1. Pendahuluan
Perairan Kepulauan di Indonesia memiliki karakteristik yang sangat unik bila dipandang dari sudut oseanografi.
Salah satu keunikan tersebut adalah sebagai penghubung antara perairan Samudera Pasifik dengan perairan
Samudera Hindia. Dalam hal ini sering disebut dengan Arus Lintas Indonesia(ARLINDO), suatu massa di perairan
Samudera Pasifik bagian utara yang melintasi kepulauan Indonesia dan masuk ke perairan Indonesia. Sesampainya
di Indonesia akan berhhubungan sangat erat dengan fenomena-fennomena oseanografi regional.
Perairan Samudera Hindia mempunyai sifat yang unik dan kompleks karena dinamika perairannya dipengaruhi
oleh sistem angin muson dan sistem angin pasat, tidak seperti perairan Samudera Pasifik dan Atlantik yang hanya
dipengaruhi oleh sistem angin pasat saja. Di perairan ini terdapat beberapa fenomena oseanografi yang mempunyai
pengaruh penting tidak hanya dalam masalah oseanografi tetapi juga dalam masalah atmosfer
Menurut Gordon et al.(1994) jalur Arlindo sendiri dibagi menjadi 2 jalur yaitu jalur barat dan jalur timur. Jalur
barat dimana massa air masuk melalui Laut Sulawesi dan BasinMakasar. Sebagian massa air akan mengalir melalui
Selat Lombok dan berakhir di Lautan Hindia sedangkan sebagian lagi dibelokan ke arah timur terus ke Laut Flores
(Gordon 2001) hingga Laut Banda dan kemudian keluar ke Lautan Hindia melalui Laut Timor. Jalur timur dimana
massa air masuk melalui Laut Halmahera dan Laut Maluku terus ke Laut Banda. Dari Laut Banda,
massa air akan mengalir mengikuti 2 (dua) rute (Gordon et al.1994). Rute utara Pulau Timor melalui Selat Ombai
(Potemra et al. 2002), antara Pulau Alor dan Pulau Timor, masuk ke Laut Sawu dan Selat Rote, sedangkan rute
selatan Pulau Timor melalui Basin Timor dan Selat Timor, antara Pulau Rote dan paparan benua Australia.
Untuk mempelajari beberapa sifat fisik air laut diperlukan tiga data utama yaitu berupa suhu,salinitas, dan
kedalaman dari suatu perairan yang dapat diperoleh menggunakan CTD (Conduvtivity Temperature Depth). Dari
tiga data yang diperoleh ini kemudian dapat dihitung nilai densitas, volume spesifik, kedalaman dinamik, topografi
dinamik, anomaly kedalaman dinamik, topografi dinamik dan arus geostropik. Data-data tersebut dapat ditampilkan
dalam bentuk sebaran melintang dan menegak maupun memanjang setelah terlebih dahulu dilakukan perhitungan
menggunakan program computer Ocean Dara View (ODV).
2. Metode Penelitian
2.1.Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat
Berdasarkan uraian diatas maka studi terhadap sebaran salinitas,do,temperature, dan densitas di perairan selatan
Bali dirasakan perlu dan menarik untuk dilakukan. Kajian dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari CTD
dari tanggal 13 Seotember 2000 18 September 2000
Data yang digunakan untuk studi ini adalah hasil dari ekspedisi kapal MARION DUFRESNE di perairan
Samudera Hindia di perairan sebelah selatan Pulau Bali pada bulan September 2000. Data dimabil dengan
menggunakan CTD pada 24 Stasiun, Masing-masing posisi geografisnya dapat dilihaat dalam Tabel 1. Data yang
disajikan dalam makalah ini khusus meliputi stasiun 11,12,22,23,24 yang berada di sebelah selatan pulau Bali.
Data disajikan dalam beberapa bentuk yaitu profil menegak suhu,salinitas,okdigen terlarut dan densitas(sigma-t)
serta arah arus geostropik.
Suhu
Sebaran menegak suhu pada stasiun 11,12,22,23 dan 24 ditampilkan secara tumpang tindih. Secara keseluruhan ,
suhu perairan di kelima stasiun ini pada tanggal 13-18 september 2000 pada stasiun tersebut berkisar antara -9.99E-
29 sampai dengan 26.897derajat celcius , terendah dikedalaman 3272 m dan tertinggi berada di kedalaman 4 m
dekat dengan permukaan.
Lapisan suhu air yang homogen di permukaan terlihat cukup tebal dan mencapai kedalaman sampai dengan
kedalaman 50 m dengan suhu rata-rata berkisar antara 21,02-26,897 derajat celcius. Tebalnya lapisan air dengan
suhu relative homogeny ini menunjukan adanya suhu relative homogeny ini menunjukan adanya pengadukan yang
intensif di lapisan tersebut. Antar stasiun pengamatan, ketebalan lapisan homogen ini tidak menunjukan variasi yang
signifikan dengan garis-garis yang saling tumpah tindih. Lapisan homogeny yang tebal ini terdapat di stasiun 11 dan
stasiun 12. lapisan termoklin, yaitu lapisan yang mengalami penurunan suhu secara tajam (besar dari 0,1 derajat
celcius) dibawah lapisan homogeny terdapat pada kedalaman 2062 m. Pada lapisan ini shu perairan sangat
bervariasi, yaitu berkisar antara 21,97-26,98 derajat celcius. Slope lapisan termoklin terlihat bervariasi antar stasiun
pengamatan, yaitu pada stasiun 11 dan 12 terjadi lebih tajam dibandingkan dengan stasiun 23 dan 24
Secara umum suhu air di perairan ini berkisar antara 28,2-32,5oC dengan rata-rata 30,11,11oC. Suhu ini masih
di atas kisaran suhu air di perairan laut umumnya, dimana nilai suhu di lapisan permukaan laut yang normal berkisar
antara 20-30oC (Nybakken, 1988). Menurut Nontji (2002), suhu air permukaan di perairan Indonesia pada umum-
nya berkisar antara 28-31C. Sebaran suhu air laut disuatu per-airan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain
radiasi sinar matahari, letak geografis perairan, sirkulasi arus, keda-laman laut, angin dan musim (Sidjabat, 1974).
Sebaran suhu air permukaan menunjukkan nilai 26,7-27,5 oC mendominasi hampir seluruh perairan ini mulai
dari dekat pantai sampai lepas pantai sedangkan suhu >29,8oC sebarannya berada di perairan bagian utara perairan
dekat pantai. Diketahui pula bahwa suhu air di perairan dekat pantai relatif lebih tinggi daripada di lepas pantai.
Sebaran suhu air laut secara melintang berkisar antara 5-15oC dengan rata-rata berkisar 10 oC. Dimana semakin
bertambahnya kedalaman suhunya akan berkurang.
Kondisi ini disebabkan karena pergerakan massa air tawar dari aliran sungai-sungai yang dengan mudah masuk
ke perairan dekat pantai. Gerakan massa air ini yang dapat me-nimbulkan panas, akibat terjadi gesekan antara
molekul air, sehingga suhu air laut di perairan dekat pantai lebih hangat dibanding dengan massa air di perairan
lepas pantai (Tarigan dan Edward, 2000).
Wyrtki menyatakan bahwa lapisan termoklin adalah pemisah antara massa air lapisan teraduk (homogeny)
dibagian atas dengan massa air dibawahnya yang lebih dingin disebut lapisan termoklin apabila gradient suhu lebih
dari 0,1 derajat celcius/m. Beberapa factor yang mempengaruhi ketebalan lapisan termoklin antara lain adalah
angina,arus dan tidal(pasang surut). Angin yang kencang serta arus yang kuat dipermukaan akan dapat menekan
lapisan termoklin untuk lebih jauh dari permukaan dan lapisan homogeny akan lebih tebal. Sebaliknya, upwelling
akan mengangkat posisi termoklin lebih naik. Karena adanya massa air dingin yang naik ke permukaan.
Beberapa kondisi meteorologi yang mempengaruhi suhu permukaan laut antara lain curah hujan, penguapan,
kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari. Perubahan suhu di laut berpengaruh
terhadap gejala fisika di laut dan biota laut. Sebagian besar air samudra dingin karena matahari hanya mampu
menembus perairan laut sampai beberapa meter saja. Perairan laut di Indonesia umumnya memiliki sebaran suhu
secara vertical.
Sebaran suhu secara vertikal terbagi menjadi tiga lapisan yaitu lapisan hangat di bagian teratas (biasa disebut
mixed layer atau lapisan campuran), termoklin di bagian tengah dan lapisan dingin di bagian bawah. Termoklin di
daerah ekuator terlihat lebih jelas karena tingginya suhu di lapisan permukaan, sedangkan termoklin di daerah
beriklim sedang dan dingin cenderung berubah-ubah karena adanya perubahan musim dari bagian tahun yang satu
ke tahun yang lainnya. Suhu menjadi faktor fisik yang sangat penting di laut, berguna untuk mengidentifikasi massa
air tertentu bersama salinitas dan bersama tekanan dapat menentukan densitas air laut. Air berdensitas rendah berada
di lapisan atas dan air dengan densitas tinggi akan berada di lapisan bawahnya.
Suhu air laut dipengaruhi oleh pemanasan matahari. Pengaruh pemanasan berbeda-beda untuk daerah yang
terletak pada lintang yang berbeda. Daerah tropis lebih banyak menerima panas daripada daerah lintang tinggi dan
kutub. Perbedaan jumlah panas yang diterima permukaan bumi di tempat yang terletak pada lintang yang berbeda,
merupakan akibat dari bentuk bumi yang bulat.
Suhu merupakan parameter fisik perairan yang penting. Suhu permukaan laut di seluruh dunia sangat bervariasi.
Suhu di bawah permukaan bervariasi tergantung kedalaman, sirkulasi udara, turbulensi, lokasi geografi, dan jarak
dari sumber panas (sebagai contoh gunung berapi) (Bhatt, 1978). Suhu perairan dapat diukur menggunakan alat
pengukur suhu yang biasa disebut termometer.
Sebaran suhu di kolom perairan laut secara vertikal pada daerah iklim sedang (subtropis) dan kutub relatif tidak
sama pada musim berbeda. Pada saat musim panas (summer) di mana sinar matahari menghangatkan lapisan
permukaan kemudian suhu akan menurun seiring dengan bertambahnya kedalaman, sehingga terbentuk dua lapisan
air, yaitu lapisan air panas di permukaan dan lapisan air dingin di kedalaman tinggi. Pada saat musim gugur (fall),
permukaan air menjadi dingin dan terjadi pergolakan oleh angin yang menyebabkan percampuran air dingin dari
kedalaman menuju permukaan pada lapisan atas. Pada saat musim dingin (winter), permukaan air menjadi lebih
dingin, sehingga massa air menjadi padat daripada air yang di dalam dan kemudian akan tenggelam selama winter.
Hal ini menyebabkan air laut tercampur secara vertikal yang menyebabkan sebaran suhu relatif sama dari
permukaan hingga ke kolom air yang dalam(Castro dan Huber, 2000).
Salinitas
Sebaran menegak salinitas yang digambarkan untuk semua stasiun ditampilkan dalam gambar 2. Secara umum,
salinitas perairan disemua stasiun memperlihatkan kisaran nilai 33,875- 34,5 permil. Semaikin dalam perairan maka
nilai salinitas juga makin naik, beberbeda dengan suhu. Pada perairan permukaan sampai kedalaman 75 m terjadi
peningkatan salinitas yang ccukup signigfikan antara 33,50-34,0 permil dengan nilai rata-rata 33,9 permil.
Sementara itu diperairan yang lebih dalam dari 100 m sampai kedalaman 1000 m salinitas terlihat sudah relative
konstan yaitu berkisar antara 34,5 3,77 permil.
Sebaran salinitas permukaan menunjukkan nilai >31,0o/oo, mendominasi hampir seluruh perairan ini, mulai dari
arah tengah ke lepas pan-tai perairan bagian selatan. Sedangkan nilai salinitas antara 28,0-29,5o/oo. Sebaran
salinitas menunjukkan nilai >32,1o/oo mendominasi hampir perairan bagian tengah ke lepas pantai, sedangkan
salinitas antara 33,8-33,825o/oo berada pada perairan dekat pantai. Dilihat dari sebaran, maka salinitas sekitar pantai
lebih rendah dari pada salinitas laut lepas. Hal ini disebabkan karena air laut yang berada dekat da-ratan masih
memiliki pengaruh dari air darat hingga menyebabkan salinitas di daerah ini kecil. Sebaliknya, salinitas di perairan
laut lepas sudah tidak memiliki pengaruh dari darat, sehingga Sali-nitasnya pun besar (Nybakken, 1988).
Sebaran salinitas secara melintang menunjukan nilai 34,5-34,75 o/oo. Rendahnya nilai salinitas di per-airan ini
menunjukkan adanya pengaruh dari daratan seperti percampuran dengan air tawar yang terbawa aliran sungai.
Sebagaimana Bowden dalam Nurhayati (2002) mengemukakan bah-wa keberadaan nilai salinitas dalam
distribusinya di perairan laut sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adanya interaksi masuknya air
tawar ke dalam perairan laut melalui sungai, juga dipengaruhi penguapan dan curah hujan. Sebaran salinitas
memiliki sifat yang berbanding terbalik dengan suhu, karena salinitas meru-pakan salah satu parameter oseanografi
yang relatif konstan nilainya.
Sebaran salinitas dengan memperlihatkan garis-garis dengan salintas yang sama(isohaline) ditampilkan dalam
gambar 2. Pada lapisan permukaan terlihat bahwa isohaline lebih rapat dan sangat berbeda antara satu dan lainnya.
Pada lapisan permukaan ini, tren isohaline terlihat menanjak, trend isohaline terlihat menanjak pada stasiun 11
menuju 12 (lepas pantai). Smentara itu, dibawah kedalaman 200 m garis isohaline tidak memperlihatkan pola yang
jelas antar stasiun pengamatan, namun mempunyai lapisan yang tebal.
Dari pola sebaran melintang salinitas terlihat bahwa massa salinitas yang lebih tinggi mengalir dari arah pantai
kelepas pantai. Hal ini disebabkan oleh adanya angina muson yang bertiup menuju barat laut dari arah tenggara
sehingga transport Ekman yang tegak lurus arah angina akan membawa massa air di lapisan permukaan menuju kea
rah lepas pantai. Hal lain yang menjadi pengaruh terhadap profil salinitas adalah akibat adanya perbedaan karena
pengaruh evaporasi dan presipitasi, run off dari sungai, pendinginan maupun pencairan es. Di daerah dengan
evaporasi yang tinggi (sebagai contoh Laut merah), salinitas dapat mencapai 40, tetapi yang dekat dengan muara
sungai akan rendah yaitu sekitar 20.Adanya masukan air yang berasal dari daratan juga mempengaruhi salinitas
dilaut. Aliran sungai dari hulu nantinya akan mengalir sampai bermuara dilaut. Aliran sungai ini membawa berbagai
macam masukan, dimana masukan ini akan menambah volume air laut dan mengurangi salinitas yang ada di laut.
Kemudian aliran air ini dibantu oleh arus air laut terutama di permukaan dipengaruhi oleh angin. Angin yang
mendorong permukaan laut menimbulkan arus. Sebagian besar arus di lautan terbuka ditimbulkan oleh angin. Ketika
angin mendorong permukaan air, perpindahan air yang terjadi tidak searah dengan arah angin, tetapi membentuk
sudut 45o karena adanya gaya coriolis(Castro dan Huber, 2000). Air yang berada di lapisan bawah ikut terbawa
karena gaya coriolis (gaya yang diakibatkan oleh perputaran bumi). Adanya gaya coriolis tersebut menyebabkan
arus di lapisan bawah berbelok ke kanan dari arah arus permukaan. Hal ini terjadi di belahan bumi utara, sedangkan
di belahan bumi selatan terjadi hal sebaliknya. Apabila terjadi divergensi (pembuyaran arus permukaan), massa air
dari lapisan bawah laut akan naik ke lapisan permukaan dan akan terjadi juga keadaan sebaliknya yaitu tenggelaman
massa air di mana massa air dari lapisan atas turun ke lapisan bawah.
Khusus untuk salinitas massa air permukaan di stasiun 11 yang berada dekat dengan daratan, nilainya akan lebih
kecil dan ketebalannya lebih dalam karena adanya instrusi dari air tawar melalui sungai-sungai yang bermuara ke
tempat tersebut. Penurunan salinitas ini tidak begitu signifikan karena sungai-sungai yang bermuara ke laut tidak
begitu besar dan jumlahnya relative sedikit.
Menurut Sverdrup et al. Salinitas didefinisikan sebagai jumlah total garam dalam satuan gram yang terdapat
dalam satu kilogram air laut, engan asumsi semua karbonat telah teroksidasi, brom, yod diubah menjadi chlor serta
semua unsur organic telah mengalami oksidasi. Menurut Davis bahwa salinitas air laut akan bertambah seiring
dengan bertambahnya kedalaman. Sementara Wyrtki dan Ross mengemukakan bahwa sebaran air laut dipengaruhi
oleh beberapa factor antara lain sirkulasi air,curah hujan dan masukan air tawar dari sungai. Secara vertical salinitas
ar laut akan bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman.
Oksigen Terlarut
Sebaran oksigen terlarut yang digambarkan untuk semua stasiun ditampilkan dalam gambar 4. Secara umum,
oksigpern terlarut disemua stasiun memperlihatkan kisaran nilai 3-4 ml/l. Semaikin dalam perairan maka nilai
oksigen terlarut akan semakin turun. Pada perairan permukaan sampai kedalaman 75 m terjadi penurunan kadar
oksigen terlarut yang cukup signigfikan antara 3-2 ml/l dengan nilai rata-rata 3,5 ml/l. Kemudian pada kedalaman
200-600 m terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut hingga 2 ml/l. Sementara itu diperairan yang lebih dalam dari
600 m sampai kedalaman 1000 m salinitas terlihat sudah relative konstan yaitu2ml/l.
Kadar oksigen yang terlarut di perairan bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi dan tekanan
atmosfer. Kadar oksigen terlarut semakin kecil saat suhu dan ketinggian semakin besar, serta tekanan atmosfer
semakin kecil. Sumber oksigen terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer dan aktivitas
fotosintesis oleh tumbuhan air dan fotosintesis. Oksigen terlarut akan berkurang karena berkurangnya fotosintesis
akibat terbatasnya cahaya matahari yang masuk ke perairan. Kadar terendah cahaya matahari pada kedalaman 500-
1.000 m. Di bawah zona tersebut kadar oksigen akan kembali meningkat. Oleh karena itu kedalaman memberikan
pengaruh terhadap kadar oksigen Sekitar 30% gas terlarut di perairan laut adalah oksigen, tetapi sekitar 100 kali
bahkan lebih oksigen di atmosfer lebih besar daripada yang terlarut di lautan. Rata-rata 6 mg oksigen terlarut pada
setiap liter air laut (6 per million oksigen per liter air laut, oleh berat). Sejumlah kecil oksigen sangat dibutuhkan
oleh hewan dan organisme lain yang hidup di perairan. Sumber oksigen terlarut di laut karena aktivitas fotosintesis
tanaman dan organisme lain yang menyerupai tanaman dan difusi oksigen dari atmosfer (Garrison, 2006)
Oksigen di dekat permukaan melimpah karena adanya aktivitas fotosintesis oleh tanaman laut. Konsentrasi
oksigen menurun seiring dengan menurunnya lapisan cahaya karena adanya respirasi organisme laut dan bakteri. Di
sisi lain tanaman menggunakan karbondioksida untuk fotosintesis sehingga kadar karbondioksida di permukaan
relatif rendah. Fotosintesis tidak dapat terjadi di tempat gelap, sementara itu CO2 yang dihasilkan oleh hewan dan
bakteri dihasilkan oleh kedalaman yang tidak ada cahaya. Kadar CO2 juga meningkat seiring dengan bertambahnya
kedalaman sebab adanya peningkatan tekanan dan penurunan suhu (Garrison, 2006).
Densitas (Sigma-t)
Nilai densitas (sigma-t) berkisar antara 22-23 kg/m 3. Nilainya akan semakin besar seiring dengan bertambahnya
kedalaman. Nilai yang tertinggi didapatkan pada stasiun 24 sedangkan yang terendah pada stasiun 11. Isopycnal
terlihat relative menanjak seiring dengan semakin jauhnya jarak dari pinggir pantai. Dengan semkain jauh dari
pantai, nilai densitas juga relative naik menindikasikan adanya masukan massa air dengan suhu dan salinitas yang
tinggi, sehingga densitas akan lebih tinggi. Sementara itu isopycnal dibagian dekat pantai lebih rendah dan tertekan
ke dalam yang lebih rendah akibat adanya instrusi air sungai atau runoff.
Dibawah kedalaman 200m, isopycnal memperlihatkan peningkatan nilai yang relative kecil. Hal ii dikarenakan
adanya hubungan lapisan termoklin yang memisahkan kedua massa air diatas dan bawahnya, sehingga menjadi sulit
tercampur atau menghalangi tenggelamnya massa air dari lapisan atas dengan densitas yang tinggi ke lapisan
bawahnya.
Densitas terendah yaitu 19,00 kg/m 3. Menurut Wyrtki, hal ini disebabkan oleh intensitas radiasi matahari yang
tinggi dan curah hujan yang melebihi jumlah penguapan didaerah tropis pada umumnya, sehingga densitas perairan
berada dibawah 22,00 kg/m3. Curah hujan yang tinggi dan banyaknya masukan air tawar akan dapat menurunkan
densitas, terutama terjadi pengenceran kadar garam pada lapisan permukaan.
4. Simpulan
1. Suhu perairan berkisar antara 21,02-26,897 derajat celcius. Suhu terendah dikedalaman 3272 m dan
tertinggi berada di kedalaman 4 m dekat dengan permukaan. Slope lapisan termoklin terlihat bervariasi
antar stasiun pengamatan, yaitu pada stasiun 11 dan 12 terjadi lebih tajam dibandingkan dengan stasiun 23
dan 24.
2. Salinitas perairan memperlihatkan kisaran nilai 33,875- 34,5 permil. Semaikin dalam perairan maka nilai
salinitas juga makin naik, beberbeda dengan suhu. Pada perairan permukaan sampai kedalaman 75 m
terjadi peningkatan salinitas yang ccukup signigfikan antara 33,50-34,0 permil dengan nilai rata-rata 33,9
permil. Sementara itu diperairan yang lebih dalam dari 100 m sampai kedalaman 1000 m salinitas terlihat
sudah relative konstan yaitu berkisar antara 34,5 3,77 permil.
3. Oksigen terlarut memiliki kisaran nilai 3-4 ml/l. Semaikin dalam perairan maka nilai oksigen terlarut akan
semakin turun. Pada perairan permukaan sampai kedalaman 75 m terjadi penurunan kadar oksigen terlarut
yang cukup signigfikan antara 3-2 ml/l dengan nilai rata-rata 3,5 ml/l. Kemudian pada kedalaman 200-600
m terjadi peningkatan kadar oksigen terlarut hingga 2 ml/l. Sementara itu diperairan yang lebih dalam dari
600 m sampai kedalaman 1000 m salinitas terlihat sudah relative konstan yaitu2ml/l.
4. Nilai densitas (sigma-t) berkisar antara 22-23 kg/m 3. Nilainya akan semakin besar seiring dengan
bertambahnya kedalaman. Nilai yang tertinggi didapatkan pada stasiun 24 sedangkan yang terendah pada
stasiun 11. Isopycnal terlihat relative menanjak seiring dengan semakin jauhnya jarak dari pinggir pantai.
Dengan semkain jauh dari pantai, nilai densitas juga relative naik menindikasikan adanya masukan massa
air dengan suhu dan salinitas yang tinggi, sehingga densitas akan lebih tinggi. Sementara itu isopycnal
dibagian dekat pantai lebih rendah dan tertekan ke dalam yang lebih rendah akibat adanya instrusi air
sungai atau runoff.
Daftar Pustaka
Castro P. and Huber M. E. (2000). Marine Biology, 3rd edition. USA: Mc Graw Hill Companies.
Garrison T. (2006). Essentials of Oceanography, Fourth Edition. USA: Thomson Brooks/Cole.
H.U. Sverdrup. M. W. Johnson dan R.H. Fleming. The Ocean, their physics, chemistry and general
biology. Prentice-Hall, Inc. Englewood, New Jersey. (1978)
K. Wyrtki. 1961. Physical Oceanography of the South East Asia Waters. NAGA Rep. 2. Scripps Inst.
Of Oceanography La Jolla, California.(1961)
Ross,D.A. Introduction to Oceanography. Meredith Corporation, USA. (1970)