Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

ANESTESI UMUM INTRAVENA

Disusun Oleh :

Christine Laurenza Sirait


102015112

Pembimbing :
dr. Amelia, Sp.An

KEPANITRAAN KLINIK ILMU ANESTESI


FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RS Bhakti Yudha
2016

BAB I

PENDAHULUAN

1|Page
Anestesia berarti pembiusan, kata ini berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa"
dan aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa". Istilah anestesi digunakan pertama kali
oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846. Anestesi umum adalah tindakan meniadakan
nyeri secara sentral disertai dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible).

Komponen anestesi yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan
relaksasi otot. Praktek anestesi umum juga termasuk mengendalikan pernapasan dengan
pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama prosedur anestesi. Tahapannya mencakup
premedikasi, induksi, maintenance, dan pemulihan. Metode anestesi umum dapat dilakukan
dengan 3 cara: antara lain secaara parenteral melalui intravena dan intramuskular, perrektal
(biasanya untuk anak-anak) dan inhalasi. Yang akan saya bahas adalah mengenai anestesi umum
intravena.

Anestesi umum intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena,
baik untuk tujuan hipnotik, analgetik ataupun pelumpuh otot. Anestesi yang ideal akan bekerja
secara cepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian
dihentikan. Selain itu batas keamanan pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang
sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi dapat memberikan efek yang diharapkan tanpa efek
samping, bila diberikan secara tunggal. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling
berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain.

Anestesi umum intravena ini penting untuk kita ketahui karena selain dapat digunakan
dalam pembedahan dikamar operasi, juga dapat menenangkan pasien dalam keadaan gawat
darurat. Oleh karena itu sebagai dokter umum, sebaiknya kita mengetahui tentang anestessi
umum intravena.

BAB II

PEMBAHASAN
ANESTESI UMUM INTRAVENA

2|Page
Anestesi umum intravena adalah anestesi yang diberikan melalui jalur intravena, baik
untuk tujuan hipnotik, analgetik ataupun pelumpuh otot. Tahapan tindakan yang dilakukan untuk
anestesi umum intravena antara lain 1) penilaian dan persiapan pra anestesi meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, klasifikasi status fisik, masukan oral, dan
premedikasi. 2) induksi obat anestesi intravena beserta pemeliharaan dan 3) pemulihan. Obat
anestesi intravena setelah berada di dalam vena, obat-obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan
tubuh melalui sirkulasi sistemik. Obat anestesi yang ideal memiliki sifat: 1) hipnotik dengan
onset cepat serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan;
2) analgetik; 3) amnesia; 4) memiliki antagonis; 5) cepat dieliminasi; 6) depresi kardiovaskular
dan pernafasan tidak ada atau minimal; 7) farmakokinetik tidak dipengaruhi atau minimal
terhadap disfungsi organ.1
Indikasi anestesi intravena antara lain untuk: 1) induksi anestesia; 2) induksi dan
pemeliharaan anestesi pada pembedahan singkat; 3) menambahkan efek hipnosis pada anestesi
inhalasi dan anestesi regional; 4) menambahkan sedasi pada tindakan medic.1
Cara pemberian dapat berupa : 1) suntikan intravena tunggal untuk induksi anestesi atau
pada operasi-operasi singkat hanya obat ini saja yang dipakai; 2) suntikan berulang untuk
prosedur yang tidak memerlukan anestesi inhalasi dengan dosis ulangan lebih kecil dari dosis
permulaan, 3) Melalui infus, untuk menambah daya anestesi inhalasi. 2
Tingkat pemberian obat tiap individu sangat bervariasi dalam respon mereka terhadap
dosis obat yang diberikan atau konsentrasi, dan oleh karena itu penting untuk titrasi untuk tingkat
obat yang memadai untuk setiap pasien. Obat konsentrasi yang diperlukan untuk memberikan
anestesi yang memadai juga bervariasi sesuai dengan jenis operasi (misalnya, permukaan bedah
dibandingkan pembedahan perut bagian atas). Akhir pembedahan membutuhkan kadar obat yang
lebih rendah, dan karenanya titrasi sering melibatkan penurunan bijaksana laju infus menjelang
akhir operasi untuk memfasilitasi pemulihan yang cepat. 1,2
Setelah dosis rumatan, tingkat infus awalnya tinggi untuk menjelaskan redistribusi harus
digunakan dan kemudian dititrasi dengan tingkat infus terendah yang akan mempertahankan
anestesi yang memadai atau sedasi. Bila menggunakan opiat sebagai bagian dari teknik nitrous-
narkotika atau anestesi jantung, skema dosis yang tercantum di bawah anestesi yang digunakan.
Ketika candu tersebut digabungkan sebagai bagian dari anestesi seimbang, dosis yang tercantum
untuk analgesia diperlukan. 1,2

3|Page
Jika laju infus terbukti tidak mencukupi untuk mempertahankan anestesi yang memadai,
baik suntikan tambahan (bolus) dosis dan peningkatan infus diperlukan untuk secara cepat untuk
meningkatkan konsentrasi obat. Berbagai intervensi juga membutuhkan konsentrasi obat yang
lebih besar, biasanya untuk periode singkat (misalnya, laringoskopi, intubasi endotrakeal,
sayatan kulit) Oleh karena itu, skema infus harus disesuaikan untuk memberikan konsentrasi
puncaknya selama periode singkat stimulasi intens. Tingkat obat yang memadai untuk intubasi
endotrakeal sering dicapai dengan dosis pemberian awal, tapi untuk prosedur seperti sayatan
kulit, dosis bolus lanjut mungkin diperlukan. 1,2

PENILAIAN DAN PERSIAPAN PRA ANESTESI


Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya kecelakaan dalam
anestesi. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih dahulu
sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan bugar. Tujuan dari kunjungan
tersebut adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. 3
Penilaian pra bedah
Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesi sebelumnya sangatlah
penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus,
misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas pasca bedah,
sehingga dapat dirancang anestesi berikutnya dengan lebih baik. Beberapa peneliti
menganjurkan obat yang kiranya menimbulkan masalah dimasa lampau sebaiknya jangan
digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam waktu tiga bulan,
suksinilkolin yang menimbulkan apnoe berkepanjangan juga jangan diulang. Kebiasaan
merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya. 3

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting
untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek
dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin secara sistemik

4|Page
tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi semua system organ tubuh pasien. 3
Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah
kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia
pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks. 3
Kebugaran untuk anestesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar
pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu
harus dihindari. 3
Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang adalah
yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik ini
bukan alat prakiraan resiko anestesia, karena efek samping anestesia tidak dapat
dipisahkan dari efek samping pembedahan. 2,3
Kelas I adalah Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
Kelas II adalah Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
Kelas III adalah Pasien dengan penyakit sistemik sedang atau berat, sehingga
aktivitas rutin terbatas.
Kelas IV adalah Pasien dengan penyakit sistemik sedang atau berat tak dapat
melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya
setiap saat.
Kelas V adalah Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung
dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien
yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien yang

5|Page
dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari masukan oral
(puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesia.3
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-
4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia. Minuman
bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat dengan air
putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia. 3
Premedikasi
Sebelum pasien diberi obat anestesi, langkah selanjutnya adalah dilakukan
premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesi diberi dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:
1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien
a. Menghilangkan rasa khawatir melalui:
i. Kunjungan pre anestesi
ii. Pengertian masalah yang dihadapi
iii. Keyakinan akan keberhasilan operasi
b. Memberikan ketenangan (sedative)
c. Membuat amnesia
d. Mengurangi rasa sakit (analgesic non/narkotik)
e. Mencegah mual dan muntah
2. Memudahkan atau memperlancar induksi
a. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik
3. Mengurangi jumlah obat-obat anestesi
a. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik
4. Menekan refleks-refleks yang tidak diinginkan (muntah/liur)
5. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambung
a. Pemberian antikolinergik atropine, primperan, rantin, H2 antagonis
6. Mengurangi rasa sakit.2,3

Waktu dan cara pemberian premedikasi:


Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam 1 jam, secara
intramuscular minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat

6|Page
dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan secara
intravena, obat akan efektif dalam 3 - 5 menit. Obat akan sangat efektif sebelum
induksi. Bila pembedahan belum dimulai dalam waktu 1 jam dianjurkan pemberian
premedikasi intramuscular, subkutan tidak dianjurkan. Semua obat premedikasi bila
diberikan secara intravena dapat menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropine dan
hiosin. Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian secara perlahan-lahan dan
diencerkan.1
Obat-obat yang sering digunakan:

1. Analgesik narkotik
a. Petidin ( amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Morfin ( amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
c. Fentanyl ( fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3gr/kgBB
2. Analgesik non narkotik
a. Ponstan
b. Tramol
c. Toradon
3. Hipnotik
a. Ketamin ( fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB
4. Sedatif
a. Diazepam/valium/stesolid ( amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBB
b. Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB
c. Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBB
d. Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
5. Anti emetic
a. Sulfas atropine (anti kolinergik) (amp 1cc = 0,25 mg),dosis 0,001
mg/kgBB
b. DBP
c. Narfoz, rantin, primperan.4

INDUKSI INTRAVENA

Induksi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar sehingga
memungkinkan dimulainya anetesia dan pembedahan. Paling banyak dikerjakan dan digemari.
Induksi intravena dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat
induksi bolus disuntikan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi,
pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen.
Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.2

7|Page
Obat-obat induksi intravena:

Tiopental (pentotal, tiopenton) amp 500 mg atau 1000 mg

Sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% ( 1ml =
25mg). hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan perlahan-
lahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Bergantung dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan
menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia atau depresi napas.
Tiopental menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan intracranial dan diduga dapat
melindungi otak akibat kekurangan O2 . Dosis rendah bersifat anti-analgesi.4

Propofol (diprivan, recofol)

Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dengan
kepekatan 1% (1ml = 10 mg). suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa
detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.2,4

Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia intravena total 4-
12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. pengenceran hanya boleh
dengan dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada wanita hamil.2

Ketamin (ketalar)

Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia, hipertensi, hipersalivasi, nyeri


kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk.
Sebelum pemberian sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam (valium)
dengan dosis 0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi salvias diberikan sulfas atropin 0,01
mg/kg.2,4

Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin dikemas dalam cairan
bening kepekatan 1% (1ml = 10mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% ( 1ml = 100 mg).4

Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)

8|Page
Diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan
untuk induksi pasien dengan kelianan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan fentanil dosis
20-50 mg/kg dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.2

PEMELIHARAAN ANESTESI (MAINTAINANCE)


Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan inhalasi atau
dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur
ringan (hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah
tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup. Rumatan intravena biasanya
menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50 g/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan
pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot.
Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan
infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh otot
dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O +
O2. Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan perbandingan 3:1
ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4%
bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu atau dikendalikan.5,6

TEKNIK ANESTESI UMUM INTRAVENA


Teknik Anestesi Umum Intravena.:
1. Persiapan pasien
2. Persiapan alat (STATICS)
3. Persiapan obat: (premedikasi, induksi, maintaince)
4. Berikan premedikasi
5. Induksi.6

Persiapan Pasien
1. Anamnesa
a. Riwayat penyakit sistemik yang diderita dahulu dan sekarang, meliputi:

9|Page
1) Respirasi, riwayat penyakit saluran napas atas, asma, batuk, influenza,
2) Kardiovaskular,riwayat penyakit jantung, hipertensi, nyeri dada, dll.
3) Sistem endokrin : Diabetes Melitus, Hepatitis.
b. Riwayat penyakit keluarga, yaitu adanya anggota keluarga yang menderita
penyakit sistemik seperti TBC, Diabetes Melitus, Asthma.
c. Riwayat pengobatan atau pemakaian obat-obatan yang ada hubungannya interaksi
dengan obat anestesi yang digunakan seperti obat anti hipertensi, anti koagulan,
anti konvulsan dan anti diabetikum.
d. Riwayat alergi dan reaksi obat.
e. Riwayat anestesi dan pembedahan
f. Riwayat kebiasaan; suka berolahraga, peminum alkohol, pemakai narkoba.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan keadaan gigi geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar atau tidak,
leher pendek dan kaku yang bisa menyulitkan intubasi. Dan dilanjutkan ke pemeriksaan
bagian lain dari inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
3. Pemeriksaan Laboratorium: darah, urinalisa, ekg, foto rontgen thorax, usg, dll.
4. Klasifikasi status penderita dengan ASA.
5. Kesimpulan
6. Instruksi: pasang IV line, pemeriksaan penunjang, dan puasa.5

Persiapan Alat
Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan alat STATICS:

S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-


Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.
Lampu harus cukup terang.

T : Tube Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon
(cuffed) dan > 5 tahun dengan balon (cuffed).

A : Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa


hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah

10 | P a g e
saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak
menyumbat jalan napas.

T : Tape Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I : Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang
mudah dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah
dimasukkan.

C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia

S : Suction penyedot lender, ludah danlain-lainnya Selain yang tersebut di


atas, terdapat alat anestesi dan monitor sebagai perangkat utama.
Disiapkan pula trakeotomi set bilamana terjadi keadaan darurat.5,6
Persiapan obat
1.Premedikasi.
o Analgesik: fentanyl/ petidin/morfin
o Sedatif: midazolam,/ diazepam/ dehydrobenzodiazepin
o Hipnotik: ketamin/ pentotal
o Antikolinergik: SA
o Anti emetik: ondancetron/ ranitidin,
2. Induksi: propofol/ pentotal/ ketamin

Pemberian premedikasi
Premedikasi dapat dilakukan diruangan maupun di ruang OK, melalui oral (efek tercapai 1-
2jam), Intramuskular (efek tercapai 30-40menit), dan Intravena (efek tercapai 2-3menit)
Premedikasi digunakan sesuai tujuan;
1) Untuk menenangkan pasien (sedasi) berikan Midazolam (0,1 mg/KgBB) / Diazepam (0,1
mg/KgBB) / DBP 0,1 mg/KgBB.
2) Untuk mengurangi nyeri (analgetik) digunakan fentanyl 1-3 mcg/KgBB / petidin 1-2
mg/KgBB / morfin 0,1 mg/KgBB
3) Bila tensinya meningkat dapat diberikan Clonidin HCl (Catapress)
4) Bila mual muntah dapat diberikan ondancentron/ ranitidin/ simetidin.6

11 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

1. Dewoto HR, et al. Farmakologi dan Terapi Edisi 5, cetak ulang dengan tambahan, tahun
2012. Analgesik opioid dan antagonisnya. Balai Penerbit FKUI Jakarta 2012; 210-218.
2. Muhiman, Muhardi, dr. et al. Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta; 65-71
3. Latief, Said A, Sp.An; Suryadi, Kartini A, Sp.An; Dachlan, M. Ruswan, Sp.An. Petunjuk
Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Jakarta 2010; 46-47, 81
4. Calvey, Norman; Williams, Norton. Principles and Practice of Pharmacology for
Anaesthetists. Fifth edition. Blackwell Publishing 2008; 110-126, 207-208
5. Miller, Ronald D. MD, et. al. Millers anesthesia. Elseveir 2010. CDROOM. Accessed on
4 Maret 2013.
6. Sandham J. Total Intravena Anesthesia. May 2009. Available at
http://www.ebme.co.uk/arts/tiva/index.php. accessed on 10 Maret 2013.

12 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai