1.1 PENDAHULUAN
1.2 PERALATAN
Sumur Uji (Test Pit)
1. Peralatan untuk menggali (cangkul, sekop, ganco, linggis, dll.)
2. Sendok spesi, spatula besar, dan alat-alat yang sejenis
3. Rol meter, palu 5 kg, dan balok kayu berukuran 4 x 6 x 60 cm
4. Tabung sampel tanah dengan tutup
5. Cawan (container) untuk penentuan kadar air
6. Tempat untuk sampel tanah terganggu (karung/tas plastik)
7. Kotak yang terbuat dari kayu berukuran 20 x 20 x 20 cm serta lembaran
plastic secukupnya untuk pengambilan sampel tanah asli
1.3 PROSEDUR PENGUJIAN
Sumur Uji (Test Pit)
1. Menentukan lokasi yang akan diambil sampel tanah serta membersihkan
permukaannya dari rerumputan atau benda-benda lainnya
2. Membuat lubang berukuran 100 x 100 x 100 cm sesuai dengan petunjuk
instruktur
3. Menyisakan tanah berbentuk kubus dengan ukuran 20 x 20 x 20 cm pada
dasar galian mulai di kedalaman 100 cm, atau mengambil sampel tanah
asli dengan menggunakan tabung sampel tanah, tiap kelompok minimal
tiga tabung sampel tanah
4. Membungkus tanah asli tersebut dengan alumunium foil atau plastik, bila
pengambilannya dengan tabung sampel tanah maka tabung sampel tanah
dapat ditutup dengan plastik atau menggunakan malam/parafin, serta
mengambil sampel tanah setiap kedalaman 50cm atau setiap terdapat
perubahan lapisan tanah untuk mengetahui kadar airnya
5. Membeli label identifikasi agar tidak tertukar bila sampel tanah lebih satu
serta menyimpan sampel tanah tersebut ditempat yang teduh.
1.4 KESIMPULAN DAN SARAN
1) Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan hal-hal
yakni sebagai berikut:
(1) Pengambilan contoh tanah dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu menggunakan bor untuk tanah terusik dan
menggunakan tabung silinder atau ring untuk tanah tidak
terusik.
(2) Untuk setiap lapisan tanah, tanah memiliki sifat fisik yang
berbeda baik dari warna, tekstur, maupun struktur
2) Saran
Memperkirakan cuaca sebelum menggali karena pada saat musim
hujan tanah menjadi sulit untuk diambil dan tanaakan
LAMPIRAN
BAB II
KADAR AIR TANAH
(WATER CONTENT)
2.1 PENDAHULUAN
Kadar air tanah adalah perbandingan antara berat air yang terkandung
dalam masa tanah terhadap berat butira padat (tanah kering) dan dinyatakan dalam
prosen.
Kadar air tanah merupakan salah satu parameter tanah yang penting untuk
menentukan korelasi antar perilaku tanah dengan sifat-sifat fisiknya. Oleh sebab
itu, pengujian atas kadar air tanah ini merupakan salah satu pengujian yang selalu
dilakukan setiap penyelidikan tanah.
Pada keadaan khusus apabila tanah ag diuji berupa jenis lempung dari
mineral monmorilonite/holosite, gypsum, atau bahan-bahan organik (misalnya
tanah gambut), maka suhu pengeringan maksimum dibatasi sampai 60 C dengan
waktu pengeringan yang lebih lama.
2.2 PERALATAN
1. Oven yang dilengkapi dengan pengikur suhu untuk memanasi benda uji
sampai (110 5) C
2. Cawan dengan penutup dan tak berkarat (terbuat dari gelas/alumunium)
3. Timbangan dengan ketelitian 0,01 ; 0,1 ; 1 gram (lihat table 2.1)
4. Desikator, berisi silica gel
5. Penjepit (Crubicle tongs)
LAMPIRAN
Gambar 2.1 Cawan Pengujian Kadar Air Tanah
3.1 PENDAHULUAN
Berat isi dari suatu masa tanah adalah perbandingan antara berat total
tanah terhadap isi/volume total tanah yang dinyatakakn dalam notasi wet
(gram/cm3).
Seperti halnya kadar air tanah, berat isi tanah juga merupakan sifat fisik
tanah yang penting sehingga pengujiannya dilakukan secara rutin bersama-sama
dengan pengujian lainnya di laboratorium.
Jika tidak didapatkan benda uji yang asli, maka dapat diganti dengan
benda uji buatan (remoulded samples) dengan mempertahankan berat isi dan
kadar air yang sesuai dengan keadaan aslinya.
3.2 PERALATAN
LAMPIRAN
Gambar 3.1 Pengukuran Volume Ring
BAB IV
BERAT JENIS TANAH
(SPECIFIC GRAFITY OF SOIL)
4.1 PENDAHULUAN
Berat jenis tanah (Gs) adalah perbandingan antara berat butir tanah (Ws)
dengan berat air (Ww) yang mempunyai volume (V) sama pada temperature
tertentu.
Pengujian berat jenis tanah ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis
tanah untuk ukuran butiran tanah yang lolos ayakan No. 4 (4,75 mm), dengan
menggunakan piknometer. Apabila nilai Gs akan digunakan dalam perhitungan
pada pengujian hydrometer, maka benda uji yang dipakai adalah yang lolos
ayakan No. 10 (2,00 mm).
4.2 PERALATAN
3. Sampel tanah diayak melalui ayakan No. 4 (4,75 mm) dan atau No. 10 (200
mm), kemudian menyiapkan benda uji sebanyak 10 gram apabila
menggunakan piknometer 50 ml atau 25 gram apabila menggunakan
piknometer 100 ml, masing-masing sebanyak 3 sampel
LAMPIRAN
Gambar 4.1 Penimbangan Berat Piknometer Kosong
BAB V
BATAS-BATAS ATTERBERG
(ATTERBERG LIMITS)
5.1 PENDAHULUAN
Batas cair adalah nilai kadar air tanah dalam kondisi tanah antara cair dan
plastis. Batas plastis adalah nilai kadar air tanah dalam kondisi antara plastis dan
semi padat. Batas susut/kerut adalah nilai kadar air tanah dalam kondisi antara
semi padat dan padat.
5.2PERALATAN
1. Alat batas cair standar (casagrande)
2. Oven yang dilengkapi dengan alat pengatur suhu
3. Alat pembuat alur (grooving tool)
4. Spatula
5. Cawan untuk penentuan kadar air
6. Air suling
7. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
8. Lempeng kaca ukuran 60 x 60 x 1 cm
5.3 BENDA UJI
1. Bila sampel tanah diperkirakan mempunyai butiran yang lebih keil dari
saringan No. 40 (0,425 mm), maka sampel tanah dapat digunakan langsung
dalam pengujian
2. Bila sampel tanah mempunyai ukuran butiran lebih besar dari saringan No.
40 (0,425 mm), maka sampel tanah dikeringkan terlebih dahulu setelah itu
disaring dan diambil benda uji yang lolos saringan No. 40 (0.425 mm)
sebayak 200 gram
5.4 PROSEDUR PENGUJIAN
A. Penentuan Batas Cair (LL)
1. Mengambil benda uji sebanyak 100 gram yang sudah disiapkan dan
meletakkannya pada lempeng kaca
2. Memberi air suling pada benda uji tersebut sedikit demi sedikit serta
mengaduknya sampai merata/homogen
3. Setelah campuran homogen, mengambil benda uji tersebut secukupnya
dan meletakkan pada mangkuk alat uji, kemudian meratkannya
sedemikian rupa sehingga sejajar dengan dasar alat uji, dengan
ketebalan maksimum 1 cm
4. Membuat alur dengan mambagi dua benda uji dalam mangkuk dengan
menggunakan alat pembuat alur (grooving tool) melalui garis tengah
mangkuk secara simetris
5. Pada waktu membuat alur, posisi alat pembuat alur harus tegak lurus
permukaan mangkuk
6. Memutar engkol alat uji sehingga mangkok naik/jatuh setinggi 1 cm
dengan kecepatan 2 putaran per detik. Pemutaran ini dilakukan terus
dengan kecepatan tetap sampai dasar laur benda uji berimpit sepanjang
1,27 cm dan mencatat jumlah pukulan pada waktu berimpit tersebut
7. Mengulangi pekerjaan (3) sampai (6) paling kurang 2 kali sampai
diperoleh jumlah pukulan yang sama, dimaksudkan agar campuran
tersebut sudah benar-benar merata kadar airnya. Bila telah diperoleh
jumlah pukulan yang sama, maka mengambil sedikit tanah pada bagin
yang berimpit untuk dicari kadar airnya
8. Mengembalikan sisa benda uji ke lempeng kaca dan menambahkan air
suling, mengulangi langkah (2) sampai (7) berturut-turut dengan variasi
kadar air yang berbeda sehingga diperoleh perbedaan jumlah pukulan
sebesar 8 10 pukulan
9. Melakukan pengujian tersebut di atas dengan kadar air yang bervariasi
sehingga didapatkan pukulan antara 10 50.
5.4.1 Penentuan Batas Plastis (PL)
1. Benda uji sama yang dipakai batas cair dan meletakkannya di atas pelat
kaca kemudian menambahkan air suling serta mengaduknya hingga
merata
2. Setelah kadar air merata buatlah bola-bola tanah dengan diameter 1
cm seberat 8 gram, kemudian memilin bola-bola tanah di atas pelat kaca
dengan telapak tangan berkecepatan 80 90 pilinan/menit
3. Melakukan pemilinan sampai benda uji berbentuk batang dengan
diameter 3 mm. bila ternyata benda uji belum mencapai diameter 3 mm
sudah retak-retak, maka satukan lagi beda uji tersebut dan
menambahkan lagi sedikit air suling serta mengaduknya lagi hingga
homogen. Jika ternyata hasil memilin mempunyai diameter lebih kecil
dari 3 mm, maka membiarkan benda uji beberapa saat agar kadar airnya
sedikit berkurang
4. Mengaduk dan memilin diulangi terus sampai retakan-retakan itu terjadi
tepat pada saat hasil pemilinan mempunyai diameter 3 mm serta
panjang minimum 2,5 mm
5. Membuat batang-batang pengujian sebanyak 5 gram, kemudian
memeriksa kadar airnya
LAMPIRAN
BAB VI
ANALISIS UKURAN BUTIRAN
(GRAIN SIZE ANALYSIS)
6.1 PENDAHULUAN
Sifat suatu yanah banyak ditentukan oleh ukuran butir dan distribusinya.
Sehingga di dalam mekanika tanah, analisis ukuran butir bsnysk
dilakukan/dipakai sebagai acuan untuk mengklasifikasikana tanah.
6.2.1 Peralatan
1. Ayakan #10 (2 mm) 8. Stopwatch
2. Hidrometer 9. Timbangan
3. Termometer 0 50 C 10. Gelas ukur 1000 ml
4. Mixer 11. Air suling
5. Sodium hexamethaphosphat 12. Glass / string rod
6. Oven 13. Glass beaker
7. Evaporating dish
BAB VII
PEMADATAN TANAH
(SOIL COMPACTION)
7.1 PENDAHULUAN
Pemadatan (compaction) adalah proses merapatkan butiran tanah secara
mekanis yang menyebabkan keluarnya udara dari ruang pori sehingga
meningkatkan kepadatan tanah.
Selain sebagai landasan pondasi strktur diatasnya, tanah dalam bidang
Teknik Sipil, digunakan pula sebagai bahan konstruksi/timbunan
(construction/fill material). Salah satu upaya untuk meningkatkan sifat fisik
tanah tersebut adalah dengan cara memadatkannya dengan tujuan :
1. Meningkatkan kekuatan geser tanah = f(c,)
2. Memperkecil nilai permeabilitas tanah k = f(e)
3. Memperkecil nilai pemampatan tanah S = f(e)
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil dari suatu proses pemadatan antara
lain : besarnya energy pemadatan, kandungan air dalam tanah serta jenis
tanah.
Beberapa istilah penting yang sering dijumpai dalam pengujian pemadatan
di laboratorium, yakni:
Kadar air optimum (Optimum Moisture Content, OMC) adalah kadar air
dari suatu sampel tanah yang jika dipadatkan dengan energy pemadatan
tertentu, akan menghasilkan nilai kepadatan maksimum (dry maks).
Kepadatan kering maksimum (Maximum Dry Density, dry maks) adalah
kepadatan kering yang didapatkan jika suatu sampel tanah dengan kadar air
optimum didapatkan dengan energy tertentu.
Pemadatan relative (Relative Compaction) adalah presentase perbandingan
antara dry yang dicapai di lapangan terhadap dry maks yang didapat dari
pengujian di laboratorium.
Garis kejenuhan (Saturation/Zero Air Voids Line, ZAVC) adalah garis yang
menunjukkan hubungkan antara dry dan kadar air (w) untuk tanah dalam
keadaan jenuh.
Pelaksanaan pemadatan di lapangan umumnya dapat dilakukan melalui
beberapa cara, antara lain : dengan cara menggilas secara statis/dinamis,
penggetaran(khususnya untuk tanah berbutir) dan lain sebagainya.
Dalam Tabel 7.1 diberikan beberapa alternative cara pengujian di
laboratorium dimana cara yang digunakan harus disebutkan dalam pelaporan.
Tabel 7.1 Alternatif pengujian pemadatan di laboratorium
BAB VIII
CALIFORNIA BEARING RATIO (CBR)
8.1 PENDAHULUAN
Nilai CBR (California Bearing Ratio) adalah perbandingan antara beban
penetrasi dari bahan tertentu, terhadap beban standar untuk kedalaman dan
kecepatan penetrasi tertentu dan dinyatakn dalam prosen (%).
Beban penetrasi
CBR = 100 .. (8.1)
Beban standar
Pengujian CBR bersifat empiris, yaitu : mengukur tahanan geser tanah pada
kondisi kadar air dan kepadatan tertentu untuk menentukan nilai kekuatan (daya
dukung) relative tanah dasar atau bahan-bahan lain yang dipakai untuk
perkerasan, yang dinyatakan dalam nilai CBR.
Data yang diperoleh dari pelaksanaan pengujian ini berupa pasangan beban dan
kedalaman penetrasi.
8.2 PERALATAN
1. Mesin beban (load frame) yang dilengkapi dengan cincin beban (load ring)
dan arloji pengukur deformasi (dial gauge)
2. Cetakan dengan diameter 15,2 cm dan tinggi 12,6 cm termasuk leher
penyambung dan keeping alas serta piringan pemisah
3. Alat penumbuk seberat 4,54kg dengan tinggi jatuh 45,7 cm
4. Piston/torak penetrasi dengan diameter 4,49 cm
5. Keping beban seberat 4,0 kg
6. Timbangan dengan ketelitian 1 gram
7. Alat perata (straight edge), talam dan lain lain
8. Peralatan untuk penentuan kadar air
8.3 BENDA UJI
1. Mengambil sampel tanah seberat 5kg kering udara kemudian tambahkan
air sehingga mendekati kadar air optimum (wopt, OMC) atau kadar air
yang dikehendaki
2. Merangkai cetakan, keeping alas, leher penyambung dan memasukkan
piringan pemisah serta memberi kertas saring diatasnya
3. Memadatkan tanah benda uji tersebut dengan cara yang disesuaikan
dengan cara yang digunakan pada pengujian pemadatan tanah. Bila benda
uji akan direndam, carilah dulu kadar airnyasebelum dipadatkan, bila tidak
direndam, kadar airnya dapat dicari setelah benda uji tersebut dikeluarkan
dari cetakannya
4. Membuka leher penyambung, meratakan permukaan dengan alat perata,
jika terdapat lubang-lubang dapat menambalnya dengan bahan yang halus
lalu menimbangnya
5. Melepaskan alas cetakan dan mengeluarkan piringan pemisah, memasang
alas cetakan pada sisi lainnya, kemudian membalik benda uji yang masih
terdapat dalam cetakan, memberi kertas saring lalu memasang keeping
beban
6. Untuk CBR yang tanpa rendaman (unsoaked), ikuti langkah-langkah
berikut ini :
6.1 Mengganti alas cetakan yang dipakai pada langkah (5) diatas dengan
alas cetakan yang berlubang, jangan lupa untuk memasang kertas
saring.
6.2 Memasang alas pengembangan lubang diatas permukaan benda uji,
serta memberi keping beban seberat 4,00 kg atau sesuai keadaan beban
perkerasan
6.3 Memasang tripod serta arloji untuk mengukur pengembangan dan atur
pembacaannya pada posisi nol
6.4 Merendam benda uji dengan permukaan air berada 2,5 cm di atas
permukaan benda uji. Lama perendaman benda uji disesuaikan dengan
jenis tanah, untuk tanah yang berbutir lebih halus di perlukan waktu
yang lebih lama. Sebagai pedoman perendaman dapat dihentikan
apabila pembacaan pengembangan sudah relative sangat kecil
6.5 Mencatat tanggal/bulan/tahun dan waktu memulai selesainya
perendaman serta membaca besarnya pengembangan
6.6 Melepaskan tripod beserta arloji pengembangan, mengeluarkan benda
uji kemudian mentiriskan dengan cara memiringkan benda uji selama
15 menit
6.7 Membersihkan cetakan dari air yang tersisa, kemudian menimbangnya,
lalu benda uji telah siap untuk ditekan pada mesin beban
8.4 PROSEDUR PENGUJIAN
1. Meletakkan keping beban seberat 4,0 kg atau sesuai dengan
perkiraan beban perkerasan diatas benda uji
2. Untuk benda uji yang direndam (soaked) beban harus sama
dengan beban yang dipakai pada saat perendaman. Mengatur
piston/torak penetrasi agar menyentuh permukaan benda uji
3. Memberi beban awal sebesar 4,0 kg untuk menjamin bahwa
permukaan piston/torak benar-benar menyentuh permukaan benda
uji. Kemudian mengatur arloji beban dan penetrasi pada posisi nol
4. Memberi beban dengan menggunakan engkol teratur sehingga
kecepatan penetrasi mendekati 1,27 mm (0,05 inch)/menit.
Mencatatan bacaan dial beban pada penetrasi sebesar : 0,5 mm ;
1,0 mm ; 1,5 mm ; 2,0 mm ; 2,5 mm ; 3,0 mm ; 3,5 mm ; 4,0 mm ;
4,5 mm ; 5,0 mm ; 7,5 mm ; 10,0 mm ; 12,5 mm
5. Mencatat pembacaan, bila beban maksimum (kapasitas cincin
beban) telah tercapai sebelum penetrasi 12,5 mm
6. Melepaskan benda uji dari mesin beban , kemudian memasang
piringan pemisah pada permukaan benda uji dan menutup dengan
alas cetakannya
7. Membalikkan benda uji, kemudian lakukan pengujian langkah (1)
sampai dengan (5) untuk sisi lainnya
8. Setelah selesai melakukan pengujian dilanjutkan mengeluarkan
benda uji dari cetakan dan mengambil sampel tanah pada 3 (tiga)
tempat yang mewakili untuk dicari kadar airnya
BAB IX
PENETRASI KERUCUT DINAMIS
(DYNAMIC CONE PENETRATION)
9.1 PENDAHULUAN
Pengujian DCP merupakan salah satu jenis pengujian yang dilakukan di
lapangan, yang secara tidak langsung dapat dipakai untuk menentukan nilai CBR
lapangan dari tanah dasar (subgrade). Pelaksanaan pengujian ini sangat mudah
dan hasilnya dapat diperoleh secara cepat sehingga lebih ekonomis jika
dibandingkan dengan bila melakukan pengujian CBR lapangan secara
konvensional.
Meskipun demikian, untuk mendapatkan korelasi nilai CBR lapangan yang
tepat. Disarankan agar dalam pelaksanaan pengujian ni , dilakukan pula percobaan
CBR secara parallel.
DCP pertama kali diperkenalkan oleh scala ( Australia, 1956) sehingga alat ini
sering kali disebut juga sebagai Scala dynamic cone penetrometer.
Dalam perkembangannya, alat ini dapat dijumpai dalam beberapa versi, antara
lain yang ukup popular seperti yang dikembangkan oleh Transvaal Roat
Department ( Afrika Selatan, 1969). Perbedaan utama dari kedua alat tersebut
diatas terdapat pada penumbuk ( hammer ) dan sudut puncak kerucut. Di
Indonesia alat ini mulai diperkenalkan khususnya di lingkungan Dirjen
Binamarga, kira-kira sejak 10 tahun yang lalu.
Jenis alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah versi skala dengan berat
penumbuk 9,07 kg (20 lbf) yang dijatuhkan bebas tinggi 50,8 cm (20 inch), serta
ujung kerucut dengan sudut puncak 30.
Melalui pengujian ini dapat diperoleh sebuah rekaman yang menerus dari
kekuatan relatif tanah (CBR) samapi dengan kedalaman 90 cm dibawah
permukaan tanah.
Lapis-lapisan dari material perkerasan yang ada harus dibuang terlebih dahulu
sebelum pengujian dilaksanakan.
9.2 PERALATAN
1. Peralatan utama terdiri atas
-. Penumbuk seberat 9,07 kg ( 20 lb ) yang dapat dijatuhkan bebas setinggi 50,8
cm ( 20 inch ) melalui sebuah batang meluncur bergaris tengah 16 mm
( 5/8 inch ), dilengkapi dengan landasan pemukul ( anvil ).
-. Batang penetrasi terdiri dari besi/baja bulat bergaris tengah 16 mm (5/8 inch)
sepanjang 90 cm, dilengkapi kerucut pada ujungnya
- kerucut (konus) terbuat dari baja keras dengan sudut puncak 30, serta diameter
terbesarnya adalah 2 cm (luas = 1,61 cm).
2. Alat ukur (penggaris/rol meter), panjang 100 cm dengan skala 0,50 cm
3. Peralatan pengkuran kadar air, jika di perlukan
9.3 PROSEDUR PENGUJIAN
1. Menggali permukaan tanah pada lokasi pengujian, sampai pada
kedalaman dimana pengukuran awal nilai CBR akan dievaluasi
2. Menyingkirkan semua bahan perkerasan yang ada jika pengujian
dilakukan pada badan jalan dengan perkerasan
3. Meletakkan alat