Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENGAMBILAN SAMPEL TANAH


(SOIL SAMPLING)

1.1 PENDAHULUAN

Pengambilan sampel tanah merupakan kegiatan yang paling awal dilakukan


dalam pelaksanaan praktikum Laboratorium Uji Tanah (LUT) yang dimaksudkan
untuk mendapatkan sampel tanah baik yang asli (undisturbed) maupun terganggu
(disturbed). Sampel tanah tersebut nantinya akan digunakan dalam pengujian-
pengujian selanjutnya di laboratorium.
Contoh tanah asli dapat diperoleh dengan menggunakan tabung contoh :
(tube sampler) atau tabung contoh belah (split spoon sampler) yang diambil dari
dasar lubang bor yang telah dibuat sebelumnya melalui pemboran dangkal atau
tanah (shallow / hand borring) ataupun contoh tanha berbentuk kubus (block
sample) yang diambil dalam lubang galian / sumur uji (test pit).
Tidak termasuk dalam kegiatan ini yaitu pengambilan contoh tanah melalui
pengeboran dlam (deep boring) dengan menggunakan bor mesin (boring machine)
Selain itu, melalui kegiatan ini dapat pula dibuat deskripsi susunan lapisan
tanah dan diketahui tinggi muka air tanah setempat.

1.2 PERALATAN
Sumur Uji (Test Pit)
1. Peralatan untuk menggali (cangkul, sekop, ganco, linggis, dll.)
2. Sendok spesi, spatula besar, dan alat-alat yang sejenis
3. Rol meter, palu 5 kg, dan balok kayu berukuran 4 x 6 x 60 cm
4. Tabung sampel tanah dengan tutup
5. Cawan (container) untuk penentuan kadar air
6. Tempat untuk sampel tanah terganggu (karung/tas plastik)
7. Kotak yang terbuat dari kayu berukuran 20 x 20 x 20 cm serta lembaran
plastic secukupnya untuk pengambilan sampel tanah asli
1.3 PROSEDUR PENGUJIAN
Sumur Uji (Test Pit)
1. Menentukan lokasi yang akan diambil sampel tanah serta membersihkan
permukaannya dari rerumputan atau benda-benda lainnya
2. Membuat lubang berukuran 100 x 100 x 100 cm sesuai dengan petunjuk
instruktur
3. Menyisakan tanah berbentuk kubus dengan ukuran 20 x 20 x 20 cm pada
dasar galian mulai di kedalaman 100 cm, atau mengambil sampel tanah
asli dengan menggunakan tabung sampel tanah, tiap kelompok minimal
tiga tabung sampel tanah
4. Membungkus tanah asli tersebut dengan alumunium foil atau plastik, bila
pengambilannya dengan tabung sampel tanah maka tabung sampel tanah
dapat ditutup dengan plastik atau menggunakan malam/parafin, serta
mengambil sampel tanah setiap kedalaman 50cm atau setiap terdapat
perubahan lapisan tanah untuk mengetahui kadar airnya
5. Membeli label identifikasi agar tidak tertukar bila sampel tanah lebih satu
serta menyimpan sampel tanah tersebut ditempat yang teduh.
1.4 KESIMPULAN DAN SARAN
1) Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan hal-hal
yakni sebagai berikut:
(1) Pengambilan contoh tanah dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu menggunakan bor untuk tanah terusik dan
menggunakan tabung silinder atau ring untuk tanah tidak
terusik.
(2) Untuk setiap lapisan tanah, tanah memiliki sifat fisik yang
berbeda baik dari warna, tekstur, maupun struktur
2) Saran
Memperkirakan cuaca sebelum menggali karena pada saat musim
hujan tanah menjadi sulit untuk diambil dan tanaakan
LAMPIRAN

Gambar 1.1 Peralatan Soil Sampling

Gambar 1.2 Pengambilan Sampel Tanah


Gambar 1.3 Tanah Undisturbed

BAB II
KADAR AIR TANAH
(WATER CONTENT)

2.1 PENDAHULUAN

Kadar air tanah adalah perbandingan antara berat air yang terkandung
dalam masa tanah terhadap berat butira padat (tanah kering) dan dinyatakan dalam
prosen.

Kadar air tanah merupakan salah satu parameter tanah yang penting untuk
menentukan korelasi antar perilaku tanah dengan sifat-sifat fisiknya. Oleh sebab
itu, pengujian atas kadar air tanah ini merupakan salah satu pengujian yang selalu
dilakukan setiap penyelidikan tanah.

Pengujian menggunakan metode kering oven (oven drying method), yaitu


memanaskan benda uji pada suhu (110 5) C selama 16 s.d 24 jam.

Pada keadaan khusus apabila tanah ag diuji berupa jenis lempung dari
mineral monmorilonite/holosite, gypsum, atau bahan-bahan organik (misalnya
tanah gambut), maka suhu pengeringan maksimum dibatasi sampai 60 C dengan
waktu pengeringan yang lebih lama.

Penentuan kadar air tanah sedapat mungkin dilakukan segera setelah


penyiapan benda uji, terutama bila cawan yang digunkan mudah berkarat.

2.2 PERALATAN

1. Oven yang dilengkapi dengan pengikur suhu untuk memanasi benda uji
sampai (110 5) C
2. Cawan dengan penutup dan tak berkarat (terbuat dari gelas/alumunium)
3. Timbangan dengan ketelitian 0,01 ; 0,1 ; 1 gram (lihat table 2.1)
4. Desikator, berisi silica gel
5. Penjepit (Crubicle tongs)

2.3 BENDA UJI


Jumlah benda uji yang dibutuhkan untuk pengujian kadar air tergantung
pada ukuran butir maksimum dari sampel tanah yang diperiksa dengan ketelitian
seperti di bawah ini

Tabel 2.1 Saran penggunaan timbangan berdasarkan ukuran butiran

Ukuran butir maksimum Berat benda uji yang Ketelitian


lolos ayakan disarankan timbangan
(95 100%)

Lolos # 40 (0,420 mm) 10 s.d 50 gram 0,01 gram


Lolos # 4 (4,75 mm) 100 gram 0,01 gram
12,5 mm 300 gram 0,1 gram
50,0 mm 1000 gram 1 gram

2.4 PROSEDUR PENGUJIAN

1. Menyiapkan benda uji yang mewakili sampel tanah untuk diperiksa


2. Menempatkan dalam cawan yang bersih dan kering, kemudian
menimbangnya (benda uji basah + cawan = W1 )
3. Meletakkan cawan tersebut dalam oven dengan suhu (110 5) C minimum
16 jam atau sampai beratnya konstan
4. Mengambil cawan dan benda uji yang dikeringkan, kemudian menaruhnnya
dalam desikator yang berisi silica gel untuk didinginkan
5. Menimbang cawan beserta isinya (benda uji kering + cawan = W2 )
6. Membersihkan dan mengeringkan serta menimbang cawan tersebut (W3)

LAMPIRAN
Gambar 2.1 Cawan Pengujian Kadar Air Tanah

Gambar 2.2 Penimbangan Berat cawan dan Tanah Basah


Gambar 2.3 Penimbangn Berat Cawan dan Tanah Kering
BAB III
BERAT ISI TANAH
(UNIT WEIGHT OF SOIL)

3.1 PENDAHULUAN

Berat isi dari suatu masa tanah adalah perbandingan antara berat total
tanah terhadap isi/volume total tanah yang dinyatakakn dalam notasi wet
(gram/cm3).

Seperti halnya kadar air tanah, berat isi tanah juga merupakan sifat fisik
tanah yang penting sehingga pengujiannya dilakukan secara rutin bersama-sama
dengan pengujian lainnya di laboratorium.

Pelaksanaan pengujian ini menggunakan metoda silinder tipis yang


dimasukkan ke dalam tanah (drive cylinder method) sehingga tidak dapat
dilakukan pada jenis tanah berpasir lepas atau terdapat banyak kerikil.

Sementara itu dalam pengujian pemadatan tanah di laboratorium atau


penentuan kepadatan tanah di lapangan, berat isi tanah dinyatakna dalam berat isi
tanah kering dry, yaitu perbandingan antara berat butir tanah terhadap volume
total tanah.

Jika tidak didapatkan benda uji yang asli, maka dapat diganti dengan
benda uji buatan (remoulded samples) dengan mempertahankan berat isi dan
kadar air yang sesuai dengan keadaan aslinya.

3.2 PERALATAN

1. Cincin (ring) besar/kecil


2. Jangka sorong
3. Pisau/spatula
4. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
3.3 PROSEDUR PENGUJIAN

1. Membersihkan dan mengukur volume ring besar/kecil ( V ) serta


menimbang beratnya (W1)
2. Meletakkan bagian ring yang tajam ke permukaan tanah dan menekannya
dengan hati-hati sampai tanahnya masuk seluruhnya ke dalam cincin
3. Memotong dan meratakan kedua sisi ring dengan pisau dan mengusahakan
agar tidak sampai berlubang pada kedua sisi ring tersebut
4. Bila ada sedikit lubang maka menambalnya dengan tanah yang sama
5. Membersihkan sisa-sisa tanah yang menempel pada bagian luar ring
kemudian menimbang ring yang berisi tanah (W2)

LAMPIRAN
Gambar 3.1 Pengukuran Volume Ring

Gambar 3.2 Memasukan tanah ke cincin dan menimbangnya

BAB IV
BERAT JENIS TANAH
(SPECIFIC GRAFITY OF SOIL)

4.1 PENDAHULUAN

Berat jenis tanah (Gs) adalah perbandingan antara berat butir tanah (Ws)
dengan berat air (Ww) yang mempunyai volume (V) sama pada temperature
tertentu.

Berat jenis tanah diperlukan untuk menghitung indeks propertis tanah


(misalnya: angka pori (e), berat isi tanah (t), derajat kejenuhan (Sr), dan
karakteristik pemampatan {Cc, Cr, Cv}) serta sifat-sifat penting tanah lainnya.
Selain itu dari nilai berat jenis dapat juga ditentukn sifat tanah secara umum
misalnya: tanah organik mempunyai berat jenisa yang kecil, sedangkan adanya
kandungan mineral berat lainnya (misalnya: besi) ditunjukkan dari berat jenis
tanah yang besar.

Pengujian berat jenis tanah ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis
tanah untuk ukuran butiran tanah yang lolos ayakan No. 4 (4,75 mm), dengan
menggunakan piknometer. Apabila nilai Gs akan digunakan dalam perhitungan
pada pengujian hydrometer, maka benda uji yang dipakai adalah yang lolos
ayakan No. 10 (2,00 mm).

4.2 PERALATAN

1. Piknometer dengan kapasitas 50 ml dan 100 ml


2. Timbangan dengan ketelitian 0,001 gram dan 0,01 gram
3. Desikator
4. Oven dengan pengatur suhu (110 5) C
5. Thermometer ukuran 0 50 C dengan etelitian pembacaan 1 C
6. Ayakan nomor saringan #4, #10, #40
7. Tungku listrik (hot plate)
8. Bak rendaman dengan pengatur suhu (constant temperature bath)
9. Air suling
4.3 BENDA UJI
1. Sampel tanah diambil antara 50 100 gram, kemudian dikeringkan dalam
oven dengan temperatur (110 5) C
2. Setelah kering, sampel tanah dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator

3. Sampel tanah diayak melalui ayakan No. 4 (4,75 mm) dan atau No. 10 (200
mm), kemudian menyiapkan benda uji sebanyak 10 gram apabila
menggunakan piknometer 50 ml atau 25 gram apabila menggunakan
piknometer 100 ml, masing-masing sebanyak 3 sampel

4.4 PROSEDUR PENGUJIAN

1. Mengambil 3 piknometer kapasitas 50 ml atau 100 ml, mencucinya dengan


air bersih kemudian mengeringkannya dalam oven. Mengeluarkan dan
mendinginkannya dalam desikator, kemudian menimbangnya beserta
tutupnya (W1)

2. Memasukkan sampel tanah yang sudah disiapkan 10 gram atau 25 gram


untuk tiap-tiap piknometer. Kemudian menimbangnya beserta tutupnya (W2)
dengan ketelitian 0,001 atau 0,01 gram

3. Menambahkan air suling pada piknometer sampai sampel tanah terendam,


kemudian memanaskannya di atas tungku pemanas (hot plate), agar udara
ynag terkandung dalam tanah bisa keluar diselingi mengocok piknometer
dengan hati-hati supaya mempercepat proses pengeluaran udara tersebut.
Mengambil piknomoeter bila gelembung udara sudah tidak tampak lagi,
kemudian mendinginkannya di dalam desikator

4. Mengambil pikometer dari desikator dan menambahkan air suling sampai


penuh kemudian menempatkannya pada bak pengatur suhu (constant
temperature bath), sehngga isi piknometer mumpunyai suhu yang sama
(constant). Setelah suhu konstan, menambahkan air suling lagi sampai
penuh dan menutup piknometer tersebut. Mengeringkan bagian luar dan
menimbang beratnya (W3)
5. Membersihkan piknometer, kemudian mengisinya dengan air suling sampai
penuh dan memasukkannya pada bak pengatur suhu. Setelah suhu konstan,
mengeringkan bagian luar piknometer dan menimbangnya beserta tutupnya
(W4)

LAMPIRAN
Gambar 4.1 Penimbangan Berat Piknometer Kosong

Gambar 4.2 Penimbangan Piknometer serta Air dan Tanah

Gambar 4.3 Penimbangan Berat Piknometer dan Air Suling

BAB V
BATAS-BATAS ATTERBERG
(ATTERBERG LIMITS)

5.1 PENDAHULUAN

Batas cair adalah nilai kadar air tanah dalam kondisi tanah antara cair dan
plastis. Batas plastis adalah nilai kadar air tanah dalam kondisi antara plastis dan
semi padat. Batas susut/kerut adalah nilai kadar air tanah dalam kondisi antara
semi padat dan padat.

Tanah berbutir halus yang mengandung mineral lempung sangat peksa


terhadap perubahan kandungan air. Atterberg telah menentukan titik-titik tertentu
beruapa batas cair (Liquid Limit, LL), batas plastis (Plastic Limit, PL), dan batas
kerut/susut (Shrinkage Limit, SL).

Dengan mengetahui nilai konsistensi tanah, maka sifat-sifat plastisitas dari


tanah juga dapat diketahui. Sifat- sifat plastisitas dinyatakan dengan harga indeks
plastisitas (Plasticity Index, IP) yang merupakan selisih nilai kadar air batas cair
dengan nilai kadar air batas plastis (IP = LL PL).

Nilai IP yang tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut peka terhadap


perubahan kadar air dan mempunyai sifat kembang susut yang besar, serta besar
pengaruhnya terhadap daya dukung atau kekuatan tanah.

5.2PERALATAN
1. Alat batas cair standar (casagrande)
2. Oven yang dilengkapi dengan alat pengatur suhu
3. Alat pembuat alur (grooving tool)
4. Spatula
5. Cawan untuk penentuan kadar air
6. Air suling
7. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
8. Lempeng kaca ukuran 60 x 60 x 1 cm
5.3 BENDA UJI
1. Bila sampel tanah diperkirakan mempunyai butiran yang lebih keil dari
saringan No. 40 (0,425 mm), maka sampel tanah dapat digunakan langsung
dalam pengujian
2. Bila sampel tanah mempunyai ukuran butiran lebih besar dari saringan No.
40 (0,425 mm), maka sampel tanah dikeringkan terlebih dahulu setelah itu
disaring dan diambil benda uji yang lolos saringan No. 40 (0.425 mm)
sebayak 200 gram
5.4 PROSEDUR PENGUJIAN
A. Penentuan Batas Cair (LL)
1. Mengambil benda uji sebanyak 100 gram yang sudah disiapkan dan
meletakkannya pada lempeng kaca
2. Memberi air suling pada benda uji tersebut sedikit demi sedikit serta
mengaduknya sampai merata/homogen
3. Setelah campuran homogen, mengambil benda uji tersebut secukupnya
dan meletakkan pada mangkuk alat uji, kemudian meratkannya
sedemikian rupa sehingga sejajar dengan dasar alat uji, dengan
ketebalan maksimum 1 cm
4. Membuat alur dengan mambagi dua benda uji dalam mangkuk dengan
menggunakan alat pembuat alur (grooving tool) melalui garis tengah
mangkuk secara simetris
5. Pada waktu membuat alur, posisi alat pembuat alur harus tegak lurus
permukaan mangkuk
6. Memutar engkol alat uji sehingga mangkok naik/jatuh setinggi 1 cm
dengan kecepatan 2 putaran per detik. Pemutaran ini dilakukan terus
dengan kecepatan tetap sampai dasar laur benda uji berimpit sepanjang
1,27 cm dan mencatat jumlah pukulan pada waktu berimpit tersebut
7. Mengulangi pekerjaan (3) sampai (6) paling kurang 2 kali sampai
diperoleh jumlah pukulan yang sama, dimaksudkan agar campuran
tersebut sudah benar-benar merata kadar airnya. Bila telah diperoleh
jumlah pukulan yang sama, maka mengambil sedikit tanah pada bagin
yang berimpit untuk dicari kadar airnya
8. Mengembalikan sisa benda uji ke lempeng kaca dan menambahkan air
suling, mengulangi langkah (2) sampai (7) berturut-turut dengan variasi
kadar air yang berbeda sehingga diperoleh perbedaan jumlah pukulan
sebesar 8 10 pukulan
9. Melakukan pengujian tersebut di atas dengan kadar air yang bervariasi
sehingga didapatkan pukulan antara 10 50.
5.4.1 Penentuan Batas Plastis (PL)
1. Benda uji sama yang dipakai batas cair dan meletakkannya di atas pelat
kaca kemudian menambahkan air suling serta mengaduknya hingga
merata
2. Setelah kadar air merata buatlah bola-bola tanah dengan diameter 1
cm seberat 8 gram, kemudian memilin bola-bola tanah di atas pelat kaca
dengan telapak tangan berkecepatan 80 90 pilinan/menit
3. Melakukan pemilinan sampai benda uji berbentuk batang dengan
diameter 3 mm. bila ternyata benda uji belum mencapai diameter 3 mm
sudah retak-retak, maka satukan lagi beda uji tersebut dan
menambahkan lagi sedikit air suling serta mengaduknya lagi hingga
homogen. Jika ternyata hasil memilin mempunyai diameter lebih kecil
dari 3 mm, maka membiarkan benda uji beberapa saat agar kadar airnya
sedikit berkurang
4. Mengaduk dan memilin diulangi terus sampai retakan-retakan itu terjadi
tepat pada saat hasil pemilinan mempunyai diameter 3 mm serta
panjang minimum 2,5 mm
5. Membuat batang-batang pengujian sebanyak 5 gram, kemudian
memeriksa kadar airnya

LAMPIRAN
BAB VI
ANALISIS UKURAN BUTIRAN
(GRAIN SIZE ANALYSIS)

6.1 PENDAHULUAN

Pada dasarnyapartikel-partikel pembentuk struktur tanah mempunyai


ukuran dan bentuk yang beraneka ragam, baik pada tanh kohesif maupun tanah
nonkohesif.

Sifat suatu yanah banyak ditentukan oleh ukuran butir dan distribusinya.
Sehingga di dalam mekanika tanah, analisis ukuran butir bsnysk
dilakukan/dipakai sebagai acuan untuk mengklasifikasikana tanah.

Pengujian analisis butiran ini dilakukan dengan cara analisis hydrometer


(hydrometer analysis), dilakukan untuk kandungan tanah berbutir halus (lols
ayakan No. 200).

6.2 ANALISIS HIDROMETER (HYDROMETER ANALYSIS)

6.2.1 Peralatan
1. Ayakan #10 (2 mm) 8. Stopwatch
2. Hidrometer 9. Timbangan
3. Termometer 0 50 C 10. Gelas ukur 1000 ml
4. Mixer 11. Air suling
5. Sodium hexamethaphosphat 12. Glass / string rod
6. Oven 13. Glass beaker
7. Evaporating dish

6.2.2 Benda Uji


1. Pada jenis tanah yang mengandung batu dan butirannya hampir sama
atau lebih halus dari saringan # 10 (2,0 mm) dalam hal ini, benda uji
tidak/perlu dikeringkan dan diayak pada ayakan #10 (2,0 mm) tetapi
memeriksa kadar airnya
2. Pada jenis tanah yang banyak mengandung butiran yang lebih besar dari
saringan # 10 (2,0 mm), maka mengeringkan dan menumbuk kemudian
mengayak menggunakan saringan # 10
3. Membuat campuran antara sodium hexamethaphosphat dengan air suling,
komposisi 40 gram : 1 liter dipakai sebagai bahan difloculating agent
4. Mengambil sampel tanah yang akan diuji baik kering maupun tidak,
kemudian dijadikan satu dengan laritan (3) dalam glass beaker dan
mengaduk sebentar serta meyimpannya selama 24 jam

6.2.3 Prosedur Pengujian


1. Memindahkan semua campuran tanah setelah direndam 24 jam ke dalam
mangkuk mixer serta menambahkan air suling dari pencucian glass
beaker dan mengaduknya selama 5 menit
2. Memindahkan semua campuran (1) ke dalam tabung gelas ukur (1000
ml) lalu menambahkan air suling dari hasil pencucian mangkok mixer,
berhati-hati agar tidak sampai jumlah larutan terakhir ini melebihi 100
ml. Bila kurang, menambahkan air suling hingga 1000 ml
3. Menutup gelas ukur dan mengocoknya berulang-ulang sampai 1 menit
dengan memperhatikan sewaktu mengocok tidak sampai ada campuran
yang tumpah atau melekat pada dasar tabung
4. Meletakkan tabung di atas meja lalu memasukkan hidrometer perlahan-
lahan kemudian menyiapkan stopwatch
5. Membaca hidrometer pada 1 atau 2 menit tanpa memindahkan
hidrometernya. Melakukan melakukan pembacaan empat kali dan
sebelum melakukan pembacaan, tabung harus dikocok terlebih dahulu.
Bila mendapatkan dua hasil pembacaan yang sama, maka dapat
dilanjutkan dengan langkah berikutnya
6. Setelah pembacaan dua menit selesai, memindahkan hidrometer ke
tabung berisi air suling yang telah disiapkan. Mengocok kembali
campuran tersebut lalu memasukkan hidrometer dan thermometer ke
dalam campuran tersebut
7. Melakukan pembacaan hidrometer dan thermometer pada menit ke 5, 10,
15, 30, 60, 120, 180, 240, 300, s.d 1440, serta mencatat tanggal,
bulan, tahun, waktu mulai membaca menit ke 0 setelah pengocokan
terakhir dan waktu setiap pembacaan waktu tersebut di atas
8. Setelah selesai melakukan pembacaan terakhir, memindahkan hidrometer
dan thermometer ke tabung berisi air suling
9. Mengocok terakhir kali dan menyaring denan ayakan # 200 (0,075 mm)
10. Memindahkan benda uji dari ayakan ke cawan (yang sudah diketahui
beratnya) dan mengovennya, setelah kering menimbang cawan beserta
benda uji, lalu mengayak dengan ayakan No. 4, 10, 20, 40, 60, 100, 200.

BAB VII
PEMADATAN TANAH
(SOIL COMPACTION)

7.1 PENDAHULUAN
Pemadatan (compaction) adalah proses merapatkan butiran tanah secara
mekanis yang menyebabkan keluarnya udara dari ruang pori sehingga
meningkatkan kepadatan tanah.
Selain sebagai landasan pondasi strktur diatasnya, tanah dalam bidang
Teknik Sipil, digunakan pula sebagai bahan konstruksi/timbunan
(construction/fill material). Salah satu upaya untuk meningkatkan sifat fisik
tanah tersebut adalah dengan cara memadatkannya dengan tujuan :
1. Meningkatkan kekuatan geser tanah = f(c,)
2. Memperkecil nilai permeabilitas tanah k = f(e)
3. Memperkecil nilai pemampatan tanah S = f(e)
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil dari suatu proses pemadatan antara
lain : besarnya energy pemadatan, kandungan air dalam tanah serta jenis
tanah.
Beberapa istilah penting yang sering dijumpai dalam pengujian pemadatan
di laboratorium, yakni:
Kadar air optimum (Optimum Moisture Content, OMC) adalah kadar air
dari suatu sampel tanah yang jika dipadatkan dengan energy pemadatan
tertentu, akan menghasilkan nilai kepadatan maksimum (dry maks).
Kepadatan kering maksimum (Maximum Dry Density, dry maks) adalah
kepadatan kering yang didapatkan jika suatu sampel tanah dengan kadar air
optimum didapatkan dengan energy tertentu.
Pemadatan relative (Relative Compaction) adalah presentase perbandingan
antara dry yang dicapai di lapangan terhadap dry maks yang didapat dari
pengujian di laboratorium.
Garis kejenuhan (Saturation/Zero Air Voids Line, ZAVC) adalah garis yang
menunjukkan hubungkan antara dry dan kadar air (w) untuk tanah dalam
keadaan jenuh.
Pelaksanaan pemadatan di lapangan umumnya dapat dilakukan melalui
beberapa cara, antara lain : dengan cara menggilas secara statis/dinamis,
penggetaran(khususnya untuk tanah berbutir) dan lain sebagainya.
Dalam Tabel 7.1 diberikan beberapa alternative cara pengujian di
laboratorium dimana cara yang digunakan harus disebutkan dalam pelaporan.
Tabel 7.1 Alternatif pengujian pemadatan di laboratorium

Percobaan Standar/Ringan Modified / Berat


Cara A B C D A B C D
Diameter cetakan [mm] 102 152 102 152 102 152 102 152
Tinggi cetakan [mm] 116 116 116 116 116 116 116 116
212
943 2124 943 943 943 943 2124
Volume cetakan [cm3] 4
Berat penumbuk [kg] 2,5 2,5 2,5 2,5 4,54 4,54 4,54 4,54
Tinggi jatuh [cm] 30,5 30,5 30,5 30,5 45,7 45,7 45,7 45,7
Jumlah lapisan 3 3 3 3 5 5 5 5
Jumlah tumbukan per lapis 25 56 25 56 25 56 25 56
Bahan lolos saringan [mm] 4,75 4,75 19,5 19,0 4,75 4,75 19,0 19,0
7.2 PERALATAN
1. Cetakan (mould) dengan diamaeter 102 mm dan 152 mm
2. Alat penumbuk (hammer) dengan berat 2,5 kg dan 4,54 kg
3. Ayakan No. 4 (# 4,75 mm) atau (# 19 mm)
4. Timbangan dengan ketelitian 1,0 gram
5. Jangka sorong (caliper)
6. Extruder (alat pengeluar sampel tanah)
7. Oven dengan pengatur suhu dan peralatan penentuan kadar air
8. Alat perata (straight edge), talam, mistar, palu karet, dan tempat
sampel.
7.3 BENDA UJI
1. Bila sampel tanah dari lapangan masih dalam keadaan lembab, maka
perlu proses pengeringan dengan cara dianginkan (kering udara) atau
dioven dengan suhu maksimum 60C. Kemudian memisahkan
gumpalan-gumpalan tanah dengan cara menumbuk dengan palu karet
2. Mengayak tanah hasil tumbukan (1) dengan ayakan No. 4 (# 4,75
mm) atau (# 19 mm)
3. Menimbang hasil ayakan masing-masing sebanyak 2,5 kg dan 5 kg,
masing-masing sejumlah 6 buah atau sesuai petunjuk instruktur
4. Mencampur tanah hasil timbangan (3) dengan air sedikit demi sedikit,
7.4 PROSEDUR PENGUJIAN
1. Menimbang cetakan dalam keadaan bersih dengan/tanpa alas W1
[gram] dan mengukur tinggi dan diameter cetakan serta menghitung
volumenya V [cm]
2. Memberi oli secukupnya pada cetakan, alas dan leher penyambng di
bagian dalamnya untuk memudahkan proses pengeluaran sampel tanah
3. Mengambil salah satu benda uji, memasukkan sebagian kedalam
cetakan yang diletakkan di atas landasan yang kokoh, kemudian
menumbuknya sebanyak 25 atau 56 kali. Hasil tumbukan mendapatkan
tinggi 1/3 atau 1/5 tinggi cetakan
4. Memberi toleransi ketebalan untuk masing-masing lapisan 0,5 cm,
terkecuali untuk lapisan yang terakhir dengan toleransi + 0,5 cm
5. Sebelum menambahkan tanah untuk pemadatan lapis berikutnya, muka
tanah hasil pemadatan sebelumnya harus dikasarkan dengan
pisau/spatula
6. Melepas leher penyambung dan memotong kelebihan tanah dengan
pisau perata (straight edge)
7. Membersihkan bagian luar dan timbang dengan/tanpa alas (W2)
[gram]
8. Mengeluarkan tanah yang ada di dalam cetakan dengan alat pengeluar
sampel tanah (extruder)
9. Membelah benda uji lalu mengambil tanah secukupnya pada tiga
bagian (atas, tengah, dan bawah) untuk mencari kadar airnya
10. Mengulangi tahap (3) s/d (9) untuk keseluruhan benda uji yang
disiapkan.

BAB VIII
CALIFORNIA BEARING RATIO (CBR)

8.1 PENDAHULUAN
Nilai CBR (California Bearing Ratio) adalah perbandingan antara beban
penetrasi dari bahan tertentu, terhadap beban standar untuk kedalaman dan
kecepatan penetrasi tertentu dan dinyatakn dalam prosen (%).

Beban penetrasi
CBR = 100 .. (8.1)
Beban standar

Pengujian CBR bersifat empiris, yaitu : mengukur tahanan geser tanah pada
kondisi kadar air dan kepadatan tertentu untuk menentukan nilai kekuatan (daya
dukung) relative tanah dasar atau bahan-bahan lain yang dipakai untuk
perkerasan, yang dinyatakan dalam nilai CBR.

Pengujian CBR pertama kali diperkenalkan oleh Laboratorium California


Devision of Highway USA pada tahun 1929 yang kemudian diterima dan
dikembangkan lebih lanjut oleh institusi lain misalnya: U.S Corps of Engineers
(1940-an), ASTM D 1883-87 (1961), AASTHO T 193-74 (1972) dan British
Standard BS 1377. Sedangkan di Indonesia pengujian ini telah distandarisasi
melalui SNI dan Standar Bina Marga PB-0113-76.
Tabel 8.1 Tabel beban standar untuk CBR

PENETRASI [MM] 2,5 5,0 7,5 10,0 12,5


Beban Standar :
- Gaya [kN] 13,24 19,96 25,15 30,30 34,83
- Tegangan [kN/m2]
6.900 10.300 13.000 16.000 18.000

Catatan : 1 kN = 224,809 lbf

Pengujian CBR dapat dilakukan baik di laboratorium maupun secara


langsung di lapangan. Jika dilakukan di laboratorium maka sebagai sumber beban
digunakan mesin beban (load frame), sedangkan untuk pelaksanaan di lapangan
sebagai sumber bebannya digunakan bebas as truk yang diisi material. Jika
dilakukan didalam terbatas dapat digunakan meja beban reaksi.

Data yang diperoleh dari pelaksanaan pengujian ini berupa pasangan beban dan
kedalaman penetrasi.

8.2 PERALATAN
1. Mesin beban (load frame) yang dilengkapi dengan cincin beban (load ring)
dan arloji pengukur deformasi (dial gauge)
2. Cetakan dengan diameter 15,2 cm dan tinggi 12,6 cm termasuk leher
penyambung dan keeping alas serta piringan pemisah
3. Alat penumbuk seberat 4,54kg dengan tinggi jatuh 45,7 cm
4. Piston/torak penetrasi dengan diameter 4,49 cm
5. Keping beban seberat 4,0 kg
6. Timbangan dengan ketelitian 1 gram
7. Alat perata (straight edge), talam dan lain lain
8. Peralatan untuk penentuan kadar air
8.3 BENDA UJI
1. Mengambil sampel tanah seberat 5kg kering udara kemudian tambahkan
air sehingga mendekati kadar air optimum (wopt, OMC) atau kadar air
yang dikehendaki
2. Merangkai cetakan, keeping alas, leher penyambung dan memasukkan
piringan pemisah serta memberi kertas saring diatasnya
3. Memadatkan tanah benda uji tersebut dengan cara yang disesuaikan
dengan cara yang digunakan pada pengujian pemadatan tanah. Bila benda
uji akan direndam, carilah dulu kadar airnyasebelum dipadatkan, bila tidak
direndam, kadar airnya dapat dicari setelah benda uji tersebut dikeluarkan
dari cetakannya
4. Membuka leher penyambung, meratakan permukaan dengan alat perata,
jika terdapat lubang-lubang dapat menambalnya dengan bahan yang halus
lalu menimbangnya
5. Melepaskan alas cetakan dan mengeluarkan piringan pemisah, memasang
alas cetakan pada sisi lainnya, kemudian membalik benda uji yang masih
terdapat dalam cetakan, memberi kertas saring lalu memasang keeping
beban
6. Untuk CBR yang tanpa rendaman (unsoaked), ikuti langkah-langkah
berikut ini :
6.1 Mengganti alas cetakan yang dipakai pada langkah (5) diatas dengan
alas cetakan yang berlubang, jangan lupa untuk memasang kertas
saring.
6.2 Memasang alas pengembangan lubang diatas permukaan benda uji,
serta memberi keping beban seberat 4,00 kg atau sesuai keadaan beban
perkerasan
6.3 Memasang tripod serta arloji untuk mengukur pengembangan dan atur
pembacaannya pada posisi nol
6.4 Merendam benda uji dengan permukaan air berada 2,5 cm di atas
permukaan benda uji. Lama perendaman benda uji disesuaikan dengan
jenis tanah, untuk tanah yang berbutir lebih halus di perlukan waktu
yang lebih lama. Sebagai pedoman perendaman dapat dihentikan
apabila pembacaan pengembangan sudah relative sangat kecil
6.5 Mencatat tanggal/bulan/tahun dan waktu memulai selesainya
perendaman serta membaca besarnya pengembangan
6.6 Melepaskan tripod beserta arloji pengembangan, mengeluarkan benda
uji kemudian mentiriskan dengan cara memiringkan benda uji selama
15 menit
6.7 Membersihkan cetakan dari air yang tersisa, kemudian menimbangnya,
lalu benda uji telah siap untuk ditekan pada mesin beban
8.4 PROSEDUR PENGUJIAN
1. Meletakkan keping beban seberat 4,0 kg atau sesuai dengan
perkiraan beban perkerasan diatas benda uji
2. Untuk benda uji yang direndam (soaked) beban harus sama
dengan beban yang dipakai pada saat perendaman. Mengatur
piston/torak penetrasi agar menyentuh permukaan benda uji
3. Memberi beban awal sebesar 4,0 kg untuk menjamin bahwa
permukaan piston/torak benar-benar menyentuh permukaan benda
uji. Kemudian mengatur arloji beban dan penetrasi pada posisi nol
4. Memberi beban dengan menggunakan engkol teratur sehingga
kecepatan penetrasi mendekati 1,27 mm (0,05 inch)/menit.
Mencatatan bacaan dial beban pada penetrasi sebesar : 0,5 mm ;
1,0 mm ; 1,5 mm ; 2,0 mm ; 2,5 mm ; 3,0 mm ; 3,5 mm ; 4,0 mm ;
4,5 mm ; 5,0 mm ; 7,5 mm ; 10,0 mm ; 12,5 mm
5. Mencatat pembacaan, bila beban maksimum (kapasitas cincin
beban) telah tercapai sebelum penetrasi 12,5 mm
6. Melepaskan benda uji dari mesin beban , kemudian memasang
piringan pemisah pada permukaan benda uji dan menutup dengan
alas cetakannya
7. Membalikkan benda uji, kemudian lakukan pengujian langkah (1)
sampai dengan (5) untuk sisi lainnya
8. Setelah selesai melakukan pengujian dilanjutkan mengeluarkan
benda uji dari cetakan dan mengambil sampel tanah pada 3 (tiga)
tempat yang mewakili untuk dicari kadar airnya

BAB IX
PENETRASI KERUCUT DINAMIS
(DYNAMIC CONE PENETRATION)

9.1 PENDAHULUAN
Pengujian DCP merupakan salah satu jenis pengujian yang dilakukan di
lapangan, yang secara tidak langsung dapat dipakai untuk menentukan nilai CBR
lapangan dari tanah dasar (subgrade). Pelaksanaan pengujian ini sangat mudah
dan hasilnya dapat diperoleh secara cepat sehingga lebih ekonomis jika
dibandingkan dengan bila melakukan pengujian CBR lapangan secara
konvensional.
Meskipun demikian, untuk mendapatkan korelasi nilai CBR lapangan yang
tepat. Disarankan agar dalam pelaksanaan pengujian ni , dilakukan pula percobaan
CBR secara parallel.
DCP pertama kali diperkenalkan oleh scala ( Australia, 1956) sehingga alat ini
sering kali disebut juga sebagai Scala dynamic cone penetrometer.

Dalam perkembangannya, alat ini dapat dijumpai dalam beberapa versi, antara
lain yang ukup popular seperti yang dikembangkan oleh Transvaal Roat
Department ( Afrika Selatan, 1969). Perbedaan utama dari kedua alat tersebut
diatas terdapat pada penumbuk ( hammer ) dan sudut puncak kerucut. Di
Indonesia alat ini mulai diperkenalkan khususnya di lingkungan Dirjen
Binamarga, kira-kira sejak 10 tahun yang lalu.

Jenis alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah versi skala dengan berat
penumbuk 9,07 kg (20 lbf) yang dijatuhkan bebas tinggi 50,8 cm (20 inch), serta
ujung kerucut dengan sudut puncak 30.

Melalui pengujian ini dapat diperoleh sebuah rekaman yang menerus dari
kekuatan relatif tanah (CBR) samapi dengan kedalaman 90 cm dibawah
permukaan tanah.

Lapis-lapisan dari material perkerasan yang ada harus dibuang terlebih dahulu
sebelum pengujian dilaksanakan.

Pengukuran dan pencatatan data lapangan terdiri atas : pasangan jumlah


tumbukan ( n ) dan kedalaman penetrasi ( cm ).

9.2 PERALATAN
1. Peralatan utama terdiri atas
-. Penumbuk seberat 9,07 kg ( 20 lb ) yang dapat dijatuhkan bebas setinggi 50,8
cm ( 20 inch ) melalui sebuah batang meluncur bergaris tengah 16 mm
( 5/8 inch ), dilengkapi dengan landasan pemukul ( anvil ).
-. Batang penetrasi terdiri dari besi/baja bulat bergaris tengah 16 mm (5/8 inch)
sepanjang 90 cm, dilengkapi kerucut pada ujungnya
- kerucut (konus) terbuat dari baja keras dengan sudut puncak 30, serta diameter
terbesarnya adalah 2 cm (luas = 1,61 cm).
2. Alat ukur (penggaris/rol meter), panjang 100 cm dengan skala 0,50 cm
3. Peralatan pengkuran kadar air, jika di perlukan
9.3 PROSEDUR PENGUJIAN
1. Menggali permukaan tanah pada lokasi pengujian, sampai pada
kedalaman dimana pengukuran awal nilai CBR akan dievaluasi
2. Menyingkirkan semua bahan perkerasan yang ada jika pengujian
dilakukan pada badan jalan dengan perkerasan
3. Meletakkan alat

Anda mungkin juga menyukai