Anda di halaman 1dari 52

BAB I

STATUS PENDERITA NEUROLOGI

1.1 IDENTIFIKASI
Nama : Ny. SH
Umur : 54 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Silaberanti Ujung, RT. 029, RW. 007, Kel. Silaberanti
Agama : Islam
MRS Tanggal : 15 April 2017

1.2 ANAMNESA
Penderita dirawat di bangsal syaraf RSUD Palembang BARI karena
sulitr berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri
yang terjadi secara tiba-tiba.
Sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit, saat penderita sedang
beristirahat, tiba-tiba penderita mengalami kelemahan pada tungkai kiri dan
lengan kiri tanpa disertai penurunan kesadaran. Saat serangan penderita
merasa tidak merasakan sakit kepala, mual dan muntah. Saat serangan tidak
disertai kejang dan gangguan rasa pada sisi yang lemah. Pada saat serangan
penderita tidak mengeluh jantung berdebar-debar dan tidak disertai sesak
nafas. Kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri dirasakan sama berat.
Sehari-hari penderita menggunakan tangan kanan. Penderita dapat
mengungkapkan isi pikirannya, baik secara lisan, tulisan maupun isyarat.
Penderita dapat mengerti isi pikiran orang lain baik secara lisan, tulisan,
maupun isyarat. Saat bicara mulut penderita mengot dan bicara pelo. Setelah
serangan penderita merasakan sakit kepala.
Penderita memiliki riwayat hipertensi 3 tahun yang lalu. Penderita
mengkonsumsi obat secara teratur, namun 1 hari tidak minum obat yaitu hari

1
2

serangan. Penderita lupa nama obat yang dikonsumsi. Riwayat diabetes


melitus tidak ada. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat penyakit jantung tidak
ada.
Penderita mengalami keluhan seperti ini untuk pertama kalinya.

1.3 PEMERIKSAAN (Tanggal 15 April 2017 Pukul 06.00 wib)


Status Praesens
Kesadaran : E4 M6,V5
Gizi : Baik
Suhu Badan : 35,9 C
Nadi : 80 x/menit
HR : 80 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Tekanan Darah : 150/90 mmHg

Status Internus
Jantung : BJ I dan II normal
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Akral hangat, pucat (-), edema (-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Psikiatrikus
Sikap : Kooperatif Ekspresi Muka : Wajar
Perhatian : Ada Kontak Psikis : Ada

Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Brachiocephali
Ukuran : Normochepali
3

Simetris : Simetris
B. Leher
Sikap : Lurus Deformitas : Tidak ada
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku kuduk : Ada Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran

C. SYARAF-SYARAF OTAK
1. N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman: Normal Normal
Anosmia : Tidak Ada Tidak Ada
Hyposmia : Tidak Ada Tidak Ada
Parosmia : Tidak Ada Tidak Ada

2. N.Opticus Kanan Kiri


Visus Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Campus visi

Anopsia Tidak Ada Tidak Ada


Hemianopsia Tidak Ada Tidak Ada
Fundus Oculi
- Papil edema Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Papil atrofi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
- Perdarahan retina Tidak diperiksa Tidak diperiksa

3. Nn. Occulomotorius, Trochlearis, dan Abducens


Diplopia Tidak ada Tidak ada
Celah mata Menutup sempurna Menutup sempurna
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Sikap bola mata
4

- Strabismus Tidak ada Tidak ada


- Exophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Enophtalmus Tidak ada Tidak ada
- Deviation conjugae Tidak ada Tidak ada
- Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Pupil
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter 3 mm 3 mm
- Isokor/anisokor Isokor Isokor
- Midriasis/miosis Tidak ada Tidak ada
- Reflek cahaya
- Langsung Normal Normal
- Konsekuil Normal Normal
- Akomodasi Normal Normal
- Argyl Robetson Tidak ada Tidak ada

4. N.Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
- Menggigit Kuat Kuat
- Trismus Tidak ada Tidak ada
- Reflek kornea Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Sensorik
- Dahi Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Pipi Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Dagu Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

5. N.Facialis Kanan Kiri


Motorik
- Mengerutkan dahi Simetris
- Menutup mata Normal
5

- Menunjukkan lidah Normal


- Lipatan nasolabialis Tertinggal Kiri
- Bentuk muka
- Istirahat Simetris
- Berbicara/bersiul Asimetris
Sensorik
- 2/3 depan lidah Tidak diperiksa
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Lakrimasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Chvostek sign Negatif Negatif

6. N. Cochlearis Kanan Kiri


Suara bisikan Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Tes Weber Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Tes Rinne Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

7. N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Kanan Kiri
Arcus pharingeus Simetris Simetris
Uvula Ditengah Ditengah
Gangguan menelan Tidak ada Tidak ada
Suara serak/sengau Tidak ada Tidak ada
Denyut jantung BJ I/II normal, reguler
Reflek
- Muntah Ada
- Batuk Ada
- Okulokardiak Belum dapat dinilai
- Sinus karotikus Belum dapat dinilai
Sensorik
6

- 1/3 belakang lidah Belum dapat dinilai


8. N. Accessorius Kanan Kiri
Mengangkat bahu Simetris Simetris
Memutar kepala Simetris Simetris

9. N. Hypoglossus Kanan Kiri


Menjulurkan lidah Deviasi kanan
Fasikulasi Tidak ada Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada Tidak ada
Disartria Tidak ada Tidak ada

D. COLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : Belum dapat dinilai
Scoliosis : Belum dapat dinilai
Lordosis : Belum dapat dinilai
Gibbus : Belum dapat dinilai
Deformitas : Belum dapat dinilai
Tumor : Belum dapat dinilai
Meningocele : Belum dapat dinilai
Hematoma : Belum dapat dinilai
Nyeri ketok : Belum dapat dinilai

E. BADAN DAN ANGGOTA GERAK


FUNGSI MOTORIK
Lengan Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan 5 2
Tonus Eutoni Hipertoni
Reflek fisiologis
- Biceps Normal Hiperrefleks
- Triceps Normal Hiperrefleks
7

- Periost radius Normal Normal


- Periost ulna Normal Normal
Reflek patologis
- Hoffman Tromner Negatif Negatif
Trofik Tidak diperiksa
Tungkai Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan 5 2
Tonus Eutoni Hipertoni
Klonus
- Paha Negatif Negatif
- Kaki Negatif Negatif
Reflek fisiologis
- KPR Normal Hiperrefleks
- APR Normal Hiperrefleks
Reflek patologis
- Babinsky Negatif Negatif
- Chaddock Negatif Negatif
- Oppenheim Negatif Negatif
- Gordon Negatif Negatif
- Schaeffer Negatif Negatif
- Rossolimo Negatif Negatif
- Mendel Bechtereyev Negatif Negatif
Reflek kulit perut
- Atas Normal
- Tengah Normal
- Bawah Normal
Trofik Tidak diperiksa

Sensorik
Tidak ada kelainan
8

F. GAMBAR

Gerakan : Kurang
Gerakan : Kurang
Kekuatan : 2
Kekuatan : 2
Refleks fisiologis :
Refleks fisiologis :
Biceps :Hiperrefleks
Biceps :Hiperrefleks
Triceps : Hiperrefleks
Triceps : Hiperrefleks

Gerakan : Kurang
Gerakan : Kurang Kekuatan : 2
Kekuatan : 2 Refleks fisiologis :
Refleks fisiologis : KPR :Hiperrefleks
KPR :Hiperrefleks APR : Hiperrefleks
APR : Hiperrefleks

Keterangan: Hemiparese Sinistra tipe Spastik + parese


N.VII + N. XII Sinistra tipe sentral
9

G. GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kanan Kiri
Kaku kuduk : Tidak Ada
Kernig : Tidak ada Tidak ada
Lasseque : Tidak ada Tidak ada
Brudzinsky
- Neck : Tidak ada
- Cheek : Tidak ada
- Symphisis : Tidak ada
- Leg I : Tidak ada Tidak ada
- Leg II : Tidak ada Tidak ada

H. GAIT DAN KESEIMBANGAN


Gait Keseimbangan
Ataxia : Belum dapat dinilai Romberg: Belum dapat dinilai
Hemiplegic : Belum dapat dinilai Dysmetri:
Scissor : Belum dapat dinilai Jari-jari:Belum dapat dinilai
Propulsion : Belum dapat dinilai Jari hidung: Belum dapat dinilai
Histeric : Belum dapat dinilai Tumit-tumit: Belum dapat dinilai
Limping : Belum dapat dinilai Dysdiadochokinesia:Belum dapat dinilai
Steppage : Belum dapat dinilai Trunk Ataxia: Belum dapat dinilai
Astasia-abasia : Belum dapat dinilai Limb Ataxia: Belum dapat dinilai

I. GERAKAN ABNORMAL
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
Myoclonic : Tidak ada
10

J. FUNGSI VEGETATIF
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Ereksi : Tidak diperiksa

K. FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Afasia nominal : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada

1.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Darah
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hb 12,4 g/dl 14 -16
Leukosit 10.900 /ul 5.000 10.000
Trombosit 327.000 /ul 150.000 - 400.000
Hematokrit 37 % 40 - 48
Hitung jenis
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 2 % 1-3
Batang 1 % 2-6
Segmen 76 % 50 - 70
Limfosit 18 % 20 - 40
Monosit 3 % 28
11

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL


Glukosa sewaktu 87 mg/dl <180
Trigliserida 57 mg/dl <200
Kolesterol total 263 mg/dl <200
Kolesterol LDL 201 mg/dl <130
Kolesterol HDL 51 mg/dl >65
Ureum 14 mg/dl 20-40
Kreatinin 0,7 mg/dl 0,6-1,1

Faeces : Tidak diperiksa


Liquor cerebrospinalis : Tidak diperiksa

1.5. PEMERIKSAAN KHUSUS


Rontgen foto cranium : Tidak diperiksa
Rontgen foto thoraks : Tidak diperiksa
Rontgen foto columna vertebralis : Tidak diperiksa
Electro Encephalo Graphy : Tidak diperiksa
Arteriography : Tidak diperiksa
Electrocardiography : Diperiksa
Pneumography : Tidak diperiksa
Lain-lain (CT-Scan) : Diperiksa
12

Ct-scan kepala (tanggal 18 April 2017)

Tampak area hypodens di Capsula interna/ Corona Radiata kanan.


Sulci/Gyri normal. Differensiasi grey dan white metter baik. Sistem
ventrikel normal, tak tampak pergeseran garis tengah ke kiri.
Infratentorial: cerebellum dan CPA baik. Tak tampak perselubungan pada
sinus paranasal. Pneumatisasi air cell mastoid kanan dan kiri baik. Tulang-
tulang cranium baik.
Kesan : Infark cerebri Lacunar di Capsula Interna kanan, corona radiata
kanan.
13

1.6. RINGKASAN ANAMNESA


Penderita dirawat di bangsal syaraf RSUD Palembang BARI karena
sulitr berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri
yang terjadi secara tiba-tiba.
Sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit, saat penderita sedang
beristirahat, tiba-tiba penderita mengalami kelemahan pada tungkai kiri dan
lengan kiri tanpa disertai penurunan kesadaran. Saat serangan penderita
merasa tidak merasakan sakit kepala, mual dan muntah. Saat serangan tidak
disertai kejang dan gangguan rasa pada sisi yang lemah. Pada saat serangan
penderita tidak mengeluh jantung berdebar-debar dan tidak disertai sesak
nafas. Kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri dirasakan sama berat.
Sehari-hari penderita menggunakan tangan kanan. Penderita dapat
mengungkapkan isi pikirannya, baik secara lisan, tulisan maupun isyarat.
Penderita dapat mengerti isi pikiran orang lain baik secara lisan, tulisan,
maupun isyarat. Saat bicara mulut penderita mengot dan bicara pelo. Setelah
serangan penderita merasakan sakit kepala.
Penderita memiliki riwayat hipertensi 3 tahun yang lalu. Penderita
mengkonsumsi obat secara teratur, namun 1 hari tidak minum obat yaitu hari
serangan. Riwayat diabetes melitus disangkal. Riwayat trauma disangkal.
Penderita mengalami keluhan seperti ini untuk pertama kalinya.

PEMERIKSAAN
Status Praesens
Kesadaran : E4 M6,V5
Gizi : Baik
Suhu Badan : 35,9 C
Nadi : 80 x/menit
HR : 80 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
14

Status Internus
Jantung : BJ I dan II normal
Paru-paru : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Anggota Gerak : Akral hangat, pucat (-), edema (-)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Psikiatrikus
Sikap : Kooperatif Ekspresi Muka : Wajar
Perhatian : Ada Kontak Psikis : Ada

Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Brachiocephali
Ukuran : Normochepali
Simetris : Simetris

B. Leher
Sikap : Lurus Deformitas : Tidak ada
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku kuduk : Ada Pembuluh darah : Tidak ada pelebaran

C. SYARAF-SYARAF OTAK
N.Facialis Kanan Kiri
Motorik
- Mengerutkan dahi Simetris
- Menutup mata Normal
- Menunjukkan lidah Normal
- Lipatan nasolabialis Tertinggal Kiri
- Bentuk muka
15

- Istirahat Simetris
- Berbicara/bersiul Asimetris
Sensorik
- 2/3 depan lidah Tidak diperiksa
Otonom
- Salivasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Lakrimasi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Chvostek sign Negatif Negatif

N. Hypoglossus Kanan Kiri


Menjulurkan lidah Deviasi kanan
Fasikulasi Tidak ada Tidak ada
Atrofi papil Tidak ada Tidak ada
Disartria Tidak ada Tidak ada

G. BADAN DAN ANGGOTA GERAK


FUNGSI MOTORIK
Lengan Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang
Kekuatan 5 2
Tonus Eutoni Hipertoni
Reflek fisiologis
- Biceps Normal Hiperrefleks
- Triceps Normal Hiperrefleks
- Periost radius Normal Normal
- Periost ulna Normal Normal
Reflek patologis
- Hoffman Tromner Negatif Negatif
Trofik Tidak diperiksa
Tungkai Kanan Kiri
Gerakan Cukup Kurang
16

Kekuatan 5 2
Tonus Eutoni Hipertoni
Klonus
- Paha Negatif Negatif
- Kaki Negatif Negatif
Reflek fisiologis
- KPR Normal Hiperrefleks
- APR Normal Hiperrefleks
Reflek patologis
- Babinsky Negatif Negatif
- Chaddock Negatif Negatif
- Oppenheim Negatif Negatif
- Gordon Negatif Negatif
- Schaeffer Negatif Negatif
- Rossolimo Negatif Negatif
- Mendel Bechtereyev Negatif Negatif
Reflek kulit perut
- Atas Normal
- Tengah Normal
- Bawah Normal
Trofik Tidak diperiksa

DIAGNOSA KLINIK : Hemiparese sinistra tipe spastik + Parese nervus


VII + parese nervus XII sinistra tipe sentral
DIAGNOSA TOPIK : Lesi Kapsula Interna
DIAGNOSA ETIOLOGI : Trombus serebri
17

V. PENGOBATAN
1. IVFD RL gtt 20 x/menit
2. IVFD Nacl 100cc + 2 amp nicardipine gtt 10 x/m
3. Inj. Citicolin 2 x 500 mg
4. Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
5. Sucralfat syr 3 x 1 c
6. Aspilet 1 x 80 mg
7. Candesartan 1 x 16 mg
8. Atorvastatin 1 x 20 mg
9. Beta histin 2 x 12 mg tab
10. Neurodex

VI. PROGNOSA
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanasionam : dubia ad bonam
18

1.7 DISKUSI KASUS

DIAGNOSA BANDING
I. Diagnosis Banding Topik
1) Lesi di cortex hemisferium cerebri dextra
Pada penderita ditemukan gejala:
- Defisit motorik
- Hemiparese sinistra tipe spastik
- Gejala iritatif
- Tidak ada kejang
- Gejala fokal (kelumpuhan tidak sama berat)
- Kelemahan sama berat
- Gejala defisit sensorik pada sisi yang lemah
- Tidak ada kelainan sensorik

* Jadi, kemungkinan lesi di cortex hemisferium cerebri dextra dapat


disingkirkan
2) Lesi di subcortex hemisferium cerebri
Pada penderita ditemukan gejala:
dextra
- Hemiparese sinistra tipe spastik
- Ada gejala defisit motorik
- Tidak ada afasia motorik
- Ada afasia motorik subkortikal
* Jadi, kemungkinan lesi di subkortex hemisferium cerebri dextra dapat
disingkirkan
3) Lesi di capsula interna hemisferium Pada penderita ditemukan gejala:
cerebri dextra - Hemiparese sinistra tipe spastik
- Ada hemiparese/hemiplegia tipikal - Kelemahan tungkai sama berat
- Parese N. VII - Ada parese nervus VII dan XII
- Parese N. XII
- Kelemahan di lengan dan tungkai sama berat
- Gejala defisit sensorik pada sisi yang lemah
* Jadi, kemungkinan lesi di capsula interna
Kesimpulan Diagnosis topik :
Diagnosis topik yaitu lesi di capsula interna hemisferium cerebri dextra
19

II. Diagnosis Banding Etiologi


1) Hemorrhagic Cerebri Pada penderita ditemukan gejala :
- Kehilangan kesadaran > 30 menit - Tidak ada kehilangan kesadaran
- Terjadi saat aktivitas - Tidak ada sakit kepala
- Didahului sakit kepala, mual dan - Tidak ada mual dan muntah
atau tanpa muntah - Riwayat hipertensi terkontrol
- Riwayat Hipertensi
*Jadi, kemungkinan etiologi hemorrhagic cerebri belum dapat disingkirkan
2) Emboli Cerebri Pada penderita ditemukan gejala :
- Kehilangan kesadaran < 30 menit - Tidak ada kehilangan kesadaran < 30
- Ada atrial fibrilasi menit
- Terjadi saat aktifitas - Tidak ada atrial fibrilasi
- terjadi saat istirahat
*Jadi, kemungkinan etiologi emboli cerebri dapat disingkirkan
3) Trombosis Cerebri Pada penderita ditemukan gejala
- Tidak ada kehilangan kesadaran - Tidak ada kehilangan kesadaran
- Terjadi saat istirahat - Terjadi saat istirahat
*Jadi, kemungkinan etiologi trombus cerebri belum dapat disingkirkan
Kesimpulan Diagnosis Etiologi :
Trombosis Cerebri

Kesimpulan Diagnosis
A. Diagnosis Klinis : Hemiparese sinistra tipe spastik
B. Diagnosis Topik : Capsula Interna Cerebri Dextra
C. Diagnosis Etiologi : Thrombosis Cerebri
20

1.8 LEMBAR FOLLOW UP


TANGGAL /
PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI
PUKUL
Selasa, 18 April S: Kelemahan tungkai kanan dan lengan IVFD RL gtt 20 x/menit
2017 kanan Inj. Citicolin 2 x 500 mg
O: Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
KU : Sakit Sedang
Sucralfat syr 3 x 1 c
Kesadaran : E4M6Vafasia
Aspilet 1 x 80 mg
TD : 140/90 mmHg Candesartan 1 x 16 mg
HR : 80 x/menit
Atropastatin 1 x 20 mg
RR : 18 x/menit
Neurodex 1 x 1
Temp : 35,9 Co
Betahistine 2 x 12 mg

Status Neurologikus
N.VII : Lipatan Nasolabial tertinggal
sebelah kiri
N.XII : lidah deviasi ke kanan

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : cukup kurang
Kekuatan : 5 4
Tonus : Normal Hipertoni
Refleks fisiologis
- Biceps : Normal Hiperrefleks
- Triceps : Normal Hiperrefleks
- P. Radius : Normal Normal
- P. Ulna : Normal Normal
Refleks patologis
- Hoffman T : tidak ada tidak ada
21

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : cukup Cukup
Kekuatan : 5 5
Tonus : Normal Normal
Klonus
- Paha : negatif negatif
- Kaki : negatif negatif
Refleks fisiologis
- KPR : normal normal
- APR : normal normal
Refleks patologis
- Babinsky : negatif negatif
- Chaddock : negatif negatif
- Oppenhaim : negatif negatif
- Gordon : negatif negatif
- Schaeffer : negatif negatif
- Rossolimo : negatif negatif
- Mendel B : negatif negatif

Gejala rangsang meningeal : Negatif


Fungsi sensorik : Tidak ada kelainan
Fungsi luhur : afasia motorik (-)
Gerakan abnormal : tidak ada
Diagnosis Klinik :
Hemiparese sinistra tipe spastik + Parese
N. VII + N. XII sinistra tipe sentral
Diagnosis Topik :
lesi di capsula interna hemisferium cerebri
dextra
Diagnosis Etiologi :
CVD Thrombosis Cerebri
22

Rabu, 19 April S: Kelemahan tungkai kanan dan lengan IVFD RL gtt 20 x/menit
2017 kanan Inj. Citicolin 2 x 500 mg
Pukul 06.00 O:
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
KU : Sakit Sedang Sucralfat syr 3 x 1 c
Kesadaran : E4M6Vafasia Aspilet 1 x 80 mg
TD : 140/90 mmHg
Candesartan 1 x 16 mg
HR : 80 x/menit
Atorvastatin 1 x 20 mg
RR : 18 x/menit Neurodex 1 x 1
Temp : 35,9 Co

Status Neurologikus
N.VII : Lipatan Nasolabial tertinggal
sebelah kiri
N.XII : lidah deviasi ke kanan

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : cukup kurang
Kekuatan : 5 4
Tonus : Normal Hipertoni
Refleks fisiologis
- Biceps : Normal Hiperrefleks
- Triceps : Normal Hiperrefleks
- P. Radius : Normal Normal
- P. Ulna : Normal Normal
Refleks patologis
- Hoffman T : tidak ada tidak ada
TUNGKAI Kanan Kiri
Gerakan : cukup Cukup
Kekuatan : 5 5
23

Tonus : Normal Normal


Klonus
- Paha : positif negatif
- Kaki : positif negatif
Refleks fisiologis
- KPR : normal normal
- APR : normal normal
Refleks patologis
- Babinsky : negatif negatif
- Chaddock : negatif negatif
- Oppenhaim : negatif negatif
- Gordon : negatif negatif
- Schaeffer : negatif negatif
- Rossolimo : negatif negatif
- Mendel B : negatif negatif

Gejala rangsang meningeal : Negatif


Fungsi sensorik : Tidak ada kelainan
Fungsi luhur : afasia motorik (-)
Gerakan abnormal : tidak ada

Diagnosis Klinik :
Hemiparese sinistra tipe spastik + Parese
N. VII + N. XII sinistra tipe sentral
Diagnosis Topik :
lesi di capsula interna hemisferium cerebri
dextra
Diagnosis Etiologi :
CVD Thrombosis Cerebri
24

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Stroke non-hemoragik merupakan gangguan peredaran darah pada
otak yang dapat berupa penyumbatan pembuluh darah arteri, sehingga
menimbulkan infark/iskemik. Umumnya terjadi pada saat istirahat. Tidak
terjadi perdarahan dan kesadaran umumnya baik. Stroke non-hemoragik
terjadi karena penurunan aliran darah sampai ke bawah titik kritis, sehingga
terjadi gangguan fungsi pada sebagian jaringan otak. Bila hal ini lebih berat
dan berlangsung lebih lama dapat terjadi infark dan kematian. Berkurangnya
aliran darah ke otak dapat disebabkan oleh berbagai hal misalnya trombus,
emboli yang menyumbat salah satu pembuluh darah, atau gagalnya
pengaliran darah oleh sebab lain, misalnya kelainan jantung (fibrilasi,
asistol) 5,6.

2.2. Anatomi Otak


Sistem saraf merupakan salah satu sistem dalam tubuh yang dapat
berfungsi sebagai media komunikasi antar sel maupun organ dan dapat
berfungsi sebagai pengendali berbagai sistem organ lain yang berjalan
relatif cepat dibandingkan dengan sistem humoral, karena komunikasi
berjalan melalui proses penghantaran impuls listrik disepanjang saraf.
Berdasarkan struktur dan fungsinya, sistem saraf secara garis besar dapat
dibagi dalam sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medula
spinalis dan sistem saraf tepi (SST). Didalam sistem saraf pusat terjadi
berbagai proses analisis informasi yang masuk serta proses sintesis dan
mengintegrasikannya.1
Otak merupakan bagian sistem saraf pusat dimana dalam
pembagiannya digolongkan menjadi korteks serebri, ganglia basalis,
thalamus dan hypothalamus, mesenchepalon, batang otak, dan serebelum.
25

Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung (meningens) yaitu


duramater, arachnoidea, piamater dan dilindungi oleh tulang tengkorak.1
1. Durameter
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan
kuat, pada bagian tengkorak terdiri atas selaput (perios) tulang tengkorak
dan durameter tropia bagian dalam. Durameter mengandung rongga yang
mengalirkan darah dari vena otak, dan dinamakan sinus vena.
2. Arachnoidea
Arachnoidea yaitu selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang
berisi cairan otak meliputi seluruh susunan saraf sentral, otak, dan
medulla spinalis. Arachnoidea berada dalam balon yang berisi cairan.
Ruang sub arachnoid pada bagian bawah serebelum merupakan ruangan
yang agak besar disebut sistermagna. Ruangan tersebut dapat
dimasukkan jarum kedalam melalui foramen magnum untuk mengambil
cairan otak, atau disebut fungsi sub oksipitalis.
3. Piameter
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak.
Piameter berhubungan dengan arachnoid melalui struktur jaringan ikat.
Tepi flak serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus
sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari flak serebri tentorium
memisahkan serebrum dengan serebelum.
Otak terdiri dari neuronneuron, sel glia, cairan serebrospinalis, dan
pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama yaitu
sekitar 100 miliar tetapi jumlah koneksi diantara berbagai neuron tersebut
berbeda beda. Orang dewasa yang mengkonsumsi sekitar 20% oksigen
dan 50% glukosa di dalam darah arterinya hanya membentuk sekitar 2%
atau 1,4 kg koneksi neuron dari berat tubuh total.1
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu
sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar
berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama adalah
arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang
26

menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri


serebrum anterior. Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah
ke bagian belakang otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior.
Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior bertemu dengan sirkulasi
arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.
Vaskularisasi susunan saraf pusat sangat berkaitan dengan tingkat
kegiatan metabolisme pada bagian tertentu dan ini berkaitan dengan banyak
sedikitnya dendrit dan sinaps di daerah tersebut. Pembuluh darah utama
yang mendarahi otak ialah sepasang arteria karotis interna dan sepasang
arteria vertebralis. Dari kedua sumber pendarah itu akan berhubungan
membentuk kolateral yang disebut sirkulus Willisi. Sistem kolateral juga
dijumpai pada pembuluh-pembuluh yang berada di dalam jaringan otak.
Penyaluran darah selanjutnya melalui sistem vena yang akan bermuara ke
dalam sinus duramatris7.
Pada permukaan otak, arteri pendarah membentuk anastomosis yang
cukup, sedangkan anastomosis di dalam jaringan otak lebih sedikit.
Pembuluh darah dari arteri permukaan yang menembus/memasuki jarigan
otak, secara fungsional dapat dianggap sebagai end artery7.

Gambar 2.2.1. Sirkulus Willisi


27

a. Sistem Karotis
Pembuluh utama ialah arteri carotis kommunis yang
mempercabangkan selain arteria karotis eksterna juga arteri karotis
interna yang akan banyak mendarahi bangunan intrakranial terutama
dalam hal ini ialah hemisferium serebri. Cabang-cabang besar arteria
karotis interna adalah: a. oftalmika, a. komunikans posterior, a. khoroidal
anterior, a. serebri anterior, a. komunikans anterior, dan a. serebri media8.

b. Sistem Vertebrobasiler
Dengan sepasang arteri vertebralis yang kemudian bersatu menjadi
arteri basilaris, akan mendarahi batang otak dan serebellum dengan tiga
kelompok arteri yakni: median, paramedian, dan arteri sirkumferensial.
Arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang a. serebri posterior7,8.

Arteri Karotis
Anterior Arteri Karotis
Posterior
Arteri Karotis
Media

Arteri Karotis
Interna

Arteri Vertebralis

Gambar 2.2.2. Aliran darah arteri yang menuju otak.


Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-
fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai
pusat sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area
wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak
kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang
merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ.1
28

Di dalam otak terdapat empat ruang yang penuh berisi cairan,


dinamakan ventrikel, yang membentang ke dalam berbagai bagian otak
dengan bentuk yang agak tidak beraturan. Perluasannya ke dalam lobus-
lobus cerebrum disebut `tanduk' (horn = cornu). Pasangan ventrikel ini
berhubungan dengan ruang garis tengah, yaitu ventrikel ketiga (tertius),
melalui pintu yang dinamakan foramina. Pada setiap sisinya ventrikel ketiga
dibatasi oleh dua bagian thalamus, sementara bagian dasarnya ditempati
oleh hipothalamus. Dari ventrikel ketiga terus ke bawah, ada saluran kecil
bernama aqueduct cerebral, memanjang melalui midbrain sampai pada
ventrikel keempat (qadratus). Yang terakhir ini berlanjut dengan canalis
centralis / neuralis pada sumsum tulang belakang.1
Cerebro Spinal Fluid (CSF) ialah cairan bening yang dibentuk dalam
ventrikel otak, sebagian besar oleh jaringan (network) vascular yang disebut
dengan choroid plexuses. Cairan tadi dibentuk oleh filtrasi darah dan oleh
sekresi sellular. Fungsi CSF adalah untuk menggoncang bantalan yang akan
melukai bangunan lunak sistem saraf sentral (SSS). Cairan ini juga
membawa zat makanan pada sel dan memindahkan limbah dari sel.
Normalnya CSF mengalir secara bebas dari sa-tu ventrikel ke ventrikel
lainnya dan pada akhirnya keluar ke dalam ruangan sub-arachnoid yang
mengitari otak dan sumsum tulang belakang. Sebagian besar cairan ini
dikembalikan pada darah di dalam venous sinuses melalui proyeksi yang
dinamakan dengan arachnoid villi.1
Nervus Craniales
I. Saraf olfactory membawa dorongan membau dari reseptor di dalam
mukosa hidung menuju otak.
II. Saraf optik membawa dorongan visual dari mata menuju ke otak.
III. Saraf oculomotor berkaitan dengan sebagian besar kontraksi otot
mata.
IV. Saraf trochlear memasok satu otot bola mata.
V. Saraf trigeminal merupakan saraf sensoris yang terbesar dari muka
dan kepala, mempunyai tiga cabang yang membawa dorongan mera
29

sakan secara umum (misalnya rasa sakit, meraba, suhu) dari muka
menuju otak. Cabang ketiga disambungkan oleh serat motoris pada
otot mengunyah.
VI. Saraf abducens ialah saraf lainnya, yang mengirim dorongan yang
mengontrol pada otot bola mata.
VII. Saraf fasialis sebagian besar merupakan motorik.
Nervus fasialis merupakan saraf cranial terpanjang yang berjalan di
dalam tulang. Nervus ini terdiri dari 3 komponen, yaitu:
a. Serabut motorik, mempersarafi m.stapedius dan venter posterior
m.digastrikus, serta otot wajah, kecuali m.levator palpebra superior.
b. Serabut sensoris, mempersarafi 2/3 anterior lidah untuk mengecap,
melalui n.korda timpani.
c. Serabut parasimpatis, mempersarafi glandula lakrimalis, glandula
submandibula dan glandula lingualis.
Sebenarnya N.fasialis ini hanya terdiri dari serabut motorik saja.
Namun pada perjalanannya ke tepi, nervus intermedius bergabung
dengan nervus ini. Nervus intermedius tersebut tersusun oleh serabut
sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan serabut yang
menghantarkan impuls pengecap dari 2/3 bagian depan lidah.
Inti serabut motorik nervus fasialis terletak di bagian ventrolateral
tegmentum pontis. Akarnya menuju ke dorsomedial dulu, kemudian
melingkari inti nervus abdusens dan setelah itu membelok ke
ventrolateral kembali untuk meninggalkan permukaan lateral pons. Di
tempat itu, N.fasialis berdampingan dengan nervus oktavus dan nervus
intermedius, dan ketiganya masuk kedalam liang os petrosum melalui
meatus akustikus internus.3
Gejala dan manifestasi klinik yang berhubungan dengan lokasi lesi:
1. Lesi di luar foramen stilomastoideus
Mulut tertarik kearah sisi mulut yang sehat, makan terkumpul di
antara pipi dan gusi. Lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata
30

yang terkena tidak ditutup atau tidak dilindungi maka air mata akan
keluar terus menerus.
2. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani)
Gejala dan tanda klinik seperti pada (1), ditambah dengan hilangnya
ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi
yang terkena berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah
menunjukkan terlibatnya nervus intermedius, sekaligus
menunjukkan lesi di antara pons dan titik dimana korda timpani
bergabung dengan nervus fasialis di kanalis fasialis.
3. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus
stapedius)
Gejala dan tanda klinik seperti (1) dan (2) di tambah dengan
hiperakusis.
4. Lesi ditempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion
genikulatum)
Gejala dan tanda kilinik seperti pada (1),(2),(3) disertai dengan nyeri
di belakang dan didalam liang telinga. Kasus seperti ini dapat terjadi
pascaherpes di membrana timpani dan konka. Sindrom Ramsay-
Hunt adalah parese fasialis perifer yang berhubungan dengan herpes
zoster di ganglion genikulatum. Lesi herpertik terlihat di membrana
timpani, kanalis auditorius eksterna dan pinna.
5. Lesi di meatus akustikus internus
Gejala dan tanda klinik seperti diatas ditambah dengan tuli akibat
terlibatnya nervus akustikus
6. Lesi ditempat keluarnya nervus fasialis dari pons
Gejala dan tanda klinik sama dengan diatas, disertai gejala dan tanda
terlibatnya nervus trigeminus, nervus akustikus dan kadang kadang
juga nervus abdusen, nervus aksesorius dan nervus hipoglossus.
VIII. Saraf vestibulocholear berisi serat sensoris khusus untuk mendengar
seperti halnya untuk keseimbangan dari saluran semisirkular telinga
bagian dalam.
31

IX. Saraf glossopharyngeal berisi serat sensoris umum dari belakang lidah
dan pharynx (tenggorokan). Saraf ini juga berisi serat sensoris untuk
merasakan dari posterior ketiga lidah, serat pembu angan yang
memasok sebagian besar kelenjar ludah (parotid) dan serat saraf motor
untuk mengontrol otot menelan di dalam pharynx.
X. Saraf vagus merupakan saraf kranial yang terpanjang yang mema-sok
sebagian besar organ di dalam rongga perut dan dada. Saraf ini juga
berisi serat motor bagi kelenjar yang menghasilkan getah pencernaan
dan pembuangan lainnya.
XI. Saraf accesory (formerly disebut spinal accesory nerve) terbu at dari
serat saraf motor yang mengontrol dua otot leher, yaitu trapezius dan
sternocleidomastoid.
XII. Saraf hypoglossal saraf kranial terakhir membawa dorongan-dorongan
yang mengontrol lidah.
Lesi pada satu nervus hipoglosus akan akan memperlihatkan di sisi pipi
lateral:
1. Separuh lidah yang menjadi atrofis, dengan mukosa yang menjadi
longgar dab berkeriput. Mungkin pula akan tampak fibrilasi pada
otot-otot lidah yang atrofis.
2. Bila lidah itu dijulurkan keluar akan tampak bahwa ujung lidah itu
memperlihatkan deviasi ke sisi yang sakit. Deviasi ujung lidah ke
sisi yang sakit timbul karena kontraksi M. genioglussus di sisi
kontralateral (bila M. genioglossus kanan dan kiri berkontraksi dan
kedua otot itu sama kuatnya, maka lidah itu akan dijulurkan lurus ke
depan, Bila satu otot adalah lebih lemah dari yang lainnya, maka
akan timbul deviasi dari ujung lidah ke sisi otot yang lumpuh).
3. Di dalam mulut sendiri akan tampak bahwa ujung lidah itu mencong
ke sisi yang sehat. Keadaan ini timbul karena tonus otot-otot lidah di
sisi yang sehat adalah melebihi tonus otot-otot lidah di sisi yang
sakit.
32

4. Motilitas lidah akan terganggu sehingga di sisi yang sakit misalnya


akan tampak ada sisa-sisa makanan di antara pipi dan gigi-geligi.
5. Karena lidah berperanan dalam mekanisme menelan dan artikulasi,
maka gejala-gejala kelumpuhan paralysis nervus hipoglosus berupa
sukar menelan dan bicara pelo.2

2.3. Faktor Risiko


Faktor faktor risiko terjadinya stroke terdiri atas faktor yang tidak
dapat diubah dan faktor yang dapat diubah, yaitu :
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a. Usia
Stroke dapat dijumpai pada semua usia, tetapi angka kejadiannya
meningkat seiring dengan bertambahnya usia disebabkan oleh
proses penuaan terjadi pada semua organ tubuh termasuk
pembuluh darah otak yang menjadi rapuh3.
b. Jenis kelamin
Laki-laki memiliki faktor risiko yang lebih tinggi untuk terkena
stroke dibanding perempuan. Namun, pada perempuan pengguna
kontrasepsi oral yang mengandung kadar estrogen tinggi maka
risiko terkena stroke pun makin meningkat. Sedangkan setelah
perempuan menopause mulai angka insiden terjadinya stroke
hampir sama dengan laki-laki4.
c. Faktor keturunan
Ada juga penelitian yang menunjukkan bahwa terdapatnya gen
NIN92 two intergenic single nucleotide polymorphisms ( SNPs )
pada kromosom 12p14 dihubungkan dengan peningkatan risiko
mendapat stroke (Elida, 2010). Disisi lain, CADASIL syndrome
(Cerebral Autosomal Dominant Arteriopathy wicth Subcortical
Infarcts dan Leukoencephalopathy) merupakan bentuk stroke yang
diturunkan dan disebabkan oleh mutasi pada NOTCH3 pada
kromosom 1911.
33

d. Ras
Ras kulit hitam (Afro American) cenderung berisiko lebih tinggi
mendapat stroke dibandingkan ras kulit putih.
2. Faktor risiko yang dapat diubah
a. Hipertensi
Tekanan darah terdiri dari 2 komponen : sistolik dan diastolik. Bila
tekanan sistolik di atas 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari
90 mmHg, maka dapat berpotensi menimbulkan serangan CVD,
terlebih bila telah berjalan selama bertahun-tahun
b. Diabetes Melitus
Penebalan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar
dapat disebabkan oleh diabetes melitus, penebalan ini akan
berakibat terjadinya penyempitan lumen pembuluh darah sehingga
akan mengganggu aliran darah serebral dengan akibat terjadinya
iskemia dan infark
c. Dislipidemia
Merupakan suatu kelainan jumlah lipid dalam darah. Kelainan ini
dapat dilihat dari hasil pemeriksaan profil lipid. Kadar lemak darah
yang tinggi (kadar kolesterol total 200 mg% dan low density
lipoprotein/LDL > 130 mg/dl) berpotensi menyumbat pembuluh
darah otak dan mudah menempel sebagai plaque akibat proses
aterosklerosis pada pembuluh darah otak.
d. Merokok
Merokok menyebabkan peningkatan konsentrasi fibrinogen dan
peningkatan ini akan mempermudah terjadinya penebalan dinding
pembuluh darah dan peningkatan viskositas darah yang memicu
penyakit jantung dan stroke.
e. Alkohol
Alkohol merupakan salah satu faktor risiko stroke terutama stroke
hemoragik. Efek beracun (etanol) dari alkohol yang dikonsumsi
berlebihan menyebabkan gangguan koagulasi dan menyebabkan
34

hipervolemia disertai hipertensi yang dapat menyebabkan


perdarahan.

2.4. Etiologi
a. Trombus
Oklusi vaskuler hampir selalu disebabkan oleh trombus, yang
terdiri dari trombosit, fibrin, sel eritrosit dan lekosit. Trombus yang lepas
dan menyangkut di pembuluh darah lebih distal disebut embolus7.

b. Emboli
Emboli merupakan 5-15 % dari penyebab stroke. Dari penelitian
epidemiologi didapatkan bahwa sekitar 50 % dari semua serangan iskmik
otak, apakah yang permanen atau yang transien, diakibatkan oleh
komplikasi trombotik atau embolik dari ateroma, yang merupakan
kelainan dari arteri ukuran besar atau sedang, dan sekitar 25 %
disebabkan oleh penyakit pembuluh darah kecil di intyrakranial dan 20 %
oleh emboli jantung. Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah,
kolesterol, lemak, fibrin trombosit, udara, tumor, metastase, bakteri,
benda asing7.
2.5. Insiden
Di pusat-pusat pelayanan neurologi di indonesia jumlah penderita
gangguan peredaran darah otak (GPDO) selalu menempati urutan pertama
dari seluruh penderita rawat inap. Trombosis lebih sering pada umur 50-an
hingga 70-an. GPDO pada anak muda banyak dijumpai akibat infark karena
emboli, yaitu mulai dari usia di bawah 20 tahun dan meningkat pada dekade
ke-4 hingga ke-6 dari usia, lalu menurun dan jarang dijumpai pada usia yang
lebih tua7.

2.6. Patofisiologi Trombosis Serebri


Trombosis serebri adalah penyumbatan pembuluh darah otak oleh
trombus yang dapat menyebabkan iskemik atau infark jaringan otak
35

sehingga timbul gejala disfungsi otak fokal dengan defisit neurologis.


Trombus adalah pembentukan bekuan platelet atau fibrin di dalam darah
yang dapat menyumbat pembuluh vena atau arteri dan menyebabkan
iskemia dan nekrosis jaringan lokal. Trombus ini bisa terlepas dari dinding
pembuluh darah dan disebut tromboemboli. Trombosis dan tromboemboli
memegang peranan penting dalam patogenesis stroke iskemik. Lokasi
trombosis sangat menentukan jenis gangguan yang ditimbulkannya,
misalnya trombosis arteri dapat mengakibatkan infark jantung, stroke,
maupun claudicatio intermitten, sedangkan trombosis vena dapat
menyebabkan emboli paru. Trombosis merupakan hasil perubahan dari satu
atau lebih komponen utama hemostasis yang meliputi faktor koagulasi,
protein plasma, aliran darah, permukaan vaskuler, dan konstituen seluler,
terutama platelet dan sel endotel. Trombosis arteri merupakan komplikasi
dari aterosklerosis yang terjadi karena adanya plak aterosklerosis yang
pecah.Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga
tampak jaringan kolagen dibawahnya. Proses trombosis terjadi akibat
adanya interaksi antara trombosit dan dinding pembuluh darah, akibat
adanya kerusakan endotel pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang
normal bersifat antitrombosis, hal ini disebabkan karena adanya glikoprotein
dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin (PGI2)
pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet agregasi. Pada
endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-
serat kolagen pembuluh darah, kemudian akan merangsang trombosit dan
agregasi trombosit dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang
terdapat di dalam granula-granula di dalam trombosit dan zat-zat yang
berasal dari makrofag yang mengandung lemak. Akibat adanya reseptor
pada trombosit menyebabkan perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen
pembuluh darah. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral
juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik. Stroke trombotik
dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem
36

arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan
sirkulus posterior).
Tempat terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik
percabangan arteri serebralutamanya pada daerah distribusi dari arteri
karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan
neuronal berasal dari metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam
bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit.
Bila tidak ada aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan
mendatar, bila lebih dari 2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih
dari 5 menit maka kerusakan jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9
menit manusia dapat meninggal. Bila aliran darah jaringan otak berhenti
maka oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan
menurun, akan terjadi penurunan Na+, K+ ATP-ase, sehinggamembran
potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion
Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel
menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran depolarisasi. Saat awal
depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila menetap terjadi
perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak. Keadaan
ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas kematian
jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram
/ menit. Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan
gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis
menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama
jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi
peningkatan resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan
perfusi sehingga terjadi perluasan daerah iskemik.
37

2.7. Gejala Klinik


Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan
lokalisasinya7.
Gejala utama GPDO iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya
defisit neurologik secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal,
terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak
menurun. Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Pada pungsi
lumbal, liquor serebrospinalis jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang
dari 500. Pemeriksaan CT Scan dapat dilihat adanya daerah hipodens yang
menunjukkan infark/iskmik dan edema7.
GPDO akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda,
mendadak dan pada waktu aktif. Sumber emboli berasal dari berbagai
tempat yakni kelainan jantung atau ateroma yang terlepas. Kesadaran dapat
menurun bila embolus cukup besar. Likuor serebrospinalis adalah normal7.
Pendarahan otak dilayani oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem
vertebrobasilar. Gangguan pada sistem karotis menyebabkan8:
1. Gangguan penglihatan
2. Gangguan bicara, disfasia atau afasia
3. Gangguan motorik, hemiplegi/hemiparese kontralateral
4. Ganguan sensorik

Gangguan pada sistem vertebrobasilar menyebabkan7:


1. Ganguan penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada
lobus oksipital
2. Gangguan nervi kranialais bila mengenai batang otak
3. Gangguan motorik
4. Gnggguan koordinasi
5. Drop attack
6. Gangguan sensorik
7. Gangguan kesadaran
38

Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti; afasia, gangguan
sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh atau tungkai lebih
lumpuh., eye deviation, hemipareses yang disertai kejang8.
Bila lesi di subkortikal, akan timbul tanda seperti; muka, lengan dan
tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan sensoris nyeri
dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di talamus). Bila
disertai hemiplegi, lesi pada kapsula interna8.
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa: hemiplegi alternans,
tanda-tanda serebelar, nistagmus, gangguan pendengaran, gangguan
sensoris, disartri, gangguan menelan, deviasi lidah8.
Bila topis di medulla spinalis, akan timbul gejala seperti; gangguan
sensoris dan keringat sesuai tinggi lesi, gangguan miksi dan defekasi8.

2.8. Penegakan Diagnosis


Ditetapkan dari anamnesis, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan
penunjang. Beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan yaitu sebagai
berikut:13
a. CT dan MRI
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari sroke
adalah Computerised Topography (CT) dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) pada kepala. Mesin CT dan MRI masing-masing
merekam citra sinar X atau resonansi magnet. Setiap citra individual
memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan daerah abnormal
yang ada di dalamnya.
Pada CT, pasien diberi sinar X dalam dosis sangat rendah yang
digunakan menembus kepala. Sinar X yang digunakan serupa dengan
pada pemeriksaan dada, tetapi dengan panjang ke radiasi yang jauh lebih
rendah. Pemeriksaan memerlukan waktu 15 20 menit, tidak nyeri, dan
menimbulkan resiko radiasi minimal keculi pada wanita hamil. CT
sangat handal mendeteksi perdarahan intrakranium, tetapi kurang peka
untuk mendeteksi stroke iskemik ringan, terutama pada tahap paling
39

awal. CT dapat memberi hasil negatif-semu (yaitu, tidak memperlihatkan


adanya kerusakan) hingga separuh dari semua kasus stroke iskemik.
Mesin MRI menggunakan medan magnetik kuat untuk
menghasilkan dan mengukur interaksi antara gelombang-gelombang
magnet dan nukleus di atom yang bersangkutan (misalnya nukleus
Hidrogen) di dalam jaringan kepala. Pemindaian dengan MRI biasanya
berlangsung sekitar 30 menit. Alat ini tidak dapat digunakan jika terdapat
alat pacu jantung atau alat logam lainnya di dalam tubuh. Selain itu,
orang bertubuh besar mungkin tidak dapat masuk ke dalam mesin MRI,
sementara sebagian lagi merasakan ketakutan dalam ruangan tertutup dan
tidak tahan menjalani prosedur meski sudah mendapat obat penenang.
Pemeriksaan MRI aman, tidak invasif, dan tidak menimbulkan nyeri.
MRI lebih sensitif dibandingkan CT dalam mendeteksi stroke iskemik,
bahkan pad stadium dini. Alat ini kurang peka dibandingkan CT dalam
mendeteksi perdarahan intrakranium ringan.
b. Ultrasonografi
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan
gelombang suara untuk menciptakan citra. Pendaian ini digunakan untuk
mencari kemungkinan penyempitan arteri atau pembekuan di arteri
utama. Prosedur ini aman, tidak menimbulkan nyeri, dan relatif cepat
(sekitar 20-30 menit).
c. Angiografi otak
Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak
dalam citra sinar-X kedalam arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-
X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-pembuluh darah di kepala
dan leher. Angiografi otak menghasilkan gambar paling akurat mengenai
arteri dan vena dan digunakan untuk mencari penyempitan atau
perubahan patologis lain, misalnya aneurisma. Namun, tindakan ini
memiliki resiko kematian pada satu dari setiap 200 orang yang diperiksa.
40

d. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum jelas.
Sebagai contoh, tindakan ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan
infeksi susunan saraf pusat serta cara ini juga dilakukan untuk
mendiagnosa perdarahan subaraknoid. Prosedur ini memerlukan waktu
sekitar 10-20 menit dan dilakukan di bawah pembiusan lokal.
d. EKG
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung
atau penyakit jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke. Prosedur
EKG biasanya membutuhkan waktu hanya beberapa menit serta aman
dan tidak menimbulkan nyeri.
e. Foto toraks
Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan untuk
mencari kelainan dada, termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi pasien
stroke, cara ini juga dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab
setiap perburukan keadaan pasien. Prosedur ini cepat dan tidak
menimbulkan nyeri, tetapi memerlukan kehati-hatian khusus untuk
melindungi pasien dari pajanan radiasi yang tidak diperlukan
Pemeriksaan darah dan urine
Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab
stroke dan untuk menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke.
Pemeriksaan yang direkomendasikan:
Analisis urine mencakup penghitungan sel dan kimia urine untuk
mengidentifikasi infeksi dan penyakit ginjal
1. Hitung darah lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti
trombositosis, trombositopenia, polisitemia, anemia (termasuk sikle
cell disease).
2. Laju endap darah untuk medeteksi terjadinya giant cell arteritis atau
vaskulitis lainnya.
3. Serologi untuk sifilis.
4. Glukosa darah untuk melihat DM, hipoglikemia, atau hiperglikemia.
41

5. Lipid serum untuk melihat faktor risiko stroke

Dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis dimana didapatkan


gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala
serta tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak
tertentu. Dimana menurut perjalanan penyakitnya terdiri dari9:
1. Serangan iskemia sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak yang akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND). Gejala neurologik yeng timbul akan menghilang dalam
waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
4. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in Evolution). Gejala
neurologik makin lama makin berat.
5. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent stroke).
Sistem skor
Perbedaan antara stroke hemoragik dan stroke non-hemoragik sangat
penting dalam rangka pengobatan stroke, pengetahuan mengenai taraf
ketepatan pembuktian klinis terhadap stroke hemoragik dan stroke non-
hemoragik yang dapat diandalkan akan sangat membantu para dokter yang
bekerja di daerah terpencil dengan fasilitas pelayanan medis yang sangat
terbatas dan belum tersedianya pemeriksaan penunjang yang memadai
(misalnya CT-Scan). Untuk itu beberapa peneliti mencoba membuat
perbedaan antara kedua jenis stroke dengan menggunakan tabel dengan
sistem skor.
42

Skor Siriraj
Compos mentis 0
Mengantuk 1
1 Kesadaran ( x 2,5 )
Semi koma,
koma 2
Tidak 0
2 Muntah ( x 2 )
Ya 1
Nyeri kepala dalam Tidak 0
3
2 jam ( x 2 ) Ya 1
4 Tekanan Diastolik ( DBP ) DBP x 0,1
Atheroma markers ( x 3 ) Tidak 0
5 diabetes, angina, Satu atau lebih 1
claudicatio intermitten
Konstanta - 12
Total skor =
Interpretasi skor
Skor -1 = Non hemoragik
1 = Hemoragik

Rumus = (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x


tekanandarah diastolik) [(3 x atheroma) 12
43

Atau dengan menggunakan algoritma gajah mada

2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut PERDOSSI (2007) dibagi atas 3 stadium,
yaitu10:
a. Stadium hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat
dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan
agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien
diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian
cairan dekstrosa atau salin dalam H2O10.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto
toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin
44

time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika


hipoksia, dilakukan analisis gas darah10.
Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan
dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada
keluarganya agar tetap tenang10.
b. Stadium akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik
maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara
dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien.
Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut
dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan
pasien yang dapat dilakukan keluarga10.
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu8:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan bahwa fungsi paru-paru
cukup baik. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila kadar
oksigen darah berkurang.
2. Brain
Edem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila
terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan penderita yang
mengantuk, adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi,
dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yag timbul
dapat diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
3. Blood
Tekanan Darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk
mengalirkan darah ke otak. Pengobatan hipertensi pada fase akut
dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru akan menambah
iskemik lagi. Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk
metabolisme otak. Pemberian infus glukosa harus dicegah karena akan
menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang ini akan
45

mempermudah terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit harus


dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya
obstipasi karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup.
Bila pelu diberikan nasogastric tube.
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai
terjadi retentio urinae. Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.

Untuk stroke iskemik atau non-hemoragik, terapi umum yang


dapat dilakukan berupa berupa10:
1. Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap
bila hemodinamik sudah stabil.
2. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.
Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya
dengan kateter intermiten).
3. Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-
2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika
fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau
kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.
4. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3
hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80
mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai
kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
46

5. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan,
kecuali bila tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg,
Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark
miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan
tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
6. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik
70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500
mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi
dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih
< 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan
darah sistolik 110 mmHg.
7. Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per
oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
8. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai
fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan
0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif,
dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Untuk pengobatan khusus, pada fase akut pengobatan ditujukan
untuk membatasi kerusakan otak semaksimal mungkin. Untuk daerah
yang mengalami infark kita tidak bisa berbuat banyak. Yang penting
adalah menyelamatkan daerah disekitar infark yang disebut daerah
penumbra8.
47

Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti


aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA
(recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen
neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia)10.
Neuron-neuron di daerah penumbra ini sebenarnya masih hidup,
akan tetapi tidak dapat berfungsi oleh karena aliran darahnya tidak
adekuat. Daerah inilah yang harus diselamatkan agar dapat berfungsi
kembali8.
Viskositas darah dipengaruhi oleh8:
1. Hematokrit
2. Plasma fibrinogen
3. Rigiditas eritrosit
4. Agregasi trombosit

c. Stadium subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku,
menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik).
Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan
penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan
tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder10.
Terapi fase subakut10:
1. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya;
2. Penatalaksanaan komplikasi;
3. Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi,
terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi;
4. Prevensi sekunder;
5. Edukasi keluarga dan Discharge Planning.

Untuk rehabilitasi, tujuannya ialah8:


1. Memperbaiki fungsi motoris, bicara, dan fungsi lain yang terganggu
48

2. Adaptasi mental; sosial dari penderita strke, sehingga hubungan


interpersonal menjadi normal.
3. Sedapat mungkin harus dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

Prinsip dasar rehabilitasi berupa8:


1. Mulailah sedini mungkin;
2. Sistematis;
3. Ditingkatkan secara bertahap;
4. Rehabilitasi yang spesifik sesuai dengan defisit yang ada.

2.10. Prognosis
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran
status neurologiknya setelah dirawat. Sebagian disebabkan edema otak dan
maturasi iskemi otak. Infark luas yang menimbulkan hemiplegi dan
penurunan kesadaran 30-40 %. Sekitar 10 % pasien dengan stroke iskemik
membaik dengan fungsi normal. Juga dipermasalahkan apakah seseorang
akan mengalami stroke ulang. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan
kegagalan jantung kongestif dan penyakit jantung koroner. Penyebab utama
kematian setelah jangka panjang adalah penyakit jantung8.
49

BAB III
ANALISA KASUS

Penderita dirawat di bangsal syaraf RSUD Palembang BARI karena sulit


berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai kiri dan lengan kiri yang terjadi
secara tiba-tiba. Hal ini merupakan tanda adanya defisit neurologis yang
menyebabkan hemiparese pada tubuh.
Sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit, saat penderita sedang
beristirahat, tiba-tiba penderita mengalami kelemahan pada tungkai kiri dan
lengan kiri tanpa disertai penurunan kesadaran. Saat serangan penderita tidak
merasakan sakit kepala, mual dan muntah. Stroke non-hemoragik merupakan
gangguan peredaran darah pada otak yang dapat berupa penyumbatan pembuluh
darah arteri, umumnya terjadi pada saat istirahat. Tidak terjadi perdarahan dan
kesadaran umumnya baik.
Saat serangan penderita tidak merasa jantung berdebar-debar maupun sesak
nafas. Jantung berdebar debar yang disertai sesak nafas dapat ditemukan pada
emboli cerebri yaitu adanya arterial fibrilasi. Pada sesak nafas merupakan
kompensasi terjadinya arterial fibrilasi. Dibuktikan dengan pemeriksaan fisik,
heart rate 80 x/m dan respiratory rate 20 x/m hal ini dapat menyingkirkan etiologi
emboli cerebri.11
Penderita dapat mengungkapkan isi pikirannya, baik secara lisan, tulisan
maupun isyarat. Penderita dapat mengerti isi pikiran orang lain baik secara lisan,
tulisan, maupun isyarat. Hal ini menunjukkan tidak adanya gangguan pada area
broca dan area wernic. otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat
sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke
atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang
berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan
serabut-serabut saraf ke target organ.9
Saat bicara mulut penderita mengot, dan bicaranya pelo. Pada pasien ini
terjadi parese n.vii dan n.xii. Hal ini terlihat pemeriksaan nerves facialis lipat
nasolabialis pada bagian kiri terlihat tertinggal, ketika bicara berbentuk bibir yang
50

asimetris. Pada nervus hypoglossus terjadi deviasi ke sinistra dan tidak terjadi
atropi lidah dan tidak ada fasikulasi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa gejala
parese n.vii dextra tipe sentral dan n.xii dextra tipe sentral.
Penderita memiliki riwayat darah tinggi baru diketahui sejak 3 tahun
terakhir dengan rutin konsumsi obat darah tinggi sehingga darah tinggi terkontrol,
tetapi pada saat serangan penderita tidak meminum obat hipertensi. Riwayat
hipertensi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya stroke. Pada hipertensi
kronis mengakibatkan melemahnya pembuluh darah sehingga mempunyai
kencenderungan untuk membentuknya aneurysma atau kantong-kantong
pembuluh darah. Pada riwayat kencing manis disangkal dapat menyingkirkan
faktor resiko akibat hyperglikemi. Hyperglikemi dapat merusak pembuluh darah
besar maupun pembuluh darah perifer.12
Berdasarkan hasil anamnesis, etiologi pada kasus ini mengarahkan kepada
stroke hemoragik. Didapatkan Siriraj Skor dan skor gajah mada pada pasien :
Gajah Mada: Nyeri kepala (-), Penurunan Kesadaran (-), Refleks Babinski (-)
stroke non hemoragik
Pada pemeriksaan motorik lengan kiri kekuatan dua, hyperpotoni,
hyperrefleks pada biceps dan triceps. Pada tungkai kiri kekuatan dua, hypertoni,
hyperrefleks pada KPR dan APR. Pada stroke penurunan aliran darah serebral
mengakibatkan defisit neurologi sehingga mengakibatkan kerusakan neuron
motorik yaitu pada kasus ini upper motorik neuron.
Tatalaksana yang diberikan berupa IVFD RL gtt XX x/m berkomposisi
elektrolit dan konsentrasi yang sangat serupa yang diextraselular. Kalium sangat
penting diintraselular dan berfungsi konduksi saraf. Drip nicardipin 2 amp dalam
NaCl 0,9% 100 cc gtt mulai 10x/m diberikan untuk antihipertensi emergensi
karena nicardipin akan mulai bereaksi dalam tubuh setelah 10 menit setelah
pemberian iv. Injeksi Citicoline diberikan untuk memperbaiki membran saraf
lewat sintesis fosfatidikolin dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak.
Aspilets digunakan sebagai antitrombolitik dan mengatasi trombosis, aspilet
mempunyai kandungan Asam Asetil salisilat sebagai komponen aktif di dalam
obatnya. Asam asetilsalisilat akan bekerja pada tubuh dengan cara menghambat
51

aktivitas enzim siklo-oksigenase melalui proses asetilasi yang bersifat ireversibel,


mencegah proses pembentukan tromboksan A2 sehingga terjadi pecegahan
terhadap penimbunan platelet. Aspilet diberikan untuk mengatasi etiologi stroke
pada penderita yaitu trombosis serebri yang ditemukan melalui anamnesis keluhan
pasien. Pemberian Injeksi Ranitidine sebagai gastroprotektor dan mencegah efek
samping dan interaksi dari obat lain Ranitidine bekerja dengan menghambat
secara kompetitif reseptor hisatamin H2, khususnya pada sel parietal lambung,
untuk mengurangi sekresi asam lambung. Ranitidine diberikan untuk melindungi
lambung dari efek samping aspilet. Sukralfat sebagai agen sitoprotektif sebagai
antasida minimal dan mencegah efek samping dari obat lain. Sukralfat juga
diberikan untuk melindungi lambung dari efek samping obat lain. Neurodex
merupakan vitamin B1, B6, B12.
Candensartan 1x16 mg merupakan antihipertensi golongan obat penghambat
reseptor angiotensin, menjaga pembuluh darah dari penyempitan, yang
mengurangi tekanan darah dan meningkatkan aliran darah. Candesartan diberikan
pada pasien karena pasien mangalami hipertensi yang ditandai dengan tekanan
darah 150/90 mmHg. Atorvastatin 1x30 mg diberikan untuk menurunkan kolestrol
dalam darah, karena pada pasien ditemukan hasil pemeriksaan kolesterol
ditemukan nilai kolesterol total sebanyak 263 mg/dl. Kolesterol yang tinggi dan
riwayat hipertensi menjadi faktor resiko terjadinya stroke pada penderita ini.
Dislipidemia dan hipertensi merupakan salah satu faktor resiko terjadina stroke
yang dibisa diubah.
52

DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbantobing, SM. 2003. Bencana Peredaran Darah Di Otak. Balai


Penerbit FKUI, Jakarta
2. Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline
Stroke 2000 Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.
3. Kolegium Neurologi Indonesia. Buku Acuan Modul Neurovaskular.
PERDOSSI. 2009: 4-18.
4. Halter, Jeffrey, Joseph Ouslander, dkk.. Hazzard's Geriatric Medicine and
Gerontology, Sixth Edition Principles of Geriatric Medicine & Gerontology.
McGraw-Hill Companies. USA. 2009
5. Aliah A., Kuswara FF., Limoa RA., Wuysang. Gangguan Peredaran Darah
Otak. Dalam: Kapita Selekta Neuorologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. 2003: 79-102.
6. Hadinoto S., Setiawan, Soetedjo. Stroke Non Hemoragis. Dalam:
Pengelolaan Mutakhir Stroke. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. 1992: 1-46.
7. Mardjono M., Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf.
Dalam: Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 1994: 267-301.
8. Setyopranoto I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK, 2011; 185 (38):
247-250.
9. Hacke W., Hennerici M., Gelmers HJ., Kramer G. Epidemiology and
Classification of Strokes. In: Ischemia. Germany: Springer-Verlag. 1991:
40-8.
10. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia: Jakarta, 2007.
11. Elida, Septika Lena. Hubungan Usia, Jenis Kelamin, Hipertensi Dan
Jenisnya Dengan Jenis Stroke Di RSUP Mohammad Hoesin Palembang
Periode 1 Januari - 30 November 2009. Skripsi. Jurusan Pendidikan Dokter
Umum UNSRI (tidak dipublikasikan). 2010 : 8-22.
12. Gilroy, J. Basic Neurology 3rd ed. New York : McGraw-Hill. 2000

Anda mungkin juga menyukai