Reformasi
Pada massa reformasi, pers bebas tanpa batasan pembaruan izin. SIUPP dihapus
sejalan dengan Departemen Penerangan yang ditiadakan lagi. Dengan kebebasan pers yang
diberikan negara, pers berkembang pesat dari segi ekonomi maupun politik hingga mencapai
segementasi pasar kecil sekalipun.
Tidak adanya SIUPP berarti siapa saja bisa membuat sebuah media massa. Ajaran
keseimbangan antara kebebasan dengan tanggung jawab pers di era reformasi tercermin
didalam UU Pers. Dalam p[raktiknya oleh sebagian penerbitan pers justru kebebasan lebih
diutamakan dari pada tanggung jawabnya. Akibatnya ada sebagian penerbitan pe rs terjebak
dalam atribsi pers kuning (yellow pers), pers pop (popular pers) dan pers kebablasan.
Namun sebagian lagi tetap mengutamakan mutu jurnalistik.
Mengenai kebijakan media didalam sistem pers pada zaman reformasi sepenuhnya berada di
tangan pemilik media. Kebijakan komunikasi dan pemerintah lebih berupa imbauan kepada
media agar mematuhi rambu-rambu etika dan hukum yang berlaku.
Dalam sistem pers otoriter (Orde baru dan Orde Lama) keredaksian ditentukan oleh
pemerintah. Sedangkan kebijakan Redaksi harus sesuai dengan kebijakan komunikasi
pemerintah.
Fenomena pers bebas muncul semenjak keberadaan era reformasi dan terutama
semenjak berlakunya UU No 40 Tahun 1999 tentang pers. Baik secara tegas maupun secara
implisit semua konsep pers bebas itu terdapat didalam sejumlah undang-undang baru antara
lain, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 40 Tahun 1999 tentang pers.
Dengan masuknya paradigma kebebasan pers yang sangat luas di Indonesia saat ini ternyata
muncul akses yang cukup besar bahkan rawan. Terjadi banyak pelanggaran terhadap UU Pers
dan terhadap kode etik jurnalistik baik oleh kalangan pers itu sendiri, maupun oleh
masyarakat.
Sistem Pers Indonesia
Berdasarkan filosofi model teori media oleh Ralph Lowenstein, tipe sistem pers
Indonesia adalah Social Libertarian. Tipe Social Libertarian adalah sistem dimana media
massa bebas, tetapi ada kontrol minimal dari pemerintah untuk menghilangkan hambatan
pada saluran komunikasi dan menjamin pelaksanaan semangat filosofi liberal. Yang
dimaksud dengan kontrol minimal dari pemerintah adalah, media massa memiliki kebebasan
mutlak sebagai media yang menjalankan fungsinya dengan benar (Media Informasi, kontrol
sosial, hiburan, pendidikan, kontrol politik), namun pemerintah membatasi dengan
berkedudukan sebagai filter / penyaring (Komisi Penyiaran Indonesia).
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pers
Asal kata jurnalistik itu sendiri adalah Journal atau Du Jour yang berarti hari, di mana
segala berita atau warga sehari termuat dalam lembaran yang tercetak. Karenanya kemajuan
teknologi sehingga ditemukan alat percetakan surat kabar dengan sistem silinder (rotasi),
maka istilah pers muncul.
Secara etimologis, kata pers dalam bahasa Belanda, atau perssdalam bahasa Inggris,
berasal dari bahasa Latin, yaitu pressaredari kata premere yang berarti tekan atau
cetak. Dalam pengertian umum, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan I.Taufik dalam
bukunya Sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia.Menurutnya, pers adalah suatu alat
yang terdiri dari dua lembar besi atau baja yang di antara kedua lembar tersebut dapat
diletakkan suatu barang (kertas), sehingga apa yang hendak ditulis atau digambar akan
tampak pada kertas tersebut dengan cara menekannya.
Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia jilid 13 disebutkan bahwa pers memiliki dua
arti, yaitu arti luas da arti sempit. Dalam arti luas, pers adalah seluruh media baik elektronik
maupun cetak yang menyampaikan laporan dalam bentuk fakta, ulasan, laporan, dan gambar
kepada masyarakat luas secara regular. Dalam arti sempit, pers hanya terbatas media cetak
seperti surat kabar harian, surat kabar mingguan, bulletin dan majalah. Secara yuridis formal,
pengertian pers disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) UU No.40 tahun 1999 tentang pers yang
menjelaskan bahwa pers adalah lembaga sosila dan wahana komunikasi massa yang
melakukan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara, suara dan
gambar, data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,
elektronik, dan segala jenis jalur yang tersedia.
B.Fungsi Pers
Dalam bab II pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers disebutkan bahwa
Pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Sedangkan pada ayat (2) disebutkan bahwa, Pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga
ekonomi. Empat fungsi pers secara lebih jelas sebagai berikut :
1. Informasi (to inform)
Fungsi Pers sebagai media informasi adalah sarana untuk menyampaikan informasi
secepatnya kepada masyarakat luas. Berbagai keinginan, aspirasi, pendapat, sikap,
perasaan manusia bisa disebarkan melalui pers. Penyampaian informasi tersebut dengan
ketentuan bahwa informasi yang disampaikan harus memenuhi kriteria dasar yaitu aktual,
akurat, faktual, menarik, penting benar, lengkap, jelas, jujur, adil, berimbang, relevan,
bermanfaat, dan etis.
2. Pendidikan (to educated)
Fungsi penidikan ini antara lain membedakan pers sebagai lembaga kemasyarakatan
dengan lembaga kemasyarakatan yang lain. Sebagai lembaga ekonomi, pers memang
dituntut berorientasi komersial untuk memperoleh keuntungan finansial.
Pers sebagai media pendidikan ini mencakup semua sektor kehidupan baik ekonomi,
politik, sosial, maupun budaya. Pers memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan
pendidikan politik sehingga masyarakat memahami model Pilkada yang baru kali pertama
digelar.
3. Hiburan (to entertaint)
Sebagai media hiburan, pers harus mampu memerankan dirinya sebagai wahana rekreasi
yang menyenangkan sekaligus yang menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat.
Hiburan disini bukan dalam arti menyajikan tulisan-tulisan atau informasi-informasi
mengenai jnis-jenis hiburan yang disenangi masyarakat. Akan tetapi menghibur dalam arti
menarik pembaca dengan menyuguhkan hal-hal yang ringan di antara sekian banyak
informasi berita yang berat dan serius.
4. Kontrol Sosial (Social control)
Pers sebagai alat kontrol sosial adalah menyampaikan (memberitakan) peristiwa buruk,
keadaan yang tidak pada tempatnya dan ihwal yang menyalahi aturan, supaya peristiwa
buruk tersebut tidak terulang lagi. Selain itu kesadaran berbuat baik serta mentaati
peraturan semakin inggi, Hal ini juga demin menegakkan kebenaran dan keadilan.
Dengan fungsi kontrol sosial yang dimilikinya tersebut pers disebut sebagai institusi sosial
yang tak pernah tidur.
Pada masa reformasi, Undang-Undang tentang pers No. 40 1999, maka pers nasional
melaksanakan peranan sebagai berikut:
Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi.
Mengembangkan pendapat umum berdasar informasi yang tepat, akurat, dan benar.
Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum.
Media adalah suatu alat yang digunakan seseorang untuk menyampaikan informasi
kepada masyarakat luas. Media massa juga merupakan media yang selalu menjadi perhatian
masyarakat. kehidupan masyarakat pada masa sekarang ini hampir tidak pernah lepas dari
media massa baik itu televisi, Koran, radio, atau internet.
Keefektifan serta peranannya yang begitu hebat menjadikan media massa menjadi salah satu
komponen penting bagi pembentukan kepribadian masyarakat.
Pers pada masa penjajahan baik Jepang maupun Belanda, masih sedikit dan diawasi
dengan ketat oleh pihak penjajah itu sendiri. Pers pada masa demokrasi liberal dan demokrasi
terpimpin (orde lama) mulai menikmati kebebasan pers yang lebih luas namun pers pada
masa orde lama lebih cenderung digunakan sebagai sarana untuk menyiarkan kebijakan
pemerintah maupun partai oposisi. Pers pada masa orde baru mirip pada masa orde lama, dan
banyak terjadi pembredelan media cetak yang tidak sesuai dengan selera presiden pada
masa reformasi kegiatan jurnalisme telah dilindungi Undang-Undang Penyiaran dan Kode
etik pers, selain itu pers juga menjadi lebih terbuka dalam menyampaikan pemberitaan karena
tidak ada lagi ancaman pembredelan seperti dulu.
Dr. De Haan dalam bukunya, Oud Batavia (G. Kolf Batavia 1923), mengungkap secara
sekilas tentang awal mula dimulainya dunia persuratkabaran di Indonesia, bahwa sejak abad
17 di Batavia sudah terbit sejumlah koran dan surat kabar. Dikatakannya, bahwa pada tahun
1676 di Batavia telah terbit sebuah koran bernama Kort Bericht Eropa (berita singkat dari
Eropa). Koran yang memuat berbagai berita dari Polandia, Prancis, Jerman, Belanda,
Spanyol, Inggris, dan Denmark ini, dicetak di Batavia oleh Abraham Van den Eede tahun
1676. Setelah itu terbit pula Bataviase Nouvelles pada bulan Oktober 1744, Vendu Nieuws
pada tanggal 23 Mei 1780, sedangkan Bataviasche Koloniale Courant tercatat sebagai surat
kabar pertama yang terbit di Batavia tahun 1810.
Sejak abad 17 dunia pers di Eropa memang sudah mulai dirintis. Sekalipun masih sangat
sederhana, baik penampilan maupun mutu pemberitaannya, surat kabar dan majalah sudah
merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat di masa itu. Bahkan, para pengusaha di masa itu
telah meramalkan bahwa dunia pers di masa mendatang merupakan lahan bisnis yang
menjanjikan. Oleh karena itu, tidak heran apabila para pengusaha persuratkabaran serta para
kuli tinta asal Belanda sejak masa awal pemerintahan VOC, sudah berani membuka usaha
dalam bidang penerbitan koran dan surat kabar di Batavia.
Walaupun demikian, tujuan mereka bukan cuma sekadar untuk memperoleh keuntungan
uang. Namun, mereka telah menyadari bahwa media masa disamping sebagai alat penyampai
berita kepada para pembacanya dan menambah pengetahuan, juga punya peran penting dalam
menyuarakan isi hati pemerintah, kelompok tertentu, dan rakyat pada umumnya. Apalagi,
orang Belanda yang selalu mengutamakan betapa pentingnya arti dokumentasi, segala hal
ihwal dan kabar berita yang terjadi di negeri leluhurnya maupun di negeri jajahannya, selalu
disimpan untuk berbagai keperluan.
Dengan kata lain media masa dimasa itu telah dipandang sebagai alat pencatat atau
pendokumentasian segala peristiwa yang terjadi di negeri kita yang amat perlu diketahui oleh
pemerintah pusat di Nederland maupun di Nederlandsch Indie serta orang-orang Belanda
pada umumnya. Dan apabila kita membuka kembali arsip majalah dan persuratkabaran yang
terbit di Indonesia antara awal abad 20 sampai masuknya Tentara Jepang, bisa kita diketahui
bahwa betapa cermatnya orang Belanda dalam pendokumentasian ini.
Dalam majalah Indie, Nedelandch Indie Oud en Nieuw, Kromo Blanda, Djawa, berbagai
Verslagen (Laporan) dan masih banyak lagi, telah memuat aneka berita dari mulai politik,
ekonomi, sosial, sejarah, kebudayaan, seni tradisional (musik, seni rupa, sastra, bangunan,
percandian, dan lain-lain) serta seribu satu macam peristiwa penting lainnya yang terjadi di
Indonesia.
Pemberedelan pertama
Kondisi pers kita sesudah proklamasi, memang jauh berbeda dibanding dimasa penjajahan
Belanda dan Jepang. Di masa itu orang enggan membaca koran, karena beritanya selalu
untuk kepentingan penguasa. Sedang pada masa kemerdekaan, koran apa saja selalu menjadi
rebutan masyarakat. Sehari setelah beberapa koran mengabarkan berita tentang pembacaan
teks proklamasi, maka hari-hari berikutnya masyarakat mulai memburunya. Mereka
tampaknya tidak mau ketinggalan mengikuti berita perkembangan negaranya yang baru
merdeka itu. Minat baca semakin meningkat dan orang mulai sadar akan kebutuhannya
terhadap media massa. Suasana seperti ini tentunya berdampak positif bagi para pengelola
media masa di masa itu. Usaha penerbitan koran pun mulai marak kembali, yang konon
diramaikan oleh irama gemercaknya suara alat cetak intertype atau mesin roneo. Sementara
itu para kuli tinta yang sibuk kian kemari memburu berita, semakin banyak jumlahnya. Untuk
menertibkan dan mempersatukan mereka, pada tahun 1946 atas inisiatif para wartawan telah
dilangsungkan kongres di Solo. Dalam kongres itu telah dibentuk persatuan wartawan dan
Mr. Sumanang, ditunjuk sebagai ketuanya.
Tercatat beberapa peristiwa penting dalam sejarah pers di masa revolusi yakni di tahun yang
sama telah didirikan Sari Pers di Jakarta oleh Pak Sastro dan kantor berita Antara dibuka
kembali, setelah selama tiga tahun dibekukan Jepang. Kantor Sari Pers setiap hari mencetak
ratusan koran stensilan yang memuat berbagai berita penting dari seluruh tanah air.
Dari hari ke hari berita di media massa silih berganti, dari pertempuran dan perundingan,
sampai pembangunan serta kabar berita yang penuh suka dan duka. Seperti berita di tahun
1945. Indonesia Merdeka telah disambut gembira, namun dibulan November muncul berita
duka, yakni tentara Inggris telah membantai ribuan rakyat dan para pejuang Indonesia serta
membumihanguskan kota Surabaya. Di tahun 1946 rakyat Indonesia telah memperingati hari
proklamasi dengan sangat meriah sebanyak dua kali, yakni pada tanggal 17 Februari, ketika
Indonesia Merdeka baru berumur setengah tahun dan tanggal 17 Agustus. Tahun 1946 ditutup
dengan munculnya berita musibah yang memenuhi halaman-halaman koran, yakni
pembunuhan 40.000 rakyat Sulsel oleh Gerombolan Westerling pada tanggal 11 Desember.
Tindakan kejam ini dilakukan pihak Belanda untuk melancarkan jalan menuju terbentuknya
negara boneka Indonesia Timur.
Memasuki tahun 1948 situasi dan kondisi negara RI memang mulai diwarnai oleh suasana
perpecahan. Di masa itu semakin terasa ada dua golongan yang saling bertentangan yakni
golongan kanan (Front Nasional) dan golongan ekstrem kiri (komunis) yang disebut FDR
(Front Demokrasi Rakyat). Puncak konflik ini ditandai oleh meletusnya pemberontakan
Peristiwa Madiun yang didalangi oleh PKI Muso. Peristiwa ini sempat mengguncang
pemerintah. Betapa tidak, sementara rakyat kita sedang sibuk menghadapi agresi Belanda,
tiba-tiba PKI menusuk dari belakang. Pidato Presiden Soekarno yang berbunyi: Pilih
Soekarno-Hatta atau Muso dengan PKI-nya sempat menjadi berita utama dalam setiap
koran. Di masa penuh konflik inilah untuk pertama kalinya terjadi pemberedelan koran dalam
sejarah pers RI. Tercatat beberapa koran dari pihak FDR seperti Patriot, Buruh, dan Suara Ibu
Kota telah dibreidel pemerintah. Sebaliknya, pihak FDR membalas dengan membungkam
koran Api Rakjat yang menyuarakan kepentingan Front Nasional. Sementara itu pihak militer
pun telah memberedel Suara Rakjat dengan alasan terlalu banyak mengeritik pihaknya.
14/5/2012 di BU UKSW, Salatiga, sebuah kesempatan langka bisa bertemu dan bertatap
muka langsung dengan seorang tokoh yang menurut saya bisa menanam benih cerita humor
dan berbuah tertawa. Raditya Dika, siapa tidak mengenal dia, seorang penulis novel hebat,
artis dan komedian. Sekarang yang terkenal dari dia adalah sebagai comics dalam stand up
comedy. Dalam acara talk show yang bertajuk Kreatif Menulis, Rejeki Tak Akan Habis,
mengajarkan audiens bagaimana cara menulis yang kreatif dan mendatangkan rejeki.
Disela-sela pemaparannya lewat slide-slide presentasi, kejenakaan Raditya Dika menjadi ciri
khasnya, lewat lelucon yang dibuat secara spontanitas. Genre tulisan Radit yang berbabu
humor, maka tak salah dia memaparkan bagaiaman brain storming untuk menciptakan tulisan
jenaka yang mampu mengocok perut pembacanya. Dari pemaparan Radit, sebenarnya sangat-
sangat sederhana mencari benih-benih lelucon yang siap ditanam untuk dipanen menjadi
buah-buah tertawa.
Secara umum sumber komedi dibagi menjadi dua, yakni: observatif dan situasional.
Obesvatif merupakan lelucon yang didapat dari pengamatan kita dari berbgai sudut pandang
dan dicari sudut-sudut mana yang dianggap lucu dan layak dijadikan lelucon. Komedi
situasional, berangkat dari kejadian-kejadian dan ditangkap apa yang lucu. Setelah mendapat
sumber bahan, lalu diolah menjadi bahan humor.
Radit mengungkapkan, buku Kambing Jantan hingga Manusia Setengah Salmon, berangkat
dari kegelisahan Dia. Kegelisahan yang disulap lewat tulisan dan disarikan lewat kejenakaan,
sehingga bukan kesedihan yang ada tetapi sebuha kelucuan. Memang acapkali terlihat
konyol, bodoh, tetapi disitulah esensi mencari benih-benih humor yang nantinya bisa
dipanen. Radit mencontohkan bagaimana kegelisahan Dia mengenai film-film horor di
Indonesia, yang nantinya bisa dijadikan bahan leluconnya. Contohnya 3 pocong idiot sudah
dipocong, idiot lagi, suruh sekolah napa?.
Inti dari kelucuan yang berangkat dari kegelisahan, tak ada artinya jika tidak dibagikan
kepada orang lain. tak mungkin kan akan ditertawakan sendiri, kelucuan tersebut..? kata
Dia. Untuk membagikan kelucuan tersebut, bisa kita bercerita, stand up comedy atau
dituliskan dalam sebuah buku. Bagi yang pede ditertawakan diatas panggung, nekat saya
menjadi comics, bagi yang tidak tahan silahkan menulis dan biarkan orang lain
menertawakan lewat tulisan.
Berbicara mengenali tulisan, Radit mengungkapkan bagaimana Dia 5 kali ditolak penerbit
dan memaksa 6 kali melakukan revisi tulisan. Bukan perkara yang mudah untuk menulis,
tetapi harus dipaksa dan dipaksakan. Apapun hasinya tulisanmu, tetaplah menulis walaupun
awalnya jelek kata Dia. Dia juga mengatakan jika tidak mood menulis, jangan berhenti,
tetapi paksa untuk menulisa, walau satu dua kalimat. lebih baik 1 atau 2 kalimat, yang nanti
bisa disunting, daripada nol atau tidak sama sekali.
Sebuah kesimpulan dari Raditya Dika its not what you say, its how you say it, bukan apa
yang anda katakan, tetapi bagaimana cara anda mengatakannya. Sebuah kesimpulan
sederhana, bagaimana mengolah hal-hal yang kecil, sederhana menjadi sebuah lelucon
terlebih lagi bisa dibagikan baik lewat stand up comedy atau tulisan. Pesan Dia, berikan
humor yang cerdas dan postif, sehingga orang lain bisa tertawa dan menilai serta
mengapresiasi lelucon-lelucon kita dengan baik. Pelajaran berharga bagaimana mencari
benih-benih humor agar bisa melemparkan buah-buah tertawa kepada orang lain.
Tiga menit berselang, giliran Laos terpaksa bermain dengan 10 pemain. Wasit mengganjar
kartu merah kepada Sopa Saysana karena melakukan pelanggaran keras kepada Andik
Vermansyah.
Akhir babak pertama, Indonesia bisa menyamakan kedudukan. Tepatnya di menit 43,
tendangan penjuru Tony Cusell berhasil ditanduk Bepe yang membentur tiang dan bola
rebound langsung disundul oleh Raphael Maitimo.
Di babak kedua, Laos kembali unggul di menit 79. Berawal dari kesalahan Wahyu yang
kehilangan bola, Keongviengphet segera menggiring bola dan melewati hadangan Novan
Setya, dan langsung menceploskan bola ke gawang Wahyu Tri.
Indonesia kembali menyamakan kedudukan di menit 89. Berawal dari tembakan Andik ke
gawang Laos dari sisi kiri pertahanan Laos. Berhasil ditepis kiper Laos namun bola muntah
langsung disambar Vendry Mofu. Skor 2-2 bertahan hingga laga usai.
Susunan Pemain:
Indonesia: Endra Prasetyo, Hamdi Ramdhan (Fachrudin Wahyudi, 71), Wahyu Wijiastanto,
Raphael Maitimo, Novan Sasongko, Oktovianus Maniani (Wahyu Tri Nugroho, 29), Taufiq,
Andik Vermansyah, Tony Cusell, Irfan Bachdim, Bambang Pamungkas (Vendry Mofu, 65)
Laos: Sengphachan, Ketsada, Khampoumy, Soukaphone, Visay (Sihavong, 72), Phatthana,
Vilayout (Keovingphet Liththideth, 31), Sopha, Viengsavanh (Kanlaya Sysomvang, 88),
Kovanh, Khampheng
Hello world!
0
Posted on Juli 30, 2012
Welcome to WordPress.com! This is your very first post. Click the Edit link to modify or
delete it, orstart a new post. If you like, use this post to tell readers why you started this blog
and what you plan to do with it.
Happy blogging!
Cari
Pos-pos Terakhir
Arsip
Januari 2013
November 2012
Juli 2012
Kategori
Uncategorized
Meta
Mendaftar
Masuk log
RSS Entri
RSS Komentar
WordPress.com
melobi
Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com. The Monster Theme.
Ikuti
Follow melobi
Sign me up