Anda di halaman 1dari 8

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN UPH

PROGRAM PROFESI NERS


Rubrik Analisa Sintesa Tindakan Keperawatan
Memberikan Terapi KCl 25 mEq dalam RL 500 ml/6 jam
No Kriteria Bobot
1 Diagnosa Keperawatan (PE): 10
Nama pasien: Tn. A (27 tahun)
No MR: 75.41.28
Tanggal masuk RS: 22 Maret 2017
Tanggal Tindakan: 23 Maret 2017
Diagnosa Medis: Hipokalemia, Tetraparase dd Periodic paralysis
Diagnosa Keperawatan Kolaboratif: Hipokalemia berhubungan dengan asupan tidak adekuat ditandai dengan klien mengeluh lemas dan nyeri pada anggota gerak,
nilai
Kalium 1,6 mmol/L, kekuatan otot
4 4
3 3
2 Data Subjekif: 10
Keluarga klien mengeluh klien terlihat batuk berdahak lemas dan nyeri di kedua kaki serta mual.
Keluarga Klien mengatakan ia tidak meminum obat-obatan dokter maupun tradisional.
Klien mengatakan 4 hari SMRS tidak tidur, dan malas makan.
3 Data Objektif: 10
a. Pemeriksaan fisik
Tanda-tanda vital: Tekanan Darah 130/90 mmHg, Nadi: 87x/min kuat teratur, Suhu: 36,30C, RR: 19x/min
Kesadaran klien Compos Mentis, klien terpasang koreksi RL 500 ml+ KCl 25 mEq/ 6 jam kolf ke 6
kekuatan otot
4 4
3 3

b. Pemerikasaan penunjang
Hasil ECG (22/3/17): Sinus rhythm, HR: 89 x/min
Hasil X-RayThorax CTR (23/3/17): 54%
Hasil Pemeriksaan Lab Hematologi Abnormal (22/3/17):
SGOT: 45 u/L (Nilai normal 5-34)
Hb: 19,10 g/dL(Nilai normal 13,20-17,30)
Ht: 52,10% (Nilai Normal 40-52 %)
RBC: 6,37 x 10*6 U/L (Nilai normal 3,80-5,90)
WBC: 13,31 X 10*3 U/L (Nilai normal 3,80-10,60)

1|DEWINTA A. MASPAITELLA (50120120013)


Hasil pemeriksaan elektrolit (22/3/17)
Natrium: 139 mmol/L (Nilai normal : 137-145)
Kalium : 1,6 mmol/L (Nilai Normal: 3,6-5,0)
Klorin: 117 mmol/L (Nilai Normal 98-107)
c. Terapi
KSR 600 mg (PO) TDS
Aspar K (PO) 1 tab TDS
Mecobalamin 500 mg (IV) TDS
1
4 Langkah-langkah Tindakan Keperawatan yang dilakukan: 0
1. Keluarga klien melaporkan keluhan klien
2. Mengecek program terapi cairan pada IMR Tn. Aa. Persiapan Alat
- Set penghisap sekresi atau suction portable lengkap dan siap pakai
- Kateter penghisap steril dengan ukuran 20 untuk dewasa
- Sarung tangan steril/bersih
- Masker
- Kassa steril/bersih
- Kom berisi air untuk membilas kateter suction
b. Prosedur
1) Cuci tangan
2) Memakai alat pelindung diri (sarung tangan steril/bersih dan
masker)
3) Menghidupkan mesin penghisap sekresi dan atur regulator vakum
untuk menetapkan tekanan yang sesuai
4) Siapkan suction, lalu hubungkan satu ujung selang penghubung
suction dengan mesin penghisap dan tempatkan ujung yang lain di
tempat yang aman
5) Masukkan (insersi) suction di area mulut (orofaring),di daerah yang
terpasang ET
6) Pengisapan dilakukan sambil menarik kateter suction dengan
gerakan memutar. Jika ada rangsangan batuk, tarik sepanjang kira-
kira 2 cm untuk mencegah trauma pada carina
7) Jika jalan napas klien sudah bersih dari sekret, hentikan tindakan
8) Bilas suction dengan air bersih yang sudah disipakan dalam kom.
3
99) mesin pengisap, kemudian lepaskan selang penghubung
9) suction dengan mesin penghisap.
10) Letakkan suction di dekat klien
11) Lepas sarung tangan dan cuci tangan
12) Dokumentasikan tindakan dan monitor respon pasien pada lembar
catatan asuhan keperawatan pada meja pasien.
1
5 Dasar Pemikiran: 5

Tujuan dilakukannya tindakan adalah membersihkan saluran jalan nafas bagian atas dengan memakai kateter
penghisap melalui nasotrakeal tube (NTT), orotrakeal tube (OTT), trasceostomi tube (TTT) pada saluran napas
bagian atas bertujuan untuk membersihkan atau membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi sputum,
merangsang batuk, mencegah terjadi infeksi paru. Prosedur ini dikontraindikasikan pada klien yang mengalami
kelainan yang dapat mengakibatkan spasme laring terutama akibat penghisapan yang dilakukan melalui trakea,
gangguan perdarahan, edema laring, varises esophagus, perdarahan gaster, iskemik miokard.

Pada klien Ny. S dengan penurunan kesadaran, klien tidak mampu batuk efektif dan mengeluarkan sekret secara
mandiri sehingga dilakukan Orotrakeal tube untuk membantu membersihkan jalan napas klien

Tujuan dilakukannya tindakan adalah meningkatkan kadar kalium dalam tubuh klien.
Hipokalemia didefinisikan sebagai kadar kalium plasma kurang dari 3,5 mEq/L (Black dan Hawks, 2010). Kadar kalium plasma yang menurun
disebabkan oleh asupan tidak
adekuat, mengalami muntah dan diare, penggunaan obat-obatan diuresis dll (Black dan Hawks, 2010). Kalium merupakan kation utama dalam
cairan intrasel dan natrium sebagai
anion utama dalam ekstrasel mengatur kepekaan sel, konduksi impuls saraf, dan keseimbangan volume cairan tubuh (Ganiswarna, et al., 1995).
Sistem transport primer di
membrane sel yang dibutuhkan oleh natrium dan kalium adalah transport aktif, sistem ini disebut pompa natrium kalium (Tortora dan Derrickson,
2009). Pompa natrium kalium
memindahkan ion natrium keluar sel dan ion kalium masuk ke dalam sel. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi natrium di cairan ekstrasel
dibandingkan intrasel, dan
menyebabkan peningkatan konsentrasi kalium di cairan intrasel dibandingkan cairan ekstrasel. Pompa natrium kalium mengangkut tiga molekul
natrium keluar sel untuk setiap dua
(kation), maka
molekul kalium yang diangkut masuk ke dalam sel (Corwin, 2009). Efek pemindahan tiga natrium
pemompaan natrium dan kalium adalah kalium keluar sel dan hanya
dua kalium ke dalam sel menciptakan suatu gradient listrik di antara kedua sisi membran. Potensial membrane listrik inilah yang memungkinkan sel
saraf dan otot berfungsi dan
menimbulkan potensial aksi (Corwin, 2009).
Penurunan kadar kalium di ruang ekstraselular akan menyebabkan dibutuhkannya stimulus yang lebih besar untuk mendepolarisasi membrane
dalam menginisiasi potensial
aksi. Hampir semua manifestasi yang terjadi dengan hipokalemia diakibatkan oleh kapabilitas neuron yang melambat dan efeknya terhadap fungsi
otot (Black dan Hawks, 2010).
Kontraksi otot polos yang melambat menyebabkan manifestasi saluran cerna, yang mencakup anoreksia, distensi abdomen, dan konstipasi.
Kontraksi otot rangka yang melambat
menyebabkan kelemahan otot and kram tungkai. Konsekuensi neurologis progresif berupa melambatnya konduksi saraf bermanifestasi sebagai
disfasia, keadaan konfusional,
depresi, konvulsi, arefleksia, dan koma. Perlambatan otot yang ekstrem menyebabkan muntah dan ileus serta retensi urine. Kelemahan otot
rangka dapat mengalami perburukan
menjadi paralisis.
Keadaan klien, Tn. A dengan hipokalemia dan tetraparase disebabkan oleh penurunan intake 4 SMRS (data subjektif). Klien mengatakan
sebelumnya tidak meminum obat-obat
tertentu. Klien mengeluh lemas dan nyeri dari kaki menyebar ke tangan serta mual. Manifestasi klinis yang ditemukan pada klien diakibatkan oleh
penurunan kadar kalium dalam
plasma untuk menginisiasi potensial aksi sehingga memperlambat kontraksi ot
sudah tidak mampu digerakan. Hasil EKG klien tidak tampak abnormalitas.

2|DEWINTA A. MASPAITELLA (50120120013)


Saat ini tidak terdapat diagnosis NANDA bagi gangguan keseimbangan elektrolit. Pendekatan terhadap gangguan-gangguan elektrolit dianggap sebagai masalah kolaboratif
(Black dan Hawks, 2010). Masalah kolaboratif yang diangkat dari klien adalah hipokalemia berhubungan dengan asupan tidak adekuat. Perawat tidak dapat mengambil tindakan
masalah ini sendirian, hasil adakan ditulis sebagai berikut. Perawat akan memantau kadar kalium dan melaporkan kadar kalium abnormal atau manifestasi gangguan keseimbangan
kalium kepada dokter. Masalah keperawatan lain yang bisa diangkat adalah risiko cedera dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Tindakan mandiri yang dapat
dilakukan antara lain memastikan bed rail terpasang, memenuhi kebutuhan dasar klien di atas tempat tidur (BAB dan BAK). Kemudian melakukan monitor tanda-tanda hiperkalemia
maupun perburukan hipokalemia. Tindakan kolaboratif yang dapat dilakukan perawat adalah administrasi koreksi Kalium melalui terapi cairan.
6 Prinsip Tindakan: 5
Mampu mengidentifikasi prinsip dari tindakan aspetik/steril/bersih
Prinsip tindakan pemberian terapi KCl 25 mEq dalam RL 500 ml/6 jam adalah aseptic karena terapi yang diberikan akan masuk langsung ke aliran darah vena sehingga meminimalisir
kontaminasi mikroorganisme dari luar (Udjianti, 2010).
7 Analisa Tindakan Keperawatan: 15
o Mampu mengkritisi tindakan yang sudah dilakukan apakah sesuai dengan teori
Untuk deficit kalium berat, 10-20 mE/L kalium dapat diberikan setiap jam jika dilarutkan dalam cairan IV; monitor jantung harus digunakan untuk memastikan keamanan.
Penggunaan normal saline direkomendasikan sebagai pelarut hindari penggunaan dekstrosa sebagai pelarut, karena meningkatkan pergeseran kalium ke intraselular.
Pelaksanaan tindakan pemberian KCl 25 mEq dalam RL 500 ml/6 jam kepada Tn. A belum sepenuhnya sesuai dengan teori yang direkomendasikan oleh Black dan Hawks
(2014). Ditemukan 4 hal ketidaksesuaian teori dengan yang telah praktikkan lakukan:
1. Akses vena yang telah terpasang pada klien berada di vena metacarpal dengan ukuran venlon nomor 22 dengan konsentrasi kalium 25 mEq/L dalam RL 500 ml.
Kalium bersifat iritatif terhadap vena, konsenstrasi melebihi 20-40 mEq/L meningkatkan risiko flebitis, sehingga harus diberikan melalui vena besar.
2. Memantau lokasi IV tiap jam untuk mengakaji adanya flebitis dan infiltrasi. Praktikkan hanya memantau lokasi IV tiap ganti plabot dan keliling membagikan obat
kepada pasien-pasien.
3. Tidak menggunakan infused pump. Penggunaan infused pump dapat mengontrol dan memastikan laju aliran koreksi dengan tepat dan berespons terhadap tanda-
tanda bahaya secara tepat. Pemberian terapi yang praktikan lakukan tanpa menggunakan infused pump karena jumlah alat yang terbatas di ruangan sehingga
penggunaan diprioritaskan bagi pasien pediatric dan pasien yang mengalami perburukan KU.
4. Pemantauan bahaya pemberian terapi dilakukan dengan monitor EKG. Klien dilakukan EKG hanya 1 kali.
Modifikasi yang dapat dilakukan untuk tindakan dapat dilakukan dengan memantau tanda-tanda flebitis tiap 3 jam dan ajarkan keluarga pasien cara menghitung denyut nadi
secara mandiri 1x60 menit. Bila kurang dari 60 denyut per menit keluarga boleh langsung menghubungi perawat.
o Apakah dosis/tindakan yang diberikan cukup untuk pasien
Klien dengan kadar kalium plasma antara 3-3,4 mEq/L memerlukan sekitar 100-300 mEq /L kalium IV untuk meningkatkan kadar kalium sebesar 1 mEq/L. Jika kadar kalium
plasma kurang dari 3 mEq/L diperlukan sekitar 200-400 mEq/L kalium IV untuk meningkatkan kadar kalium plasma 1 mEq/L (Black dan Hawks, 2014).
Tn A. memiliki nilai kalium plasma sebesar 1,6 mmol/L mendapat dosis koreksi KCl 25 mEq dalam 8 kolf RL 500/ 6 jam. Total KCl sama dengan 200 mEq. Ditambah kadar Kalium
dalam Ringer Lactate 500 ml adalah 4 mEq/L maka total 8 kolf adalah 32 mEq/L. Secara teori belum mencukupi kebutuhan klien namun klien juga diberikan obat-obatan per oral
dan diit tinggi kalium serta dimotivasi untuk makan makanan yang tinggi kalium seperti pisang. Oleh karena itu, dengan modifikasi diit dan bantuan obat akan meningkatkan nilai
kalium plasma klien.
o Bagaimana cara menentukan bahwa tindakan tersebut sesuai dengan kebutuhan pasien
Tujuan dari tindakan ini adalah untuk meningkatkan kadar kalium plasma tindakan tersebut telah sesuai dengan kebutuhan pasien karena tidak ditemukan tanda-tanda hipokalemi
maupun hiperkalemi. Hipokalemi dimanifestasikan dengan disritmia atau memberatnya gejala.

3|DEWINTA A. MASPAITELLA (50120120013)


8 Bahaya yang dapat terjadi? (Komponen Bahaya dan Pencegahan) 10
Bahaya:
Efek samping obat antara lain:
Aritimia,heart block, henti jantung, perubahan EKG, hipotensi, hiperkalemia, paralisis respiratorik. (Burghardt, et al. 2012)
Pencegahan:
Hal yang harus diperhatikan oleh perawat antara lain:
Lakukan penyadapan EKG tiap klien mengeluh palpitasi atau menunjukkan perburukan keadaan umum
Lakukan pemantauan urine output, balance cairan.
9 Hasil yang didapat: Evaluasi dilakukan pada 26 Maret 2017 setelah pemberian 8 kolf KCl 25 mEq/L dalam RL 500 ml/6 jam kemudian pemeriksaan lab elektrolit. 5
S: Klien mengatakan kakinya sudah tidak sakit, klien mengatakan ia siap pulang tidak lemas lagi.
O: klien tampak berjalan ke kamar mandi tanpa bantuan, kekuatan otot
5 5
5 5
Hasil pemeriksaan darah elektrolit 26/3/2017
Natrium: 141 mmol/L
Kalium : 4,2 mmol/L
Clorida : 112 mmol/L
A: Masalah kolaboratif hipokalemia telah teratasi
P:
Discharge planning: Anjurkan klien meningkatkan asupan tinggi kalium seperti pisang dan sayuran.
10 Evaluasi Diri: 5
saya belum menguasai koreksi kalium sebelumnya sehingga saya belum mengetahui rasional dari tindakan saya ketika mengganti plabot. Setelah saya menelaah literature saya
menyadari banyak kekurangan yang saya lakukan selama melakukan tindakan tersebut. oleh karena itu, saya akan memperbaiki tindakan saya di masa depan karena saya telah
belajar dan memahami teori.
11 Daftar Pustaka (APA style): 5
Menggunakan minimal 3 literatur (buku/artikel)
Total 100

4|DEWINTA A. MASPAITELLA (50120120013)


Daftar Pustaka

Black, Joyce., Hawks, Jane H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan, Edisi 8-Buku 1. Singapore:
Saunders Elsevier .
Burghadt, et al. (2012). Nursing Drug Handbook. Philadelphia: Lippincotts.

Ganiswarna, Sulistia., Setiabudy, Rianto., Suyatna, Frans., Purwantyastuti., Nafrialdi. (1995). Farmakologi dan Terapi Edisi 4 Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran-Universitas Indonesia. Jakarta: Gaya Baru.

Tortora, Gerard., Derickson, Bryan. (2009). Principle of Anatomy and Physiology. USA: Wiley.
Udjianti, Wajan. (2010). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medik

5|DEWINTA A. MASPAITELLA (50120120013)

Anda mungkin juga menyukai