Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota
koperasi orang pribadi merupakan objek PPh yang bersifat final. Besarnya tarif pemotongan
PPh yang bersifat final adalah sebagai berikut:
Peraturan yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan berupa
bunga simpanan yang dibayarkan koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi adalah:
http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-tarif-pph-atas-bunga-simpanan-yang-dibayarkan-koperasi-
kepada-anggota-koperasi
Seri PPh - PPh Final atas Bunga Simpanan Koperasi
Dasar Hukum
1. PP 15 Tahun 2009 (berlaku sejak 1 Januari 2009) tentang PPh atas bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi Orang Pribadi
2. PMK-112/PMK.03/2010 (berlaku sejak 14 Juni 2010) tentang Tata Cara Pemotongan,
Penyetoran, dan Pelaporan atas Bunga Simpanan yang dibayarkan oleh Koperasi
kepada anggota koperasi Orang Pribadi
Tarif
1. 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp.240.000,00 per bulan
2. 10% untuk jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari
Rp.240.000,00 per bulan
http://kpppratamabarabai.blogspot.co.id/2014/11/seri-pph-pph-final-atas-bunga-simpanan.html
Pajak
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 Ayat 2 adalah salah satu jenis pajak atas penghasilan dengan
beberapa ketentuan spesifik mulai dari objek pajak, pemotong pajak sampai subjek pajak yang
bisa dikenakan pajak tersebut. Pemotongan pajak dalam PPh Pasal 4 Ayat 2 bersifat final.
Artinya, pajak harus diselesaikan atau dilunasi dalam masa pajak yang sama.
Yang menjadi pemotong PPh Pasal 4 Ayat 2 seperti yang telah diatur dalam ketentuan adalah
koperasi, penyelenggara kegiatan, otoritas bursa, dan bendaharawan. Sementara yang menjadi
penerima penghasilan yang wajib membayar PPh Pasal 4 Ayat 2 adalah penerima bunga
deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, bunga simpanan yang
dibayarkan koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. Selain itu, penerima hadiah
undian, penjual saham dan sekuritas lainnya, serta pemilik properti berupa tanah dan/atau
bangunan juga wajib menyetor PPh Pasal 4 Ayat 2.
Ada ketentuan khusus yang mengatur PPH Pasal 4 Ayat 2 terkait dengan sistem
pemotongannya yang bersifat final. Bagi pengusaha, omzet terkait transaksi yang dikenakan
PPh Pasal 4 Ayat 2 tidak boleh dimasukkan dalam omzet usaha. Namun, dimasukkan dalam
omzet penghasilan yang telah dipotong PPh Final. Untuk lebih jelasnya, uraian berikut ini akan
menerangkannya lebih lanjut kepada Anda.
Baca Juga: Cara Mudah Cek Tagihan dan Pembayaran Iuran BPJS Kesehatan
Menurut ketentuan, PPh Pasal 4 ayat 2 dikenakan atas penghasilan sebagai berikut:
1. Penghasilan dalam bentuk bunga deposito serta tabungan lainnya, bunga obligasi serta
surat utang negara, dan juga bunga simpanan yang telah dibayarkan oleh koperasi ke
anggota koperasi orang pribadi.
2. Penghasilan berupa hadiah undian.
3. Penghasilan yang diperoleh dari transaksi saham serta sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan pada bursa, dan juga transaksi penjualan saham ataupun
pengalihan penyertaan modal di perusahaan pasangannya yang telah diterima oleh
perusahaan modal ventura.
4. Penghasilan yang diperoleh dari transaksi pengalihan harta, yakni dalam bentuk tanah
dan/atau bangunan, usaha real estate, usaha jasa konstruksi, dan juga penyewaan tanah
dan/atau bangunan.
5. Penghasilan tertentu lainnya, yang telah diatur dengan ataupun berdasarkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan ketentuan, penghasilan terdiri dari penghasilan sebagai objek pajak dan
penghasilan yang bukan objek pajak. Ada dua cara yang digunakan untuk pengenaan PPh atas
penghasilan yang sebagai objek pajak. Yang pertama, PPh secara umum dikenakan dengan
memakai tarif umum (tarif Pasal 17) dan pengenaannya tersebut dimasukkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT). Sementara yang kedua adalah dikenakan PPh yang bersifat
final.
Pengenaan PPh yang bersifat final berarti penghasilan yang diterima ataupun diperoleh akan
dikenakan PPh dalam tarif tertentu. PPh yang dikenakan, baik itu yang dipotong pihak lain
maupun yang sudah disetor sendiri, bukanlah pembayaran di muka atas PPh terutang,
melainkan sudah langsung melunasi PPh terutang untuk penghasilan itu.
Berdasarkan hal tersebut, penghasilan yang telah dikenakan PPh final tidak akan dihitung PPh-
nya pada SPT lagi untuk dikenakan tarif umum bersamaan dengan penghasilan lainnya. Begitu
pula, PPh yang telah dipotong ataupun dibayar tersebut juga bukanlah kredit pajak pada SPT.
Baca Juga: Layanan yang Berubah Setelah Aturan BPJS 2016 Diperbarui
Tarif PPh Pasal 4 Ayat 2
Ada berbagai macam jenis penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 4 Ayat 2. Setiap penghasilan
mempunyai tarif yang berbeda-beda dan diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP). Di bawah
ini akan dijelaskan berbagai objek pajak dengan tarifnya masing-masing yang telah diatur
Pemerintah.
1. Bunga deposito serta jenis-jenis tabungan, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan diskon
jasa giro dikenakan tarif sebesar 20% sebagaimana telah diatur PP No. 131 Tahun 2000
serta turunannya Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2001.
2. Bunga simpanan yang dibayarkan koperasi kepada para anggotanya masing-masing
dikenakan tarif 10% sebagaimana telah diatur pada Pasal 17 Ayat 7 serta turunannya
PP No. 15 Tahun 2009.
3. Bunga dari kewajiban dengan berbagai jenis tarif dari 0-20%. Penjelasan lebih
lanjutnya bisa dicari dalam PP No. 16 Tahun 2009.
4. Dividen yang diterima Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikenakan tarif 10%
sebagaimana telah diatur dalam Pasal 17 Ayat 2C.
5. Hadiah lotre atau undian dikenakan tarif 25% sebagaimana telah diatur PP No. 132
Tahun 2000.
6. Transaksi derivatif berjangka panjang yang telah diperdagangkan di bursa dikenakan
tarif 2,5% sebagaimana telah diatur PP No. 17 Tahun 2009.
7. Transaksi penjualan saham pendiri dan saham bukan pendiri (non-founder), tarifnya
masing-masing adalah 0,5% dan 0,1%, seperti yang tercantum dalam PP No. 14 Tahun
1997 serta turunannya Keputusan Menteri Keuangan No. 282/KMK.04/1997, yang SE-
15/PJ.42/1997 dan SE-06/PJ.4/1997.
8. Jasa konstruksi dikenakan tarif 2-6%. Penjelasan lebih lanjutnya bisa ditemukan pada
PP No. 51 Tahun 2008 serta turunannya PP No. 40 Tahun 2009.
9. Sewa atas tanah dan/atau bangunan, tarifnya adalah 10% seperti yang telah diatur PP
No. 29 Tahun 1996 dan juga turunannya PP No. 5 Tahun 2002.
10. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (dalam hal ini termasuk usaha real
estate), tarifnya adalah 5% seperti yang tercantum dalam PP No. 71 Tahun 2008.
11. Transaksi dari penjualan saham atau pengalihan ibu kota mitra perusahaan yang telah
diterima oleh modal usaha, tarifnya adalah 0,1% sebagaimana telah diatur di dalam PP
No. 4 Tahun 1995.
Berikut ini kami sajikan ilustrasi contoh perhitungan PPh Pasal 4 ayat 2.
Inspektorat Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan melakukan sebuah pembangunan gedung
Kantor Inspektorat Provinsi. Yang menjadi pemenang tender adalah PT Sehat Sejahtera
sebagai pelaksana konstruksi. Sementara Tuan Imam sebagai pengusaha yang statusnya
Pengusaha Kena Pajak (PKP) bertindak sebagai perencana konstruksi.
Pembayaran dilakukan berdasarkan progres pembangunan yang sudah dilaporkan. Pada 2014,
telah dilakukan pembayaran terhadap pelaksanaan konstruksi kepada PT Sehat Sejahtera
tertanggal 22 Juli 2014 dengan jumlah Rp1.500.000.000 atas tagihan tanggal 15 Juli 2014
dengan kode nomor Faktur Pajak 020.000-15.00000650. Pembayaran untuk kontrak
perencanaan konstruksi ke Tuan Imam dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2014 dengan jumlah
Rp50.000.000, atas tagihan tanggal 4 Juli 2014 kode nomor seri Faktur Pajak 020.000-
15.00000950.
Pemotongan/Pemungutan PPh
Bendahara Inspektorat Provinsi memotong PPh Pasal 4 Ayat 2 atas jasa konstruksi, yaitu:
Pemungutan PPN
Bendahara Inspektorat Provinsi mengambil Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10% dari
transaksi jasa konstruksi tersebut.
Cermati agar Tahu Penghasilan Mana Yang Terkena PPh Pasal 4 Ayat 2
dan Bagaimana Perhitungannya
Pentingnya memahami PPh Pasal 4 Ayat 2 bukan tanpa sebab. Ada sejumlah penghasilan yang
ternyata dibebankan pajak penghasilan yang satu ini. Di samping itu, penghasilan-penghasilan
tersebut memiliki perhitungan yang berbeda-beda sebagaimana telah diatur Pemerintah.
Dengan mencermati dan memahami secara keseluruhan mengenai PPh Pasal 4 Ayat 2 dalam
ulasan ini, Anda diharapkan jadi lebih tahu dan tidak dibingungkan dengan perhitungannya.
Baca Juga: PPh Pasal 29, Inilah Penjelasan, Tarif, dan Perhitungannya
https://www.cermati.com/artikel/inilah-penghasilan-yang-dikenakan-pph-pasal-4-ayat-2-dan-
perhitungannya
Memahami Aspek Perpajakan Pada Badan Usaha Berbentuk CV
SEORANG sahabat lama menanyakan kepada saya mengenai aspek perpajakan pada badan
usaha berbentuk CV atau persekutuan komanditer, kemudian saya menjanjikan kepadanya
bahwa saya akan menjawab pertanyaan tersebut melalui tulisan yang akan saya posting di blog
saya. Tulisan ini membayar janji tersebut, semoga bisa menjawab semua pertanyaan yang
muncul di benak sahabat saya tersebut, dan tentu saja semoga tulisan ini membawa manfaat
kepada Anda, para pembaca sekalian.
Pengertian CV
1. PT merupakan badan hukum, sedangkan CV bukan badan hukum, hanya badan usaha
biasa.
2. Kepemilikan PT terbagi-bagi atas saham sebagai penyertaan modal, sedangkan CV
tidak
3. Kekayaan PT terpisah dari kekayaan pemiliknya/pemegang saham karena antara PT
dan pemiliknya merupakan entitas yang terpisah, sedangkan CV tidak. Kekayaan CV
merupakan kekayaan pemiliknya, tidak ada batasan antara kekayaan CV dan kekayaan
pribadi sekutunya/pemiliknya
4. CV tidak terikat ketentuan adanya modal minimal sebagaimana PT
Berbicara mengenai CV maupun PT dalam kacamata Undang-undang Pajak, kita tidak akan
terlepas dari pembicaraan mengenai Subjek Pajak. Subjek Pajak mengatur mengenai siapa-
siapa saja yang menjadi subjek pelaku ketentuan perpajakan di Indonesia. Pasal 2 ayat (1) UU
PPh menyatakan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah:
1. Orang Pribadi
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantukan yang berhak
3. Badan
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Dimana badan menurut Pasal 1 angka (3) UU KUP diartikan sebagai sekumpulan orang
dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa
pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Dengan demikian, menurut kacamata UU Pajak, CV merupakan badan yang menjadi subjek
pajak, meskipun menurut pengertian/secara hukum CV bukan merupakan badan hukum.
Ketika Pembaca telah mendirikan sebuah CV, maka yang harus dilakukan menurut ketentuan
perpajakan adalah:
1. Melaporkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi domisili/lokasi usaha CV yang
bersangkutan untuk memperoleh NPWP
2. Meminta untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) apabila peredaran
usaha dalam satu tahun pajak telah mencapai lebih dari Rp4,8 miliar, atau belum
mencapai lebih dari Rp4,8 miliar namun memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP
(misalnya karena akan menjadi rekanan pemerintah, dll)
3. Menyelenggarakan pembukuan secara taat asas sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UU
KUP
4. Menyimpan buku, catatan dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen
lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik
atau secara program aplikasi online selama 10 tahun di Indonesia
5. Menghitung besarnya pajak yang terutang secara mandiri sesuai prinsip self assessment
6. Memperhitungkan besarnya pajak-pajak yang telah dipotong/dipungut pihak lain dalam
pajak terutang sesuai ketentuan Pasal 28 UU PPh
7. Menyetorkan besarnya pajak kurang bayar ke bank persepsi/kantor pos dengan
menggunakan SSP
8. Mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap dan jelas dan
melaporkannya ke KPP tempat CV terdaftar sebagai Wajib Pajak
9. Melaksanakan ketentuan perpajakan dengan baik dan benar
Tentu saja kewajiban-kewajiban perpajakan di atas masih kita bicarakan secara umum-umum
saja, belum mendetail kepada rincian kewajibannya.
Beberapa ketentuan di bawah ini berlaku baik untuk CV maupun badan hukum lainnya:
1. Kewajiban pajak subjektif CV dimulai saat CV didirikan dan berakhir pada saat
dibubarkan
2. Yang menjadi objek pajak CV adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta kepada
perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan
modal atau keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya.
3. Mengingat CV merupakan badan yang menjadi subjek pajak, maka hak dan kewajiban
CV sama seperti hak dan kewajiban PT di mata UU Pajak
Secara umum jenis pajak yang harus dipenuhi oleh CV adalah:
Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif dikecualikan
dari objek pajak. Ini yang membuat pendirian CV di Indonesia sebenarnya lebih
menguntungkan dibandingkan PT. Hal ini dikarenakan, pengenaan pajak CV hanya
dikenakan satu kali saja, yaitu pada saat CV memperoleh laba. Saat laba tersebut
dibagikan kepada sekutu sebagai prive, dikecualikan dari objek pajak. Berbeda dengan
PT, saat laba dibagikan dalam bentuk deviden, maka akan dikenai lagi PPh, baik PPh
Pasal 23 apabila penerimanya badan, maupun PPh Pasal 4 ayat (2) apabila penerima
devidennya adalah orang pribadi, atau PPh Pasal 26 apabila penerima penghasilannya
berada di luar negeri.
Simulasi
Tuan Budi dan Tuan Anas adalah pemilik sekaligus pendiri CV Karya Agung yang bergerak
di bidang usaha jasa percetakan. Pada tanggal 16 Maret 2014 telah terdaftar di KPP Pratama
Tegal untuk memperoleh NPWP dan telah dikukuhkan pula sebagai PKP meskipun peredaran
usahanya belum mencapai lebih dari Rp4,8 miliar. CV Karya Agung didirikan oleh Tuan Budi
dan Tuan Anas pada tanggal 1 Januari 2014 sesuai akta notaris Nugraha, S.H., M.Kn. nomor
156 tanggal 1 Januari 2014 dan telah didaftarkan/mendapat pengesahan dari Pengadilan Negeri
Slawi. Meskipun telah berdiri sejak 1 Januari 2014, CV Karya Agung baru beroperasi
komersial pada pertengahan Februari 2014. Pada saat pendirian, masing-masing pendiri
menyerahkan harta di bawah ini sebagai tanda penyertaan modal:
Tuan Budi Tuan Anas
1. Bangunan sebagai lokasi usaha senilai 1. Meja dan kursi untuk furnitur kantor
Rp1 miliar senilai Rp50 juta
2. Mesin cetak baru senilai Rp500 juta 2. Penataran dan pelatihan pegawai
3. Perlengkapan cetak (baru) senilai percetakan dengan pihak ahli senilai
Rp300 juta Rp50 juta
4. Biaya legal dan pendirian perusahaan 3. Pemasangan listrik kantor sekaligus
senilai total Rp50 juta lokasi usaha sebesar Rp20 juta
Tuan Budi dan Tuan Anas sepakat bahwa yang bertindak sebagai sekutu aktif adalah Tuan
Anas, sedangkan Tuan Budi bertindak sebagai sekutu pasif. Apabila CV mendapat keuntungan
akan dibagi Tuan Anas dan Tuan Budi dengan proporsi 30:70.
Pada tahun 2014, CV Karya Agung melaporkan laporan laba ruginya sebagai berikut:
Atas laba sebesar Rp600 juta tersebut, sesuai kesepakatan, Rp300 juta akan dibagi kepada
masing-masing sekutu sebesar Rp90 juta kepada Tuan Anas dan Rp210 juta kepada Tuan Budi,
sedangkan sisanya sebesar Rp300 juta akan disimpan sebagai retained earning/laba ditahan.
Selama tahun 2014, CV Karya Agung banyak melakukan transaksi dengan pihak
pemotong/pemungut dan telah dipotong pajak-pajak sebagai berikut:
Kewajiban PPN telah dilakukan CV Karya Agung dengan baik dan benar (tidak akan di
bahas di sini).
Maka, hal-hal di bawah ini dapat kita simpulkan/hitung berdasarkan simulasi di atas:
1. Pada saat Tuan Budi dan Tuan Anas menyerahkan harta sebagai tanda penyertaan
modal, maka harta tersebut bukan merupakan penghasilan bagi CV sebagaimana diatur
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c UU PPh: harta termasuk setoran tunai yang diterima
oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal
dikecualikan dari objek pajak
2. PPh yang harus dibayar oleh CV Karya Agung tahun 2014 adalah sebesar Rp150 juta
yang dihitung dari 25% x Rp600 juta sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UU PPh yang
harus dilunasi dan dibayar paling lambat tanggal 30 April 2015
3. Pada saat Tuan Budi dan Tuan Anas mengambil bagian laba masing-masing sebesar
Rp90 juta dan Rp210 juta, penghasilan tersebut bukan merupakan objek pajak,
sehingga tidak perlu dipotong PPh Pasal 21
4. PPh Pasal 22 dan 23 yang telah dipotong/dipungut pihak lain dapat dijadikan sebagai
kredit pajak, sehingga PPh Pasal 29 yang harus dibayar oleh CV Karya Agung cukup
Rp150 juta Rp50 juta = Rp100 juta
Namun
https://nasikhudinisme.com/2015/07/08/memahami-aspek-perpajakan-pada-badan-usaha-
berbentuk-cv/
Tarif Pajak
Artikel ini saya susun karena ada beberapa pertanyaan masuk yang senada tentang perlakuan
gaji bagi pemilik CV dan Firma.
Pengertian Firma
Bentuk badan usaha yang didirikan oleh beberapa orang dengan menggunakan dana bersama
atau satu nama digunakan bersama. Dalam firma semua anggota bertanggung-jawab
sepenuhnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama terhadap utang-utang perusahaan kepada
pihak lainnya. Bila perusahaan menglami kerugian akan ditanggung bersama, kalau perlu
dengan keseluruhan kekayaan pribadi mereka
Persekutuan komanditer dapat dianggap sebagai perluasan bentuk badan usaha perorangan.
Persekutuan Komanditer adalah persekutuan yang didirikan oleh beberapa orang sekutu yang
menyerahkan dan mempercayakan uangnya untuk dipakai dalam persekutuan. Para anggota
persekutuan menyerahkan uangnya sebagai modal perseroan dengan jumlah yang tidak perlu
sama sebagai tanda keikut-sertaan di dalam persekutuan.
Sekutu pada perseroan dapat dikelompokkan menjadi sekutu komplementer dan sekutu
komanditer. Sekutu komplementer adalah orang yang bersedia memimpin pengaturan
perusahaan dan bertanggung-jawab penuh dengan kekayaan pribadinya. Sedangkan sekutu
komanditer adalah sekutu yang mempercayakan uangnnya dan bertangugng jawab terbatas
pada kekayaan yang diikut-sertkan dalam perusahaan tersebut
Karyawan disini adalah orang yang bekerja pada perusahaan tersebut dan bukan sebagai
pemilik dan tidak menyetorkan modal. Murni pegawai semata. Maka PPh 21 dihitung seperti
biasa (tarif psal 17) dan biaya gaji yang dikeluarkan perusahaan dianggap beban gaji yang
bisa digunakan sebagai pengurang laba perusahaan pada penyusunan laba-rugi.
Pemilik disini berarti yang ikut serta menyetorkan modal. Nah disinilah kesalahan saya
kemarin, saya menganggap perlakuan pajak pemilik CV dan PT itu sama, ternyata tidak.
Penghasilan yang diterima pemilik CV adalah bukan objek pajak penghasilan, sementara
penghasilan pemilik PT adalah objek pajak penghasilan.
Ada dua hal yang ditekankan pada penghasilan pemilik CV dan Firma.
Yaitu gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham (Pasal 9 ayat (1) j UU No.36 Tahun
2008)
Anggota firma, persekutuan dan perseroan komanditer/CV yang modalnya tidak terbagi atas
saham diperlakukan sebagai satu kesatuan, sehingga tidak ada imbalan sebagai gaji. Dengan
demikian gaji yang diterima oleh anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham, bukan merupakan pembayaran yang boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto badan tersebut.
Ada yang bingung dengan pengertian frase modal tidak terbagi atas saham? Coba kata
terbagi diganti dengan terdiri maka akan mudah memahaminya. Yang artinya modal CV
diluar daripada saham itu dianggap satu-kesatuan.
Mana yang lebih pas Gaji pemilik CV atau Prive Pemilik CV?
Pak Ali dan Pak Budi mendirikan sebuah CV. Setiap bulannya mereka berdua menarik uang
kas dari CV masing-masing sebesar Rp.10.000.000. untuk keperluan pribadi. Bagaimana
jurnal akuntansi komersil di bulan tersebut?
Prive biasanya merupakan pengambilan kas atau barang lain yang dilakukan oleh pemilik
sebagai pengambilan bagian keuntungan perusahaan. Ini artinya Prive sebenarnya adalah
bagian dari laba CV namun sudah diambil lebih dahulu. Makanya di akhir tahun nanti prive
akan ditambahkan dengan modal.
[pl_badge type=info]Tips[/pl_badge]
Bagaimana Cara Lapor Bagi Pemilik CV di SPT Tahunan PPh OP?
Formulir 1770
Form 1770-III Bag. B No. 3
1770S
1770S-I Bag. B No. 3
http://amsyong.com/2013/10/aspek-pajak-pph-21-pada-pemilik-cv-firma/