Anda di halaman 1dari 8

ACADEMIA WRITING

1)Aturan Umum

1. Setiap pengurus departemen Academia diwajibkan untuk membuat


tulisan dalam jumlah minimal 1 x Seminggu.
2. Tulisan dapat berbentuk opini, essay, feature, jurnal, makalah,
sastra(cerpen maupun puisi) atau bentuk karya ilmiah yang
mendeskripsikan sekaligus memberikan pendapat pribadi terkait
fenomenaperpolitikan,ekonomi,iptek,sosial,budaya,diplomatik,filsafat,teo
ri hubungan internasional.
3. Tulisan harus orisinil, bukan plagiarisme,belum pernah dipublikasikan,
dan menjadi hak milik departemen Academia untuk dipublikasikan.
4. Tulisan ditulis dengan format
Ukuran kertas A4
Font Times New Roman (TNR)
Font Size 12 cm
Spasi 1.5
Margin Left 4 cm, Top 3 cm, Bottom 3 cm, Right 3 cm
Judul tulisan ditulis dengan format:
Font Times New Roman (TNR)
Font size 16 cm
Nama Penulis ditulis dengan format:
Font Times New Roman (TNR)
Font size 14cm
Dibawah Judul dengan format : Oleh : Nama Penulis, Angkatan
5. Tulisan sastra dapat ditulis minimal 500-700 kata dan tulisan ilmiah dapat
ditulis minimal 1000 kata
6. Bahasa yang dipergunakan untuk tulisan ialah bahasa Indonesia dan
Inggris
7. Tulisan dapat memuat foto dan infografis seperlunya dan mencantumkan
sumbernya jika bukan buatan pribadi
8. Keseluruhan tulisan harus efektif dan fokus pada tema yang diusung oleh
penulis tidak boleh melebar dan memuat informasi yang tidak perlu.
9. Tulisan ilmiah secara garis besar mencantum 3 bagian : Pendahuluan :
Gambaran Umum dan penjabaran data dari tulisan , Isi:Analisis dan
Solusi, Penutup:Closing Statement atau Kesimpulan.
10.Tulisan ilimiah harus menyertakan daftar pustakan dan pengutipan foot
note dan body note dengan cara pengutipan APA(American Phsycology
Association)
11.Setiap pengurus departemen Academia yang tidak mengerjakan tulisan
mingguanya akan mendapatkan sanksi 1 tulisan dari apa yang
ditugaskanya. Jika lebih dari 5 tulisan yang didapat berdasarkan
akumulasi hukuman dan penugasan tidak dikerjakan maka akan diberikan
sanksi berupa uang Rp.50.000,-.
12.Pertanyaan, Kritik, dan Saran terkait proses pembuatan tulisan serta
pengiriman tulisan dapat di sampaikan langsung dengan mengkontak
Kepala Departemen Penelitian dan Kajian Akademik.

2)Format Kepenulisan

Meninjau Fenomena Arm Race di Asia Tenggara :


Fakta dan Ekspetasi Moderenisasi Militer
Judul : Font 16 TNR
Oleh :

ANDHIKA DEWANTARA

- HUBUNGAN INTERNASIONAL 2014-

Nama Penulis : Disertai dengan jurusan dan angkatan


Perlombaan senjata(Arm Race) di Asia tenggara kiranya telah dimulai sebelum akhir
perang dingin dibuktikan dengan adanya kompetisi terbuka antar negara intra regional yang
didorong oleh kekuatan ekstra-regional.1Seringkali fenomena ini menegaskan adanya
kebijakan aksiomatik konvensional yang secara eksplisit menyebutkan bahwa kebangkitan
Cina merupakan penyebab pergeseran geopolitik yang mengubah keseimbangan kekuasaan
yang mendorong negara-negara di kawasan Asia Tenggara untuk mengintenskan
pembangunan kapabilitas militer.2

1
Wah, Chin Kin. 1987. Defence Spending in Southeast Asia. Singapore: Institute of
Southeast Asian Studies.
2
Chang, Felix K. 2012. Chinas Naval Rise and the South China Sea: An Operational
Assessment. Orbis 56 (1): 1938
Selain itu terhitung sejak terjadinya konflik di laut China Selatan, yang merupakan
salah satu konflik yang melibatkan perselisihan di antara negara-negara yang meliputi
:Tiongkok,Taiwan ,Filiphina,Vietnam, Brunei dan Malaysia. Hal ini memicu negara-negara
khususnya di kawasan Asia Tenggara yang terlibat didalamnya serta disekitarnya ke dalam
sebuah euforia Arm Race yang berujung pada peningkatan belanja militer untuk
memoderinisasi persenjataan mereka.3Selain itu tidak adanya forum yang dibentuk untuk
mengkontrol perlombaan persenjataan di kawasan tersebut mengakibatkan negara-negara di
kawasan Asia khususnya di Asia Tenggara semakin larut dalam Arm Race. Fenomena ini
memperlihatkan semakin memanasnya keamanan di kawasan Asia Tenggara.Meskipun
belum mencapai tahap kritis,namun sejumlah ketegangan kawasan ini dapat memicu negara
yang terlibat untuk berkonfortasi secara langsung.

Bagian Pendahuluan: Disertai dengan gambaran umum topik yang akan dibahas dan pengatar
menuju bahasan topik

Menurut pendapat salah satu ahli David Kang menjelaskan permasalahan Arm Race
yang dikonotasikan kedalam bentuk peningkatan anggaran belanja militer,telah membuktikan
adanya perbandingan analisis statistik yang mirip akan kedua wilayah antara Amerika Latin
dan Asia Tenggara.4Lebih lanjut Welsh berargumen bahwa penyebab utuma dari peningkatan
belanja militer ini adalah kondisi domestik yang dikonotasikan dengan struktural dengan
negara.5

3
Wu, Shicun, and Keyuan Zou. (2009). Maritime Security in the South China Sea: Regional
Implications and International Cooperation. Secretary. Surrey: Ashgate Publishing.
4
Kang, David. 2014. A Looming Arms Race in East Asia?.
http://nationalinterest.org/feature/looming-arms-race-east-asia-10461
5
Welsh, Bridget. 2015. A Wrong Turn in ASEANs Arms Race. .
http://bridgetwelsh.com/2015/03/a-wrong-turn-in-aseans-arms-race/
The Military Balance dan SIPRI on Southeast Asian Military Spending
memperlihatkan bahwa terjadi sebuah trend dari negara-negara yang ada di kawasang Asia
Tengara sejak 2001,tepatnya setelah negara-negara tersebut berhasil bangkit setelah krisis
finansial yang melanda Asia 1997/1998.6 Setelah melakukan penilaian lebih dekat,terdapat
faktor kompleks dan beragam yang meliputi peningkatan militer di Asia Tenggara. Dapat
dicontohkan misalnya pada tabel diatas menunjukan bahwa pengeluaran militer di Thailand
melonjak secara eksponensial setelah 2006. Hal ini berlangsung terutama sejak kudeta militer
yang terjadi di tahun 2006 dan sekali suatu pemerintahan berkuasa belanja negarapun secara
tidak langsung kan mengalami lonjakan tinggi tidak meliputi ancaman dari eksternal itu
tersendiri.7Lebih lanjut relasi sipil dan militer di Thailand bisa dibilang tak seimbang dalam
artian militer lebih kuat dari sipil,akan menjelaskan mengapa terjadi peningkatan belanjar
militer.8

6
IIS.2015.The Military Balance 2015.
https://www.iiss.org/en/publications/military%20balance/issues/the-military-balance-2015-
5ea6
7
Abuza, Zachary. 2012. The Philippines: Internal and external security challenges.
https://www.aspi.org.au/publications/special-report-issue-45-the-philippines-internal-and-
external-security-challenges
8
Chambers, Paul. 2013. Military Shadows in Thailand Since the 2006 Coup Asian
Affairs: An American Review, 40 (2): 67-82.
Selanjutnya setelah melewati fase krisis keuangan di tahun 1997, Indonesia
mengalami sebuah tren peningkatan belanja militer di kawasan. Di tahun 2001 sampa dengan
2014 belanja militer naik sangat signifikan dari mulai 1 Miliar Us Dollar sampai dengan 7
Miliar Us Dollar. Peningkatanpun terjadi kembali setelah Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menduduk jabatanya di oktober 204. Diantara 2005 sampai dengan 2013,
anggaran pertahanan naik kembali 290 % sebelum jatuh periode 2014.9

Dalam kasus lain Filiphina, berdasarkan tabel diatas juga menunjukan adanya
peningkatan pengeluaran militer sesuai dengan peningkatan tensi konflik maritim dengan
Tiongkok di Laut China Selatan. Lebih lanjut,Filiphina bisa dibilang mempunyai keinginan
yang tinggi untuk melengkapi dan meningkatkan persenjataan sendiri untuk menghalangi dan
menantang ambisi China dalam sebuah model tit for tat dalam akuisisi militernya untuk
mempertahankan kedaulatan teritorialnya,yang bisa dikatakan kondisi seperti ini merupakan
penjelasan struktural dari Arm Race. Tantangan ini pun bisa dibilag merupakan hal yang
normal bisa dianggap sebagai pemicu peningkatan belanja militer dikawasan.Selain itu
merupakan hal yang penting untuk dilakukan untuk memeriksa keterkaitan domestik dan
persepsi ancaman dari luar untuk melakukan analisis dan penjelasan akan dinamika militer di
kawasan.

Dilain sisi kiranya terdapat fakta adanya ketidakseimbangan dari modernisasi militer
di regional Asia Tenggara,tidak memungkiri terdapat fakta bahwa Singapura dan Brunei yang
diuntungkan dengan banyanya investasi dan relatif mempunyai angkatan militer kecil dan
pengelolaan aset militer yang bagus,dimana di negara Asia Tenggara lain masih mengalami
sebuah permasalahan terkait penuaan persenjataan yang didapatkan sebagai warisan perang
dingin yang lampau.10

Negara seperti Indonesia,Malaysia, Vietnam dan Thailand mungkin saja telah secara
selektif memoderenisasi kapabilitas pertahanan mereka,seperti pesawat tempur dan kapal
selam.Akan tetapi, sebagian besar angkatan militer mereka harus beroperasi dalam peralatan
militer yang telah menua,terutama dalam konteks angkatan darat. Bisa dilihat Indonesia
memiliki kendaraan,seperti Kendaraan bersenjata dan tank amfibi PT-76 , yang di dapat dari

9
Abuza, Zachary.2015.Analyzing Southeast Asia Military Expenditures.
https://www.cogitasia.com/analyzing-southeast-asias-military-expenditures/
10
Shang Su ,Wu.2016.Ageing Arsenals In Southeast Asia : Impact on Military Modernisation
Analysis. http://www.eurasiareview.com/11022016-ageing-arsenals-in-southeast-asia-
impact-on-military-modernisation-analysis/
era Konfortasi, Malaysia mendapatkan model OTO 56 howitzers dari periode pembentukan
negara Malaya, Thailand yang menyimpan tank ringan M-41 dari perang Korea. Lebih
menariknya Vietnam tidak mewarisi apapun sistem persenjataan darat di era perang perang
dingin yang lampau.11

Negara-negara di kawasan lainya kiranya memiliki koleksi persenjataan lama dan


lebih memfokuskan untuk mengunakan model lama persenjataan dibanding dengan
mengkonsentrasikan pembaharuan sistem persenjataan. Faktannya Filiphina dalam
kemiliteranya mengunakan Helicopter UH-1 ,Truk M-35 , M-113 APC(Armoured Personnel
Carriers) dari Amerika Serikat dan penguna terdahulunya,selain itu Kamboja telah
mendapatkan tank Soviet T-55 dan APC BTR-60 dari sisa pakta warsawa. Terlepas kembali
dari fakta kapasitas ekonomi dan donornya, Laos mempunyai persenjataan peralatan bekas
perang dingin tanpa adanya agenda moderenisasi.Myanmar, lebih lanjut kiranya mempunyai
pendekatan menuju moderenisasi,seperti adanya tindakan akuisisi pesawat tempur Russia
Mig-29 dan Kapal Frigat China, akan tetapi tidak merubah fakta bahwa masih adanya
ketergantungan akan persenjataan yang digunakan dari China,India, Eropa Barat.12

Persenjataan yang mengalami penuaan di Asia Tenggara ini bisa dikaitkan dengan
erat atas kemampuan keuangan yang terbatas dari setiap negara dan dinamika perubahan
konteks keamanan. Bahkan ketika sejumlah besar senjata diperoleh dengan harga yang murah
selama Perang Dingin,negara-negara tersebut yang menerima kiranya jarang siap untuk
memasukan persenjataan tersebut sebagai penganti atau meningkatkan kemampuan
persenjataan berakhir.Kembali lagi setelah perang dingin berakhir dan suasanan yang relatif
damai di kawasan itu muncul,seperti tuntutan infrastruktur,seperti layaknya pendidikan dan
kesehatan yang terkendala akan anggaran pertahanan.Lebih lanjut berdasarkan catatan
,meskipun perekonomian di kawasan meingkat dan seiringpula dengan pertambahan
anggaran militer tetap saja negara-negara tersebut tidak melakukan moderenisasi secara
komperhensif.

Bagian Pembahasan : Analisis kasus lebih mendalam yang bisa mengunakan analisis data dan
pendapat para ahli disertai dengan opini pribadi yang bersifat ilmiah.

Tentu saja praktik moderenisasi selektif merupakan salah satu prioritas strategi dari
praktik dalam wilayah tersebut.Lebih lanjut, isu maritim telah menarik perhatian dari negara-

11
Ibid
12
Ibid
negara di Asia Tenggara pasca era Perang dingin,untuk mengarahkan porsi besar sumber
daya nasional untuk mengalokasikanya kedalam sektor keamanan maritim serta pertahanan
udara. Secara kontras, bisa dikatakan suatu siklus manajemen aset militer yang relatif akan
kapabilitas,terlebih sistem persenjataan darat, lebih bisa dikatakan tidak terlalu
diproritaskan.Dan lebih lanjut untuk sistem persenjataan terutama darat mendapat pendanaan
yang kurang dalam agenda moderenisasi.

Bagian Penutup : Kesimpulan, penekanan pendapat, dan saran

DAFTAR PUSTAKA

Format Daftar Pustaka APA :

Buku

Nama (Dibalik nama depan,nama belakang),tahun, judul,kota,penerbit

Website

Nama(Dibalik nama depan,nama belakang),tahun,judul,website.

Abuza, Zachary. 2012. The Philippines: Internal and external security challenges.
https://www.aspi.org.au/publications/special-report-issue-45-the-philippines-internal-and-
external-security-challenges

Abuza, Zachary.2015. Analyzing Southeast Asia Military Expenditures.


https://www.cogitasia.com/analyzing-southeast-asias-military-expenditures/

Chang, Felix K. 2012. Chinas Naval Rise and the South China Sea: An Operational
Assessment. Orbis 56 (1): 1938

Chambers, Paul. 2013. Military Shadows in Thailand Since the 2006 Coup Asian Affairs:
An American Review, 40 (2): 67-82.

IIS.2015. The Military Balance 2015.


https://www.iiss.org/en/publications/military%20balance/issues/the-military-balance-2015-
5ea6

Kang, David. 2014. A Looming Arms Race in East Asia?.


http://nationalinterest.org/feature/looming-arms-race-east-asia-10461

Shang Su ,Wu.2016. Ageing Arsenals In Southeast Asia : Impact on Military


Modernisation Analysis. http://www.eurasiareview.com/11022016-ageing-arsenals-in-
southeast-asia-impact-on-military-modernisation-analysis/
Wah, Chin Kin. 1987. Defence Spending in Southeast Asia. Singapore: Institute of Southeast
Asian Studies.

Welsh, Bridget. 2015. A Wrong Turn in ASEANs Arms Race. .


http://bridgetwelsh.com/2015/03/a-wrong-turn-in-aseans-arms-race/

Wu, Shicun, and Keyuan Zou. (2009). Maritime Security in the South China Sea: Regional
Implications and International Cooperation. Secretary. Surrey: Ashgate Publishing.

Anda mungkin juga menyukai