Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK/ CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


DENGAN MALNUTRISI

A. DEFINISI
Gagal ginjal kronik atau CKD merupakan gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Brunner & Suddarth, 2001).
Gagal Ginjal Kronik atau CKD adalah penurunan fungsi ginjal yang
bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu
penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori
ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi
dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga
terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa CKD
adalah ketidakmampuan ginjal dalam mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang bersifat irreversible.
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi CKD berdasarkan Kidney Disease Outcomes Quality Initiative
(KDOQI) pada tahun 2002 yaitu:

Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT (Clearance Creatinin Test)
dapat digunakan rumus : Clearance creatinin (ml/ menit) = (140-umur ) x berat
badan (kg)
72 x creatinin serum
*) Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
a. Stadium 1
Seseorang yang berada pada stadium 1 CKD biasanya belum
merasakan gejala yang mengindikasikan kerusakan pada ginjal. Hal ini
disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam
kondisi 100% sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi
ginjalnya dalam stadium 1. Kalaupun hal tersebut diketahui biasanya saat
penderita memeriksakan diri untuk penyakit lainnya seperti diabetes dan
hipertensi.
b. Stadium 2
Sama seperti pada stadium awal, seseorang yang berada pada stadium
2 juga tidak merasakan gejala karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan
baik, walaupun dengan GFR yang mulai menurun.
c. Stadium 3
Seseorang yang menderita CKD stadium 3 mengalami penurunan
GFR moderat yaitu diantara 30 s/d 59 ml/min. Dengan penurunan pada
tingkat ini akumulasi sisasisa metabolisme akan menumpuk dalam darah
yang disebut uremia. Pada stadium ini muncul komplikasi seperti tekanan
darah tinggi (hipertensi), anemia atau keluhan pada tulang.
d. Stadium 4
Pada stadium ini fungsi ginjal hanya sekitar 1530% saja dan apabila
seseorang berada pada stadium ini sangat mungkin dalam waktu dekat
diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal/dialisis atau melakukan
transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau
uremia biasanya muncul pada stadium ini. Selain itu besar kemungkinan
muncul komplikasi seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia,
penyakit tulang, masalah pada jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya.
e. Stadium 5
Pada stadium ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya
untuk bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti
ginjal (dialisis) atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup.

C. ETIOLOGI
Penyebab GGK menurut Price & Wilson (2006) dibagi menjadi delapan
kelas, antara lain:
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Saluran Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Faktor predisposisi:
1) Diabetes
2) Usia lebih dari 60 tahun
3) Penyakit ginjal congenital
4) Riwayat keluarga penyakit ginjal
5) Autoimmune (lupus erythematosus
6) Obstruksi renal (BPH dan prostitis)
7) Ras

Faktor presipitasi:
1) Paparan toksin dan beberapa medikasi yang berlebih
2) Gaya hidup (hipertensi, atherosclerosis)
3) Pola makan (diet)

D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan
GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi
sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi
lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah
banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada
tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam
untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut filtrasi glomerulus (akibat
tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan menurunkan dan kadar
kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN)
biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling
sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh
tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh
masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan
medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3) dan mengabsopsi natrium
bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi.
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan
anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka
yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal
dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremia
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon.
E. TANDA DAN GEJALA
Pasien dengan CKD menunjukkan manifestasi yang berbeda-beda,
tergantung pada stadium CKD yang dialami.
1) Stadium 1
Seseorang dengan CKD stadium 1 biasanya belum merasakan gejala yang
menandakan kerusakan ginjal karena ginjal masih dapat berfungsi dengan
normal.
2) Stadium 2
Seseorang dengan CKD stadium 2 biasanya juga belum merasakan gejala yang
menandakan kerusakan ginjal walaupun sudah terdapat penurunan GFR ringan,
yaitu sebesar 60-89.
3) Stadium 3
Padastadium ini, gejala- gejala terkadang mulai dirasakan seperti:
Fatigue: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal
tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal
ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian
bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak
nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur
dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang
penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal
seperti polikistik dan infeksi.
Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs.
Penderita GGK stadium 3 disarankan untuk memeriksakan diri ke seorang
ahli ginjal hipertensi (nephrolog). Dokter akan memberikan rekomendasi
terbaik serta terapi terapi yang bertujuan untuk memperlambat laju
penurunan fungsi ginjal. Selain itu sangat disarankan juga untuk meminta
bantuan ahli gizi untuk mendapatkan perencanaan diet yang tepat. Penderita
GGK pada stadium ini biasanya akan diminta untuk menjaga kecukupan
protein namun tetap mewaspadai kadar fosfor yang ada dalam makanan
tersebut, karena menjaga kadar fosfor dalam darah tetap rendah penting bagi
kelangsungan fungsi ginjal. Selain itu penderita juga harus membatasi
asupan kalsium apabila kandungan dalam darah terlalu tinggi. Tidak ada
pembatasan kalium kecuali didapati kadar dalam darah diatas normal.
Membatasi karbohidrat biasanya juga dianjurkan bagi penderita yang juga
mempunyai diabetes. Mengontrol minuman diperlukan selain pembatasan
sodium untuk penderita hipertensi.
4) Stadium 4
Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 hampir sama dengan
stadium 3, yaitu:
Fatique: rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
Kelebihan cairan: Seiring dengan menurunnya fungsi ginjal membuat ginjal
tidak dapat lagi mengatur komposisi cairan yang berada dalam tubuh. Hal
ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian
bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak
nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh.
Perubahan pada urin: urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampur
dengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang
penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal berada
dapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal
seperti polikistik dan infeksi.
Sulit tidur: Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupunrestless legs.
Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang
dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya.
Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
Sulit berkonsentrasi
5) Stadium 5 (gagal ginjal terminal)
Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain:
Kehilangan nafsu makan
Nausea.
Sakit kepala.
Merasa lelah.
Tidak mampu berkonsentrasi.
Gatal gatal.
Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
Kram otot
Perubahan warna kulit

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK,
menentukan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi. Blood
ureum nitrogen (BUN)/kreatinin meningkat, kalium meningkat,
magnesium meningkat, kalsium menurun, protein menurun, Ht menurun
karena adanya anemia, SDM menurun karena terjadi defisiensi
eritropoetin, GDA mengalami asidosis metabolic, Natrium serum rendah.
2. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
Kemungkinan abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam/basa.
3. Ultrasonografi (USG)
Untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena
batu atau massa tumor, dan untuk menilai apakah proses sudah lanjut.
4. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
5. Pieolografi Intra-Vena (PIV)
Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk
menilai sistem pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
7. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikadial.
8. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi dan kalsifikasi metastatik.

G. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Konservatif
a. Konservatif
1. Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein)
Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik
merupakan hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat
dalam darah jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang
dikonsumsi harus bernilai biologis (produk susu, telur, daging) di mana
makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk perbaikan dan
pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam.
Kalori untuk mencegah kelemahan dari Karbohidrat dan lemak.
Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin
kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
K+ (hiperkalemia ) :
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan
7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi
dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO )
dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna
dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien
yang mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-
hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a. HCT < atau sama dengan 20 %
b. Hb < atau sama dengan 7 mg5
c. Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan
high output heart failure.
c. Kelainan Kulit
1. Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden
meningkat pada klien yang mengalami HD.
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1. HD reguler.
2. Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3. Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen
hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya
meliputi :
1. Restriksi garam dapur.
2. Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3. Obat-obat antihipertensi.
3.Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1. Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah:
1) Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA
untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
2) Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila
terdapat indikasi:
Hiperkalemia > 17 mg/lt
Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
Kegagalan terapi konservatif
Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia,
asidosis metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema
paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan
nilai kreatinin > 100 mg %
Kelebihan cairan
Mual dan muntah hebat
BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
Sindrom kelebihan air
2. Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi
medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65
tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem
kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami
perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik
disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu
keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar,
2006).
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
H. KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah
selama hemodialisa
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
6. Asidosis metabolic
7. Osteodistropi ginjal
8. Sepsis
9. Neuropati perifer
10. Hiperuremia

I. MALNUTRISI PADA PASIEN CKD

1. Definisi
Malnutrisi adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan cadangan
protein tubuh dengan atau tanpa disertai deplesi lemak atau suatu kondisi
dengan kapasitas fungsional berkurang disebabkan konsumsi makanan tidak
adekuat dibandingkan kebutuhan.
2. Patofisiologi
Malnutrisi pada pasien dialisis dapat timbul oleh berbagai sebab diantaranya
asupan makanan yang tidak adekuat, respon katabolisme, prosedur dialisis,
ESRD yang menimbulkan inflamasi kronis dan mencetuskan
hiperkatabolisme dan anoreksia, perdarahan, oxidative stress serta gangguan
metabolisme dan endokrin.
Asupan makanan
Asupan makanan yang berkurang dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti
disgeusia uremic, abnormalitas rasa seperti logam dan mulut kering, faktor
psikologis seperti depresi, obat-obatan, inflamasi kronik, gangguan
gastrointestinal seperti gangguan pengosongan lambung, hemodialisis, infus
glukosa lama yang dapat mengurangi asupan makanan dan mampu
menginduksi kelainan endokrin, asam amino, glukagon, serotonin, serta
leptin dan insulin.
Uremia anoreksia terkait peningkatan konsentrasi ureum di serebral dan
plasma, peningkatan konsentrasi sitokin proinflamasi, hiporesponsif
terhadap eritropoetin disertai clinical outcome yang buruk. Diperkirakan
anoreksia timbul pada sepertiga pasien yang menjalani hemodialisis. Sebab-
sebab anoreksia lain:
a. Dialisis tidak adekuat
b. Retensi molekul anoreksigen
c. Peningkatan leptin serum
d. Digeusia
e. Anemia
f. Mual, muntah, gastroparesis
g. Polimedikasi, Hospitalisasi Status ekonomi lemah Depresi
Perubahan metabolisme protein
Pada pasien gagal ginjal kebutuhan protein meningkat dibandingkan pasien
tidak uremia. Hal ini terjadi karena peningkatan mobilisasi protein otot,
untuk mendukung glukoneogenesis. Rasio asam amino esensial : non
esensial akan menurun (valin dibandingkan glisin, tirosin dibandingkan
fenilalanin). Beberapa penelitian melaporkan terdapat penurunan threonin,
valin, lisin, histidin dan peningkatan sitrulin dan aspartat. Hal ini terjadi
akibat defek enzim yang mempengaruhi sintesis dan konversi asam amino.
Perubahan metabolisme protein disebabkan oleh gangguan metabolisme
asam amino, penggunaan protein hepatosplanchnic abnormal, peningkatan
katabolisme protein otot yang diinduksi oleh asidosis metabolik, inflamasi
kronik, terapi pengganti ginjal dan carbomoylation.
Gangguan metabolisme asam amino.
Pada ESRD terjadi perubahan metabolisme asam amino yang menyebabkan
penurunan konsentrasi asam amino total. Konsentrasi asam amino dan asam
amino rantai cabang merupakan prediktor yang lemah untuk menilai status
nutrisi pasien dialisis. Katabolisme yang terjadi disebabkan oleh berbagai
hal seperti:
a. Efek umum
Inaktivitas fisik
Gagal jantung
Asupan karbohidrat
Abnormalitas endokrin
Inflamasi, infeksi, sepsis
Asidosis
Abnormalitas asam amino
Gangguan penggunaan protein hepatosplachnic.
Setelah masa postprandial selesai, asam amino dialihkan ke area
hepatosplchnic disertai NH4+, untuk sintesis sitrulin, glutamat dan urea.
Pada penyakit ginjal kronis, berkurangnya penggunaan protein hepato-
splachnic menyebabkan menurunnya sintesis protein dan urea.Walaupun
gangguan metabolisme splanchnic memiliki efek yang kecil terhadap
abnormalitas metabolisme asam amino, namun sangat berperan terhadap
keseimbangan sirkulasi tirosin dan prolin.
Asidosis metabolik.
Ambilan glutamin rendah, gangguan produksi glutamin, ekskresi amonia
urin menyebabkan asidosis metabolik sehingga meningkatkan katabolisme
protein. Proteosintesis rasio terkait langsung dengan konsentrasi kortisol dan
berbanding terbalik dengan konsentrasi bikarbonat. Berbagai faktor yang
memperburuk asidosis metabolik seperti peningkatan sekresi kortisol,
asupan protein berkurang, stimulasi pemecahan protein otot. Asidosis
metabolik menyebabkan anoreksia, kelemahan, gangguan kardiovaskular
dan gastrointestinal, defek endokrin, resistensi insulin, hiperkalemia,
gangguan metabolisme triasilgliserol dan neoglukogenesis,
serta mampu mengubah ambilan asam amino hepatosplanchnic, ureagenesis
dan sintesis albumin. Asidosis yang menetap kemungkinan disebabkan oleh
overload acid yang timbul akibat konsumsi protein berlebihan. Koreksi
asidosis menggunakan natrium bikarbonat atau dialisis akan mengurangi
oksidasi asam amino rantai cabang dan katabolisme.
Gangguan metabolisme glukosa
Abnormalitas metabolisme glukosa dapat terjadi pada ESRD. Pasien
nondiabetik disertai ESRD menunjukkan onset hiperglikemia, toleransi gula
darah terganggu atau gula darah normal disertai hiperinsulinemia.
Hipoglikemia sangat sering dijumpai yang timbul akibat berkurangnya
clearance insuline, penggunaan - bloker, alkohol, sepsis, gastroparesis,
penyakit hati dan gagal jantung, serta terkait dengan defisiensi faktor
glukoneogenesis (seperti alanin) dan pengurangan konsentrasi hormon
penyeimbang. Hipoglikemia setelah dialisis akibat hiperinsulinemia (respon
konsentrasi glukosa yang tinggi dari cairan dialisat) atau karena kehilangan
glukosa 15-25 gram jika dialisat bebas glukosa.Faktor yang berperan dalam
kontrol gula darah adalah berkurangnya clearance insuline, resistensi
insulin, sekresi insulin dan perubahan produksi somatostatin.
Insulin clearance.
Gangguan clearance insuline timbul bila GFR < 40 ml/menit. Sejalan
dengan progresifitas penyakit ginjal, ambilan insulin peritubular akan
meningkat untuk menjamin clearance insuline hingga GFR 15-20 ml/menit.
Pengurangan degradasi insulin perifer (hati,otot) berperan dalam
memperpanjang waktu paruh insulin. Pada ESRD Clearance insuline
berkurang dan menjadi normal oleh hemodialisis. Toksin uremia juga
menghambat.
Resistensi insulin
Degradasi insulin terutama di hati yang secara fisiologis akan membuang
sekitar 50 % insulin melalui sirkulasi porta. Sering dijumpai pada pasien
gagal ginjal kronik, yang terlihat dengan berkurangnya respon hipoglikemia
setelah pemberian insulin. Sistem muskular merupakan tempat tersering
terjadinya resistensi insulin. Biopsi otot menunjukkan tidak terdapat
kelainan pada reseptor binding, fosforilasi subunit dan ekspresi transporter
glukosa. Resistensi insulin ESRD dapat disebabkan oleh penurunan
pengaturan katabolisme protein di ginjal, asidosis metabolik, toksin uremia
(seperti psuedouridin), produk katabolisme protein, aktivitas fisik
berkurang, anemia, inflamasi kronik dan malnutrisi. HOMA (Homeastatic
model assesment index) merupakan suatu metode sederhana yang dapat
memperkirakan adanya resistensi insulin, telah dikembangkan dan diterima
sebagai prediktor mortalitas kardiovaskular pada ESRD.
Sekresi Insulin
Sekresi Insulin dipengaruhi oleh metabolisme kalsium abnormal
(hiperparatiroidisme dan defisiensi vitamin D) dan penurunan konsentrasi
kalium intraselular.1 Koreksi asidosis meningkatkan sensitifitas sel
paratiroid terhadap kalsium dan sensitivitas serta sekresi insulin.
Gangguan pelepasan somatostatin.
Somatostatin mampu menghambat absorbsi glukosa dan sekresi insulin dan
glukagon dari pankreas. Berkurangnya pelepasan somatostatin pada ESRD
menyebabkan gangguan metabolisme glukosa dan sekresi insulin.
Gangguan metabolisme lipid
Pada pasien ESRD terdapat penurunan high density lipoprotein (HDL),
peningkatan triasilgliserol dan very low density lipoprotein (VLDL),
disebabkan oleh berkurangnya degradasi lipoprotein, peningkatan
konsentrasi lipoprotein, penurunan aktivitas lipoprotein lipase, penurunan
rasio apo C2 : apo C3, variasi struktural lipoprotein dan gangguan
pengenalan reseptor, peningkatan sintesis triasilgliserol dan defesiensi asam
lemak esensial. HDL dan LDL akan mengalami oksidasi, glikalasi dan
carbamoylation. Oksidasi LDL dan lipoprotein berperan terhadap terjadinya
atherosklerotik dan disfungsi endotel.
Perubahan hormonal dan endokrin
Pada ESRD sering dijumpai hiperglukagonemia, peningkatan hormon
paratiroid (menyebabkan katabolisme), gangguan berbagai hormon,
diantaranya terdapat resistensi terhadap growth hormon (GH) baik pasien
yang mendapat terapi konservatif maupun terapi pengganti ginjal.
Toksin uremia
Sindroma uremia terjadi karena retensi berbagai zat yang secara fisiologis
diekskresi oleh ginjal. Toksin uremia berperan terhadap timbulnya berbagai
tanda dan gejala. Dialytic outcome lebih baik dengan clearance uraemic
toxin dengan berat molekul (BM) 1000-5000 dalton. Berbagai molekul ini
terikat protein dengan konsentrasi bervariasi, molekul BM sedang paling
sedikit. Urea menimbulkan anoreksia, mual dan muntah. Kreatinin
mempengaruhi berbagai reaksi metabolik. Advanced glication end product
(AGEP) merupakan toksin uremik terpenting, berasal dari reaksi non enzim
protein rantai cabang dan glukosa, setelah berikatan dengan reseptor
permukaan yang spesifik mampu menginduksi perubahan fungsi sel bahkan
menyebabkan kematian sel. Secara tidak langsung juga terkait dengan
oxidative stress. Salah satu AGEP adalah pentosidin, terbentuk dari hasil
glikolasi dan oksidasi. Peningkatan pentosidin terkait erat dengan inflamasi
dan malnutrisi, yang akan meningkat sejalan dengan menurunnya residual
renal function (RRF), namun bukan merupakan prediktor respon klinis
dialisis dan bukan penanda prediksi mortalitas.
3. Klasifikasi
Malnutrisi pada gagal ginjal kronis terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu
malnutrisi tipe 1 dan malnutrisi tipe 2.
Pada malnutrisi tipe 1 umumnya terjadi karena asupan kalori dan
protein yang kurang. Penurunan albumin hanya sedikit sehingga pemberian
nutrisi yang adekuat serta dialisis akan menunjukkan perbaikan status
nutrisi.
Gambaran Malnutrisi Tipe 1 dan Tipe 2
Tipe 1 Tipe 2
Albumin serum Normal Rendah
Komorbid Tidak lazim Lazim
Inflamasi Tidak Ya
Asupan Makanan Sedikit Normal/rendah
Resting Energy Expenditure Normal Meningkat
Stress oksidatif Meningkat Meningkat
Katabolisme protein Menurun Meningkat
Perbaikan akibat dialisis atau Ya Tidak
dukungan nutrisi
Malnutrisi tipe 2 terkait dengan inflamasi, sering disebut sebagai
malnutrition inflamation atheroclerosis (MIA). Pada kondisi ini, selain
pemberian nutrisi dan dialisis, penting memperhatikan penyakit lain yang
menyertai serta respon inflamasi kronis.
4. Penatalaksanaan
Tatalaksana pasien malnutrisi sudah menjalani dialisis meliputi
identifikasi dan talaksana penyebab malnutrisi, dukungan nutrisi adekuat,
optimalisasi dialisis (Kt/V >1,2 pada pasien HD 3 kali/minggu dan Kt/V
>1,8 pada pasien HD 2 kali/minggu ) disertai monitoring adekuasi dialisis
secara rutin, mengatasi kondisi medis yang memperberat malnutrisi seperti
asidosis metabolik, infeksi, anemia, depresi serta gangguan gastrointestinal,
konseling gizi, evaluasi obat-obatan yang menyebabkan nafsu makan
menurun, suplementasi oral serta obat yang dapat meningkatkan nafsu
makan.
Managemen Malnutrisi pasien Dialisis
Deteksi dan Penanganan sebab anoreksia dan katabolisme
Koreksi diet yang tidak adekuat
Koreksi dialisis tidak adekuat
Penggunaan membran biokompatibel
Penggunaan bikarbonat saat dialisis
Pemberian eritropoetin
Deteksi dan penanganan depresi
Deteksi dan penanganan gangguan gastrointestinal
Malnutrisi ringan atau sedang (diet tidak adekuat tanpa malnutrisi berat)
Konseling diet dan suplementasi oral
Malnutrisi Berat
Asupan spontan > 20 Kcal/kg/hari : IDPN +suplementasi oral
Asupan spontan : < 20 Kcal/kg/hari : nutrisi eneral harian

KDOQI merekomendasikan kebutuhan protein 0.60 gram/kg/hari pada


pasien dengan GFR <25 mL/min ( CKD Stages 4-5), namun bukan untuk
pasien GFR tinggi. Recommended dietary allowance (RDA) protein adalah
0.75 gram/kg/hari.
Asupan protein yang dibatasi akan menurunkan mortalitas 40 %
pasien gagal ginjal.29 Cianciaruso melaporkan dari Italia, pemberian protein
0,55 gr/kg/hari menunjukkan kontrol metabolik yang lebih baik
dibandingkan pemberian protein 0,8 gr/kgBB/hari. Parameter yang
digunakan ureum, bikarbonat, fosfat dan PTH serta urea nitrogen urin.
Kebutuhan kalori pada pasien dialisis bervariasi terutama dipengaruhi
oleh aktivitas fisik, abnormalitas endokrin dan biokimia, anemia, infeksi
akut atau kronik, penyakit jantung, diabetes, penggunaan steroid atau obat-
obatan lain, bahkan proses dialisis juga menyebabkan kehilangan asam
amino. Atas dasar ini maka kebutuhan protein pasien HD dapat ditingkatkan
menjadi 1,2 gram/kgBB dan 50 % merupakan protein dengan nilai biologis
tinggi. Pasien HD kebutuhan kalori mencapai 1,3-1,5 gram/kgBB.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
GAGAL GINJAL KRONIK/ CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. PENGKAJIAN
Pengkajian dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi :

1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung jawab.
2. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara
tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah,
napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit saat ini
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa
meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity
scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, adanya nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan
nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk
mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia,
dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi
sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab.
Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu
dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang
sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada
atau tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat
alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular pada keluarga.

B. POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI


1. Aktifitas & istirahat
Gejala : Kelemahan,malaise, gangguan tidur (insomnia,gelisah,atau
somnolen).
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi :
Gejala : Riwayat hipertensi lama/baru, palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : Hipertensi (nadi kuat,edema jaringan umum dan pitting pada
kaki,telapak tamgam), disritmia jantung. Friction rub pericardial, kulit
pucat, kecenderungan pedarahan.
3. Integritas ego :
Gejala : Faktor stress, perasaan tak berdaya, tidak ada harapan.
Tanda : Menolak, ansietas,takut,marah,mudah terangsang,perubahan
kepribadian.
4. Eliminasi :
Gejala : Produksi urine menurun (oligouri,anuria),abdomen kembung,diare
atau konstipasi.
Tanda : Warna urine kuning pekat,merah,coklat.
5. Makanan /Cairan :
Gejala : Peningkatan BB secara cepat akibat edema. Penurunan BB akibat
malnutrisi. Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa tak sedap di mulut
(napas bau ammonia)
Tanda : Distensi abdomen/ascites, pembesaran hati (tahap akhir), Edema,
ulserasi/perdarahan gusi atau lidah,
6. Neuro sensori :
Gejala : Nyeri kepala, kram otot/kejang, kesemutan ekstremitas bawah.
Tanda : Penurunan tingkat kesadaran/konsentrasi, rambut tipis, kuku rapuh
dan tipis.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki.
Tanda : Perilaku hati hati (distraksi), gelisah.
8. Pernapasan.
Gejala : Napas pendek ; dispnea nocturnal paroksismal, batuk dengan atau
tanpa sputum.
Tanda : Takipnea,dispnea,pernapasan Kussmaul, batuk produktif.
9. Keamanan.
Gejala : Berulangnya infeksi.
Tanda : Fraktur tulang, kalsifikasi metastasik,keterbatasan gerak sendi.
10. Seksualitas.
Gejala : Penurunan libido, amenore, infertilitas.
Interaksi social.
Gejala : Kesulitan menjalankan fungsi peran dalam keluarga.

C. PEMERIKSAAN FISIK (Head To Toe)


1. Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.
2. Tingkat kesadaran kompos mentis sampai koma.
3. Pengukuran antropometri :berat badan menurun, lingkar lengan atas (LILA)
menurun.
4. Tanda vital :tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah,
disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur.
5. Kepala
a. Mata
Inspeksi :konjungtiva anemis, mata merah, berair dan penglihatan
kabur
Palpasi :edema periorbital
b. Rambut
Inspeksi : rambut mudah rontok, tipis
Palpasi : kasar.
c. Hidung
Inspeksi : pernapasan cuping hidung
d. Mulut
Inspeksi : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia,
mual,muntah serta cegukan, peradangan gusi.
6. Leher
Inspeksi dan palpasi : pembesaran vena leher.
7. Toraks
a. Toraks
Inspeksi : bentuk dada: normal chest, pergerakan simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
b. Paru
Inspeksi : penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan dangkal
dan kusmaul
Palpasi : getaran taktil fremitus sama antara kanan dan kiri
Perkusi : redup akibat edema paru
Auskultasi : adanya suara tambahan (rales/ronki basah)
c. Jantung
Inspeks : tampak iktus cordis
Palpasi : pelebaran iktus kordis akibat beban jantung meningkat
Perkusi : pelebaran batas pekak jantung akibat hipertrofi
Auskultasi : friction rub pericardial.
8. Abdomen :
Inspeksi : distensi abdomen
Auskultasi : bising usus menurun (< 5x/menit)
Perkusi : suara redup/pekak (berisi cairan/ascites)
Palpasi : ginjal : nyeri tekan pada sudut kostovertebral
9. Genital
Inspeksi dan Palpasi: atropi testikuler
10. Ekstremitas
Inspeksi : kuku rapuh dan kusam serta tipis, kelemahan pada
tungkai, foot drop
Palpasi : capirally refill time > 3 detik, rasa panas pada telapak kaki,
11. Kulit
Inspeksi :echimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu,
mengkilat atau hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh,
memar (purpura),
Palpasi : edema

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler-alveolar
2. Penurunan cardiac output b.d perubahan preload, afterload dan sepsis
3. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis,
perikarditis
4. Kelebihan volume cairan b.d mekanisme pengaturan melemah
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
6. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialysis.

E. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Gangguan pertukaran gas b/d NOC : NIC :
kongesti paru, hipertensi Respiratory Status :
pulmonal, penurunan perifer ventilation Airway Management
yang mengakibatkan asidosis
laktat dan penurunan curah Kriteria Hasil : Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
jantung. Mendemonstrasikan lift atau jaw thrust bila perlu
peningkatan ventilasi dan Posisikan pasien untuk memaksimalkan
oksigenasi yang adekuat ventilasi
Memelihara kebersihan Identifikasi pasien perlunya pemasangan
paru paru dan bebas dari alat jalan nafas buatan
tanda tanda distress Pasang mayo bila perlu
pernafasan Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas Keluarkan sekret dengan batuk atau
yang bersih, tidak ada suction
sianosis dan dyspneu Auskultasi suara nafas, catat adanya
(mampu mengeluarkan suara tambahan
sputum, mampu bernafas Lakukan suction pada mayo
dengan mudah, tidak ada Berikan bronkodilator bila perlu
pursed lips) Barikan pelembab udara
Tanda tanda vital dalam Atur intake untuk cairan
rentang normal mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring

Monitor rata rata, kedalaman, irama


dan usaha respirasi
Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan,
retraksi otot supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti dengkur
Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot diagfragma
( gerakan paradoksis )
Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
Uskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnya

AcidBase Managemen

Monitro IV line
Pertahankanjalan nafas paten
Monitor AGD, tingkat elektrolit
Monitor status hemodinamik(CVP,
MAP, PAP)
Monitor adanya tanda tanda gagal nafas
Monitor pola respirasi
Lakukan terapi oksigen
Monitor status neurologi
Tingkatkan oral hygiene

2 Penurunan curah jantung b/d NOC : NIC :


respon fisiologis otot jantung, Cardiac Pump Cardiac Care
peningkatan frekuensi, effectiveness Evaluasi adanya nyeri dada
dilatasi, hipertrofi atau ( intensitas,lokasi, durasi)
peningkatan isi sekuncup Kriteria Hasil: Catat adanya disritmia jantung
Tanda Vital dalam Catat adanya tanda dan gejala
rentang normal (Tekanan penurunan cardiac putput
darah, Nadi, respirasi) Monitor status kardiovaskuler
Dapat mentoleransi Monitor status pernafasan yang
aktivitas, tidak ada menandakan gagal jantung
kelelahan Monitor abdomen sebagai indicator
Tidak ada edema paru, penurunan perfusi
perifer, dan tidak ada asites Monitor balance cairan
Tidak ada penurunan Monitor adanya perubahan tekanan
kesadaran darah
Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan antiaritmia
Atur periode latihan dan istirahat untuk
menghindari kelelahan
Monitor toleransi aktivitas pasien
Monitor adanya dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu
Anjurkan untuk menurunkan stress

Vital Sign Monitoring


Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor adanya pulsus paradoksus
Monitor adanya pulsus alterans
Monitor jumlah dan irama jantung
Monitor bunyi jantung
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban
kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign

3 Pola Nafas tidak efektif NOC : Fluid management


Respiratory status : Pertahankan catatan intake dan output
Definisi : Pertukaran udara Airway patency yang akurat
inspirasi dan/atau ekspirasi Pasang urin kateter jika diperlukan
tidak adekuat Kriteria Hasil : Monitor hasil lAb yang sesuai dengan
Mendemonstrasikan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
batuk efektif dan suara nafas urin )
yang bersih, tidak ada Monitor status hemodinamik termasuk
sianosis dan dyspneu CVP, MAP, PAP, dan PCWP
(mampu mengeluarkan Monitor vital sign
sputum, mampu bernafas Monitor indikasi retensi / kelebihan
dengan mudah, tidak ada cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena
pursed lips) leher, asites)
Menunjukkan jalan nafas
Kaji lokasi dan luas edema
yang paten (klien tidak
Monitor masukan makanan / cairan
merasa tercekik, irama
dan hitung intake kalori harian
nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak Monitor status nutrisi
ada suara nafas abnormal) Berikan diuretik sesuai interuksi
Tanda Tanda vital dalam Batasi masukan cairan pada keadaan
rentang normal (tekanan darah,hiponatrermi dilusi dengan serum Na <
nadi, pernafasan) 130 mEq/l
Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul memburuk
Fluid Monitoring
Tentukan riwayat jumlah dan tipe
intake cairan dan eliminaSi
Tentukan kemungkinan faktor resiko
dari ketidak seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi diuretik, kelainan
renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi
hati, dll )
Monitor serum dan elektrolit urine
Monitor serum dan osmilalitas urine
Monitor BP, HR, dan RR
Monitor tekanan darah orthostatik dan
perubahan irama jantung
Monitor parameter hemodinamik
infasif
Monitor adanya distensi leher, rinchi,
eodem perifer dan penambahan BB
Monitor tanda dan gejala dari odema

4 Kelebihan volume cairan b/d NOC : NIC :


berkurangnya curah jantung, Fluid balance Fluid management
retensi cairan dan natrium Timbang popok/pembalut jika
oleh ginjal, hipoperfusi ke Kriteria Hasil: diperlukan
jaringan perifer dan Terbebas dari edema, Pertahankan catatan intake dan output
hipertensi pulmonal efusi, anaskara yang akurat
Bunyi nafas bersih, tidak Pasang urin kateter jika diperlukan
ada dyspneu/ortopneu Monitor hasil lAb yang sesuai dengan
Terbebas dari distensi retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
vena jugularis, reflek urin )
hepatojugular (+) Monitor status hemodinamik termasuk
Memelihara tekanan vena CVP, MAP, PAP, dan PCWP
sentral, tekanan kapiler Monitor vital sign
paru, output jantung dan
Monitor indikasi retensi / kelebihan
vital sign dalam batas
cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena
normal
leher, asites)
Terbebas dari kelelahan,
Kaji lokasi dan luas edema
kecemasan atau
kebingungan Monitor masukan makanan / cairan
Menjelaskanindikator dan hitung intake kalori harian
kelebihan cairan Monitor status nutrisi
Berikan diuretik sesuai interuksi
Batasi masukan cairan pada keadaan
hiponatrermi dilusi dengan serum Na <
130 mEq/l
Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul memburuk

Fluid Monitoring
Tentukan riwayat jumlah dan tipe
intake cairan dan eliminaSi
Tentukan kemungkinan faktor resiko
dari ketidak seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi diuretik, kelainan
renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi
hati, dll )
Monitor berat badan
Monitor serum dan elektrolit urine
Monitor serum dan osmilalitas urine
Monitor BP, HR, dan RR
Monitor tekanan darah orthostatik dan
perubahan irama jantung
Monitor parameter hemodinamik
infasif
Catat secara akutar intake dan output
Monitor adanya distensi leher, rinchi,
eodem perifer dan penambahan BB
Monitor tanda dan gejala dari odema
5 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :
kurang dari kebutuhan tubuh Nutritional Status : food Nutrition Management
and Fluid Intake Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Kriteria Hasil : menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
Adanya peningkatan dibutuhkan pasien.
berat badan sesuai dengan Anjurkan pasien untuk meningkatkan
tujuan intake Fe
Berat badan ideal sesuai Anjurkan pasien untuk meningkatkan
dengan tinggi badan protein dan vitamin C
Mampu mengidentifikasi Berikan substansi gula
kebutuhan nutrisi Yakinkan diet yang dimakan
Tidak ada tanda tanda mengandung tinggi serat untuk mencegah
malnutrisi konstipasi
Tidak terjadi penurunan Berikan makanan yang terpilih (sudah
berat badan yang berarti dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua
selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
6 Intoleransi aktivitas b/d curah NOC : NIC :
jantung yang rendah, Self Care : ADLs Energy Management
ketidakmampuan memenuhi Observasi adanya pembatasan klien
metabolisme otot rangka, Kriteria Hasil : dalam melakukan aktivitas
kongesti pulmonal yang Berpartisipasi dalam Dorong anal untuk mengungkapkan
menimbulkan hipoksinia, aktivitas fisik tanpa disertai perasaan terhadap keterbatasan
dyspneu dan status nutrisi peningkatan tekanan darah, Kaji adanya factor yang menyebabkan
yang buruk selama sakit nadi dan RR kelelahan
Mampu melakukan Monitor nutrisi dan sumber energi
aktivitas sehari hari (ADLs) tangadekuat
secara mandiri Monitor pasien akan adanya kelelahan
fisik dan emosi secara berlebihan
Monitor respon kardivaskuler terhadap
aktivitas
Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien

Activity Therapy
Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik dalammerencanakan
progran terapi yang tepat.
Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yangsesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan social
Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
Bantu untu mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emoi, social dan
spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konep Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai