Anda di halaman 1dari 24

PRESENTASI KASUS BEDAH DIGESTIF

Ikterus Obstruktif et causa Kolelitiasis & Koledokolitiasis

oleh:
Danny Darmawan (09065067923)
Elisabet Lana A.K. (0906507993)

Narasumber:
dr. Agi Satria Putranto, SpB-KBD

MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA, JANUARI 2014
BAB I
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Tn. BS
TTL : 19 April 1976
Usia : 37 tahun
Alamat : Bidara Cina, Jatinegara
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : fotografer
Agama : Islam
Tgl masuk : 15 Desember 2013
No.RM : 389-48-66

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 6 Januari 2014 di ruang
perawatan bedah lantai 4, perawatan hari ke 22.

Keluhan Utama
Nyeri ulu hati memberat sejak 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien sering mengalami nyeri ulu hati, perut begah, dan cepat kenyang sejak 4 tahun
SMRS. Keluhan nyeri ulu hati dirasakan hilang timbul, tidak menentu. Pasien sudah berobat
ke dokter, dan dikatakan sakit maag sehingga pasien diberi obat maag namun lupa namanya.
Keluhan dirasakan tidak membaik. Pasien sudah melakukan medical check-up sejak 1 tahun
SMRS dan dilakukan USG abdomen, dan dikatakan pasien memiliki batu empedu. Namun
saat itu pasien tidak merasakan adanya nyeri ulu hati sehingga pasien tidak disarankan untuk
operasi. Selama itu, pasien tidak berobat ke dokter, hanya berobat ke alternatif dan herbal.
Pasien juga sudah melakukan kontrol gaya hidup dengan melakukan diet rendah lemak dan
menurunkan berat badan dari 85 kg menjadi 70 kg.
Keluhan nyeri ulu hati muncul kembali sejak 2 bulan SMRS dan disertai nyeri pada perut
kanan atas. Nyeri sepeti ditusuk-tusuk menjalar ke perut sebelah kanan. Nteri terasa hilang

2
timbul. Lama serangan 2-3 jam. Nyeri dirasakan terutama setelah makanan berlemak, dan
saat berubah posisi Pasien merasa tubuh pasien mulai terlihat kuning sejak 20 hari SMRS.
Awalnya, pasien merasakan kuning di kedua mata, lalu dirasakan di seluruh tubuh. Terdapat
mual dan muntah, sebanyak 2-3 kali/hari, memuntahkan makanan. Terdapat demam yang
dirasakan hilang timbul, muncul tidak menentu. BAK dirasakan berwarna seperti teh,
sedangkan BAB dirasakan dempul. Pasien kemudian berobat ke poli RSCM, dan disarankan
untuk melakukan USG abdomen dan MRCP. Pasien kemudian dirawat sejak 7 hari SMRS
dan direncanakan untuk ERCP, namun terdapat suatu hambatan sehingga pasien dipulangkan
dan dijadwalkan ERCP saat pasien kontrol ke poli dan menunggu ruang rawat.
Sejak 1 hari SMRS, keluhan nyeri dirasakan memberat, keluhan disertai mual dan
muntah, frekuensi 2-3 kali/hari, isi makanan. Pasien kemudian berobat ke IGD RSCM dan
dirawat. Pasien sudah dilakukan ERCP pada tanggal 16 Desember 2013.
Pasien saat ini dalam perawatan hari ke-22. Sebelumnya, pasien pernah dirawat di HCU.
Pasien sudah dilakukan operasi untuk mengeluarkan batu empedunya. Saat ini, pasien merasa
nyeri pada luka bekas operasi, muncul hanya saat pasien bergerak. Tidak ada keluhan nyeri
perut, demam, mual, atau muntah. Pasien dapat makan dan minum dengan lancar. BAB
dirasakan normal, tidak dempul, BAK terpasang kateter.

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada riwayat hipertensi, DM, alergi, asma, sakit jantung, sakit paru, maupun sakit
ginjal. Tidak ada riwayat operasi sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluhan serupa pada keluarga pasien.
Hipertensi, sakit jantung, sakit paru, diabetes melitus, dan alergi dalam keluarga
disangkal.

Riwayat Sosial
Pasien saat ini sudah menikah dan memiliki 2 orang anak. Pasien bekerja sebagai
fotografer. Pasien memiliki kebiasaan sering makan makanan berlemak hampir setiap hari.
Pasien merokok sebanyak 1 batang per hari, saat ini berhenti merokok sejak pasien merasa
sakit. Pasien tidak minum minuman beralkohol.

3
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis (15/12/2013)
Kesadaran : kompos mentis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90 kali/menit
Suhu : 38,2C
Pernapasan : 20 kali/menit
Kepala : deformitas (-), normosefal
Kulit : sawo matang, turgor baik, tidak ada kelainan
Rambut : warna hitam, lebat, tersebar merata, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+
Telinga : sekret (-), deformitas (-)
Hidung : sekret (-), deviasi septum (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Gigi & mulut : higiene oral baik
Leher : JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba, kelenjar tiroid tidak membesar
Jantung : bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : datar, lemas
Palpasi : massa(-), nyeri tekan (-), murphy sign (-) hati dan limpa tidak teraba,
defans muskular (-), nyeri pada titik Mc burney (-)
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, edema -/-, CRT < 2

Status Generalis (06/01/2013)


Kesadaran : kompos mentis
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 83 kali/menit
Suhu : 36,0C

4
Pernapasan : 18 kali/menit
Tinggi badan : 170 cm
Berat badan : 70 kg
IMT : 24,22 kg/m2
Kepala : deformitas (-), normosefal
Kulit : sawo matang, turgor baik, tidak ada kelainan
Rambut : warna hitam, lebat, tersebar merata, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik +/+
Telinga : sekret (-), deformitas (-)
Hidung : sekret (-), deviasi septum (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Gigi & mulut : higiene oral baik
Leher : JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba, kelenjar tiroid tidak membesar
Jantung : bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), gallop (-)
Paru : pernapasan statis-dinamis simetris, fremitus +/+ simetris, sonor +/+,
vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : datar, lemas, terdapat kassa pada regio epigastrium hingga umbilikus,
terdapat drain pada regio lumbalis kanan yang ditutupi oleh kassa.
Palpasi : massa(-), nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak teraba, defans muskular
(-), nyeri pada titik Mc burney (-)
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, edema -/-, CRT < 2

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tabel 1. Pemeriksaan Laboratorium Tn.BS (16 Desember 2013)

Hasil Satuan Nilai Rujukan


Darah perifer lengkap
Hemoglobin 15,1 g/dL 12-14
Hematokrit 43 % 40-48
Jumlah trombosit 205.000 10^3/uL 150-400
Jumlah leukosit 6.470 10^3/uL 5-10
Kimia klinik
Ureum darah 24 mg/dL 10-50
Kreatinin darah 0,7 mg/dL 0,5-1,5

5
Albumin 3,85 g.dL 3.4 -4.8
Globulin 2,89
Glukosa waktu 69 mg/dL 70-100
SGOT 22 U/L <27
SGPT 19 U/L <36
Bilirubin total 26 mg/dL <1
Bilirubin direk 23 mg/dL <0,3
Bilirubin indirek 3 mg/dL 0,1-0,7
Elektrolit
Natrium 142 mEq/L 132-147
Kalium 3,9 mEq/L 3.30-5.40
Klorida 101 mEq/L 94-111.0
Hemostasis
PT
Pasien 14 Detik 9.8-12.6
Kontrol 11 Detik
APTT
Pasien 41 Detik 31.0-47.0
Kontrol 31 Detik

Tabel 2. Pemeriksaan Laboratorium Tn.BS

Hasil Satuan Nilai Rujukan


Darah perifer lengkap
(2/1/14)
Hemoglobin 11 g/dL 12-14
Hematokrit 31 % 40-48
6
Eritrosit 3,75.10 10^6/uL
Jumlah trombosit 274.000 10^3/uL 150-400
Jumlah leukosit 15.340 10^3/uL 5-10
Hitung jenis
- Basofil 0,2 % 0-1
- Eosinofil 0,6 % 1-3
- Neutrofil 91,4 % 52-76
- Limfosit 3,3 % 20-40
- Monosit 4,5 % 2-8
LED 82 mm 0-10
Kimia klinik (2/1/14)
Ureum darah 39 mg/dL 10-50
Kreatinin darah 1,3 mg/dL 0,5-1,5
SGOT 50 U/L <27
SGPT 23 U/L <36
Bilirubin total 19,6 mg/dL <1

6
Bilirubin direk 16,99 mg/dL <0,3
Bilirubin indirek 2,61 mg/dL 0,1-0,7
Elektrolit (3/1/2014)
Natrium 133 mEq/L 132-147
Kalium 3,86 mEq/L 3.30-5.40
Klorida 96 mEq/L 94-111.0
Hemostasis (5/1/14)
PT
Pasien 13 Detik 9.8-12.6
Kontrol 12,1 Detik
APTT
Pasien 39,3 Detik 31.0-47.0
Kontrol 31,4 Detik
Fibrinogen 615,8 mg/dL 136-384
D-dimer kuantitatif 300 ug/L 0-300
Urinalisis (5/1/14)
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Jernih Jernih
Sedimen leukosit 5-7 /LPB 0-5
Sedimen eritrosit 3-5 /LPB 0-2
Silinder Negatif /LPK 0-2
Sel epitel + +1
Kristal Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Berat jenis 1,010 1,005-1,030
pH 6,5 4,5-8,0
Protein Trace Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah 1+ Negatif
Bilirubin 2+ Negatif
Urobilinogen 3,2 umol/L 3,2-16,0
Eritrosit Negatif Negatif
Leukosit esterase Trace Negatif

Hasil foto thorax (16 Desember 2013)

7
CTR <50%.
Aorta dan mdiastinum superior tidak melebar.
Trakea di tengah.
Kedua hilus tidak menebal.
Corakan bronkovaskular kedua paru baik.
Tidak tampak infiltrat pada kedua lapangan paru kanan dan kiri.
Kedua hemidiagfragma licin.
Kedua sinus kostofrenikus lancip.
Jaringan lunak dinding dada terlihat baik.
Kesimpulan: jantung dan paru dalam batas normal.

Hasil EKG (16 Desember 2013)


Sinus ritme, laju 60x/menit, axis normal, gelombang P normal, interval PR 0,12 s,
kompleks QRS 0,08 s, ST change (-), T inverted pada lead III dan aVR, LVH (-), RVH (-)

Hasil ERCP (16 Desember 2013)


- Pasca stent CBD e.c. batu sistikus dan stenosis distal CBD
- Batu kantung empedu multipel dan batu sistikus

Hasil USG abdomen (16 Desember 2013)

8
Kolelitiasis multipel, dilatasi duktus bilier intrahepatik kanan-kiri, duktus hepatikus
komunis dan CBD e.c. susp. sumbatan di CBD distal.

9
Hasil MRCP (5 Desember 2013)
- Multipel batu CBD, duktus sistikus, dan kantung empedu dengan dilatasi saluran
bilier
- Tidak tampak dilatasi duktus pankreatitis dan tanda pankreatitis akut

Hasil Laparotomi, kolesistektomi, eksplorasi CBD, dan bypass


choledocoduodenostomi side to side (30 Desember 2013)
Pada kandung empedu, terdapat 2 buah batu berwarna kuning, bentuk bulat, dengan
diameter + 0,5 cm. Pada kandung empedu, dilakukan pemeriksaan patologi anatomi.

V. DIAGNOSIS
Ikterus obstruktif e.c. kolelitiasis, koledokolitiasis pasca laparotomi, kolesistektomi,
eksplorasi CBD, bypass choledocoduodenostomy side to side H + 7.

VI. TATALAKSANA
GV per hari
Diet lunak 2400 kkal, minum bebas
Omeprazole 2 x 40 mg
Sucralfat 3 x CI
Metoclopramid 3 x 5 mg
Cefo-sulbactam 2 x 2 g
Tramadol 3 x 50 mg

VII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi sistem hepatobilier1


Hati, kandung empedu, dan percabangan bilier berasal dari tunas ventral (diverticulum
hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat kehidupan. Bagian ini
terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik
ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar, dan
bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung empedu,
tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan awal antara divertikulum hepatikum dan
penyempitan foregut, nantinya membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi
duodenum, jalan masuk duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum.1
Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan
ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar peribilier),
kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik
membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus
hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan
komponen ekstrahepatik percabangan biliaris.
Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung membentuk duktus biliaris. Duktus
biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan diameter 0,4-0,8 cm. Duktus biliaris dapat
dibagi menjadi tiga segmen anatomi: supraduodenal, retroduodenal, dan intrapankreatik.
Duktus biliaris komunis kemudian memasuki dinding medial duodenum, mengalir secara
tangensial melalui lapisan submukosa 1-2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian
kedua duodenum. Bagian distal duktus dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter
Oddi. Duktus biliaris komunis dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau
bergabung bersama duktus pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut
ampula Vater.2
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat panjang 4-6 cm berisi
30-60mL empedu. Kandung empedu seluruhnya tertutup oleh peritoneum visceral, tetapi
infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke empedu. Bagian infundibulum dalam
kantung dinamakan kantong Hartmann.1
Duktus sistikus memiliki panjang 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dindingnya
mengandung katup berbentuk spiral dandisebut Katup Heister yang memudahkan cairan
empedu mengalir ke kantung empedu.

11
Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus vaskular
peribilier.Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan pleksus ini
mengalir ke dalam sistem vena porta atau langsung ke dalam sinusoid hepatikum.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan.
Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat
kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe
berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari
sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri
hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju ke kandung empedu
berasal dari plexus coeliacus

Gambar 1. Anatomi Sistem Bilier

2.2 Fisiologi 1
Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml/hari. Di luar waktu
makan, empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu dan mengalami pemekatan.
Pengaliran cairan empedu dipengaruhi oleh tiga faktor :
a. Sekresi empedu di hati
b. Kontraksi kandung empedu
c. Tahanan sftinger koledokus
Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialirkan ke kantung empedu.
Setelah makan, Kandung empedu berkontraksi, sftinger berelaksasi, empedu mengalir ke

12
duodenum. Aliran tersebut disemprotkan intermitten karena tekanan saluran empedu lebih
besar dari tahanan sftinger.
Kolesistokinin, hormon sel dari mukosa usus halus dikeluarkan atas makanan
berlemak. Hormon ini merangsang nervus vagus sehingga menyebabkan kontraksi kantung
empedu.1

2.3 Batu Empedu/ Kolelithiasis


2.3.1 Pendahuluan 1,2
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk penyakit batu empedu yang terletak di dalam
kandung empedu, saluran empedu, maupun kedua-duanya. Kolelitiasis lebih sering dijumpai
pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor
resiko, yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
Batu empedu secara umum ditemukan di dalam kandung empedu namun dapat
bermigrasi melalui duktus sistikus menjadi batu saluran empedu atau disebut batu saluran
empedu sekunder.
Di Negara Barat, 10-15% batu kandung empedu juga disertai batu saluran empedu.
2
Pada beberapa keadaan batu saluran empedu dapat terbentuk sendiri tanpa melibatkan
kandung empedu hal ini dinamakan batu saluran empedu primer. Komplikasi batu saluran
empedu sekunder ini seringkali lebih berat daripada batu saluran empedu primer.

2.3.2 Patofisiologi dan Tipe Batu1,3


Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya, batu dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok yaitu:3
a. Batu kolesterol dimana komposisi kolesterol melebihi 70%
b. Batu pigmen coklat dimana mengandung calcium bilirubinate sebagai komponen
utama.
c. Batu pigmen hitam dimana kaya akan residu hitam tak terekstrasi
Pembentukan batu kolesterol melewati empat fase yaitu penjenuhan empedu oleh
kolesterol, pembentukan nidus, kristaliasi, dan pertumbuhan baru.
Batu pigmen dalam beberapa kasus dikaitkan dengan infeksi bakteri gram negative
yaitu E.Coli.1

13
Gambar 2. Jenis-Jenis Batu Empedu

Pada masyarakat barat, didapatkan bahwa batu kolesterol menjadi penyebab tersering
batu empedu. Sedangkan di Indonesia, didapatkan batu pigmen sebesar 73%
Ada tiga faktor yang mempengaruhi pathogenesis batu kolesterol yaitu hipersaturasi
kolesterol saluran empedu, percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan gangguan
motilitas pada empedu dan usus

2.3.3 Gejala batu kandung empedu1,3


Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Pasien dengan batu asimtomatik
b. Pasien dengan batu simtomatik
c. Pasien dengan komplikasi batu empedu
Sebagian besar pasien (80%) dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu diagnosis
maupun selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien didapatkan bahwa
50% tetap akan asimtomatik, 30% mengalami kolik biler, 20% mengalami komplikasi.
Gejala Kolik Bilier:
Nyeri di perut atas lebih dari 30 menit kurang dari 12 jam

14
Lokasi nyeri di perut atas atau epigastrium tetapi biasa juga di kanan atas
Dipicu saat berubah posisi
Kadang disertai intoleransi makanan berlemak.
Pada koledokolitiasis, terdapat riwayat nyeri kolik yang hilang timbul, serta disertai
demam dan mengigil bila terjadi kolangitis. Selain itu, muncul ikterus dan buang air kecil
gelap seperti teh.
2.3.4 Komplikasi batu kandung empedu
Kolesistitis Akut1,3
Kurang dari 15% pasien dengan batu simtomatik mengalami kolesistitis akut.
Kolesistis ini dapat pula terjadi tanpa pembentukan batu dinamakan kolesistitis akalkulus
akut. Gejala meliputi nyeri perut kanan atas dengan kombinasi mual, muntah dan panas. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada kanan atas, icterus, teraba kandung empedu
membesar, dan tanda-tanda peritonitis. Di samping itu terdapat murphy sign (+) yaitu nyeri
tekan bertambah saat penderita menarik napas panjang. Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan leukositosis, Peningkatan enzim hati, serta kenaikan ringan bilirubin. Hal ini
terjadi karena tertutupnya duktus sistikus akibat batu, kemudian terjadi hidrops kandung
empedu dan menyebabkan iskemia yang dapat berkembang ke nekrosis dan perforasi. Hal ini
diperberat dengan adanya pelepasan enzim fosfolipase yang menubh lesitin dalam empedu
menjadu lisolesitin yang merupakan senyawa toksik dan mempercepat peradangan. Pada
tahap lanjut terjadi superinfeksi bakteri. Selain itu, terjadi peningkatan alkali fosfatase dan
GGT.

Gambar 3. Kolesistitis.

Kolesistitis akalkulus akut1

15
Kurang lebih 5-10% kolestitis akut dapat terjadi tanpa batu. Kelainan ini sering
ditemukan pada kasus trauma multiple, pasca bedah berat, sepsis, dan keracunan obat,
Penyebab lain adalah pasien dipuasakan lama atau dalam nutrisi parenteral dalam waktu yang
lama. Kelainan ini disebabkan adanya stasis lumpur empedu. Lumpur empedu mengandung
kalsium bilirubinat. Penyebab lain juga adalah infeksi bakteri secara primer yaitu Salmonella
thyphi, E.Coli, Clostridium.

2.4 Diagnosis
USG (Ultra Sonografi)1,4
Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan penunjang pencitraan yang
pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan lainnya. Dengan sonografi dapat
ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang melebar, adanya batu atau massa tumor.
Ketepatan diagnosis pemeriksaan sonografi pada sistem hepatobilier untuk deteksi batu
empedu, pembesaran kandung empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi
sekali. Tidak ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan
penyebab ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu, sedangkan pelebaran saluran empedu
memperkuat diagnosis ikterus obstruktif.
Keuntungan lain yang diperoleh pada penggunaan sonografi ialah sekaligus kita dapat
menilai kelainan organ yang berdekatan dengan sistem hepatobilier antara lain pankreas dan
ginjal, aman dan tidak invasif merupakan keuntungan lain dari sonografi.

Gambar 4. Posterior Accoustic Shadow

Pemeriksaan Radiologi1

16
Pemeriksaan foto polos abdomen kurang memberi manfaat karena sebagian besar batu
empedu radiolusen. Kurang lebih hanya 10-15% batu yang menimbulkan gambaran
radioopak. Kolesistografi tidak dapat digunakan pada pasien ikterus karena zat kontras tidak
diekskresikan oleh sel hati yang sakit.
Pemeriksaan endoskopi yang banyak manfaat diagnostiknya saat ini adalah
pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography).Dengan bantuan
endoskopi melalui muara papila Vater kontras dimasukkan kedalam saluran empedu dan
saluran pankreas. Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus dapat menilai apakah
ada kelainan pada muara papila Vater, tumor misalnya atau adanya penyempitan.
Keterbatasan yang mungkin timbul pada pemeriksaan ini ialah bila muara papila tidak dapat
dimasuki kanul. Adanya sumbatan di saluran empedu bagian distal, gambaran saluran
proksimalnya dapat divisualisasikan dengan pemeriksaan Percutaneus Transhepatic
Cholangiography (PTC). Pemeriksaan ini dilakukan dengan penyuntikan kontras melalui
jarum yang ditusukkan ke arahhilus hati dan sisi kanan pasien. Kontras disuntikkan bila ujung
jarum sudah diyakini berada di dalam saluran empedu. Computed Tomography (CT) adalah
pemeriksaan radiologi yang dapat memperlihatkan serial irisan-irisan hati. Adanya kelainan
hati dapat diperlihatkan lokasinya dengan tepat.
Untuk diagnosis kelainan primer dari hati dan kepastian adanya keganasan dilakukan
biopsi jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi jarum tidak dianjurkan bila ada tanda-
tanda obstruksi saluran empedu karena dapat menimbulkan penyulit kebocoran saluran
empedu.

2.5 Tatalaksana
Penatalaksanaan batu kandung empedu1,2,3
Penanganan batu untuk profilaksis tidak dianjurkan. Sebagian besar pasien yang
asimtomatik tidak mengalami keluhan di masa mendatang. Sebagian kecil akan menimbulkan
komplikasi.
Pada batu empedu simptomatik, teknik kolesistektomi laparoskopi diperkenalkan
akhir 1980 mengantikan teknik kolesistektomi terbuka. Kolesistektomi terbuka masih
dibutuhkan apabila teknik kolestektomi laparoskopi gagal atau tidak memungkinkan,
misalkan apabila batu terletak pada lokasi yang sulit dijangkau dengan teknik laparoskopi.
Selain itu pada keadaan infeksi juga sebaiknya menggunakan kolesistektomi terbuka.
Kekurangan dari metode kolisistektomi terbuka adalah luka penyembuhan yang lama.

17
Kolesistektomi laparoskopik adalah teknik pembedahan invasif minimal di dalam
rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum, system endokamera dan
instrumen khusus melalui layar monitor tanpa kamera dan kontak langsung dengan saluran
empedu. Tindakan bedah ini makin sering dilakukan. Tindakan ini memakan waktu kurang
lebih 30-70 menit. Biasanya penderita dapat dipulangkan 1 hari setelah operasi. Morbiditas
kurang dari 10%. Kesulitan teknis adalah adhesi pada 5% operasi.
Kolesistektomi laparoskopi membutuhkan beberapa sayatan kecil di perut untuk
memungkinkan membuat akses operasi, tabung silinder kecil sekitar 5 sampai 10 mm, di
mana instrumen bedah dan kamera video yang ditempatkan ke dalam rongga perut. Kamera
menerangi bagian dalam abdomen dan mengirimkan gambar diperbesar dari dalam tubuh
untuk monitor video, memberikan ahli bedah tampilan close- up dari organ dan jaringan.
Dokter bedah mengamati monitor dan melakukan operasi dengan memanipulasi instrumen
bedah melalui akses operasi.
Untuk memulai operasi, pasien ditempatkan dalam posisi terlentang di meja operasi
dan dibius. Sebuah pisau bedah digunakan untuk membuat sayatan kecil di umbilicus.
Rongga perut kemudian dieksplorasi dengan menggunakan jarum Veress atau teknik
Hasson. Kemudian dokter menggunakan karbon dioksida untuk menambah ruang pada
rongga abdomen. Kemudian akses kemudian dibuka di bawah tulang rusuk epigastrium.
Kemudian bagian fundus dari infundibulum ditarik ke superior untuk memberikan gambaran
segitiga calot yaitu arteri sistik, dukstus sistikus, dan common bile duct. Kemudian pada
segitiga ini dilakukan reseksi pada lapisan peritonium yang melapisi untuk mendapat sudut
pandang pada struktur di bawahnya. Duktus sistikus dan arteri sistikus kemudian
diidentifikasikan, kemudian diberi klep dan dipotong, kemudian kandung empedu dipotong
dan dikeluarkan pada 1 port atau akses.

18
Gambar 5. Kolesistektomi Laparaskopi.

Terapi ini dipilih karena rasa nyeri minimal, masa pulih yang cepat, masa rawat yang
pendek, serta luka parut minimal.
Penatalaksanaan batu saluran empedu.5
Prosedur terapetik yang bertujuan untuk mengangkat batu CBD ada dua cara,
pertama operasi dengan melakukan sayatan pada CBD (koledekotomi), atau melalui duktus
sistikus (transistik), dengan metode konvensional operasi terbuka (Open Common Bile Duct
Exploration) melalui laparoskopi yang disebut Laparascopic Common Bile Duct
Exploration (CBDE). Sedangkan cara yang kedua adalah dengan menggunakan endoskopi,
yaitu Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) yang diikuti sfingterotomi
endoskopik (ES) dan dilakukan ekstraksi batu. Ekstraksi batu dapat dilakukan dengan atau
tanpa sfingterotomi, apabila sebelumnya telah dilakukan dilatasi sfingter dengan balon.
Laparoskopi kolesistektomi saat ini memang lebih banyak disukai dan sudah menjadi terapi
standar. Walaupun eksplorasi CBD juga dapat dilakukan melalui teknik laparoskopi pada
sebagian besar kasus.
ERCP terapeutik dengan melakukan sftingereotomi endoskopik dilakukan tanpa
operasi pertama kali tahun 1974. Sejak itu, terapi ini berkembang pesat sebagai terapi standar
baku non operatif untuk saluran empedu. Selanjutnya, batu di dalam saluran empedu
dikeluarkan melalui balon ekstrasi melalui muara yang sudah besar menuju lumen duodenum
sehingga keluar bersama tinja atau dikeluarkan mulut bersama skopnya.
Tingkat keberhasilan terapi ini adalah 80-90%, komplikasi dini 7-10%, angka
mortalitas 1-2%. Komplikasi tindakan ini meliputi pankreatitis akut, perdarahan dan
perforasi.

Pengobatan Paliatif Batu Empedu


Pengobatan paliatif pada pasien batu empedu adalah dengan menghindari makanan
yang dapat memicu antara lain makanan berlemak. Selain itu penggunaan obat ati nyeri
berupa antispasmolitik dapat mengurangi nyeri. Demam pada pasien dapat diberikan zat
antipiretik misalnya paracetamol. Pada beberapa kasus yang disertai infeksi, dapat diberikan
antibiotik.

19
20
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Penegakan Diagnosis


Pasien seorang laki-laki usia 37 tahun, datang dengan nyeri ulu hati memberat 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan dirasakan seperti ditusuk dan menyebar ke perut
sebelah kanan. Nyeri biasanya berlangsung 2-3 jam. Memburuk bila makan makanan
berlemak dan berubah posisi. Keluhan disertai mual, muntah dan demam. Pasien juga
mengeluhkan badannya kuning sejak 20 hari SMRS, Pasien juga mengaku muncul BAB
warna dempul, dan BAK seperti teh. Berdasarkan anamnesis, keluhan yang dialami pasien
mengarah pada ikterus obstruktif akibat kolelitiasis atau koledokolitiasis. Hal-hal yang
mengarah pada kolelitiasis adalah nyeri pada ulu hati dengan lama 2-3 jam, sesuai dengan
lama nyeri pada kolelitiasis yaitu 30 menit-12 jam. Selain itu, keluhan diperburuk dengan
makan makanan berlemak dan berubah posisi. Hal ini disebabkan makanan berlemak
memicu pelepasan enzim kolesistokinin. Enzim kolesistokinin yang mampu meningkatkan
kontraksi kantung empedu. Keluhan pasien pada awalnya dirasakan pada 1 tahun lalu.
Keadaan ini menunjukkan adanya batu yang sudah simtomatik dirasakan pasien hilang
timbul. Ikterus pada pasien terjadi karena adanya peningkatan bilirubin. Kecurigaan
peningkatan bilirubin terutama bilirubin direk karena pada pasien terjadi buang air besar
berwarna dempul dan urin yang berwarna seperti teh. Hal ini disebabkan meningkat bilirubin
direk yang larut air.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran CM dan tanda vital dalam batas
normal, namun ditemukan suhu yang meningkat pada pemeriksaan saat pasien pertama
datang. Peningkatan suhu tubuh tersebut disebabkan oleh proses inflamasi pada tubuh. Pada
pemeriksaan awal saat pasien pertama datang, terdapat sklera ikterik. Hal ini diakibatkan
peningkatan bilirubin (>3), namun perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui jenis
ikterik pada pasien. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien pada tanggal 16 Desember 2013
menunjukkan adanya peningkatan kadar bilirubin total, bilirubin direk, maupun bilirubin
indirek. Hal tersebut menunjukkan adanya ikterus obstruktif intrahepatik atau ekstrahepatik.
Namun, peningkatan bilirubin direk lebih tinggi dibandingkan bilirubin indirek, selain itu
terdapat hasil pemeriksaan fungsi hepar yang normal, yang dapat mengarahkan ikterus
obstruktif tersebut bersifat ekstrahepatik. Salah satu penyebab ikterus obstruktif ekstrahepatik
yaitu sumbatan pada saluran empedu/koledokolitiasis sehingga terjadi obstruksi pada cairan
empedu yang menumpuk di dalam kantung empedu. Penumpukan tersebut menyebabkan

21
cairan empedu masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebabkan tampakan ikterus pada
tubuh. Tampakan ikterus tersebut diawali pada sklera mata kemudian seluruh tubuh, seperti
BAK berwarna seperti air teh dan BAB berwarna dempul pucat.
Selain itu, pemeriksaan penunjang lainnya yaitu ERCP, USG abdomen, dan MRCP
menunjukkan adanya batu multipel pada kantung empedu (kolelitiasis) dan pada CBD dan
duktus sistikus (koledokolitiasis). Hal tersebut menunjukkan bahwa ikterus obstruktif
ekstrahepatik pasien diakibatkan oleh adanya koledokolitiasis dan kolelitiasis. Keadaan
tersebut sudah menyebabkan dilatasi saluran bilier pada pasien.
Pasien saat ini sudah dilakukan pengangkatan batu empedu melalui proses laparotomi,
koledosistektomi, eksplorasi CBD, dan dilakukan bypass choledocoduodenostomy side to
side. Pada pasien, tidak terdapat keluhan yang berat, pasien merasa sedikit nyeri pada luka
operasi saat pasien bergerak saja. Hasil pemeriksaan fisik pasien saat ini menunjukkan
kesadaran CM dan tanda vital dalam batas normal. Terdapat sklera ikterik pada pasien, yang
didukung oleh hasil pemerisaan bilirubin total, direk, dan indirek pasien yang masih tinggi.
Selain itu, dari hasil urinalisis, masih didapatkan hasil bilirubin +2. Namun, terdapat
penurunan kadar bilirubin pada pasien, yang dapat menandakan adanya perbaikan keadaan
namun masih menimbulkan tampakan ikterik.

Penatalaksanaan
Pada kasus kolelitiasis dan koledokolitiasis ini, standar baku pengobatan saat ini
sebenarnya adalah kolesistektomi laparoskopi, serta eksplorasi CBD 1 kemudian diikuti
bypass koledokoduodenostomi5. Hal ini dilakukan mengingat keuntungannya antara lain less
invasive. Luka penyembuhan yang cepat (satu hari dibandingkan dengan lima hari dengan
laparotomi), proses operasi yang lebih cepat juga. Meskipun begitu, pasien ini pernah dirawat
di HCU akibat adanya sepsis bilier, karena itu tindakan laparotomi diperlukan. Hal yang perlu
diperhatikan dalam perawatan pasien ini antara lain nutrisi, serta perawatan luka bekas
operasi.
Tatalaksana yang saat ini dilakukan pada pasien yaitu perawatan luka dengan
penggantian perban per hari. Pasien diberikan diet lunak sebanyak 2400 kkal dengan
pembatasan makanan yang berlemak. Pada pasien, diberikan obat antibiotik berupa cefo-
sulbactam 2 x 2 g sebagai terapi sepsis bilier sebelumnya pada pasien. Untuk mengurangi
nyeri terutama pada luka bekas operasi, diberikan obat tramadol dengan dosis 3 x 50 mg.
Pasien diberikan obat berupa omeprazole 2 x 40 mg, sucralfat 3 x CI, dan metoclopramid 3 x
5 mg untuk mengurangi gejala gastrointestinal seperti mual. Namun, pada pasien saat ini

22
tidak ada gejala mual, muntah, maupun nyeri ulu hati atau kembung, sehingga pengobatan
omeprazole, sucralfat, dan metoclopramid dapat dihentikan dan dievaluasi ulang mengenai
keluhan pasien.

Prognosis
Prognosis pasien pada ad vitam yaitu bonam, karena tidak ada gangguan pada tanda
vital pasien. Prognosis ad functionam pasien yaitu bonam karena pasien dapat beraktivitas
seperti biasa setelah dilakukan tatalaksana dari penyakit pasien dan adanya perbaikan.
Prognosis ad sanactionam pasien yaitu dubia ad bonam karena pasien sudah melakukan
langkah preventif seperti penurunan konsumsi makanan berlemak dan penurunan berat
badan.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. R . Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed ke- 3. Jakarta: Penerbit
EGC. 2013.
2. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar, TR, Dunn DL. Schwartz principles of surgery.
Ed ke-9. Philadelphia: McGraw-Hills. 2010.
3. Townsed, Beauchamp, Evers dan Mattox. Sabiston textbook of surgery. Ed ke-18.
Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007.
4. Grace, Pierce A., Borley, Neil R. At a Glance Ilmu Bedah. Ed ke-3. Jakarta: Penerbit
Erlangga. 2006.
5. Nuhadi M. Perbedaan Komposisi Batu Kandung Empedu Dengan Batu Saluran
Empedu pada Penderita yang dilakukan Eksplorasi Saluran Empedu. Universitas
Padjajaran. RS Hasan Sadikin Bandung. 2011.

24

Anda mungkin juga menyukai