


pengecapan), ageusia (hilang pengecapan), dan disestesia (gangguan
sensasi atau sensasi yang tidak sama dengan stimuli normal)

c) Reinervasi yang salah dari saraf fasialis. Reinervasi yang salah dari saraf
fasialis dapat menyebabkan (1) sinkinesis yaitu gerakan involunter yang
mengikuti gerakan volunter, contohnya timbul gerakan elevasi involunter
dari sudut mata, kontraksi platysma, atau pengerutan dahi saat
memejamkan mata, (2) crocodile tear phenomenon, yang timbul beberapa
bulan setelah paresis akibat regenerasi yang salah dari serabut otonom
yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis.
Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum. contohnya air mata pasien
keluar pada saat mengkonsumsi makanan, dan (3) clonic facial spasm
(hemifacial spasm), yaitu timbul kedutan secara tiba-tiba (shock-like)
pada wajah yang dapat terjadi pada satu sisi wajah saja pada stadium awal,
kemudian mengenai sisi lainnya (lesi bilateral tidak terjadi bersamaan).
Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi
ini terjadi bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa
bulan atau 1-2 tahun kemudian.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Bells Palsy Page 25


Bells Palsy adalah paralisis nervus fasialis (NVII) yang bersifat
akut, unilateral, perifer, dan mempengaruhi Lower Motor Neuron. Dikenal
juga dengan nama paralisis fasialis idiopatik (Idiopatik Facial Paralysis).
Gejala dari Bells Palsy tergantung dari N.VII yang terkena setinggi
ganglion genikulatum, N stapedius, korda timpani maupun di foramen
genikulatum. Pada pasien tuan imk mengalami kelumpuhan N.fasialis
setinggi korda timpani dengan derajat IV ditandai dengan gejala mulut
mencong secara mendadak, wajah sebelah kiri lemah dan tidak bisa di
gerakkan, Tidak enak makan (tidak bisa merasakan rasa makanan), sudut
mulut sebelah kiri tidak bisa di angkat, kemudian dahi tidak dapat
dikerutkan, pasien juga mengeluh tidak bisa tersenyum, tidak bisa
menutup mata. Ketika pasien berkumur air keluar ke mulut sebelah kiri.
Pengobatan pada pasien diberikan anti inflamasi, vitamin dan dilakukan
fisioterapi.

DAFTAR PUSTAKA

Bells Palsy Page 26


1. Lowis, H., gaharu, N. 2012. Bell s Palsy, Diagnosis dan Tata Laksana di
Pelayanan Primer. Jurnal Indonesian Medical Assoccation, vol. 62, No.
1. Hal.33

2. Tanto C., Liwang F,. Hanifati S. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi iv.
Media aeskulapius: Jakarta . Hal 957-958.

3. Patel AA. Facial Nerve Anatomy. Diakses 9 mei 2017. Terdapat pada:
www.emedicine.medscape.com/article/835286-overview.
4. Myers EN. Operative Otolaryngology: Head and Neck Surgery. 2 nd ed.
London: Saunders; 2008.p.1257-69.
5. Taylor DC. Bell Palsy. Diakses: 8 Juni 2015. Terdapat pada:
www.emedicine.medscape.com/article/1146903-overview.
6. Frotscher.M, Baehr.M, 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta.
EGC. Hal 149-151.
7. Ngoerah, I Gusti Nengah Gede.2017.Dasar-Dasar Ilmu Penyakit
Saraf.Denpasar: Universitas Udayana Press hal 163-167
8. Mardjono.M, Sidharta.P. 2012. Buku Ajar Neurologi Klinis.Jakarta: Dian
Rakyat.
9. Ikatan Dokter Indonesia. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta
Fk.unila.ac.id>uploads>2015/10>PPK-Dokter-di-Fasyankes-Primer.pdf

Bells Palsy Page 27

Anda mungkin juga menyukai