Anda di halaman 1dari 21

TUGAS FARMASI INDUSTRI

Quality Control (QC) dan Validasi Metode Analisis (Sediaan Solid)

Disusun Oleh:
Kelompok 2B

Arini Eka Pratiwi 260112150538


Myra Kharisma Izzati 260112150539
Riza Wernawati 260112150567
Sani Asmi Ramdani L 260112150579
Nurul Rohmanisari 260112150580

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obat merupakan zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit,
serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan (Ansel, 1985).
Salah satu obat yang digunakan sebagai antialergi adalah klorfeniramin maleat.
Klorfeniramin maleat merupakan obat antihistamin H1 Reseptor yang dapat
menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot
polos, serta bekerja dengan mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang
disertai pelepasan histamin endogen berlebihan (Siswandono & Soekardjo, 2008).
Sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kualitas obat,
industri farmasi semakin dituntut untuk memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB). Obat yang aman untuk dikonsumsi dapat diketahui hasilnya
melalui pemeriksaan dengan metode analisis tertentu dan hasilnya dibandingkan
dengan syarat yang telah ditetapkan.
Penetapan kadar Klorfeniramina Maleat (CTM) sebelumnya ditetapkan dengan
standar acuan terbaru yaitu USP 32 NF tahun 2009 yang telah menggunakan metode
kromatografi cair kinerja tinggi.
Kromotografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dikembangkan pada akhir tahun
1960-an dan awal tahun 1970-an. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan
sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis
ketidakmurnian (impurities), analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-
volatile), penentuan molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter ion, isolasi dan
pemurnian senyawa, pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit, dalam
jumlah banyak, dan dalam skala proses industri. KCKT dapat digunakan baik untuk
analisis kualitatif maupun kauntitatif (Gandjar & Rohman, 2007).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi (Depkes RI, 1995).
Komposisi umum tablet adalah:
Zat berkhasiat
Bahan pengisi
Bahan pengikat
Bahan pengembang/penghancur
Bahan pelican
Korigensia
Bentuk tablet pada umumnya adalah berbentuk silinder dengan sisi yang rata
dan permukaan yang cembung ataupun rata. Ada juga bentuk khusus lainnya, bentuk
khusus ini bertujuan: spesifikasi dari pabrik, untuk menghindari pemalsuan dari pabrik
lain dan untuk memperindah bentuk tablet.
Penampang atau diameter tablet umumnya berkisar antara 3 13 mm, tetapi
ada juga yang memiliki diameter 20 mm misalnya tablet hisap dan tablet effeversent.
Kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1
1/3 tebal tablet. Bobot tablet antara 50 mg 2 gr, umumnya bobot tablet antara 100
800 mg (Soekimi, dkk., 1987).

2.2 Klorfeniramin Maleat


2.2.1 Sifat Fisikokimia
Rumus Struktur :
Nama Kimia : 2-[p-Kloro--[2-(dimetilamino)etil]benzil]piridina maleat
Rumus Kimia : C16H19ClN2.C4H4O4
Berat Molekul : 390.87
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau
Kelarutan : Mudah larut dalam air; larut dalam etanol dan dalam
kloroform; sukar larut dalam eter dan dalam benzene
(Depkes RI, 1995)

2.2.2 Mekanisme Kerja


Klorfeniramin maleat merupakan obat antihistamin H1 Reseptor yang dapat
menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot
polos, serta bekerja dengan mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang
disertai pelepasan histamin endogen berlebihan (Siswandono & Soekardjo, 2008).

2.2.3 Farmakokinetik
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya
timbul 15 30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1 2 jam. Lama
kerja AH1 generasi I setelah pemberian dosis tunggal umumnya 4 6 jam. Tempat
utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan ginjal. AH1
diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya (Gunawan,
2011).

2.2.4 Efek Samping


Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang
bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping
yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinnitus, lelah, penat,
inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, insomnia dan tremor. Efek
samping yang termasuk sering juga ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual,
muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare; efek samping ini akan
berkurang bila AH1 diberikan sewaktu makan. Efek samping lain yang mungkin timbul
oleh AH1 ialah mulut kering, dysuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan
lemah pada tangan (Gunawan, 2011).

2.2.5 Kegunaan
Klorfeniramin maleat memiliki indikasi mengobati keadaan alergi seperti gatal-
gatal, urtikaria, dan dermatitis (ISO, 2013).

2.3 Fenilpropanolamina
2.3.1 Sifat Fisikokimia
Rumus Struktur :

Nama Kimia : ()-Norefedrin hidroklorida


Rumus Kimia : C9H13NO.HCl
Berat Molekul : 187.67
Pemerian : Serbuk hablur putih, bau aromatis lemah, dipengaruhi oleh
cahaya
Kelarutan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol, tidak larut dalam eter

(Depkes RI, 1995)

2.3.2 Mekanisme Kerja


Fenilpropanolamina merangsang pelepasan norepinefrin (NE) dari saraf
simpatis dimana norepinefrin ini kemudian akan terikat pada -adrenoreseptor
sehingga menghasilkan vasokonstriksi pembuluh darah (Corboz et al., 2008).
2.3.3 Farmakokinetik
Durasi kerja fenilpropanolamin adalah 2 4 jam, dengan onset kerja 15 20
menit. Fenilpropanolamin di metabolism di hati dan di usus dengan MAO.
Diekskresikan melalui urine.

2.3.4 Efek Samping


Pemberian Fenilpropanolamina dapat menimbulkan gejala seperti gelisah,
nyeri kepala berdenyut, tremor, dan palpitasi. Gejala-gejala ini mereda dengan cepat
setelah istirahat (Gunawan, 2011).

2.3.5 Kegunaan
Fenilpropanolamina memiliki indikasi untuk mengatasi dengan cepat reaksi
hipersensitivitas, termasuk anafilaksis, terhadap obat dan allergen lainnya (Gunawan,
2011).

2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)


Kromatografi cari kinerja tinggi (KCKT) merupakan system pemisahan dengan
kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi
kolom, system pompa tekanan tinggi, dan detector yang sangat sensitive dan beragam
sehingga mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif,
baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Depkes RI, 1995).
2.4.1 Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
2.4.2 Wadah Fase Gerak
Wadah fase gerak terbuat dari bahan yang inert terhadap fase gerak. Bahan yang
umum digunakan adalah gelas dan baja anti karat. Daya tamping tandon harus lebih
besar dari 500 mL, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir yang
umumnya 1-2 mL/menit (Edi, 2009).

2.4.3 Pompa
Untuk menggerakan fase gerak melalui kolom diperlukan pompa. Pompa harus
mampu menghasilkan tekanan 6000 Psi pada kecepatan alir 0,1-10 mL/menit. Pompa
ada 2 jenis, yaitu pompa volume konstan dan pompa tekanan konstan. Pompa terbuat
dari bahan yang inert terhadap semua pelarut. Bahan yang umum digunakan adalah
gelas baja antikarat dan teflon. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk
menghindari hasil yang menyimpang pada detektor (Edi, 2009).

2.4.4 Injektor
Cuplikan harus dimasukkan ke dalam pangkal kolom (kepala kolom),
diusahakan agar sedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom. Ada tiga jenis
dasar injektor, yaitu:
a. Hentikan aliran/stop flow
b. Septum
c. Katup putaran (loop valve) (Edi, 2009).

2.4.5 Kolom
Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis
tergantung pada pemilihan kolom dan kondisis percobaan yang sesuai. Kolom dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Kolom analitik
Diameter khas adalah 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis kemasan.
Untuk kemasan pelikular, panjang yang lumrah adalah 50-100 cm. Untuk
kemasan poros mikropartikulat, umumnya 10-30 cm. Dewasa ini ada yang 5
cm.
b. Kolom preparatif
Umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25-100
cm
Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada
temperature kamar, tetapi bisa juga digunakan temperature lebih tinggi, terutama untuk
kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan kolom tergantung pada
mode kromatografi cair kinerja tinggi yang digunakan (Edi, 2009).

2.4.6 Detektor
Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Detektor universal
Mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifar spesifik, dan tidak bersifat
selektif, seperti detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa.
b. Detektor spesifik
Hanya mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis,
detektor fluoresensi dan elektrokimia (Rohman, 2007).

2.4.7 Fase Gerak


Fase gerak atau eluaen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat
bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi
dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan
sifat komponen-komponen sampel (Johnson dan Steveson, 1991; Rohman, 2007).
Elusi pada kromatografi cair kinerja tinggi dapat dibagi menjadi dua system, yaitu:
a. Sistem elusi isokratik
Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan satu macam atau lebih fase gerak
dengan perbandingan tetap (komposisi fase gerak tetap selama elusi).
b. Sistem elusi gradient
Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan campuran fase gerak yang
perbandingannya berubah-ubah dalam waktu tertentu (komposisi fase gerak
berubah-ubah selama elusi).
BAB III
METODELOGI

3.1 Alat dan Bahan


Daftar peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 1.Daftar peralatan yang digunakan

Daftar bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:


Tabel 2. Daftar bahan yang digunakan
3.2 Metode
3.2.1 Pembuatan larutan dapar
Dilarutkan 0.78 gram Kalium dihidrogen fosfat dalam 900 mL aquadest, lalu
ditambahkan 10 mL trietilamina dan tambah asam asetat glasial hingga mencapai pH
5.3, kemudian dicampur dengan aquadest sampai volume 1000 mL (larutan A).
Dicampurkan larutan A dan metanol dengan perbandingan 2:1.

3.2.2 Pembuatan pelarut


Dicampurkan larutan dapar dan asetonitril dengan perbandingan 30:70.

3.2.3 Pembuatan fase gerak


Dicampurkan pelarut dan aquadest dengan perbandingan 75:25 kemudian
disaring menggunakan filter 0.45 m.

3.2.4 Pembuatan larutan standar


Dilarutkan dalam pelarut standar pembanding CTM sebanyak 10 mg dalam
labu ukur 50 mL, cukupkan volume hingga tanda batas. Pipet 5 mL larutan ke dalam
labu ukur 100 mL, tambahkan 7,5 mg standar pembanding PPA dan dilarutkan dengan
pelarut hingga tanda batas (konsentrasi CTM = 0,01 mg/ml, PPA = 0,075 mg/ml).
Disaring dengan filter 0,45 m dan dimasukkan ke dalam vial HPLC kemudian ditutup.

3.2.5 Preparasi sampel


Ditimbang dan gerus halus sampel sebanyak 20 tablet. Hitung bobot rata-rata
per tablet. Ditimbang sejumlah serbuk tablet yang setara dengan bobot setengah tablet
( 330 mg) ke dalam labu ukur 100 mL, dilarutkan dan diencerkan dengan pelarut
hingga tanda batas. Untuk mempercepat kelarutan, dilakukan ultrasonik selama 30
menit. Disaring dengan filter 0,45 m dan dimasukkan ke dalam vial HPLC kemudian
ditutup.
3.3 Metode Validasi
Parameter uji metode validasi yang dilakukan meliputi uji kesesuaian sistem,
spesifitas, linieritas, presisi, akurasi dan rentang.

3.3.1 Uji kesesuaian sistem


Uji kesesuaian sistem dilakukan untuk menetapkan keefektifan sistem operasi
atau metode sebelum digunakan. Diinjeksikan larutan standar CTM dan PPA ke dalam
sistem kromatografi sebanyak 6 kali. Dihitung asimetri terhadap CTM dan PPA,
simpangan baku relatif (%RSD) terhadap waktu retensi dan simpangan baku relatif
(%RSD) terhadap area. Data hasil uji kesesuaian sistem dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data hasil uji kesesuaian sistem

Dari hasil uji kesesuaian sistem, asimetri CTM diperoleh 1,275 dan PPA 1,240.
Simpangan baku relatif untuk waktu retensi dan area CTM diperoleh 0,114 dan 0,119
sedangkan PPA diperoleh 0,062 dan 1,172. Nilai hasil uji tersebut masih memenuhi
syarat yang ditetapkan, sehingga metode ini sesuai untuk digunakan.

3.3.2 Spesifitas
Spesifitas adalah uji untuk mengetahui pengaruh yang diberikan pelarut, fase
gerak dan plasebo (bahan-bahan pengisi dan bahan-bahan tambahan tanpa kandungan
bahan aktif) terhadap pengukuran bahan aktifnya. Disiapkan larutan sampel dari serbuk
plasebo yang terbuat dari campuran sintesis material pendukung produk. Spesifitas
ditentukan dengan membandingkan peak larutan sampel, larutan plasebo, fase gerak,
solven dan larutan standar pembanding. Diinjeksikan pelarut, fase gerak, larutan
sampel, larutan plasebo dan larutan standar pembanding ke dalam sistem kromatografi.
Data hasil uji spesifitas dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Data hasil uji spesifitas

Pada tabel dapat dilihat bahwa pelarut, fase gerak dan larutan plasebo tidak
memberikan pengaruh pada penetapan kadar CTM dan PPA. Pada kromatogram
memang menunjukkan adanya puncak, tetapi puncak tersebut bukan puncak yang
spesifik untuk CTM maupun PPA. Oleh karena itu, dapat dikatakan pelarut, fase gerak
dan plasebo tidak memberikan pengaruh terhadap penetapan kadar CTM dan PPA
dalam sediaan tablet Paratusin

3.3.3 Linieritas
Uji Linieritas suatu metode analisis bertujuan untuk membuktikan adanya
hubungan linier antara konsentrasi zat sebenarnya (teoritis) dengan respon alat.
Linieritas atau kecenderungan korelasi antara dua variabel biasanya dinyatakan dalam
koefisien korelasi (r). Linieritas yang baik atau adanya korelasi yang erat ditunjukkan
dengan harga koefisien korelasi (r) yang mendekati atau sama dengan nilai satu.
Dibuat sederet larutan standar dengan 5 kadar berbeda pada rentang 50%
hingga 150% (50%, 75%, 100%, 125%, 150%) dengan pembuatan larutan standar
konsentrasi 100% yaitu, ditimbang 10 mg standar CTM ke dalam labu ukur 50 ml
ditambahkan dengan pelarut hingga tanda batas, lalu dihomogenkan. Dipipet 5 mL
larutan standar CTM dan ditambahkan 7,5 mg standar PPA ke dalam labu ukur 100 mL
ditambahkan dengan pelarut hingga tanda batas, lalu dihomogenkan. Disaring dengan
filter 0,45 m dan dimasukkan ke dalam vial HPLC dan ditutup. Diinjeksikan ke dalam
sistem kromatografi. Ditentukan persamaan regresi linier dan koefisien korelasi (r).
Untuk konsentrasi 50%, CTM ditimbang 5 mg dan PPA ditimbang 3,75 mg.
Untuk konsentrasi 75%, CTM ditimbang 7,5 mg dan PPA ditimbang 5,625 mg.
Untuk kosentrasi 125%, CTM ditimbang 12,5 mg dan PPA ditimbang 9,375 mg.
Untuk konsentrasi 150%, CTM ditimbang 15 mg dan PPA ditimbang 11,25 mg.
Hasil uji linieritas dapat dillihat pada Tabel 3. dan 4.
Tabel 3. Data hasil uji linieritas CTM

Tabel 4. Data hasil uji linieritas PPA

Uji linieritas dilakukan dengan membuat larutan dari bahan baku pembanding
CTM dan PPA dengan 5 konsentrasi berbeda pada rentang 50 150%, kemudian dibuat
kurva hubungan antara konsentrasi terhadap area yang diperoleh. Hasil uji linieritas
CTM didapatkan persamaan garis y = 13506029,60x + 3505,50 dan nilai koefisien
korelasi sebesar 0,999, sedangkan hasil uji linieritas PPA didapatkan persamaan garis
y = 865859x - 145,6 dan koefisien korelasi sebesar 0,999.
Pada uji linieritas diperoleh nilai koefisien korelasi untuk CTM 0,999 dan PPA
0,999 sehingga metode uji ini telah memenuhi persyaratan uji linieritas yaitu > 0,998.
Oleh karena itu, metode ini pada konsentrasi kerja 50% sampai dengan 150% masih
memberikan garis linier. Nilai tersebut menggambarkan adanya korelasi yang
berbanding lurus antara respon deteksi alat terhadap nilai konsentrasi zat aktif.

3.3.4 Presisi
Presisi merupakan parameter yang digunakan untuk menyatakan bahwa metode
uji tersebut bila dilakukan secara berulang-ulang dalam satu seri pengukuran akan
selalu menghasilkan kadar yang mendekati sama dan atau tidak bergeser. Uji presisi
dilakukan dengan menginjeksikan larutan uji yang telah dipreparasi sebanyak enam
kali.
Ditimbang dan digerus halus sampel sebanyak 20 tablet. Dihitung bobot rata-
rata per tablet. Ditimbang sejumlah serbuk tablet yang setara dengan bobot setengah
tablet ( 330 mg) ke dalam labu ukur 100 mL, dilarutkan dan diencerkan dengan
pelarut hingga tanda batas. Untuk mempercepat kelarutan, dilakukan ultrasonik selama
30 menit. Disaring dengan filter 0,45 m dan dimasukkan ke dalam vial HPLC
kemudian ditutup. Diinjeksikan ke dalam sistem kromatografi. Dihitung kadar CTM
dan PPA dan ditentukan simpangan baku relatif (%RSD). Lakukan prosedur di atas
sebanyak 6 kali preparasi. Hasil uji presisi dapat dilihat pada Tabel 5. dan 6.
Tabel 5. Data hasil uji presisi CTM.
Tabel 6. Data hasil uji presisi PPA

Hasil uji presisi diperoleh simpangan baku relatif untuk CTM sebesar 1,02 %
dan simpangan baku relatif untuk PPA sebesar 0,56 % dan nilai simpangan baku relatif
tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan yaitu < 2 %. Berdasarkan data
yang dihasilkan pada uji presisi menunjukkan bahwa metode ini mempunyai presisi
yang tinggi.

3.3.5 Akurasi
Akurasi sering dinyatakan perolehan kembali. Parameter akurasi bertujuan
untuk menentukan metode uji yang digunakan dapat memberikan hasil yang sama
dengan nilai sebenarnya atau dengan kata lain konsentrasi yang didapat sama dengan
konsentrasi sebenarnya. Uji akurasi dilakukan dengan membuat larutan dari bahan
baku pembanding CTM dan PPA pada tiga konsentrasi yang berbeda dengan tiga kali
pengulangan.
Dibuat larutan sampel pada konsentrasi 80, 100, 120 %. Analisis dikerjakan
triplo untuk masing-masing konsentrasi. Pembuatan larutan sampel dengan konsentrasi
100% caranya yaitu ditimbang dan digerus halus sampel sebanyak 20 tablet. Dihitung
bobot rata-rata per tablet. Ditimbang sejumlah serbuk tablet yang setara dengan bobot
setengah tablet ( 330 mg) ke dalam labu ukur 100 mL, dilarutkan dan diencerkan
dengan pelarut hingga tanda batas. Untuk mempercepat kelarutan, dilakukan ultrasonik
selama 30 menit. Disaring dengan filter 0,45 m dan dimasukkan ke dalam vial HPLC
kemudian ditutup. Diinjeksikan ke dalam sistem kromatografi. Dihitung kadar CTM
dan PPA serta ditentukan % perolehan kembali sampel yang diperoleh. Untuk
konsentrasi 80% sampel ditimbang 264 mg, sedangkan untuk konsentrasi 120%
sampel ditimbang 396 mg. Hasil Uji akurasi dapat dilihat pada Tabel 7. dan 8.
Tabel 7. Data hasil uji akurasi CTM.

Tabel 8. Data hasil uji akurasi PPA.

Hasil uji menunjukkan persen perolehan kembali CTM pada 100,87 101,10%
dan persen perolehan kembali PPA pada 101,19 101,43%. Persyaratan uji akurasi
adalah 98 102%, oleh karena itu hasil uji akurasi CTM dan PPA memenuhi
persyaratan uji akurasi. Metode ini dikatakan akurat karena menunjukkan kedekatan
nilai yang dihasilkan pada penetapan kadar CTM dan PPA dengan nilai yang
sebenarnya.

3.3.6 Rentang
Dibuat larutan sampel pada konsentrasi 80, 100, 120 % dan dikerjakan triplo
untuk tiap konsentrasi. Pembuatan larutan sampel dengan konsentrasi 100% caranya
yaitu ditimbang dan digerus halus sampel sebanyak 20 tablet dan dihitung bobot rata-
rata per tablet. Ditimbang sejumlah serbuk tablet yang setara dengan bobot setengah
tablet ( 330 mg) ke dalam labu ukur 100 mL, dilarutkan dan diencerkan dengan
pelarut hingga tanda batas. Untuk mempercepat kelarutan, dilakukan ultrasonik selama
30 menit. Disaring dengan filter 0,45 m dan dimasukkan ke dalam vial HPLC
kemudian ditutup. Diinjeksikan ke dalam sistem kromatografi. Dihitung kadar CTM
dan PPA serta ditentukan koefisien korelasi (r) dan simpangan baku relatif (%RSD)
terhadap persen perolehan kembali. Untuk konsentrasi 80% sampel ditimbang 264
mg, sedangkan untuk konsentrasi 120% sampel ditimbang 396 mg. Berikut tabel
kriteria penerimaan validasi sehingga validasi yang dilakukan dapat dikatakan
memenuhi persyaratan atau tidak.
Tabel 9. Kriteria penerimaan validasi metode penetapan kadar

Hasil uji rentang diperoleh dari data uji akurasi yang dilakukan dan dapat dilihat
pada Tabel 10 dan 11.
Tabel 10. Data hasil uji rentang CTM
Tabel 11. Data hasil uji rentang PPA

Dari tabel di atas, uji rentang diperoleh hasil CTM dan PPA yangsama yaitu
simpangan baku relatif 0,08% dan koefisien korelasi 0,999. Hasil ini menunjukkan uji
rentang masihmemenuhi persyaratan yang ditetapkan yaitu simpangan baku relatif <
2,0% dan koefisien korelasi > 0,998. Nilai ini menunjukkan bahwa penetapan kadar ini
bila dilakukan pada rentang 80 120% masih memberikan hasil yang baik.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Pada pengujian beberapa parameter validasi yang dilakukan, diperoleh hasil
sebagai berikut:
1. Uji kesesuaian sistem diperoleh rata rata asimetri CTM sebesar 1,275 dan PPA
sebesar 1,240, simpangan baku relatif untuk waktu retensi dan area CTM sebesar
0,114 dan 0,119, sedangkan PPA sebesar 0,062 dan 1,172.
2. Uji spesifitas menunjukkan bahwa pelarut, fase gerak dan larutan plasebo tidak
memberikan pengaruh pada metode penetapan ini.
3. Uji linieritas untuk CTM diperoleh persamaan garis y = 13506029,60x + 3505,50
dengan nilai koefiien korelasi sebesar 0,999, sedangkan untuk PPA diperoleh
persamaan garis y = 865859x 145,6 dengan nilai koefisien korelasi sebesar
0,999.
4. Uji presisi diperoleh simpangan baku relatif CTM sebesar 1,02 % dan simpangan
baku relatif PPA sebesar 0,56%.
5. Uji akurasi menunjukkan % perolehan kembali CTM pada 100,87 101,10 % dan
untuk PPA pada 101,19 101,43 %.
6. Uji rentang untuk CTM dan PPA menunjukkan hasil yang sama yaitu dengan
simpangan baku relatif sebesar 0,08 % dan koefisien korelasi sebesar 0,998.
7. Berdasarkan hasil validasi metode penetapan kadar Klorfeniramina maleat dan
Fenilpropanolamina dalam sediaan tablet Paratusin secara Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT), dapat disimpulkan bahwa metode ini valid digunakan
untuk pemeriksaan rutin di laboratorium QC PT Prafa.

4.2 Saran
Penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan verifikasi metode penetapan secara
berkala untuk menjamin validitasmetode yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1985. Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms. Lea & Febiger,
Philadelphia.
Corboz MR, et al. 2008. Mecanism of Decongestant Activity of 2-adrenoreceptor
agonist. Science direct Ltd.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Edi, R. 2009. Optimasi Fase Gerak Metanol: Campuran Air-Asam Fosfat Pada
Penentuan Kadar Sediaan Tablet Simetidin Dengan Metode Krometografi
Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Medan: Universitas Sumatera Utara.
Gandjar, I. G., Rohman, A., 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Gunawan, Sulistia Gan. 2011. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Johnson, E.L., and Stevenson, R. 1991. Basic Liquid Chromatography. Penerjemah
Kosasih Padmawinata. Dasar Kromatografi Cair. Bandung: ITB.
Priyono, Eko dkk. 2012. Validasi Metode Penetapan Kadar Klorfeniramina Maleat
Dan Fenilpropanolamina Dalam Sediaan Tablet Paratusin Secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kimia, FMIPA UNPAK.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Siswandono dan Soekardjo, 2008. Kimia Medisinal. Ed 2. Surabaya: Airlangga
Universitas Press.
Soekimi, R.A.,dkk. 1987. Tablet. Medan: PT. Mayang Kencana.

Anda mungkin juga menyukai