Kingdom : Animalia
Filum : Anthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Genus : Litopenaeus
Menurut WWF (2014), Udang vanname memiliki karapas atau kulit luar
yang keras. Setiap udang berganti kulit, karapas akan lepas dan berganti karapas
yang baru. Pada pertumbuhan udang vanname dipengaruhi oleh frekuensi molting
atau ganti kulit dan pertumbuhan pada setip molting.
Tim perikanan WWF Indonesia. 2014. Budidaya Udang vanname. WWf Indonesia
b. Habitat
Keunggulan yang dimiliki udang vannamei masih merupakan keunggulan
ekonomis, belum/tidak meruakan keunggulan ekologis. Walaupun udang
vannamei, seperti udang lainnya adalah hewan berumur endek, tetapi peluang
udang ini berkembang di perairan Indonesia lebih terbuka apabila udang tersebut
dapat lolos ke perairan bebas. Hal ini karena udang vannamei sangat toleran
terhada salinitas ( kadar garam ) air sehingga memungkinkan dapat hidup dengan
baik di berbagai habitat (Kordi, 2008).
d. Reproduksi
PH
Suhu
Salinitas
Hasil pengukuran salinitas selama penelitian berkisar 31-34 ppt. Nilai ini
tergolong baik dan masih dalam batas toleransi larva L.vannamei. Salinitas optimal
untuk udang vaname berkisar antara 5-35 ppt. Udang vaname dapat tumbuh pada
perairan dengan salinitas berkisar 0,5-38,3 ppt. Apabila salinitas tidak dalam
kondisi yang optimal maka akan mempengaruhi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan
oleh udang vaname sendiri (Yustianti et al., 2013).
Yustianti, M.N. Ibrahim dan Ruslaini. 2013. Pertumbuhan dan Sintasan Larva
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Melalui Substitusi Tepung Ikan
dengan Tepung Usus Ayam. Jurnal Mina Laut Indonesia. 1(1): 93-103.
Dissolved Oxygen
Menurut Ferreira et al. (2011) dalam Fendjalang et al. (2016), Oksigen
merupakan salah satu faktor pembatas terhadap kehidupan dalam air, sehingga
bila ketersediaannya dalam air tidak mencukupi kebutuhan biota budidaya, maka
segala aktivitas biota akan terhambat. Kadar DO yang diperlukan dalam
pertumbuhan udang dalam kegiatan budidaya antara 4,0-6,0 mg/L. Pertumbuhan
udang akan terhambat dan dilanjutkan dengan kematian jika kadar DO dalam
perairan dibawah 2,0 mg/L.
Filum : Heterokontophyta
Kelas : Bacillariophyceae
Ordo : Centrales
Genus : Skeletonema
Spesies : Skeletonema costatum ( Hoek, et al., 1998).
(Ckecroun, et al.,2014)
b. habitat
S. costatum bersifat eurihaline sehingga mampu hidup di laut, pantai dan
muara sungai. S. costatum mampu tumbuh pada kisaran salinitas yang luas yaitu
15-34 ppt dan salinitas yang paling baik untuk pertumbuhan adalah 20-30
ppt.Tinggi rendahnya salinitas akan mempengaruhi tekanan osmotik sel alga.
Salinitas merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan perkembangan
fitoplankton, terutama dalam mempertahankan tekanan osmosis antara
protoplasma sel dengan air sebagai lingkungannya (Supriyantini, 2013).
pH
DO
Bak untuk kultur alga dan pakan alami dapat ditempatkan di luar bangunan
utama sehingga kultur alga juga dapat memanfaatkan sinar matahari. Bak yang
digunakan adalah bak beton/intensif berbentuk persegi panjang dengan sudut
yang melengkung yang dilengkapi dengan instalasi oksigen (aerasi), pipa inlet,
dan outlet. Bak beton dengan sudut yang melengkung dapat mempermudah
ketika proses pembersihan bak/ sterilisasi wadah. Instalasi oksigen (aerasi) yang
digunakan dalam kultur massal Chlorella sp. adalah 4 titik untuk ukuran bak yang
berkapasitas 10 ton dan 15 ton sedangkan untuk bak yang berkapasitas 20 ton
adalah sebanyak 9 titik. Pipa inlet dilengkapi dengan stop kran (Prayogo,2015).
Prayogo I. dan Arifin M.2015. Teknik Kultur Pakan Alami Chlorella sp. Dan Rotifera
sp Skala Massal Dan Manajemen Pemberian Pakan Alami Pada Larva
Kerapu Cantang. JSAPI. 6(2):125-134.
g. biosecurity farid damayanti msp masih salah tak suruh ganti blm diganti
4.6 KJA Kakap Putih
a. Klasifikasi dan Morfologi
Famili : Centropomidae
Ikan jenis ini memiliki tubuh memanjang dan padat. Kepala menjorong,
dengan profil dorsal yang cekung menjadi cembung di depan sayap dorsal. Ikan
jenis ini juga bermulut besar, rahang atas panjang hingga mencapai belakang
mata; gigi villiform, ti dak dijumpai gigi canine. Tulang keras pada tepi bawah dari
preoperculum, operculum dengan tulang kecil, dan dengan sirip bergerigi di atas
garis lateral (Fahmawati, 2014).
b. Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi yang tepat dan baik merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan usahan budidaya laut disamping ketersedian benih, pakan serta
terjaminnya pasar dan harga. Pemilihan lokasi harus mempertimbangkan faktor
lingkungan dan kualitas air. Kelayakan lokasi merupakan hasil kesesuaian di
antara persyaratan hidup dan berkembangnya suatu komoditas budidaya
terhadap lingkungan fisik perairan. Lingkungan fisik yang dimaksud meliputi
kondisi oseanografi dan kualitas perairan serta topografi dasar laut. Pemilihan
lokasi harus mempertimbangkan factor lingkungan dan kualitas air. Kelayakan
lokasi merupakan hasil kesesuaian di antara persyaratan hidup dan
berkembangnya suatu komoditas budidaya terhadap lingkungan fisik perairan.
Lingkungan fisik yang dimaksud meliputi kondisi oseanografi dan kualitas perairan
serta topografi dasar laut.
Junaidi M. Affan.2012. Identifikasi lokasi untuk pengembangan budidaya
keramba jaring apung (KJA) berdasarkan faktor lingkungan dan kualitas
air di perairan pantai timur Bangka Tengah.DEPIK. 1(1):78-85
c. Sarana Budidaya
KJA ditempatkan di lokasi budidaya secara berjejer antara satu unit dengan
unit KJA lainnya dan saling menyambung, tujuannya untuk mempermudah pemilik
atau penjaga KJA dalam memelihara serta mengawasinya. Budidaya ikan sistem
KJA dalam operasionalnya dilengkapi dengan fasilitas pendukung yang terdiri atas
rumah jaga, tempat pakan, dan kolam karantina. Keramba jaring apung terdiri atas
keramba (jaring) dan rangka (rakit dan besi) dengan ukuran yang seragam. Satu
unit KJA terdiri atas 4 petak (kolam) dan dibangun dari beberapa bagian rangka
yang dilengkapi dengan dua lapis jaring. (Ardi, 2013).
Ardi, I. 2013. Budidaya ikan sistem keramba jaring apung guna menjaga
keberlanjutan lingkungan perairan waduk cirata. Media Akuakultur. 8 (1) :
23-29.
d. Manajemen Pakan
Menurut Rejeki , et al (2013), pembesaran ikan secara komersial
menggunakan jaring apung masih sedikit, sedangkan potensi kegiatan budidaya
di perairan tawar umum peluangnya masih besar. Pada pembesran ikan di KJA
perlu adanya manajemn pemberian pakan. Pemberian pakan dilakukan tiga kali
sehari sebanyak 3% dari bobot biomassa. konsumsi dan konversi pakan (FCR)
ikan menunjukkan bahwa makin tinggi kepadatan ikan atau makin besar biomasa
terlihat jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan semakin banyak. Hal yang sama,
makin tinggi kepadatan ikan nilai FCR makin tinggi.
Rejeki,S., S.Hastuti dan T.Elfitasari. 2013. Uji Coba Budidaya Nila Larasati Di
Karamba Jaring Apung Dengan Padat Tebar Berbeda. Jurnal Saintek
Perikanan . 9(1) : 29-39
e. Pengelolaan Kualitas Air
pH
Menurut hasil pengukuran kualitas air yang dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa parameter kualitas air yang dianggap memenuhi persyaratan. Untuk
budidaya ikan kakap putih Menurut Anggie dan Khalil (2013), persyaratan pH
kualitas air pada budidaya ikan kakap adalah 8. air yang digunakan sebaiknya
bersuhu 23,80C 300C, salinitas 33-35 ppt, oksigen terlarut 5,6-7,1 ppm dan
kecerahan 3,5-5,5 m, dengan demikian kualitas air pada keramba jaring apung
secara umum dianggap telah layak sebagi media budidaya ikan kakap putih.
Anggie. A dan M. Khalil. 2013. Efek pemberian atraktan kerang darah (Anadara
granosa) dan udang windu (Panaeus monodon) terhadap daya konsumsi
pakan ikan kakap putih (Lates calcalifer). Samudera. 7-2
Suhu
Menurut Badrudin (2015), usaha budidaya kakap putih perlu disesuaikan
dengan kondisi lingkungan yang ada di sekitar daerah tersebut untuk mengurangi
resiko akibat kondisi lingkungan yang kurang baik bagi budidaya, misalnya kondisi
cuaca yang fluktuatif. Perencanaan yang baik dapat meningkatkan keberhasilan
usaha. Salah satu hal yang sangat penting dalam perencanaan awal budidaya
kakap putih adalah pemilihan lokasi. lokasi yang sesuai setidaknya memiliki
kualitas air yang sesuai. Parameter yang sesuai untuk budidaya kakap putih salah
satunya yaitu suhu yang berkisar antara 27-30C.
DO
kisaran nilai pH untuk budidaya ikan kakap putih yaitu 7,5-8,5. Suhu
optimal bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan kakap putih adalah 25-300 C,
sesuai dengan kisaran suhu selama penelitian yaitu 27,930 C. Oksigen terlarut
ikan kakap putih dewasa membutuhkan oksigen terlarut 6,5-12,5 mg/l, sesuai
dengan nilai oksigen terlarut selama penelitian yaitu 6,55 mg/l. Kisaran
pengukuran parameter kualitas air selama penelitian berada dalam rentang kondisi
yang layak untuk pemeliharaan ikan kakap putih.
Kecerahan
Menurut Noor et al. (2016), ikan yang dapat dibudidayakan dan
dikembangkan yaitu jenis ikan kakap putih (Lates calcarifer). Kakap putih dapat
dilakukan budidaya polikultur dengan kerang hijau pada keramba. Tingkat
kecerahan pada polikultur budidaya ikan kakap putih dengan kerang hijau adalah
30,3 cm. Nilai kecerahan yang tinggi akan menghasilkan nilai kekeruhan yang
rendah di suatu perairan dan menghasilkan hubungan yang terbalik antara
kecerahan dengan TSS. Kekeruhan yang rendah tidak baik untuk budidaya kerang
karena mengindikadikan fitoplankton di perairan.
f. Konstruksi
Menurut Fadhliani, et al. (2015), kurungan atau wadah untuk memelihara ikan,
disarankan terbuat dari bahan polyethilene (PE) karena bahan ini disamping tahan
terhadap pengaruh lingkungan juga harganya relatif murah jika dibandingkan
dengan bahan lainnya. Bentuk kurungan bujur sangkar dengan ukuran 3x3x3 m 3.
Ukuran mata jaring disesuaikan dnegan ukuran ikan yang dibudiayakan.
Pemasangan kurungan pada kerangka dilakukan dengan cara mengikat ujung tali
ris atas pada sudut rakit. Agar kurungan membentuk kubus/kotak digunakan
pemberat yang diikatkan pada keempat sudut tali ris bawah. Selanjutnya pemberat
diikatkan ke kerangka untuk mempermudah pekerjaan
pengangkatan/penggantian untuk mencegah kemungknan lolosnya ikan atau
mencegah serangan hewan pemangsa, pada bagian atas kurungan sebaiknya
diberi tutup dari bahan jaring.
h. Pemanenan