KINETIKA REAKSI
Disusun Oleh :
Nama : Ulfa Zuaimah Baroro
NIM : 06101381320010
Dosen Pembimbing :
Dr. Effendi Nawawi, M.Si.
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan yang maha Esa yang telah
memberikan kekuatan dan segala pengertian sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah
dengan judul Kinetika Reaksi Kimia.
Dalam penulisan Makalah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta kerja sama
dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak yang telah memberikan sumbangsinya dalam hal ini berupa bantuan
yang sangat berarti dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Makalah ini.
Karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif sebagai pedoman di masa
mendatang. Maka penulis dengan penuh rasa syukur mempersembahkan Makalah ini semoga
bermanfaat untuk kita semua.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
4. Bagaiman teori keadaan transisi ?
5. Bagaiman prasyarat berlangsungnya suatu reaksi ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui kecepatan dan orde reaksi
2. Mengetahui mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi
3. Mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi
4. Mengetahui teori keadaan transisi
5. Mengetahui prasyarat berlangsungnya suatu reaksi
5
BAB II
PEMBAHASAN
Laju reaksi berhubungan erat dengan koefisien reaksi. Untuk reaksi kimia dengan
koefisien reaksi yang bervariasi, laju reaksi harus disesuaikan dengan koefisien reaksi
masing-masing spesi. Sebagai contoh, dalam reaksi 2 , terlihat bahwa dua mol A
dikonsumsi untuk menghasilkan satu mol B. Hal ini menandakan bahwa laju konsumsi
spesi A adalah dua kali laju pembentukan spesi B. Dengan demikian, laju reaksi dapat
dinyatakan dalam persamaan berikut :
6
laju reaksi = 1 [A] / 2. t atau
laju reaksi = + [B] / t
Secara umum, untuk reaksi kimia dengan persamaan reaksi di bawah ini :
+ +
laju reaksi masing-masing spesi adalah sebagai berikut :
laju reaksi (r) = 1 [A] / a. t = 1 [B] / b. t = + 1 [C] / c. t
= + 1 [D] / d. t
Persamaa diferensial untuk laju reaksi umum sebagai berikut :
=
Dimana : -dC/dt = laju reaksi (r)
k = konstanta kecepatan laju reaksi
n = orde/tingkat reaksi
penyelesaian umum untuk reaksi orde nol, satu, dan dua yang banyak dijumpai adalah
1. Orde satu : = 0 1
1 1
2. Orde dua : = 2 + 0
3. Orde nol : = 0 + 0
Selama reaksi kimia berlangsung, konsentrasi reaktan berkurang seiring peningkatan
waktu reaksi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk membedakan reaksi orde
nol, orde satu, dan orde dua adalah melalui waktu paruh. Waktu paruh (t1/2) adalah
waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi reaktan menjadi setengah dari konsentrasi
semula. Persamaan waktu paruh untuk masing-masing orde reaksi adalah sebagai berikut
:
Orde Satu : t1/2 = ln 2 / k = 0,693 / k (waktu paruh tidak bergantung pada konsentrasi
awal reaktan)
Orde Dua : t1/2 = 1 / k.[A]0 (waktu paruh berbanding terbalik dengan konsentarsi awal
reaktan)
Orde Nol : t1/2 = [A]0 / 2k (waktu paruh berbanding lurus dengan konsentrasi awal
reaktan)
Reaksi orde nol umum terjadi secara enzimatis dalam biosintesis dimana
kecepatan reaksi tidak dipengaruhi konsentrasi substrat [S]. Reaksi orde satu adalah
peluruhan radioaktif, sedangkan reaksinorde dua sangat umum dijumpai
dilaboratorium.
7
2.2 Mekanisme reaksi dan laju penentu kecepatan reaksi
Mekanisme reaksi adalah urutan tahap-tahap elementer yang mengarah pada
pembentukan produk. Reaksi elementer adalah reaksi sederhana yang hanya berlangsung
dalam satu tahap. Sebagan besar reaksi adalah reaksi kompleks dan membutuhkan lebih
dari satu tahap. Urutan tahap-tahap elementer yang mengarah pada pembentukan produk
disebut mekanisme reaksi.
Zat-antara adalah spesi yang muncul dalam mekanisme reaksi tetapi tidak ada dalam
persamaan setimbang.
Zat-antara selalu terbentuk dalam tahap elementer awal dan hilang dalam tahap
elementer berikutnya.
Molekularitas suatu reaksi banyaknya molekul yang bereaksi dalam tahap elementer.
Reaksi unimolekular tahap elementer dengan I molekul
Reaksi bimolekular tahap elementer dengan 2 molekul
Reaksi termolekular tahap elementer dengan 3 molekul
Reaksi unimolekular A produk laju = k [A]
Reaksi bimolekular A + B produk laju = k [A][B]
Reaksi bimolekular A + A produk laju = k [A]2
Untuk proses elementer maka laju reaksi sebanding dengan konsentrasi reaktan
dipangkatkan dengan koefisien yang secara umum ditulis.
+
= +
8
Laju reaksi kompleks ditentukan berdasarkan eksperimen dengan 3 pedoman sebagai
berikut :
1. proses elementer dengan peruraian molekul tunggal (unimolekuler) atau tumbukkan
dua molekul (bimolekuler) lebih mungkin dibandingkan dengan tiga molekul
bertumbukkan secara serentak (termolekuler)
2. semua proses elementer dipandang sebagai proses dapat balik (reversibel) dan akan
mencapai kondisi keadaan tetap (steady state) yaitu laju kekiri sama sehingga
konstan
3. proses elementer yang berlangsung paling lambat adalah merupakan laju penentu
kecepatan reaksi (RDS)
contoh : Hukum laju untuk reaksi antara NO2 and CO untuk menghasilkan NO and CO2
adalah laju = k[NO2]2. Reaksi tersebut diketahui melalui dua tahap :
9
minimal yang dibutuhkan sistem untuk bereaksi disebut dengan Energi Pengaktifan (Ea).
A dan Ea disebut juga sebagai parameter Arhenius.
10
bahwa keadaan transisi tergantung pada keberhasilan pereaksi melampaui energi
penghalang reaksi yang besarnya sama dengan besar energi aktivasi. Asumsi berikutnya
yang berlaku dalam Teori Kompleks Teraktivasi adalah terjadinya kesetimbangan antara
pereaksi dengan kompleks teraktivasi. Secara skematis kedua asumsi ini dapat dituliskan
seperti reaksi
+ 2
X adalah kompleks teraktivasi. Secara matematis dapat dituliskan sebagai
[]
K = [][] atau K = Nx/ NA. NB
KP/TS
Ea
R
11
Ea : Energi aktivasi
KP/TS : keadaan peralihan (transitin state)
Anggapan dasar lain yang diambil yaitu laju pembentukan sebanding dengan
pengurangan kompleks teraktifkan X, yang dituliskan seperti persamaan berikut :
KP/TS yaitu reaksi adalah pemutusan ikatan pada R dan pembentukkan ikatan pada P.
Pada KP/TS maka didefinisikan ikatan R hampir terbentuk dengan notasi (.......) yang
diilustrasikan sebagai berikut :
2 + 2 2
Pada reaksi diatas maka terjadi pemutusan A-A dan B-B dan pembentukkan ikatan pada
A-B dengan penggambaran reaksi dan KP/TS sebagai berikut .
+ . . . . 2
12
Perubahan entropi menyatakan ketidak teraturan atau kebebasan sistem. Semakin
tidak teratur suatu sistem maka semakin tinggi entropinya. Kondisi yang lebih
disukai di alam adalah entalpi rendah dan entropi tinggi; dan di dalam sistem reaksi,
entalpi spontan menurun sedangkan entropi spontan meningkat. Bagi kebanyakn
reaksi, pengaruh entropi adalah kecil dan entalpi yang paling utama menentukan
apakah reaksi dapat terjadi secara spontan. Akan tetapi dalam reaksi jenis tertentu,
entropi adalah penting dan dapat mendominasi entalpi. Berikut ini akan dibicarakan
contoh tentang hal tersebut.
Di dalam suatu reaksi dalam mana jumlah molekul produk sebanding dengan
molekul reaktannya (contoh, A + B C + D), pengaruh entropi biasanya kecil; tapi
jika jumlah molekuknya meningkat (contoh, A B + C), ada tambahan entropi yang
besar karena jika lebih banyak molekul maka lebih banyak pula kemungkinan
susunan dalam ruang. Reaksi dalam mana terjadi pemecahan molekul menjadi dua
atau lebih bagian maka secara termodinamika lebih disukai karena faktor entropi.
Sebaliknya, reaksi dalam mana jumlah molekul produk lebih sedikit daripada
molekul reaktannya akan memperlihatkan penurunan entropi, dan dalam hal seperti
itu maka harus ada penurunan entalpi yang besar juga untuk mengatasi perubahan
entropi yang tidak diinginkan itu.
2. Persyaratan Kinetik Reaksi
Kinetika kimia adalah bahagian ilmu kimia fisika yang mempelajari laju reaksi
kimia, faktor-faktor yang mempengaruhinya serta penjelasan hubungannya terhadap
mekanisme reaksi.
Reaksi yang dapat berlangsung tidak hanya karena menpunyai G negatif. G
yang negatif memang suatu hal yang penting tapi bukan suatu persyaratan yang
cukup untuk berlangsungnya suatu reaksi secara spontan. Sebagai contoh, reaksi
antara H2 dengan O2 untuk menghasilkan H2O mempunyai G negatif, tapi
campuran H2 dan O2 dapat disimpan pada suhu kamar selama berabad-abad tanpa
adanya reaksi yang berarti.
Untuk terjadinya reaksi maka variabel energi bebas aktivasi G harus
ditambahkan. Situasi ini diilustrasikan dalam Gambar 1. yang merupakan profil
energi untuk reaksi satu tahap tanpa spesies-antara. Dalam gambar seperti ini, absis
menandai kemajuan reaksi. Gf adalah energi bebas aktivasi untuk reaksi maju.
Jika reaksi antara dua molekul atau lebih telah maju ke titik yang berkaitan
dengan puncak kurva maka digunakan istilah keadaan transisi untuk posisi inti dan
13
elektron spesies yang ada pada keadaan ini. Keadaan transisi memiliki geometri yang
terbatas dan distribusi muatan tapi tidak memiliki keberadaan yang terbatas. Sistem
pada titik ini disebut kompleks teraktivasi.
Di dalam teori keadaan transisi, starting material dan kompleks teraktivasi
dipertimbangkan ada dalam kesetimbangan dengan tetapan kesetimbangan K.
Menurut teori ini, semua kompleks teraktivasi terus berubah menjadi produk dengan
kecepatan yang sama sehingga tetapan kecepatan reaksi hanya tergantung pada posisi
kesetimbangan antara starting material dengan kompleks teraktvasi, yaitu nilai K G
dihubungkan ke K dengan persamaan.
G = -2,303 RT log K
Sehingga suatu nilai G yang lebih tinggi adalah disertai dengan suatu tetapan
kecepatan yang lebih kecil. Kecepatan hampir semua reaksi meningkat dengan
meningkatnya suhu karena penambahan energi dapat membantu molekul melewati
rintangan energi aktivasi. Sejumlah reaksi tidak mempunyai energi bebas aktivasi
sama sekali, berarti K tidak terbatas dan hampir semua tumbukan mengarah kepada
reaksi. Proses seperti itu dikatakan terkontrol difusi (diffusion-controlled).
Seperti halnya G, G terbentuk dari komponen entalpi dan entropi. G = H
- TS Entalpi aktivasi (H) adalah perbedaan energi ikatan (meliputi energi
tegangan, resonansi dan solvasi) antara senyawa starting material dengan keadaan
transisi. Di dalam kebanyakan reaksi, ikatan-ikatan telah putus atau putus secara
parsial pada sesaat keadaan transisi tercapai; energi yang penting untuk hal ini adalah
H. Adalah benar bahwa tambahan energi akan disuplai oleh pembentukan ikatan
baru, tapi jika hal ini terjadi setelah keadaan transisi maka hal ini hanya dapat
berpengaruhi pada H dan bukan H.
Entropi aktivasi (S) yang merupakan perbedaan entropi antara senyawa
starting material dengan keadaan transisi menjadi penting jika dua molekul yang
bereaksi saling mendekati satu sama lain dalam suatu orientasi spesifik untuk
terjadinya reaksi. Sebagai contoh, reaksi antara alkil klorida non-siklik sederhana
dengan ion hidroksida menghasilkan alkena terjadi hanya jika dalam keadaan
transisi, reaktan berorientasi seperti yang diperlihatkan. Bukan hanya OH- mendekati
hidrogen tersebut tetapi hidrogen harus berorientasi anti terhadap klor.
Ketika dua molekul pereaksi bertabrakan, jika OH- akan mendekati atom klor
atau dekat R1 atau R2, tidak ada reaksi yang dapat terjadi. Untuk terjadinya reaksi,
molekul-molekul harus melepaskan kebebasan yang dimiliki secara normal untuk
14
menerima banyak susunan yang mungkin dalam ruang dan mengadopsi hanya satu
yang mengarah kepada terjadinya reaksi. Jadi melibatkan penghilangan entropi,
yakni S adalah negatif. Entropi aktivasi juga bertanggung jawab terhadap sulitnya
penutupan cincin yang lebih besar daripada cincin beranggota enam.
Untuk terjadinya reaksi penutupan cincin, dua gugus pada ujung rantai harus
bertemu. Akan tetapi semakin banyak jumlah karbon maka semakin banyak pula
konformasi yang mungkin, dan hanya sedikit dari konformasi tersebut yang ujung-
ujungnya saling berdekatan. Jadi pembentukan keadaan transisi mengharuskan
penghilangan entropi yang lebih besar.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kinetika Kimia (Chemical Kinetics) adalah salah satu cabang ilmu kimia yang
mengkaji mengenai seberapa cepat suatu reaksi kimia berlangsung. Secara umum, untuk
reaksi kimia dengan persamaan reaksi di bawah ini :
+ +
laju reaksi masing-masing spesi adalah sebagai berikut :
laju reaksi (r) = 1 [A] / a. t = 1 [B] / b. t = + 1 [C] / c. t
= + 1 [D] / d. t
Orde Satu : t1/2 = ln 2 / k = 0,693 / k
Orde Dua : t1/2 = 1 / k.[A]0
Orde Nol : t1/2 = [A]0 / 2k
Mekanisme reaksi adalah urutan tahap-tahap elementer yang mengarah pada
pembentukan produk
= +
Berlangsungnya suatu reaksi dikendalikan berdasarakan dua prasyarat atau kontrol
yaitu Persyaratan Termodinamik untuk Reaksi dan prasyarat kinetika reaksi.
3.2 Saran
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan dan kesalahan, maka dari itu kami sangat mengharapkan bantuan dari dosen
pembimbing agar kiranya memberikan kritikan maupun saran yang sifatnya membangun
demi kelengkapan materi tugas kali ini.
16
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2007. Chemistry Ninth Edition (terjemahan). New York: Mc Graw Hill.
Firdaus, 2009. Kimia Organik Fisis I. Program Studi Kimia Jurusan Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin.
Hart, H., Crain,L.E., Hart,D.J.,2003. Kimia Organik: Suatu Kuliah Singkat. Edisi Ke Sebelas.
Alih bahasa Suminar Setiati Achmadi. Penerbit Erlangga: Jakarta.
17