Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KIMIA DASAR 2

KINETIKA REAKSI

Disusun Oleh :
Nama : Ulfa Zuaimah Baroro
NIM : 06101381320010

Dosen Pembimbing :
Dr. Effendi Nawawi, M.Si.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan yang maha Esa yang telah
memberikan kekuatan dan segala pengertian sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
dengan judul Kinetika Reaksi Kimia.

Dalam penulisan Makalah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta kerja sama
dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak yang telah memberikan sumbangsinya dalam hal ini berupa bantuan
yang sangat berarti dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah ini.
Karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif sebagai pedoman di masa
mendatang. Maka penulis dengan penuh rasa syukur mempersembahkan Makalah ini semoga
bermanfaat untuk kita semua.

Palembang, 16 Juni 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar . ................................................................... ... i


Daftar Isi ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang. .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kecepatan dan orde reaksi ......................................................... 3
2.2 Mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi ............... 5
2.3 Pengaruh suhu terhadap laju reaksi ............................................ 6
2.4 Teori keadaan teransisi............................................................... 7
2.5 Prasyarat berlangsungnya suatu reaksi ...................................... 9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................ 13
3.2 Saran........................................................................................... 13
Daftar Pustaka .. 14

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kinetika reaksi menggambarkan suatu study secara kuantitatif tentang perubahan
perubahan kadar terhadap waktu oleh reaksi kimia. Kecepatan reaksi di tentukan oleh
kecepatan terbentuknya zat hasil, dan kecepatan pengurangan reaktan. Tetapan kecepatan
(K) adalah faktor pembanding yang menunjukkan hubungan antara kecepatan reaksi
dengan konsentrasi reaktan. Keberadaan reaksi kimia ditentukan oleh tinjauan
termodinamika dan kinetika.
Termodinamika memberikan informasi kearah mana reaksi/ perubahan kimia itu
secara spontan dapat berlangsung, atau dengan kata lain kearah manakah sistem kimia itu
mempunyai kestabilan yang lebih besar. Sedangkan kinetika mempermasalahkan laju
reaksi dan mekanisme reaksinya. Informasi kinetika di gunakan untuk meramalkan secara
rinci mekanisme suatu reaksi yaitu langkah-langkah yanhg di tempuh pereaksi untuk
menetukan hasil reaksi tertentu sesuai yang diinginkan.
Disamping itu kinetika juga memberikan informasi untuk mengendalikan laju reaksi.
Informasi semacam itu sangat berguna bagi para ahli sintesis senyawa kimia, sehingga
hasil sintesanya memuaskan. Selain itu, terdapat contoh lain dalam kehidupan sehari-hari
tentang kinetika reaksi yaitu pembuatan sayur, terkadang dengan rasa yang pas, dan
tak jarang pula dengan rasa yang asin atau bahkan tak berasa.
Tidak jauh berbeda dengan pembuatan teh, dalam proses pembuatan sayur juga harus
memiliki teknik khusus agar terasa pas di lidah. Tak jarang proses tersebut dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu untuk membuktikannya kami melakukan
percobaan yan berkaitan dengan kinetika reaksi dengan maksud agar kita dapat,
mengetahui pengaruh suhu dan konsentrasi pada suatu reaksi

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kecepatan dan orde reaksi ?
2. Bagaimana mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi ?
3. Bagaiman pengaruh suhu terhadap laju reaksi ?

4
4. Bagaiman teori keadaan transisi ?
5. Bagaiman prasyarat berlangsungnya suatu reaksi ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui kecepatan dan orde reaksi
2. Mengetahui mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi
3. Mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi
4. Mengetahui teori keadaan transisi
5. Mengetahui prasyarat berlangsungnya suatu reaksi

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kecepatan dan orde reaksi


Kinetika Kimia (Chemical Kinetics) adalah salah satu cabang ilmu kimia
yang mengkaji mengenai seberapa cepat suatu reaksi kimia berlangsung. Dari berbagai
jenis reaksi kimia yang telah dipelajari para ilmuwan, ada yang berlangsung dalam waktu
yang sangat singkat (reaksi berlangsung cepat), seperti reaksi pembakaran gas metana.
Di sisi lain, ada pula reaksi yang berlangsung dalam waktu yang lama (reaksi
berlangsung lambat), seperti reaksi perkaratan (korosi) besi. Cepat lambatnya suatu
reaksi kimia dapat dinyatakan dalam besaran laju reaksi.
Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk per
satuan waktu. Satuan laju reaksi adalah M/s (Molar per detik). Sebagaimana yang kita
ketahui, reaksi kimia berlangsung dari arah reaktan menuju produk. Ini berarti, selama
reaksi kimia berlangsung, reaktan digunakan (dikonsumsi) bersamaan dengan
pembentukan sejumlah produk. Dengan demikian, laju reaksi dapat dikaji dari sisi
pengurangan konsentrasi reaktan maupun peningkatan konsentrasi produk.
Kecepatan reaksi dinotasikan sebagai v (velocity) atau r (rate) yang didefinisikan
sebagai turunan pertama dari konsentrasi terhadap waktu (dC/dt). Karena pada reaksi
tidak ada jarak yang ditempuh maka kecepatan reaksi umum dinotasika sebagai r dan
untuk secara umum, laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan sederhana berikut :

laju reaksi = [A] / t atau
laju reaksi = + [B] / t
Tanda (negatif) menunjukkan pengurangan konsentrasi reaktan
Tanda + (positif) menunjukkan peningkatan konsentrasi produk

Laju reaksi berhubungan erat dengan koefisien reaksi. Untuk reaksi kimia dengan
koefisien reaksi yang bervariasi, laju reaksi harus disesuaikan dengan koefisien reaksi
masing-masing spesi. Sebagai contoh, dalam reaksi 2 , terlihat bahwa dua mol A
dikonsumsi untuk menghasilkan satu mol B. Hal ini menandakan bahwa laju konsumsi
spesi A adalah dua kali laju pembentukan spesi B. Dengan demikian, laju reaksi dapat
dinyatakan dalam persamaan berikut :

6
laju reaksi = 1 [A] / 2. t atau
laju reaksi = + [B] / t
Secara umum, untuk reaksi kimia dengan persamaan reaksi di bawah ini :
+ +
laju reaksi masing-masing spesi adalah sebagai berikut :
laju reaksi (r) = 1 [A] / a. t = 1 [B] / b. t = + 1 [C] / c. t
= + 1 [D] / d. t
Persamaa diferensial untuk laju reaksi umum sebagai berikut :

=

Dimana : -dC/dt = laju reaksi (r)
k = konstanta kecepatan laju reaksi
n = orde/tingkat reaksi
penyelesaian umum untuk reaksi orde nol, satu, dan dua yang banyak dijumpai adalah
1. Orde satu : = 0 1
1 1
2. Orde dua : = 2 + 0

3. Orde nol : = 0 + 0
Selama reaksi kimia berlangsung, konsentrasi reaktan berkurang seiring peningkatan
waktu reaksi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk membedakan reaksi orde
nol, orde satu, dan orde dua adalah melalui waktu paruh. Waktu paruh (t1/2) adalah
waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi reaktan menjadi setengah dari konsentrasi
semula. Persamaan waktu paruh untuk masing-masing orde reaksi adalah sebagai berikut
:
Orde Satu : t1/2 = ln 2 / k = 0,693 / k (waktu paruh tidak bergantung pada konsentrasi
awal reaktan)
Orde Dua : t1/2 = 1 / k.[A]0 (waktu paruh berbanding terbalik dengan konsentarsi awal
reaktan)
Orde Nol : t1/2 = [A]0 / 2k (waktu paruh berbanding lurus dengan konsentrasi awal
reaktan)
Reaksi orde nol umum terjadi secara enzimatis dalam biosintesis dimana
kecepatan reaksi tidak dipengaruhi konsentrasi substrat [S]. Reaksi orde satu adalah
peluruhan radioaktif, sedangkan reaksinorde dua sangat umum dijumpai
dilaboratorium.

7
2.2 Mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi
Mekanisme reaksi adalah urutan tahap-tahap elementer yang mengarah pada
pembentukan produk. Reaksi elementer adalah reaksi sederhana yang hanya berlangsung
dalam satu tahap. Sebagan besar reaksi adalah reaksi kompleks dan membutuhkan lebih
dari satu tahap. Urutan tahap-tahap elementer yang mengarah pada pembentukan produk
disebut mekanisme reaksi.

Zat-antara adalah spesi yang muncul dalam mekanisme reaksi tetapi tidak ada dalam
persamaan setimbang.
Zat-antara selalu terbentuk dalam tahap elementer awal dan hilang dalam tahap
elementer berikutnya.

Molekularitas suatu reaksi banyaknya molekul yang bereaksi dalam tahap elementer.
Reaksi unimolekular tahap elementer dengan I molekul
Reaksi bimolekular tahap elementer dengan 2 molekul
Reaksi termolekular tahap elementer dengan 3 molekul
Reaksi unimolekular A produk laju = k [A]
Reaksi bimolekular A + B produk laju = k [A][B]
Reaksi bimolekular A + A produk laju = k [A]2
Untuk proses elementer maka laju reaksi sebanding dengan konsentrasi reaktan
dipangkatkan dengan koefisien yang secara umum ditulis.

+
= +

8
Laju reaksi kompleks ditentukan berdasarkan eksperimen dengan 3 pedoman sebagai
berikut :
1. proses elementer dengan peruraian molekul tunggal (unimolekuler) atau tumbukkan
dua molekul (bimolekuler) lebih mungkin dibandingkan dengan tiga molekul
bertumbukkan secara serentak (termolekuler)
2. semua proses elementer dipandang sebagai proses dapat balik (reversibel) dan akan
mencapai kondisi keadaan tetap (steady state) yaitu laju kekiri sama sehingga
konstan
3. proses elementer yang berlangsung paling lambat adalah merupakan laju penentu
kecepatan reaksi (RDS)
contoh : Hukum laju untuk reaksi antara NO2 and CO untuk menghasilkan NO and CO2
adalah laju = k[NO2]2. Reaksi tersebut diketahui melalui dua tahap :

Tulislah persamaan reaksi keseuruhan ?


2 + + 2
Apakah zat-antaranya?
NO3
Apa yang pendapat anda tentang laju relatif pada tahap 1 and 2 ?
r = k[NO2]2 adalah hukum laju untuk tahap 1 maka tahap1 pasti lebih lambat
daripada tahap 2.
2.3 Pengaruh suhu terhadap laju reaksi
Laju reaksi bertambah dengan naiknya temperatur. Ketergantungan laju reaksi
terhadap temperatur secara implisit tergambar melalui ketergantungan tetapan laju (k)
terhadap temperatur (T). Hubungan antara k dan T dinyatakan melalui persamaan
Arhenius. Pengamatan empiris menemukan banyak reaksi mempunyai tetapan laju yang
mentaati persamaan Arhenius.
k = A.e-Ea/RT
k adalah tetapan laju, A adalah faktor praeksponensial atau faktor frekuensi yang
berdimensi sama dengan k, R tetapan gas ideal dan T adalah temperatur dalam kelvin.
Harga e-Ea/RT dikenal sebagai ungkapan Boltzmann yang mengekspresikan fraksi
partikel yang memiliki energi cukup (Ea) untuk melangsungkan reaksi. Besarnya energi

9
minimal yang dibutuhkan sistem untuk bereaksi disebut dengan Energi Pengaktifan (Ea).
A dan Ea disebut juga sebagai parameter Arhenius.

Dengan pengaturan kembali persamaan Arhenius menjadi logaritma bilangan pokok


10 maka menjadi persamaan :
Log k = {(-Ea/2,303 RT)} 1/T + A
Secara empirik harga A dan Ea suatu reaksi dapat ditentukan dari data k pada berbagai
temperatur. Kurva persamaan (1) merupakan grafik ekponensial, namun dengan
mengkonversikannya dengan logaritma alam, sehingga persamaan menjadi ln k = ln A
Ea/ RT, dengan mengalurkan hubungan antara ln k dengan 1/T maka didapat grafik
berupa garis lurus. Harga Ea ditentukan dari slope (tg) = -Ea/2,303 R atau kemiringan
garis dan harga A merupakan intersep grafik yaitu perpotongan antara sumbu y
(ordinat) dengan grafik.
Jika ditentukan hanya membandingkan dua data percobaan menggunakan persamaan
berikut :
Log (k1/k2) = (Ea/2,303 RT). (T2-T1/T2.T1).

2.4 Teori keadaan transisi


Suatu teori dapat digunakan pada suatu sistem, bila sistem tersebut memenuhi
anggapan dasar yang diambil pada waktu teori tersebut dirumuskan. Anggapan yang
paling mendasar dari teori ini adalah bahwa dalam suatu reaksi sebelum pereaksi berubah
menjadi produk pereaksi akan melalui tahap suatu keadaan transisi dimana keadaan
transisi ini bukan merupkan hasil antara. Keadaan transisi ini dicapai setelah pereaksi
memiliki sejumlah energi tertentu yang disebut sebagai energi aktivasi.
Pada keadaan transisi, pereaksi akan berada sebagai kompleks teraktivasi, yang
kemudian akan berubah menjadi produk. Perubahan pereaksi menjadi produk hanya
tergantung pada dapat tidaknya pereaksi mencapai keadaan transisi. Jadi dapat dikatakan

10
bahwa keadaan transisi tergantung pada keberhasilan pereaksi melampaui energi
penghalang reaksi yang besarnya sama dengan besar energi aktivasi. Asumsi berikutnya
yang berlaku dalam Teori Kompleks Teraktivasi adalah terjadinya kesetimbangan antara
pereaksi dengan kompleks teraktivasi. Secara skematis kedua asumsi ini dapat dituliskan
seperti reaksi
+ 2
X adalah kompleks teraktivasi. Secara matematis dapat dituliskan sebagai
[]
K = [][] atau K = Nx/ NA. NB

Nx adalah konsentrasi kompleks teraktivasi, NA dan NB adalah konsentrasi pereaksi


Secara skematis perubahan energi potensial suatu peraksi hingga menjadi produk dapat
digambarkan seperti gambar 3. Sumbu horisontal mempresentasikan jalannya peristiwa
tumbukan bimolekul dalam reaksi fase gas, yang disebut sebagai koordinat reaksi.
Pada awalnya hanya terdapat pereaksi A dan B, saat dimulai A dan B saling mendekat
dan akhirnya bersentuhan, maka energi potensial naik sampai maksimum, kumpulan
atom yang berada pada daerah maksimum (X) disebut sebagai kompleks teraktifkan.
Kemudian energi potensial akan menurun pada saat atom tersusun ulang, yaitu
membentuk produk. Pada saat pereaksi A dan B dalam keadaan yang sangat dekat
disebut sebagai keadaan transisi.
Energi pengaktifan E1 merupakan energi perubahan + produk,
sedangkan E-1 merupakan energi pengaktifan untuk reaksi sebaliknya. Selisih energi
antara E1 dan E-1 merupakan entalpi reaksi antara A dan B menjadi produk.

KP/TS

Ea
R

Dimana : R dan P : reaktan dan produk

11
Ea : Energi aktivasi
KP/TS : keadaan peralihan (transitin state)
Anggapan dasar lain yang diambil yaitu laju pembentukan sebanding dengan
pengurangan kompleks teraktifkan X, yang dituliskan seperti persamaan berikut :

KP/TS yaitu reaksi adalah pemutusan ikatan pada R dan pembentukkan ikatan pada P.
Pada KP/TS maka didefinisikan ikatan R hampir terbentuk dengan notasi (.......) yang
diilustrasikan sebagai berikut :
2 + 2 2
Pada reaksi diatas maka terjadi pemutusan A-A dan B-B dan pembentukkan ikatan pada
A-B dengan penggambaran reaksi dan KP/TS sebagai berikut .
+ . . . . 2

Keadaan teraktivasi (KP/TS)

2.5 Prasyarat berlangsungnya suatu reaksi

Berlangsungnya suatu reaksi dikendalikan berdasarakan dua prasyarat atau kontrol


sebagai berikut :

1. Persyaratan Termodinamik untuk Reaksi


Subyek yang sangat penting dalam termodinamika adalah keadaan
kesetimbangan, maka termodinamika adalah metoda yang sangat penting untuk
mejajaki keadaan kesetimbangan suatu reaksi kimia.
Untuk terjadinya reaksi secara spontan, energi bebas produk harus lebih rendah
daripada energi bebas reaktan, yakni G harus negatif. Reaksi dapat saja berlangsung
melalui jalan lain, tapi tentu saja hanya jika energi bebas ditambahkan. Energi bebas
terbuat dari dua komponen yaitu entalpi H dan entropi S. Kuantitas tersebut
dihubungkan dengan persamaan:
G = H TS
Perubahan entalpi dalam suatu reaksi terutama adalah perbedaan energi ikat
(meliputi energi resonansi, tegangan, dan solvasi) antara reaktan dengan produk.
Perubahan entalpi dapat dihitung dengan menjumlahkan semua energi ikatan yang
putus, kemudian dikurangi dengan jumlah energi semua ikatan yang terbentuk, dan
ditambahkan dengan perubahan energi resonansi, tegangan, atau energi solvasi.

12
Perubahan entropi menyatakan ketidak teraturan atau kebebasan sistem. Semakin
tidak teratur suatu sistem maka semakin tinggi entropinya. Kondisi yang lebih
disukai di alam adalah entalpi rendah dan entropi tinggi; dan di dalam sistem reaksi,
entalpi spontan menurun sedangkan entropi spontan meningkat. Bagi kebanyakn
reaksi, pengaruh entropi adalah kecil dan entalpi yang paling utama menentukan
apakah reaksi dapat terjadi secara spontan. Akan tetapi dalam reaksi jenis tertentu,
entropi adalah penting dan dapat mendominasi entalpi. Berikut ini akan dibicarakan
contoh tentang hal tersebut.
Di dalam suatu reaksi dalam mana jumlah molekul produk sebanding dengan
molekul reaktannya (contoh, A + B C + D), pengaruh entropi biasanya kecil; tapi
jika jumlah molekuknya meningkat (contoh, A B + C), ada tambahan entropi yang
besar karena jika lebih banyak molekul maka lebih banyak pula kemungkinan
susunan dalam ruang. Reaksi dalam mana terjadi pemecahan molekul menjadi dua
atau lebih bagian maka secara termodinamika lebih disukai karena faktor entropi.
Sebaliknya, reaksi dalam mana jumlah molekul produk lebih sedikit daripada
molekul reaktannya akan memperlihatkan penurunan entropi, dan dalam hal seperti
itu maka harus ada penurunan entalpi yang besar juga untuk mengatasi perubahan
entropi yang tidak diinginkan itu.
2. Persyaratan Kinetik Reaksi
Kinetika kimia adalah bahagian ilmu kimia fisika yang mempelajari laju reaksi
kimia, faktor-faktor yang mempengaruhinya serta penjelasan hubungannya terhadap
mekanisme reaksi.
Reaksi yang dapat berlangsung tidak hanya karena menpunyai G negatif. G
yang negatif memang suatu hal yang penting tapi bukan suatu persyaratan yang
cukup untuk berlangsungnya suatu reaksi secara spontan. Sebagai contoh, reaksi
antara H2 dengan O2 untuk menghasilkan H2O mempunyai G negatif, tapi
campuran H2 dan O2 dapat disimpan pada suhu kamar selama berabad-abad tanpa
adanya reaksi yang berarti.
Untuk terjadinya reaksi maka variabel energi bebas aktivasi G harus
ditambahkan. Situasi ini diilustrasikan dalam Gambar 1. yang merupakan profil
energi untuk reaksi satu tahap tanpa spesies-antara. Dalam gambar seperti ini, absis
menandai kemajuan reaksi. Gf adalah energi bebas aktivasi untuk reaksi maju.
Jika reaksi antara dua molekul atau lebih telah maju ke titik yang berkaitan
dengan puncak kurva maka digunakan istilah keadaan transisi untuk posisi inti dan

13
elektron spesies yang ada pada keadaan ini. Keadaan transisi memiliki geometri yang
terbatas dan distribusi muatan tapi tidak memiliki keberadaan yang terbatas. Sistem
pada titik ini disebut kompleks teraktivasi.
Di dalam teori keadaan transisi, starting material dan kompleks teraktivasi
dipertimbangkan ada dalam kesetimbangan dengan tetapan kesetimbangan K.
Menurut teori ini, semua kompleks teraktivasi terus berubah menjadi produk dengan
kecepatan yang sama sehingga tetapan kecepatan reaksi hanya tergantung pada posisi
kesetimbangan antara starting material dengan kompleks teraktvasi, yaitu nilai K G
dihubungkan ke K dengan persamaan.
G = -2,303 RT log K
Sehingga suatu nilai G yang lebih tinggi adalah disertai dengan suatu tetapan
kecepatan yang lebih kecil. Kecepatan hampir semua reaksi meningkat dengan
meningkatnya suhu karena penambahan energi dapat membantu molekul melewati
rintangan energi aktivasi. Sejumlah reaksi tidak mempunyai energi bebas aktivasi
sama sekali, berarti K tidak terbatas dan hampir semua tumbukan mengarah kepada
reaksi. Proses seperti itu dikatakan terkontrol difusi (diffusion-controlled).
Seperti halnya G, G terbentuk dari komponen entalpi dan entropi. G = H
- TS Entalpi aktivasi (H) adalah perbedaan energi ikatan (meliputi energi
tegangan, resonansi dan solvasi) antara senyawa starting material dengan keadaan
transisi. Di dalam kebanyakan reaksi, ikatan-ikatan telah putus atau putus secara
parsial pada sesaat keadaan transisi tercapai; energi yang penting untuk hal ini adalah
H. Adalah benar bahwa tambahan energi akan disuplai oleh pembentukan ikatan
baru, tapi jika hal ini terjadi setelah keadaan transisi maka hal ini hanya dapat
berpengaruhi pada H dan bukan H.
Entropi aktivasi (S) yang merupakan perbedaan entropi antara senyawa
starting material dengan keadaan transisi menjadi penting jika dua molekul yang
bereaksi saling mendekati satu sama lain dalam suatu orientasi spesifik untuk
terjadinya reaksi. Sebagai contoh, reaksi antara alkil klorida non-siklik sederhana
dengan ion hidroksida menghasilkan alkena terjadi hanya jika dalam keadaan
transisi, reaktan berorientasi seperti yang diperlihatkan. Bukan hanya OH- mendekati
hidrogen tersebut tetapi hidrogen harus berorientasi anti terhadap klor.
Ketika dua molekul pereaksi bertabrakan, jika OH- akan mendekati atom klor
atau dekat R1 atau R2, tidak ada reaksi yang dapat terjadi. Untuk terjadinya reaksi,
molekul-molekul harus melepaskan kebebasan yang dimiliki secara normal untuk

14
menerima banyak susunan yang mungkin dalam ruang dan mengadopsi hanya satu
yang mengarah kepada terjadinya reaksi. Jadi melibatkan penghilangan entropi,
yakni S adalah negatif. Entropi aktivasi juga bertanggung jawab terhadap sulitnya
penutupan cincin yang lebih besar daripada cincin beranggota enam.
Untuk terjadinya reaksi penutupan cincin, dua gugus pada ujung rantai harus
bertemu. Akan tetapi semakin banyak jumlah karbon maka semakin banyak pula
konformasi yang mungkin, dan hanya sedikit dari konformasi tersebut yang ujung-
ujungnya saling berdekatan. Jadi pembentukan keadaan transisi mengharuskan
penghilangan entropi yang lebih besar.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kinetika Kimia (Chemical Kinetics) adalah salah satu cabang ilmu kimia yang
mengkaji mengenai seberapa cepat suatu reaksi kimia berlangsung. Secara umum, untuk
reaksi kimia dengan persamaan reaksi di bawah ini :
+ +
laju reaksi masing-masing spesi adalah sebagai berikut :
laju reaksi (r) = 1 [A] / a. t = 1 [B] / b. t = + 1 [C] / c. t
= + 1 [D] / d. t
Orde Satu : t1/2 = ln 2 / k = 0,693 / k
Orde Dua : t1/2 = 1 / k.[A]0
Orde Nol : t1/2 = [A]0 / 2k
Mekanisme reaksi adalah urutan tahap-tahap elementer yang mengarah pada
pembentukan produk

= +
Berlangsungnya suatu reaksi dikendalikan berdasarakan dua prasyarat atau kontrol
yaitu Persyaratan Termodinamik untuk Reaksi dan prasyarat kinetika reaksi.
3.2 Saran
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan dan kesalahan, maka dari itu kami sangat mengharapkan bantuan dari dosen
pembimbing agar kiranya memberikan kritikan maupun saran yang sifatnya membangun
demi kelengkapan materi tugas kali ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2007. Chemistry Ninth Edition (terjemahan). New York: Mc Graw Hill.

Firdaus, 2009. Kimia Organik Fisis I. Program Studi Kimia Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin.
Hart, H., Crain,L.E., Hart,D.J.,2003. Kimia Organik: Suatu Kuliah Singkat. Edisi Ke Sebelas.
Alih bahasa Suminar Setiati Achmadi. Penerbit Erlangga: Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai