Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)


Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) dicirikan dengan episode
rekuren vertigo yang berlangsung selama beberapa detik dan didahului oleh
perubahan posisi kepala, terutama ekstensi leher, membungkuk, berbaring dengan
sisi yang terkena di bawah, bangun dari tempat tidur, dan berguling ke sisi yang
terkena. Perubahan posisi kepala (biasanya terjadi ketika penderita berbaring,
bangun, berguling diatas tempat tidur atau menoleh ke belakang) biasanya
memicu terjadinya episode vertigo.1,4,6 BPPV terjadi ketika partikel kalsium yang
biasanya terlekat pada satu bagian telinga dalam (utrikulus dan sakulus) berpindah
ke kanalis semisirkularis posterior dan menyebabkan episode singkat vertigo.7,8
BPPV bisa menimbulkan gejala yang berat, tetapi biasanya tidak
berbahaya dan hilang sendiri. BPPV bisa disertai oleh gejala mual, muntah, dan
nistagmus. Episode vertigo dimulai sesudah 5 sampai 10 detik setelah perubahan
posisi kepala dan bertahan kurang dari semenit. Episode vertigo biasanya reda
dengan sendirinya dalam beberapa minggu, namun kadang-kadang menetap
selama berbulan-bulan dan bisa menyebabkan dehidrasi karena mual dan muntah.
BPPV khususnya dapat dibedakan dari Menire disease, karena biasanya pada
BPPV tidak terjadi kehilangan pendengaran atau telinga berdenging (tinnitus).6-9

2.2. Epidemiologi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan jenis vertigo
vestibular perifer yang paling sering ditemui di kalangan masyarakat umum.
Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa,
didapatkan prevalensi BPPV di Amerika adalah sebanyak 64 kasus per 100.000
penduduk, dengan penderita jenis kelamin wanita lebih banyak daripada pria.
BPPV cenderung ditemukan pada usia yang lebih tua, yaitu di atas 50 tahun (51
57 tahun) dan jarang terjadi pada penderita berusia di bawah 35 tahun tanpa
riwayat cedera kepala.8,9

2.3. Patofisiologi
BPPV terjadi akibat perubahan posisi kepala yang cepat dan tiba-tiba
seperti saat berguling di tempat tidur, membungkuk, atau menengadah ke atas,
dan biasanya akan disertai sensasi pusing yang sangat berat dengan durasi
bervariasi pada masing-masing penderita. Vertigo dapat berlangsung hanya
beberapa menit hingga berhari-hari dan dapat disertai dengan gejala mual dan
muntah. Beberapa dugaan yang dikemukakan oleh para ahli adalah kemungkinan
adanya trauma pada alat keseimbangan, infeksi, sisa pembedahan telinga, faktor
degeneratif karena usia dan kelainan pembuluh darah. Mekanisme pasti terjadinya
BPPV masih belum dapat dipastikan, namun penyebabnya sudah diketahui, yaitu
kristal kalsium karbonat (otokonia) yang terdapat pada kanalis semisirkularis,
yang diduga menyebabkan perubahan tekanan endolimfe dan defleksi cupula.1,2,6,7
Untuk memahami patofisiologi terjadinya BPPV, dibutuhkan pemahaman
tentang anatomi dan fisiologi normal dari kanalis semisirkularis. Setiap telinga
bagian dalam mengandungi 3 kanalis semisirkularis. Masing-masing kanal terdiri
dari krura yang ujungnya melebar (ampulla) yang terletak berdekatan dengan
krista ampullaris (reseptor saraf). Krista ampullaris memiliki cupula, yang
mendeteksi aliran cairan dalam kanalis semisirkularis. Jika seseorang tiba-tiba
menoleh ke kanan, cairan dalam kanal horizontal kanan akan tertinggal,
menyebabkan cupula terdeviasi ke kiri (ke arah ampulla, atau ampullopetal).
Deviasi ini berikutnya akan diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang menegaskan
bahwa posisi kepala sedang berputar ke kanan. Ketidakcocokan informasi
sensorik antara gerakan kepala dan deviasi cupula inilah yang menghasilkan
sensasi vertigo.3,4
Gambar 1. Otokonia berpindah dari utrikulus dan pada umumnya masuk ke
kanalis semisirkularis posterior, kemudian pada saat kepala bergerak
menyebabkan cupula mengirimkan sinyal-sinyal palsu ke otak yang menyebabkan
persepsi vertigo.9,10

2.3.1. Teori Cupulolithiasis


Teori cupulolithiasis dikemukakan oleh Harold Schucknecht pada tahun
1962. Melalui pemeriksaan fotomikrografi, Schuknecht menemukan partikel
basofilik atau densitas yang adheren terhadap cupula tersebut, di mana diduga
bahwa kanal semisirkularis posterior akan lebih sensitif terhadap gravitasi
dikarenakan partikel padat yang melekat pada cupula tersebut. Teori ini
dianalogikan dengan situasi benda berat yang melekat pada puncak tiang, di mana
berat ekstra akan membuat tiang tidak stabil dan sulit mempertahankan posisi
netral. Bahkan, tiang cenderung terlempar dari satu sisi ke sisi lainnya tergantung
pada arah itu dimiringkan. Setelah posisi tersebut tercapai, berat partikel tersebut
akan mempertahankan posisi cupula kembali ke netral. Hal ini tercermin dari
nistagmus persisten dan menjelaskan sensasi pusing ketika pasien melentur ke
belakang.1,4,6
2.3.2. Teori Canalithiasis
Berdasarkan teori canalithiasis yang dikemukakan oleh Epley (1980),
gejala BPPV jauh lebih konsisten dengan adanya partikel bebas-bergerak
(canalith) di kanalis semisirkularis posterior daripada partikel yang melekat pada
cupula. Saat kepala ditegakkan, posisi partikel di kanalis semisirkularis posterior
bergantung pada gravitasi. Ketika kepala melentur ke belakang, partikel berputar
sampai sekitar 90 sepanjang arkus kanalis semisirkularis posterior. Setelah lag
sesaat (inersia), gravitasi akan menarik partikel menuruni arkus. Hal ini
menyebabkan aliran endolimfe untuk menjauh dari ampula dan menyebabkan
defleksi cupula. Defleksi cupula mengakibatkan nistagmus. Teori canalithiasis
dibuktikan lebih lanjut oleh Parnes dan McClure pada tahun 1991 dengan
penemuan partikel bebas-bergerak dalam kanalis semisirkularis posterior setelah
dilakukan pembedahan.4,7,8

2.4 Faktor Predisposisi


Hingga saat ini, etiologi pasti BPPV masih belum diketahui. Meskipun
penelitian-penelitian belum mengidentifikasi penyebab tunggal terjadinya BPPV,
namun terdapat beberapa faktor predisposisi yang mendukung terjadinya BPPV
termasuk kurangnya aktivitas, alkoholisme akut, riwayat operasi, dan penyakit
sistem saraf pusat (SSP). Pemeriksaan neurologis lengkap sangat penting dalam
membantu menegakkan diagnosa BPPV karena kebanyakan pasien juga mengidap
penyakit telinga bagian dalam secara bersamaan. Kasus-kasus BPPV kebanyakan
bersifat idiopatik (39%), menyertai penyakit telinga (29%), atau traumatik
(21%).8,9

2.5 Gejala Klinis dan Diagnostik


Penderita BPPV biasanya akan menimbulkan keluhan jika terjadi
perubahan posisi kepala pada suatu keadaan tertentu. Pasien akan merasa berputar
atau merasa sekelilingnya berputar jika akan ke tempat tidur, berguling dari satu
sisi ke sisi lainnya, bangkit dari tempat tidur di pagi hari, mencapai sesuatu yang
tinggi atau jika kepala ditengadahkan ke belakang. Biasanya vertigo hanya
berlangsung 5-10 detik.1,5 Kadang-kadang BPPV dapat disertai rasa mual dan
seringkali pasien merasa cemas. Penderita biasanya menyadari keadaan ini dan
berusaha menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat
menimbulkan vertigo. Vertigo tidak akan terjadi jika kepala dalam posisi tegak
lurus atau berputar secara aksial tanpa ekstensi. Pada hampir sebagian besar
pasien, vertigo akan berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam jangka
waktu beberapa hari sampai beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga
sampai beberapa tahun. BPPV khususnya dapat dibedakan dari Menire disease
karena biasanya pada BPPV tidak terjadi gangguan pendengaran atau telinga
berdenging (tinnitus).1,6
Diagnosis BPPV dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan neurologis, uji posisi dan uji kalori. Pada anamnesis, penderita
BPPV sering mengeluhkan kepala terasa pusing berputar pada perubahan posisi
kepala dengan kondisi tertentu. Secara klinis vertigo terjadi pada perubahan posisi
kepala dan akan berkurang serta akhirnya berhenti secara spontan setelah
beberapa waktu. Pada uji kalori, gerakan mata yang abnormal menunjukkan
adanya kelainan fungsi di telinga bagian dalam atau saraf yang
menghubungkannya dengan otak. Nistagmus adalah gerakan mata yang cepat dari
kiri ke kanan atau dari atas ke bawah. Arah dari gerakan tersebut bisa membantu
dalam menegakkan diagnosa. Nistagmus bisa dirangsang dengan menggerakkan
kepala penderita secara tiba-tiba atau dengan meneteskan air dingin ke dalam
telinga.6,7
Uji posisi dapat membantu membedakan lesi perifer atau sentral sekaligus
mendiagnosa BPPV, yang paling baik dan mudah adalah dengan melakukan
manuver Dix-Hallpike: penderita duduk tegak, kepalanya dipegang pada kedua
sisi oleh pemeriksa, lalu menggerakkan kepala pasien dengan cepat ke kanan, kiri
dan kembali ke tengah.3,4,7
Gambar 2. Manuver Dix-Hallpike untuk memicu BPPV pada telinga kanan6

Pada lesi perifer, dalam hal ini positif BPPV, akan didapatkan nistagmus
posisi dengan gejala sebagai berikut.3,4,6,7
1. Mata berputar dan bergerak ke arah telinga yang terganggu dan mereda
setelah 5-20 detik.
2. Disertai vertigo berat.
3. Mula gejala didahului periode laten selama beberapa detik (3-10 detik).
4. Pada uji ulangan akan berkurang sampai menghilang (fatigue), tetapi juga
berguna sebagai cara diagnosis yang tepat.
Berbeda dengan lesi sentral, periode laten tidak ditemukan, vertigo dan
nistagmus berlangsung lebih dari 1 menit, dan bila diulang gejala tetap ada (non-
fatigue).6,7

2.6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding BPPV dapat dibagi menjadi 3 gangguan utama: labirin,
saraf vestibular, dan lokasi lesi.5,6,8 BPPV kronis sering salah terdiagnosis sebagai
Menire disease karena pada anamnesis pasien tidak memberi informasi
tambahan mengenai gejala yang timbul akibat perubahan posisi kepala. Hal ini
turut membingungkan karena BPPV juga dapat timbul secara bersamaan dengan
Menire disease.
Gegar telinga bagian dalam dapat menyebabkan transient positional vertigo
dan nistagmus.
Intoksikasi alkohol dapat menyebabkan nistagmus posisional, biasanya
menetap dalam posisi tertentu, dan bervariasi sesuai dengan posisi kepala.
Nistagmus yang ditemukan pada labirinitis bersifat spontan, persisten, dan
tidak terlalu dipengaruhi oleh posisi kepala.
Nistagmus posisional sentral dapat mengarah pada lesi fossa posterior seperti
pada neuroma akustik atau meningioma.
Vertigo servikalis biasanya muncul gejala dengan posisi ekstensi kepala,
dapat berupa suatu manifestasi dari kompresi vaskular (arteri vertebralis).6,8

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa elektronistagmografi
(ENG) atau videonistagmografi (VNG). Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk
mendeteksi gerakan mata abnormal. ENG (yang menggunakan elektroda) atau
VNG (yang menggunakan kamera kecil) dapat membantu menentukan apakah
pusing disebabkan karena penyakit telinga bagian dalam dengan mengukur
gerakan involunter bola mata sementara kepala penderita ditempatkan pada posisi
yang berbeda atau organ keseimbangan dirangsang dengan air atau udara.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat dilakukan untuk menyingkirkan
diagnosa neuroma akustik - sebuah tumor jinak nervus vestibulokoklearis - atau
lesi lain yang dapat menjadi penyebab vertigo.6,7

2.8 Terapi
Pilihan pengobatan untuk penatalaksanaan BPPV adalah observasi,
medikasi vestibulosupresan, rehabilitasi vestibular, reposisi canalith, dan
pembedahan.6-8
Observasi: Mengingat BPPV adalah jinak dan gejalanya dapat berkurang dan
menghilang tanpa pengobatan dalam beberapa minggu ke bulan, ada beberapa
pendapat yang mengatakan bahwa penatalaksanaan BPPV cukup dengan
observasi sederhana.7-8
Medikamentosa: Dapat diberikan medikamentosa vestibulosupresan,
antihistamin, dan benzodiazepin sebagai pendukung. Pengobatan ini biasanya
tidak mengatasi vertigo tersebut secara tuntas, malah cenderung dihindari
karena penggunaan obat vestibulosupresan yang berkepanjangan hingga lebih
dari 2 minggu dapat mengganggu mekanisme adaptasi susunan saraf pusat
terhadap abnormalitas vestibular perifer yang sudah terjadi. Selain itu, efek
samping yang timbul bisa berupa kantuk, letargi, dan perburukan
keseimbangan.6,8
Rehabilitasi: Sejak rasio manfaat-resikonya sangat tinggi setelah dilakukan
penelitian, reposisi canalith tampaknya menjadi pilihan pertama di antara
semua modalitas pengobatan yang tersedia.6-8

2.8.1. Terapi Rehabilitasi


Reposisi partikel diwakili oleh dua manuver utama yang dikembangkan
secara bersamaan di Amerika Serikat dan Perancis. Kedua metode ini merupakan
manuver Epley dan manuver Semont. Selain itu, terdapat juga latihan Brandt-
Daroff yang dapat diajarkan kepada pasien untuk dilakukan sendiri di rumah.
A. Manuver Epley
Manuver Epley bertujuan untuk mengembalikan debris dari kanalis
semisirkularis posterior ke labirin. Pasien diposisikan pada posisi seperti pada
uji Dix-Hallpike ke arah sisi yang sakit (kepala hiperekstensi dan rotasi 45
ipsilateral sisi yang sakit). Posisi ini menyebabkan partikel otokonia
terpengaruh gravitasi dan terbawa ke tengah kanalis semisirkularis posterior.
Setelah sekitar 30 detik, kepala dirotasikan kontralateral sejauh 90 dengan
posisi tetap hiperekstensi untuk memicu pergerakan kanalit menuju common
crus. Kepala dan bahu dirotasikan lebih jauh kontralateral dari sisi yang sakit
sejauh 90 hingga kepala menghadap ke bawah. Partikel akan bergerak
melintasi common crus. Pasien kembali duduk dengan kepala masih menoleh
ke arah kontralateral. Pergerakan ini mengakibatkan partikel bergerak masuk
ke utrikulus.
Angka keberhasilan manuver Epley dapat mencapai 100% bila dilatih
secara berkesinambungan. Bahkan, uji Dix-Hallpike yang semula positif
dapat menjadi negatif. Angka rekurensi ditemukan 15% dalam 1 tahun.
Setelah melakukan manuver Epley, pasien disarankan untuk tetap tegak lurus
selama 24 jam untuk mencegah kemungkinan debris kembali lagi ke kanal
semisirkularis posterior.4,6

Gambar 3. Manuver Epley4


B. Manuver Semont
Setelah mengidentifikasi sisi yang terkena dengan uji Dix-Hallpike,
pemeriksa berdiri di depan pasien yang duduk di tepi meja periksa. Kepala
pasien kemudian dirotasikan 45 ke arah sisi yang sehat, kemudian pasien
dibantu untuk berbaring pada sisi yang sakit dengan posisi seperti pada uji
Dix-Hallpike. Pergerakan tersebut harus cepat dan berkesinambungan.
Manuver ini akan memicu nistagmus vertikal paroksismal karena
pergerakan partikel otokonia menjauhi ampulla. Pasien diposisikan seperti
ini selama sekitar 2 menit, kemudian pasien berguling dengan cepat 180
ke arah kontralateral dengan mempertahankan posisi kepala relatif
terhadap bahu. Pergerakan ini disebut perasat liberatory, dan memicu
akselerasi sejajar bidang kanalis semisirkularis kanan sehingga partikel
otokonia jatuh ke utrikulus. Pada akhir manuver, pasien berada pada posisi
liberatory, yaitu berbaring bertumpu pada sisi yang sehat dengan tulang
pipi dan hidung bersentuhan dengan meja periksa. Manuver liberatory
harus dilakukan dengan cepat dan berkesinambungan. Jika terlalu lambat,
otokonia dapat jatuh ke arah yang salah. Percepatan yang terjadi di dalam
kanalis semisirkularis adalah penting dalam manuver ini, oleh karena itu
gerakan mengayun pada perpindahan posisi tidak boleh melebihi 1,5
detik.4,10
Gambar 4. Manuver Semont4

C. Latihan Brandt-Daroff
Latihan Brandt-Daroff mencakup gerakan berulang yang
menginduksi vertigo dua hingga tiga kali per hari hingga sekitar tiga
minggu. Pada latihan ini, pasien duduk tegak, kemudian memiringkan
kepala 45 ke kiri, kemudian dengan cepat berbaring ke sisi kanan
tubuhnya selama 10 detik. Setelah kembali duduk tegak, pasien kemudian
memiringkan kepalanya 45 ke kanan, berbaring dengan cepat ke sisi kiri
tubuhnya selama 10 detik, kemudian kembali duduk tegak. Latihan ini
dapat dilakukan sendiri oleh pasien di rumah setelah dilatih oleh dokter
atau fisioterapis. Apabila pasien menaati jadwal latihan yang diberikan,
latihan Brandt-Daroff dapat mengurangi respons vertigo pada pergerakan
kepala dalam 95% kasus. Namun, pada beberapa pasien dapat timbul
komplikasi berupa BPPV multikanal.4,10
Gambar 5. Latihan Brandt-Daroff10

Anda mungkin juga menyukai