Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH OPTIK MODERN

POLARISASI

Oleh:

ADI HARDIANSYAH [ I2E016001 ]

SADAM HUSEIN [ I2E016025 ]

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MATARAM

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Cahaya merupakan kesan (dalam bentuk energi) yang

diterima oleh indera mata, sedangkan Teori korpuspuler

menurut Newton mengatakan bahwa cahaya adalah

partikel-partikel atau korpuskel-korpuskel yang

dipancarkan oleh sumber dan merambat menurut garis

lurus dengan kecepatan besar, artinya teori ini mampu

menjelaskan pristiwa-pristiwa pemantulan dan pembiasan,

namun tidak dapat menjelaskan pristiwa interferensi.


Menurut Christian Huygens pada pertengahan abad ke-

17 mengemukakan bahwa cahaya merupakan gelombang

yang berasal dari sumber yang bergetar. Perambatan

sumber yang bergetar menurut Huygens merambat dalam

medium yang disebut eter, yaitu zat yang mengisi seluruh

ruangan termaksud ruang vakum.


Pada tahun 1873, J.C Maxwell secara teori menjabarkan

yang menjalar dengan kecepatan sebesar kecepatan

cahaya. Kemudian secara umum eksperimen Heinrich Hertz


pada tahun 1888, dengan memakai osilasi dipol listrik

berhasil memperoleh gelombang elektromagnetik yaitu

gelombang-mikro yang ternyata dapat dipantulkan,

dibiaskan, difokuskan dengan lensa, dan seterusnya

sebagaimana lazimnya.
Sejak itu, cahaya diyakini sebagai gelombang

elektromagnetik transversal yang dimaksud dengan

gelomabng elektromagetik adalah gelombang medan

listrik dan medan magnet. Artinya oleh adanya gelombang

elektromagnetik maka kuat medan magnet dan kuat

medan listrik disetiap titik yang dilalui gelombang

elektromagnetik itu berubah-ubah terhadap waktu secara

periodik dan perubahan itu dijalankan sepanjang arah

menjalarnya gelombang. Untuk menjalarnya gelombang

elektromagnetik tidak memerlukan medium dan bahkan

adanya medium maka menghambat menjalarnya

gelomabng elektromagnetik.
Gelombang elektromagnetik dapat dipantulkan dan

ditransmisikan, dari pemantulan tersebut dapat

terpolarisasi bidang. Gelombang elektromagnetik dikatakan


terpolarisasi bidang apabila bidang getar gelomabng

medan listrik dan medan magnetnya tertentu. Pada

umumnya gelombang terdiri dari sinar-sinar dari berbagai

kemungkinan bidang getar bagi medan listrik dan medan

magnetnya, bidang getar itu dinamakan bidang polarisasi.

Dengan kata lain, polarisasi adalah peristiwa terjadinya

perubahan arah medan listriknya menjadi searah dengan

mengabaikan arah dari medan magnet.


Dengan prinsip polarisasi tersebut dilakuakn pada

percobaan polarisasi (hokum Malus) dengan menggunakan

laser He-Ne sabagai sumber cahaya yang termasuk dalam

gelombang elektromagnetik. Dimana pada percobaan

dilakukan dua kali dengan menggunakan laser tanpa

retarder (bidang penunda) dan menggunakan retarder

(bidang penunda). Untuk percobaan laser tanpa retarder

sebagai pembuktian Hukum Malus dimana laser dilewatkan

pada polrizer 1 dan diteruskan menuju polarizer 2 sebagai

analyzer. Dan akan terlihat bayangan pada layer yang

terhubung dengan fotometer untuk mengetahui


intensitasnya. Dengan mengubah sudut analyzer akan

diperoleh pula nilai intensitas yang berbeda.


Pada percobaan laser dengan menggunakan retarder

hampir sama dengan percobaan laser tanpa retarder hanya

saja retarder diletakkan antara polarizer 1 dan polarizer 2

dan dipergunakan bidang penunda 140 nm. Sehingga

diperoleh intensitas awal pengukuran Io, intesitas dari

fotometer I1dan sudut analyzer sebagai sudut datang .

Dengan hal tersebut dapat menentukan hubungan

intensitas dengan sudut analyzer, mengetahui peristiwa

polarisasi dan mengetahui sifat dari bidang retarder. Prinsip

percobaan tersebut memberikan manfaat untuk

mempelajari fotoelastisitas dan efek Kerr.


1.2Rumusan Masalah

1.2.1 Polarisasi
1.2.2 Refleksi dan Transmisi (Reflaksi)
1.2.3 Gelombang pada Permukaan Batas
1.2.4 Derajat Polarisasi
1.2.5 Gelombang Elektromagnetik dalam Medium
yang Anisotrop
1.2.6 Polarisasi Khromatik
1.2.7 Aktivitas Optik
1.2.8 Polarisasi Karena Hamburan
1.2.9 Refleksi dan Reflaksi pada Permukaan Metal

1.3Tujuan
1.3.1 Polarisasi
1.3.2 Refleksi dan Transmisi (Reflaksi)
1.3.3 Gelombang pada Permukaan Batas
1.3.4 Derajat Polarisasi
1.3.5 Gelombang Elektromagnetik dalam Medium
yang Anisotrop
1.3.6 Polarisasi Khromatik
1.3.7 Aktivitas Optik
1.3.8 Polarisasi Karena Hamburan
1.3.9 Refleksi dan Reflaksi pada Permukaan Metal

1.4Manfaat

BAB II

PEMBAHASAN

2.1Polarisasi
Polarisasi adalah keadaaan (orientasi) bidang

getar dari E-> (medan listrik). Cahaya yang

terpolarisasi ( cahaya alamiah) memiliki orinetasi E ke

segala arah. Arah ini dapat diuraikan menjadi 2, yitu


komponen sejajar bidang jatuh dan tegak urus bidang

jatuh dengan notasi El dan El. Bidanga jatuh adalah

bidang tempat sinar datang, sinar pantul, sianr bias, dan

garis normal berada. Macam-macam polarisasi:


2.1.1. Polarisasi Linear
Suatu gelombang dikatakan terpolarisasi

linear bila gelombang tersebut hanya bergetar

pada satu bidang getar (datar) yang di sebut juga

bidang polarisasi. Po;arisasi linear juga disebut

polarisasi bidang. Gelombang elelktromagnet

yang terpolarisasi linear adlaah gelombang yang

bidang tempat orientasi dari medan listrik

magnetnya konstan, meskipun arah dan besar

simpangan medannya berubah-ubah menurut

fungsi waktu. Bidang tempat orientasi dari

medan listrik ini kemudian disebut juga sebagai

bidang getar. Bidang getar ini selalu dari terdiri

dari vektor medan listrik ( E-> ) juga memuat K-

>, yaitu vektor perambatan gelombang ( arah K-

> sama dengan arah gerak gelombang).


Andaikan kita mempunyai dua arah gelombang

elektromagnetik yang harmonik dan terpolarisasi

linear, bergerak di dalam medium yang sama

pada sebuah ruangan dengan arah rambat yang

sama, maka kedua vektor E-> tersebut akan

memebentuk gelombang resultan yang

terpolarisasi linear pula. Sebaliknya jika kedua

gelombang elektromagnetik tersebut

mempunyai arah vektor medan E-> yang saling

tegal lurus , resultan kedua gelombang tersebut

dapat terpolarisasi linear ataupun tidak linear.

Kita pandang vektor-vektor optik ( E->) dalam

bentuk

Dengan 3 adalah beda fase relatif antara

kedua gelombang itu, dan kedua gelombang itu

merambat dalam arah x. y^ dan z adalah vektor

satuan pada arah positif sumbu y dan z. Resultan

dari kedua gelombang tersebut adalah:


Sekarang kita bekerja dengan

komponen
2.1.2. Polarisasi lingkaran.

Apabila gelombang memiliki amplitudo

tetap, tetapi arah medan beruabh-ubah.

Polarisasi ini terjadi apabila dua gelombang

dengan amplitudo yang sama bersuperposisi.

Apabila vektor kedua optik pada persamaan

sebelumnya memiliki amplitudo yang sama besar


yaitu

,
Kedua gelombang resultan dengan

memiliki perbedaan arah putar. Besar

amplitudo tetap, tetapi arah putarnya


berlawanan. Untuk arah putar

berlawanan jarum jam, sedangkan untuk

arah putarnya searah jarum jam. Arah ini dilihat

pada proyeksi yang dibuat di x=0 dan arah

rambat gelombang pada arah x positif ke arah

pengamat.

2.1.3. Polarisasi Elips

Sama seperti polarisasi lingkaran, tetapi

dengan amplitudo tidak selalu sama besar.

2.2Refleksi dan Transmisi (Reflaksi)


Bermacam-macam gelombang yang dibicarakan,

cepat rambatnya tergantung pada beberapa sifat fisik

dari medium yang dilaluinya tempat gelombang ini

merambat. Sebagai contoh, cepat rambat gelombang

elastik tergantung pada modulus elastisitasnya dan

kerapatan mediumnya ( v = v/ ). Cepat rambat


dari gelombang elektromagnetik tergantung pada

permitivitas dan permeabilitas dari medium yang dilalui

tempat gelombang merambat.

Hukum snellius untuk refleksi dan refraksi

memberikan keterangan mengeenaiarah dari sinar-sinar

refleksi dan refraksi. Akan tetapi hukum tersebut tidak

dapt menerangkan apa-apa mengenai intensitas dari

sinar-sinar refleksi dan refraksi. Hal ini dapat

diterangkan dengan baik dengan menggunaka hukum

Maxwell yang kemudian diturunkan menjadi persamaan

Fresnel.
Pada tahun 1809, Malus menemukan

bahwasanya cahaya dapt dibuat terpolarisasi sempurna

atau sebagian dengan cara refleksi. Gambar di bawah in

menunjukkan bahwa sinar tidak terpolarisasi jatuh pada

permukaan gelas, maka vektor E-> dari tiap rambatan

gelombang (gelombang datang, gelombang refleksi,

dan gelombang refraksi) dapat kita uraikan atas dua

komponennya, yang tegak lurus pada bidang jatuh dan


yang yang lain sejajar dengan bidang jatuh (cukup dua

arah ini yang kita pandang).

Pada bahasan sebelumnya telah diuraikan secara

rinci mengenai bermacam-macma harga koefisien

amplitudo. Ada hal menarik yang kita lewatkan saat itu

yaitu harga Rll = 0. Apakah artinya Rll = 0? Bila

harga Rll = 0, ini berarti tidak ada komponen E-> dari

sinar refleksi yang sejajar pada bidang jatuh. Jadi sinar

refleksi hanya terdiri dari vektor E-> yang terletak pada

satu bidang getar saja( tegak lurus bidang jatuh). Sinar

refleksi Rll = 0 adalah sinar yang terpolarisasi linear

sempurna. Perisiwa ini disebut polarisasi karena refleksi.

Telah diketahui bahwa Rll mencapai nol, baik untuk

n1>n2 ataupun n1<n2 jika terhadap hubungan:


Persamaan terakhir ini dikenal juga sebagai

hukum Brewster; sudut polarisasi disebut juga sudut

Brewster.
2.2.1 Hukum-Hukum Refleksi dan Refraksi
Pada bidang permukaan refleksi H. akan

dibuktukan bahwa sinar datang, sinar refkesi

dan garis normal di titik jatuh, semua terletak

pada satu bidang.


Misalkan sinar cahaya datang dari A,

dipantulkan di C dan sinar refleksi melalui B.

Lukis bidang tegak lurus H yang melalui A dan

B, dan lukis CO tegak lurus bidang ini. Kecuali

O dan C berimpit, selalu berlaku AC lebih besar

dari AO dan CB lebih besar dari OB. Jadi waktu

yang diperlukan untuk lintasan ACB lebih lama

dari pada lintasan AOB, ini bertentangan

dengan prinsip Fermat. Jadi titik C dan O harus

berimpit dan sinar-sinar AO, OB dan normal di


O pada H semuanya harus terletak pada suatu

bidang datar. Sekarang ditentukan di manakah

letak titik O sehingga waktu lintas sinar cahaya

dari A ke O ke B adalah minimum.

Bidang gambar menyatakan bidang

normal pada Gambar 2.11. Anggap titik O

dapat terletak sembarang di sepanjang garis h.

sudut I dan r masing-masing disebut sudut

jatuh (datang) dan sudut refleksi (pantul).

Missal v adalah cepat rambat cahay (dalam

medium yang homogen dan isotropic).

Panjang lintasan yang ditempuh oleh cahaya

dari A ke O ke b adalah s+s1 dan waktu t yang


diperlukan untuk menempuh lintasan ini

adalah:
s+ s 1
t=
v

Dari gambar dapat dilihat bahwa:

s=a sec i; s1=b sec r


Maka:
i+ b sec r
a sec
1
t=
v
Jika titik O digeser sedikit, maka sudut I

dan r akan berubah menjadi di dan dr dari

perubahan waktu tempuhnya adalah dt.


i . tan i . di+ b sec r tan r . dr
a sec
1
dt=
v
Jika waktu tempuhnya minimum, maka dt

= 0; jadi :

Juga dari Gambar 2.12 dapat dilihat

hubungan :
Bila ruas kiri dan kanan dideferensiasi,

maka:

Bila dibagi, maka diperoleh:

sin i = sin r Ini berarti lintasan cahaya dari

A ke O ke B akan mengambil waktu yang

sesingkat-singkatnya, jika dan hanya jika sudut

jatuh (i) sama dengan sudut refleksi (r) dan

sinar jatuh, sinar refleksi, garis normal di titik

jatuh terletak pada satu bidang datar. Nukti

bahwa sinar datang, sinar refraksi (bias), dan

garis normal pada titik jatuh juga terletak pada

stau bidnag datar dapat dibuktikan. Pada

gambar 2.13, h menyatakan bidang batas dua

media yang mempunyai indeks bias masing-

masing n1 dan n2 dengan cepat rambat

cahaya di dalam media tersebut masing-

masing adalah v1 dan v2 Dari A ke O ke B

adalah lintasan cahaya dari A ke B, i dan r

adalah sudut datang dan sudut refraksi. s


adalah panjang lintasan OB dalam medium

kedua. Waktu dari A ke B adalah :

Menurut Fermat, waktu lintas harus

sesingkat mungkin, jadi dt=0


Persamaan ini dikenal sebagai hukum-

hukum Snellius untuk refleksi dan refraksi.

Disebut indeks bias medium (2) relative

terhadap medium (1). Bila medium pertama

adalah vakum atau udara, maka konstanta sin

i/sin r adalah indkes bias medium (2) relative

terhadap udara, disebut indeks bias (refraksi)

absolut dari medium (2). Ditetapkan bahwa


vakum (udara) sebagai medium standar : n

udara = 1 Jika medium (1) mempunyai indeks

refraksi absolut yang lebih besar dari medium

(2) dikatakan bahwa medium (1) bersifat optis

lebih rapat (optically denser) dari pada

medium (2): sebaliknya disebut medium yang

bersifat optis kurang rapat (lebih renggang).


Bila n1 < n2 berarti v1 > v2
Medium (1) bersifat optis kurang rapat

dari pada medium (2), maka


sin i n 2
= >1 atau i >r '
sin r n 1

Jadi sinar datang akan direfraksikan

mendekati garis normal (gambar di diatas).

peristiwa refleksinya disebut refleksi eksternal.


Jadi sinar akan direfraksikan menjauhi

normal (Gambar 2.14b). peristiwa refleksinya

disebut refleksi internal. Di sini tidak akan

terjadi refraksi untuk setiap sudut jatuh i.

dalam hal ini ada sudut jatuh i = ikr, yang

memberikan sudut refraksi r = 90o; sudut

jatuh ikr dinamakan sudut jatuh kritis (critical

angle of incidence), yaitu sudut jatuh terbesar

yang masih dapat memberikan refraksi

(Gambar 2.14c). Jika sudut i > ikr tidak terjadi

refraksi, karena sinar direfleksikan total (totally

internal reflected0, disebut pantulan

sempurna.
2.3Gelombang pada Permukaan Batas
2.3.1 Pada Gelombang Air (Bukan Gelombang
Elastis)
Air dengan kedalaman yang berbeda dianggap

sebagai dua media yang berbeda berarti di

perbatasannya dapat terjadi pantulan dan

pembiasan, sebab cepat rambat dalam air

tergantung pada kedalaman, dibagian yang


dalam v lebih besar dari pada bagian yang

dangkal.
2.3.2 Refleksi dan Transmisi Gelombang Transversal
pada Titik Sambung Dua Dawai yang Berlawanan
(Gelombang Elastis)
2.3.3 Polarisasi Karena Refleksi
Hukum-hukum refleksi dan reflaksi dari snellius

memberikan keterangan mengenai arah dari sinar-

sinar refleksi dan reflaksi. Tetapi hukum tersebut

tidaklah dapat menerangkan apa-apa mengenai

intensitas dari sinar-sinar refleksi dan reflaksi. Hal ini

dapat diterangkan dengan baik, dengan

menggunakan hukum-hukum Maxwell yang

kemudian diturunkan menjadi persamaan FRESNEL.

2.4Derajat Polarisasi
2.4.1 Cahaya Alamiah
Cahaya yang dikatakan tidak terpolarisasi (cahaya

alamiah = natural light) sebenarnya terpolarisasi

linear dengan perioda 10-8 detik.


2.4.2 Hukum Malus
Polarisator adalah alat untuk membuat

cahaya yang tak terpolarisasi menjadi


terpolarisasi linear setelah melaluinya. Setiap

polarisator mempunyai arah sumbu transmisi ini.

Jika dibelakang polarisator diletakkan polarisator

lain yang bersifat sebagai analisator, dan

dipasang sejajar polarisator I dan tegak lurus

arah rambat maka = sudut antara kedua

arah transmisi polarisator-polarisator tersebut.


2.5Gelombang Elektromagnetik dalam Medium yang
Anisotrop
2.5.1 Bias Rangkap (Double Refraction)
Medium yang anisotrop ialah medium yang

medium yang mempunyai sifat fisis (misal

kerapatan optik) yang berbeda dalam arah yang

berbeda. Medium air dan gas adalah medium-

medium yang isotropik; karena struktur molekul-

molekulnya sangat random (bebas) dan gaya

ikat antar atom-atom sangat kecil, sehingga

dapat kita katakan pula kerapatan optik medium

yang demikian di setiap arah (bagiannya) adalah

sama.
2.5.2 Cara memisahkan cahaya ordiner dan extra
ordiner
- Prisma nicol adalah susunan dari sepasang

prisma yang dibatasi (direkat) oleh suatu

bahan (Balsam Canada) yang mempunyai

index bias antara n0 dan nE sedemikian

sehingga cahaya ordiner akan direfleksi total

pada perbatasan sedangkan cahaya extra

ordiner akan diteruskan. Dengan cara ini

maka kedua berkas cahaya (ordiner dan extra

ordiner) dapat dipisahkan 100%.


- Dichoisma adalah peristiwa penyerapan salah

satu dari gelombang cahaya E dan O oleh

suatu jenis kristal tertentu. Jadi apabila pada

tebal kristal yang tertentu salah satu

komponen dapat diserap total, maka

komponen yang lain akan diteruskan. Kristal-

kristal yang sedemikian disebut bersifat di

chroik.
2.5.3 Macam-macam kristal
2.5.4 Keping retardasi (keping penghambat)
2.6Polarisasi Khromatik
Jika cahaya putih yang terpolarisasi linear jatuh

pada keping kristal (uniaxial) dan di amati dengan

polarisator lain yang merupakan analisator, cahaya akan

tampak berwarna, warnanya tergantung pada orientasi

dari pada analisatornya. Persoalanya sekarang adalah

mengamati cahaya dengan berbagai panjang

gelombang dan menentukan warna untuk setiap

orientasi analisator.
2.7Aktivitas Optik
2.7.1 Sifat optis aktif
Gejala lain yang berhubungan dengan sifat-sifat

transversal gelombang elektromagnetik adalah

putaran dari bidang polarisasi, sifat ini

dinamakan aktivitas optis. Gelombang

elektromagnetik ini adalah cahaya tampak dan

dekat-dekat cahaya tampak.


2.7.2 Polarimeter
Polarimeter adalah alat yang

mempergunakan sifat putar bidang polarisasi

dengan menggunakan bahan larutan yang optis

aktif (misal larutan gula). Jadi tabung silinder


dalam gambar 11-40 diisi larutan gula, sudut

putaran tergantung pada konsentrasi

larutan gula. Jadi:


= 0 k l

Keterangan:

0 = sudut putaran jenis

k = kosentrasi larutan

l = panjang lintasan larutan gula

0 = sudut putaran untuk lintasan 1 satuan

panjang kosentrasi bahan dalam 1 satuan

kosentrasi

2.8 Polarisasi Karena Hamburan


Hamburan (sacttering) adalah peristiwa pancaran

gelombang e.m. dari getaran elekton-elektron suatu

medium yang terkena cahaya. Cahaya yang dihambur

ini adalah resultan dari gelombang yang datang dan

dari radiasi elektron. Gelombang resultan ini

mempunyai intensitas maksimal pada arah gelombang


datang. Pada arah kesamping berkurang sekali

intensitasnya. Jika cahaya melalui gas, lebih banyak

hamburan kesamping, sebab elektron-elektron gas yang

bergetar berjarak besar satu sama lain dan tidak terikat

erat seperti pada benda rigid. Jadi elektron dalam gas

berdiri sendiri tak bergantung satu sama lain. Cahaya

yang dihambur kesamping oleh partikel gas

terpolarisasi sebagian atau seluruhnya, selakipun cahaya

yang datang tak terpolarisasi.

Adanya yang elektron yang bergetar karena

dikenai gelombang cahaya alamiah dari bawah. Seorang

pengamat di B menerima radiasi elektron dengan vektor

bidang gambar. Jadi terpolarisasi linear (E ). Sebab

semua komponen sampai di B, sedangkan pengamat di

C dan D menerima gelombang yang terpolarisasi

sebagian; karena dari A kedua komponen sampai juga

di C dan D. pengamat yang terlihat cahaya yang di

teruskan atau yang dihamburkan kebelakang tak dapat

mengamati efek polarisasi apapun karena kedua


komponen dia akan memamcar sama banyak pada

kedua aah ini. Contohnya adalah hamburan sinar

matahari oelh molekul-molekul atmosfir bumi, jika kita

melihat langsung kearah matahari. Jika kita amati langit

yang tak berawan dengan sebuah polarisator, maka

paling tidak cahayanya akan terpolarisasi sebagian.

Cahaya yang dihambur oleh langit ini didominasi oleh

warna biru, maka dari itu warna langit yang cerah

adalah biru. Dan warna langit senja hari didominasi

warna merah sehingga langit berwarna merah.

Frekuensi warna biru adalah sesuai dengan frekuensi

dari getaran elektron dan komponen yang tegak lurus

(dilihat dari B). Sedangkan pada tempat-tempat yang

miring, terdapat campuran komponen sehingga warna

berkurang, makin miring ke bawah makin ke arah

frekuensi warna merah.


2.9Refleksi dan Reflaksi pada Permukaan Metal
Bila gelombang elektromagnetik jatuh pada suatu

konduktur, misalnya metal atau gas yang terionisasi,

gelombang tersebut akan cepat sekali berkurang dan


akhirnya sama dengan nol. Pengurangan ini adalah efek

yang berhubungan dengan pemakaian energi

gelombang dalam pengaturan letaknya elektron-

elektron dalam konduktor.

Anda mungkin juga menyukai