Anda di halaman 1dari 7

Pendahuluan

Kelahiran prematur merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan


morbiditas perintal di seluruh dunia. Kelahiran prematur menyebabkan 70%
kematian prenatal atau neonatal, serta menyebabkan morbiditas jangka panjang, yang
meliputi retardasi mental, gangguan perkembangan, serebral palsi, seizure disorder,
kebutaan, hilangnya pendengaran, dan gangguan non-neurologi seperti penyakit paru
kronis, dan retinopati. Hal ini berarti, morbiditas menjadi masalah sosial dan
ekonomi yang signifikan, baik bagi keluarga yang terlibat maupun negara secara
keseluruhan. Oleh karena itu, kelahiran prematur bukan hanya menjadi komplikasi
obstetri yang paling umum, namun juga menjadi salah satu yang paling serius.1,2,3,4

Definisi
Diagnosis kelahiran prematur dibuat jika pasien dengan usia kehamilan kurang
dari 37 minggu mengalami kontraksi yang teratur, setidaknya sekali setiap 10 menit,
yang dapat berhubungan dengan dilatasi dan/atau penipisan dari serviks.2 Pendapat
lain mengatakan kelahiran prematur adalah persalinan yang berlangsung pada usia
kehamilan 20-37 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir (AJOG 1995).5
Namun, batas bawah usia kehamilan yang digunakan untuk membedakan kelahiran
prematur dengan abortus spontan bervariasi menurut lokasi.6 Himpunan Kedokteran
Fetomaternal POGI di Semarang tahun 2005 menetapkan bahwa kelahiran prematur
adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu.5

Epidemiologi
Pemicu obstetri yang mengarah pada kelahiran prematur antara lain: (1)
persalinan atas indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun
seksio sesarea; (2) kelahiran prematur spontan dengan selaput amnion utuh; dan (3)
kelahiran prematur dengan ketuban pecah dini, terlepas apakah akhirnya dilahirkan
pervaginam atau melalui seksio sesarea. Sekitar 30-35% dari kelahiran prematur
berdasarkan indikasi, 40-45% kelahiran prematur terjadi secara spontan dengan
selaput amnion utuh, dan 25-30% kelahiran prematur yang didahului ketuban pecah
dini.4,6
Konstribusi penyebab kelahiran prematur berbeda berdasarkan kelompok etnis.
Kelahiran prematur pada wanita kulit putih lebih umum merupakan kelahiran
prematur spontan dengan selaput amnion utuh, sedangkan pada wanita kulit hitam
lebih umum didahului ketuban pecah dini sebelumnya. Kelahiran prematur juga bisa
dibagi menurut usia kehamilan: sekitar 5% kelahiran prematur terjadi pada usia
kehamilan kurang dari 28 minggu (extreme prematurity), sekitar 15% terjadi pada
usia kehamilan 28-31 minggu (severe prematurity), sekitar 20% pada usia kehamilan
32-33 minggu (moderate prematurity), dan 60-70% pada usia kehamilan 34-36
minggu (near term). Dari tahun ke tahun, terjadi peningkatan angka kejadian
kelahiran prematur, yang sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah
kelahiran preterm atas indikasi.6

Etiologi
Saat ini, telah diketahui bahwa penyebab kelahiran prematur multifaktorial
dan sesuai dengan usia kehamilan. Diantaranya ialah: 5,6,7
1. Perdarahan desidua (misalnya abrupsi),
2. Distensi berlebih uterus (misalnya, pada kehamilan multipel atau
polihidramnion),
3. Inkompetensi serviks (misalnya, trauma dan cone biopsy),
4. Distorsi uterus (misalnya, kelainan duktus Mullerian atau fibroid uterus),
5. Radang leher rahim (misalnya, akibat vaginosis bakterialis atau trikomonas),
6. Demam/inflamasi maternal (misalnya akibat infeksi asenden dari traktus
genitourinaria atau infeksi sistemik),
7. Perubahan hormonal, yaitu aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-
adrenal, baik pada ibu maupun janin (misalnya, karena stres pada ibu atau
janin), dan
8. Insufisiensi uteroplasenta (misalnya, hipertensi, DM tipe I, penyalahgunaan
obat, merokok, atau konsumsi alkohol).

Faktor Risiko
Meskipun patofisiologi kelahiran prematur kurang dapat dipahami, namun
terdapat banyak faktor risiko yang diketahui berperan pada kelahiran prematur, dan
pengetahuan terhadap adanya faktor risiko ini penting dalam menilai kemungkinan
terjadinya kelahiran prematur.1,8 Namun sayangnya upaya untuk menilai faktor risiko
tersebut tidaklah mudah, karena lebih dari setengah dari kelahiran prematur terjadi
pada wanita yang tidak memiliki faktor risiko yang jelas.3

Berikut beberapa faktor risiko terjadinya kelahiran prematur:


Faktor risiko mayor
1. Kehamilan multipel
2. Polihidramnion
3. Anomali uterus
4. Dilatasi serviks > 2 cm pada kehamilan 32 minggu
5. Riwayat abortus 2 kali atau lebih pada trimester kedua
6. Riwayat kelahiran prematur sebelumnya
7. Riwayat menjalani prosedur operasi pada serviks (cone biopsy, loop
electrosurgical excision procedure)
8. Penggunaan cocaine atau amphetamine
9. Serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu
10. Operasi besar pada abdomen setelah trimester pertama.

Faktor risiko minor


1. Perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu
2. Riwayat pielonefritis
3. Merokok lebih dari 10 batang perhari
4. Riwayat abortus satu kali pada trimester kedua
5. Riwayat abortus > 2 kali pada trimester pertama.

Pasien tergolong risiko tinggi bila dijumpai satu atau lebih faktor risiko mayor; atau
dua atau lebih faktor risiko minor; atau keduanya.3
Disamping faktor risiko di atas, faktor risiko lain yang perlu diperhatikan
adalah tingkat sosio-biologi (seperti usia ibu, jumlah anak, obesitas, status
sosioekonomi yang rendah, ras, stres lingkungan) dan komplikasi kehamilan lainnya
(seperti infeksi maternal, preeklamsia-eklamsia, plasenta previa, kehamilan yang
diperoleh melalui bantuan medikasi, terlambat atau tidak melakukan asuhan
antenatal). Merupakan langkah penting dalam pencegahan kelahiran prematur adalah
bagaimana mengidentifikasi faktor risiko dan kemudian memberikan asuhan prenatal
serta penyuluhan agar ibu dapat mengurangi risiko tambahan.1,5

Diagnosis
Sering terjadi kesulitan dalam menentukan diagnosis ancaman kelahiran
prematur. Diferensiasi dini antara persalinan sebenarnya dan persalinan palsu sulit
dilakukan sebelum adanya pendataran dan dilatasi serviks. Kontraksi uterus sendiri
dapat menyesatkan karena ada kontraksi Braxtons Hicks. Kontraksi ini digambarkan
sebagai kontraksi yang tidak teratur, tidak ritmik, dan tidak begitu sakit atau tidak
sakit sama sekali, namun dapat menimbulkan keraguan yang amat besar dalam
penegakan diagnosis kelahiran prematur. Tidak jarang, wanita yang melahirkan
sebelum aterm mempunyai aktivitas uterus yang mirip dengan kontraksi Braxtons
Hicks, yang mengarahkan ke diagnosis yang salah, yaitu persalinan palsu.5
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman kelahiran prematur,
yaitu: 3,5
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap
7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa
tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
4. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau
telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
6. Selaput amnion seringkali telah pecah,
7. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.

Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The
American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk mendiagnosis
kelahiran prematur ialah sebagai berikut:2
1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau
delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.

Penatalaksanaan
Hal pertama yang dipikirkan pada penatalaksanaan kelahiran prematur ialah,
apakah ini memang kelahiran prematur. Selanjutnya mencari penyebabnya dan
menilai kesejahteraan janin yang dapat dilakukan secara klinis, laboratoris, ataupun
ultrasonografi, meliputi pertumbuhan/berat janin, jumlah dan keadaan cairan amnion,
persentasi dan keadaan janin/kelainan kongenital.5
Bila proses kelahiran prematur masih tetap berlangsung atau mengancam, meski
telah dilakukan segala upaya pencegahan, maka perlu dipertimbangkan:
1. Seberapa besar kemampuan klinik (dokter spesialis kebidanan, dokter spesialis
kesehatan anak, peralatan) untuk menjaga kehidupan bayi preterm, atau berapa
persen yang akan hidup menurut berat dan usia gestasi tertentu.
2. Bagaimana persalinan sebaiknya berakhir, pervaginam atau bedah sesaria.
3. Komplikasi apa yang akan timbul, misalnya perdarahan otak atau sindroma
gawat nafas.
4. Bagaimana pendapat pasien dan keluarga mengenai konsekuensi perawatan
bayi preterm dan kemungkinan hidup atau cacat.
5. Seberapa besar dana yang diperlukan untuk merawat bayi preterm, dengan
rencana perawatan intensif neonatus.5

Ibu hamil yang mempunyai risiko mengalami kelahiran prematur dan/atau


menunjukan tanda-tanda kelahiran prematur perlu dilakukan intervensi untuk
meningkatkan neonatal outcomes.5

Manajemen kelahiran prematur tergantung pada beberapa faktor, diantaranya:5


1. Keadaan selaput ketuban. Pada umumnya persalinan tidak akan dihambat
bilamana selaput ketuban sudah pecah.
2. Pembukaan serviks. Persalinan akan sulit dicegah bila pembukaan mencapai 4
cm.
3. Umur kehamilan. Makin muda umur kehamilan, upaya mencegah persalinan
makin perlu dilakukan. Persalinan dapat dipertimbangkan berlangsung bila
TBJ > 2000 gram, atau kehamilan > 34 minggu.
a. Usia kehamilan 34 minggu; dapat melahirkan di tingkat dasar/primer,
mengingat prognosis relative baik.
b. Usia kehamilan < 34 minggu; harus dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas
perawatan neonatus yang memadai.
4. Penyebab/komplikasi kelahiran prematur.
5. Kemampuan neonatal intensive care facilities.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada kelahiran prematur, terutama


untuk mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:5
1. Menghambat proses persalian preterm dengan pemberian tokolisis,
2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,
3. Bila perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan
antibiotik.

Komplikasi
Pada ibu, setelah kelahiran prematur, infeksi endometrium lebih sering terjadi
sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi.9
Sedangkan bagi bayi, kelahiran prematur menyebabkan 70% kematian prenatal atau
neonatal, serta menyebabkan morbiditas jangka pendek maupun jangka panjang.
Morbiditas jangka pendek diantaranya ialah respiratory distress syndrome (RDS),
perdarahan intra/periventrikular, necrotising enterocolitis (NEC), displasia bronko-
pulmoner, sepsis, dan paten duktus arteriosus. Adapun morbiditas jangka panjang
yang meliputi retardasi mental, gangguan perkembangan, serebral palsi, seizure
disorder, kebutaan, hilangnya pendengaran, juga dapat terjadi disfungsi
neurobehavioral dan prestasi sekolah yang kurang baik.3,5
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham M.D, et all. 2005. Preterm Birth. In: Williams Obstetrics. 23nd
ed.McGraw- Hill.
2. Goepfert A.R. 2001. Preterm Delivery. In: Obstetrics and Gynecology Principle
for Practise. McGraw-Hill.
3. Iams J.D. 2004. Preterm Labor and Delivery. In: Maternal-Fetal Medicine. 5th
ed.Saunders.
4. JaffersonRompas.2004.http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/145-
11Persalinanpreterm.pdf/145.30
5. http://www.marchofdimes.com/professionals/14332_1157.asp
6. http://www.pubmedcentral.nih/articlerender.fcgi?tool=pubmed&pubmedid=920
7. http://www.nichd.nih.gov/health/topics/Preterm_Labor_and_Birth.cfm
8. Medlinux.2007.http://medlinux.com/2007/11/ruptur membran - pre-
persalinan.html
9. http://www.babycenter.com/0_preterm-labor-and-birth_1055.bc?page=4

Anda mungkin juga menyukai