Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TEORI PENUNJANG

A. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasnya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan atau tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lenkap
atau tidak lengakap. Fraktur lengkap apabila seluruh tulang patah, sedangkan
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang ( Rendi &
Margareta, 2012 ).

Fraktur adalah gangguan komplet atau tak komplet pada kontiunitas


struktur tulang dan didefinisikan sesuai dengan jenis dan keluasanya. Fraktur
terjadi ketika tulang menjadi subjek tekanan yan lebih besar dari yang dapat
diserapnya. Fraktur disebabkan oleh hantaman langsung, kekuatan yang
meemukan, gerakan memuntir yang mendadak, atau bahkan kekuatan otot
yang ekstrem ( Suddarth & Brunner, 2013).

Fraktur adalah gangguan dari kontiunitas yang normal dari suata tulang.
Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak disekitarnya juga sering kali
terganggu. Radigrafi (sinar X) dapat menunjukan cidera tulang, tetapi tidak
mampu menunjukna otot dan ligamen yang robek, syaraf yang putus, atau
pembuluh darah yang pecah yang dapat menjadi komplikasi pemulihan klien
(Black & Jane, 2014).

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap
atau tidak lengkap (Nurarif & Hardhi, 2015).

Akademi Keperawatan Husada


Fraktur adalah terputusnya kontiunitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa atau tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap oleh tulang (Yasmara, Nursiswati & Arafat, 2016).

1. Klasifikasi Fraktur

Menurut Black & Jane (2014), klsifikasi fraktur yaitu :

a. Fraktur tertutup
Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cidera.
b. Fraktur terbuka
Fraktur tebuka dicirikan oleh robeknya kulit di atas cidera tulang.
Kerusakan jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang
dibagi berdasarkan keparahanya:
1) Deajat I luas kurang dari 1 meter; kontaminasi minimal.
2) Derajat II luas lebih dari 1 cm; kontaminasi sedang.
3) Derajat III luka melebihi 6 8 cm; ada kerusakan luas pada
jaringan lunak, saraf, dan tendon: dan kontaminasi banyak.
2. Menurut Black & Jane (2014), tipe-tipe umum fraktur yaitu :
a. Pecah yaitu tulang yang pecah bekeping-keping, sering terjadi pada
ujung tulang atau vertebra.
b. Kominutif yaitu terjadi lebih dari satu garis fraktur; lebih dari dua
fragmen tulang, fragmen dapat terpuntir atau hancur.
c. Komplet yaitu patah melintang disatu bagian tulang, membaginya
menjadi fragmen-fragmen yang terpisah; sering kali bergeser.
d. Tergeser yaitu fragmen-fragmen berada pada posisi tidak normal di
lokasi fraktur.
e. Inkomplet yaitu terjadinya hanya pada satu sisi korteks tulang
biasanya tidak begeser.
f. Linear yaitu fraktur masih utuh; fraktur akibat gaya minor atau sedang
yang mengenei langsung pada tulang.
g. Longitudunal yaitu garis fraktur memanjang pada sumbu longitudinal
tulang.

Akademi Keperawatan Husada


h. Tidak bergeser yaitu fragmen masih lurus pada lokasi fraktur.
i. Oblik yaitu garis fraktur terjadi pada kurang lebih 45 derajat sumbu
longitudinal tulang.
j. Spiral yaitu garis fraktur terjaid akibat gaya puntiran; membentuk
suatu spiral yang menglelilingi tulang.
k. Stelate yaitu garis fraktur menyebar dari satu titik pusat.
l. Tranversal yaitu garis fraktur terjadi pada sudu 90 derajat pada sumbu
longitudinal tulang.
m. Avulsi yaitu fragmen-fragmen tulang terlempar dari badan tulang
pada lokasi perlekatan ligamen atau tendon.
n. Greenstick yaitu fraktur inkomplet pada satu sisi korteks tulang patah
dan sisi lain melekuk tetapi masih utuh.
o. Impaksi yaitu fraktur teleskopik, dengan dengan satu fragmen
terdorong kedalam fragmen lain.
p. Colles yaitu fraktur pada ujung radius distal; fragmen distal tergeser
ke arah devisiasi medial dan dorsal.
q. Pott yaitu fraktut fibula distal, menggangu artikulasi tibio-fibular
dengan buruk; sebagian moleleus ( mata kaki ) medial dapat terlepas
kaena ruptur dari ligamen lateral internal.
r. Kompresi tulang melekuk dan akhirnya retak karena gaya beban yang
besar terhadap sumbu longitudinalnya.

B. Patofisiologi

seperti ketika suatu kontraksi kuat dari otot menekan tulang. Selain
itu, tekana dan kelelahan dapat menyebabkan fraktur karena penururnan
kemampuan tulang menFraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis
pada suatu tulang, saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak
dibandingkan yang mampu ditanggungya . jumlah gaya pasti yang di

Akademi Keperawatan Husada


perlukan untuk menimbulkan suatau fraktur yang bervariasi, sebagian
tergantung pada karakteristik tulang itu sendiri. Seorang dengan gangguan
metabolik tulang, seperti osteoporosis, dapat mengalami fraktur dari
traumaminor karena kerapuhan tulang akibat gangguan yang telah ada
sebelumnya. Fraktur terjadi karenha gaya secara langsung, seperti saat
sebuah benda bergerak menghantam suatu area tubuh di atas tulang. Gaya
juga dapat terjadi secara tidak langsungahan gaya mekanikal (Black & Jane,
2014).

Keruskan pembuluh darah pada fraktur mengakibatkan pendarahan


sehingga sehingga volume darah menurun dan terjadi perubahan perfusi
jaringan. Hematoma yang terjadi mengekduksi plasma dan berpoliferasi
menjadi edema lokal sehingga terjadi penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, sumsum, dan jarinngan lunak
yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuknya hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditindai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan ilfitrasi sel
darah putih. Kejadian ini merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya (Yasmara, Nursiswati & Arafat, 2016).

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri gerak dan nyeri tekan pada
daerah fraktur, deformitas, bengkak, ekimosis, spasme otot, kehilangan
sensasi pergerakan abnormal hilangya darah, krepitasi (Yasmara,
Nursiswati & Arafat, 2016).

Kompliaksi fraktur adalah cidera saraf, sindroma kompartemen,


trombosis vena dalam dan emboli paru, kontraktur volkmann (Black & Jane,
2014).

Akademi Keperawatan Husada


Sindroma kompartemen adalah suatau konsisi gangguan sirkulasi
yang berhubungan dengan peningkatan tekanan yang terjadi secara
progresif pada ruang terbatas. Ini disebebkan oleh apa pun yang
menurunkan ukuran kompertementermasuk gaya kompresi eksternal seprti
gibs yang ketat atau faktor-faktor internal seperti perdarahan atau edema.
Kontraktur volkmann adalh suatu deformitas tungkai akibat sindroma
kompertemen yang tak tertangani (Black & Jane, 2014).

C. Penatalaksanaan
1. Terapi
Memberikan NSAID ( Nonsteroidal Anti-Inflammator Drug ) untuk
menyembuhakan inflasmasi
2. Tindakan medis yang bertujuan untuk pengobatan
a. Imobilitas tulang yang patah utnuk menstabilkan area, pada awalnya
mungkin di laksanakan dengan bebat sampai retak berkurang (
digantikan dalam posisi sesuai ).
b. Reduksi terbuka adalah perbaikan melalui perasi dan meluruskan
kembali retakan secara langsung.
c. Menejemen rasa sakit jika dibutuhkan.

3. Tahap penyembuhan tulang


Menurut Black & Jane (2014) , penyembuhan tulang dibagi menjadi lima
tahap yaitu :
a. Stadium Satu-Fase Inflamasi
Tahap ini terjadi pembentukan hematoma pada loksi fraktur, darah
membentuk gumpalan diantara fragmen fraktur, membrikan sedikit
stabilisasi. Terjadi nekrosis pada tulang karena hilangya suplai darah ke
daerah yang luka dan akan meluas karena dimana mulai terbentuk
sirkulasi koleteral. Terjadi dilatasi vaskuler sebagai respon akumulasi
sel-sel mati dan debris pada lokasi fraktur, dan eksudasi dari plasma
kaya-fibrin akan mendorong migrasi dair sel-sel fogisitik ke area cidera.
Jika suplai faskuler ke lokasi fraktur tidak cukup, penyembuhan

Akademi Keperawatan Husada


stadium satu akan sangat terganggu. Stadium ini terjadi dalam waktu 1
sampai 3 hari.
b. Stadium Dua-Fase Proliferasi

Fibroblas, osteoblas, dan kondroblas bermigrasi kedaerah


fraktur sebagai akibat inflamasi akut, dan kemudian membentuk
fibrokartilago. Adanya hematoma menjadi pondasi penyembuhan
tulang dan jaringan stadium II. Aktivitas osteoblastik distimulus oleh
trauma poriosteal dan pembentukan tulang terjadi dengan cepat,
poriosteum terangkat jauh dari tulang dan bebrapahari kombinasi dari
elevasi periosteumdan pembentukan jaringan granulasi akan
menciptakan sabuk disekitar ujung dari fragmen fraktur. Saat sabuk
tersebut berkembang, akan terjadi jembatan diastas lokasi fraktur.
Pembentukan jaringan fibrosa awal kadang disebut sebagai kalus
primer dan mengakibatkan stabilitasi fraktur. Stadium ini terjadi dalam
waktu 3 hari sampai 2 minggu.

c. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Jaringan granulasi matur menjadi kalus provisional (pro-kalus)


saat kartilago baru dan matriks tulang tesebar melalu kalus primer. Pro-
kalus besar dan longgar.biasanya lebih lebar dari diameter normal dari
tulang yang cidera. Pro-kalus mengikat fragmen-fragmen fraktur,
meluas hingga di luar lokasi fraktur agar dapat menjadi bidai, walaupun
tidak cukup kuat. Ketika kalium terdeposit ke dalam jaringan kolagen
dari jaringan granulasi, terbentuk tulang fibrosa. Stadium ini terjadi
dalam waktu 2 sampai 6 minggu.

d. Stadium Empat-Penulangan

Pada tahap ini kalus permanan dari tulang keras akan


menyebrangi gap fraktur diantara periosteum dan korteks
untukbergabung dengan fragmen-fragmen. Selain itu, pembentukan
kalus madularis akan terjadi untuk memastikan keberlangsungan antara
rongga-rongga sumsum. Tulang trabekular akhirnya akan

Akademi Keperawatan Husada


menggantikan kalus disepanjang garis tekanan. Penyatuan tulang, yang
dapat dikonfirmasi degnan rontgen, disebutkan dapat terjadi jika tidak
ada gerakan dengan tekanan lembut dan tidak ada ketegangan degna
tekanan langsung pada lokasi fraktur. Penahanan beban pada fraktur
tungkai bawah seharusnya bebas nyeri setelah penyatuan tulang.
Stadium ini terjadi dalam waktu 2 minggu smpai 6 bulan.

e. Stadium Lima-Konsolidasi dan Remodeling

Pada tahap ini kalus yang tidak dibutuhkan akan direopbsi atau
dibuang dari lokasi penyembuhan tulang. Proses resorpsi dan diposisi
di sepanjang garis tekanan akan memungkinkan tulang menahan bebn
yang diberikan padanya. Jumlah dan waktu aktul dari remodeling
beegantung pada stres yang diberikan pada tulang oleh otot, berat
beban, dan usia. Stadium ini tejadi dalam waktu 6 minggu sampai 1
tahun.

D. Pengkajian

Menurut Wilkinson (2016) pengkajian adalah langkah awal dalam


berfikir kritis dan pengambilan keputusan yang menghasilkan diagnosis
keperawatan.

Pengkajian keperawatan pada klien dengan fraktur menurut (Wahid, 2013).

1) Pengumpulan data
a. Anamnesa
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no. Register, tangal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri terebut bisa akutatau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
rasa nyeri klien di gunakan:

Akademi Keperawatan Husada


a) Provoking incident : apakah ada yang peristiwa yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
di gambarkan klien. Pakah sepeti terbakar, berdenyut atau
menusuk.
c) Region : apakah sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dimana rsa sakit terjadi.
d) Severty ( scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rsa sakit mempengaruhi
fungsinya.
e) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atu siang hari.
3) Riwayat penyakit sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari


fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat
rencanatindakan terahadap klien. Ini bisa beruapa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjsinya kecelakaan
bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.

4) Riwayat penyakit dahulu


Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur da
memberi petunujuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki
sangat berisiko terjadinya osteomilitis akut maupun kronik dan
juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
5) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan degna penyakit tulang
meupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, diperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pad beberapa
keturunan, dan kanker yang cenderung diturunkan secara genetik.

Akademi Keperawatan Husada


6) Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam kluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya bai
kdalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

7) Pola-pola fungsi kesehatan


a) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkomsumsi melebihi kebutuhan
sehari-hari sepeti kalsium, zat besi, protein, vit c dan lainya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi
terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuluskeletal dan mengantisipasi
komplikasi dair nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang
merupakan faktor predisposisi masalah muskuluskletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga
mengahambat regeneritas dan mobilitas klien.
b) Pola eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tatapi harus tetap di kaji frekuensi, konsistensi,
warna sertabau feces pad apola eliminasi. Sedangkan pada
pola eliminasi uri dikaji frekuensi kecepatanya, waran, bau,
dan jumlah.
c) Pola aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan
klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.hal ini yang perlu
dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.
Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur di banding pekerjaan yang lain.
d) Pola hubungan dan peran

Akademi Keperawatan Husada


Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Klien harus menjalani rawat inap.
e) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah.
f) Pola sensori dan kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distas fraktur, sedangkan pada indra yang lain tidak
timbul gangguan. Begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul akibat nyeri
fraktur.
g) Pola reproduksi seksual
Dampak pada klie fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.
h) Pola penaggulangan stres
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya
yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak
efektif.
i) Pola tata nilai dan keyakinan
Untuk klien fraktur tidak melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

2) Pemeriksaan fisik
a. Gambaran Umu

Akademi Keperawatan Husada


1. Keadaan Umum : nai katau buruknya yang di catat adalah tanda-
tanda, seperti :
a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah,
kompasmentis tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
1) Secara sistemik dari kepala sampai ke kelamin
a) Sistem integumen
Terdapat eritema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu : normo chapilik, simetris tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tidak ada
oedema.
e) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva anemis ( karena tidak
terjadi perdarahan)
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal, tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung.
h) Mulut dan faring

Akademi Keperawatan Husada


Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjai perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
i) Thorak
Tida ada pergerakan otot interkosta, gerakan dada simetris.
j) Paru
1) Inspeksi
Pernapasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama
3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan
lainya.
4) Auskultasi
Suara napas normal, tidak ada whezing, atau atau suara
tamabahan lainya seperti stridor dan ronchi.
k) Jantung
inspeksi tidak tampak iktus cordis, palpasi nadi meningkat
iktus tidak ada, auskultasi suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada
murmur
l) Abdomen
a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia
b) Palpasi.
Turgor kulit baik, tidak ada defans muskuler, hepar tidak
teraba.
c) Perkusi
Suara timpani, ada pantulan gelombang cairan.
d) Auskultasi
Peristalstik usus normal kurang lebih 20x / menit, tidak ada
kesulitan BAB.
2. Keadaan lokal

Akademi Keperawatan Husada


Harus diperhitugkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler ( untuk neurovaskuler 5 p
yaitu pain, palor, parestasia, pilse pergerakan). Pemeriksaan pada
sistem muskuluskeletal adalah:
a) Look ( inspeksi)
Perhatikan apa yangdapa dilihat anatara lain :
1) Cicatriks ( jaringan yang baik yang alami mupun buatan
seperti bekas operasi ).
2) Cafe au lait spot ( birth mark)
Cafe uf lait penampakan kurang lebih sebesar uang logam.
Diameternya bisa sampai 5 cm yang di dalamnya berisi
bintik-bintik hitam. Cafe uf lait bisa berbentuk seperti oval
dan didalamnya berwarna coklat. Tanda ini biasanya
ditemukan di badan, pantat dan kaki.
3) Fistulae warna kebiruan atau kemerahan
(livide) atau hiperpigmentasi.
4) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dalam hal-hal
yang tidak biasa.
5) Posisi dan bentuk dari eksteremitas( deformitas ).
6) Posisi jalan ( gait, waktu masuk ke kamar periksa)

b) Feel ( palpasi )
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahuku posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral ( posisi anatomi).pada
dasarnya ini merupakan pemeriksaanyang memberikan
informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatata adalah :
1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelemban
kulit. Capilary refill time normal kurang dari 2 detik.
2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema trauma disekitar persendian.

Akademi Keperawatan Husada


3) Nyeri tekan, krepitasi, catat letak kelainan ( 1/3 proksimal,
tengah, atau distal). Otot : tonus pada waktu relaksasi atau
kontraksi benjolan yang terdapat dipermukaan atau melekat
pada tulang. Salain itu juga diperiksa status neurovaskuler.
Apabila ada benjola perlu dideskripsikan permukaanya,
konsisensinya, pergerakan terhadap dasar atau
permukaanya, nyeri atau tidak, dan ukuranya.

c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)


Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan
dengan menggerakan ekstremitasdan di catat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini
perlu agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Geakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari
tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 ( posisi netral ) atau
dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada
gangguan gerak ( mobilitas ) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adlah gerakan aktif dan pasif (Reksoprodjo, Soelarto,
2006).

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. X-ray menentukan lokasi dan luasnya fraktur
2. Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas mengidentifikasi
kerusakan jaringa lunak.
3. Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler.
4. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat atau menurun (perdarah
bermakna pada sisi fraktur/organ jauh pada organ multiple). Terdapat
peningkatan leukosit sebagai respon terhdap peradangan.
5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.

F. Diagnosa Keperawatan

Akademi Keperawatan Husada


Menurut Wilkinson (2016) diagnosis keperawatan merupakan
sebuah lebel singkat yang mengambarkan kondisi klien yang diobservasi
dalam praktik. Diagnosa keperawatan pada klien post ORIF (Wahid, 2013).
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cidera jaringan lunak, pemasangan traksi, stres/ansietas.
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
penurunanaliran darah, ( cedera vaskuler, edema, pembentukan
trombus).
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri.
4. Gangguan kerusakan intergritas kulit berhubungan denganfraktur
terbuka pemasangan traksi ( pen, kawat, scrup).
5. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahann primer
( kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasiv/traksi tulang).
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau interpretasi
terhadap informasi, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

G. Perencanan Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema, cidera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stres/ansietas.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukan tindakan
santai.
Kriteria hasil : mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, istirahat
dengan tepat, menggunakan ketrampilan relaksasi.
Perencanaan :
a) pertahankan imobilisasi bagian yang sakit degan tirah baring, gips,
atau traksi.
Rasional : mencegah nyeri dan malformasi.
b) posisi ekstremitas yang terkena.

Akademi Keperawatan Husada


Rasional : meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/
nyeri.
c) Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
Rasional : memepertahankan kekuatan otot dan meningkatkan
sirkulasi vaskuler.
d) Lakukan tindakan untuk meningkatkan nyaman (perubahan posisi ).
Rasional : meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan
lokal dan kelelhan otot.
e) Ajarkan pengguanaan menejemen nyeri ( latihan napas dalam,
imajinasi visual ).
Rasional : mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan
kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama.
f) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan
rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.
g) Evaluasi keluhan nyeri ( skala, petunjuk verbal dan non verbal,
perubahan tanda-tanda vital ).
Rasional menilai perkembangan masalah klien.
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
penurunanaliran darah, ( cedera vaskuler, edema, pembentukan
trombus).
Tujuan : menunjukan fungsi neurovaskuler baik
Kriteri hasil : akral hangat,tidak pucat dan sianosis, bisa bergerak
secara aktif.
Perencanaan :
a) Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakan
jari/sendi distal cidera.
Rasional : meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan
sendi.
b) Hindarkan retriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu
ketat.

Akademi Keperawatan Husada


Rasional : mencegah ststis vena dan sebagai petunjuk perlunya
penyesuaian keketatan/spalk.
c) Pertahankan lebih tinggi ekstremitas yang cidera kecuali ada
kontraindikasi adanya sindroma kompartemen.
Rasional : meningkatkan drainasi vena dan menurunkan edama
kecuali pada adanya keadaan hambatan aliran arteri yang
menyebabkan penurunan perfusi.
d) Berikan obat antiogulan ( warafin ) bila diperlukan.
Rasional : mungkin diberikan sebagai upaya menurunkan trombus
vena.
e) Panatu kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan
kehangatan kulit distal cidera, bandingkan dengan sisi yang normal.
Rasional : mengevaluasi perkembangan daerah masalah klien dan
perlunya intervensi sesuai keadaan klien.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan pada ingkat palin
tinggi.
Kriteria hasil : mempertahankan posisi fungsional, meningkatkn
kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh
menunjukan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.
Perencanaan :
a) Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi teraupetik ( radio, koran,
kunjungan teman/keluarag) sesuai keadaan klien.
Rasional : memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa
kontrolcdiri/harga diri, membantumenurunkan isolasi soasial.
b) Bantu latihan renang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit
maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
Rasional : menignkatkan sirkulsi darah muskuluskletal,
mempertahankan tonus otot, mempertahankan gerak sendi,
mencegah kontraktur dan mencegah reabsorsi kalsium karena
imobilitas.

Akademi Keperawatan Husada


c) Berikan papan penyangga kaki gulungan trokanter/ tangan sesuai
indikasi.
Rasional : mempertahankan fungsional ektremitas.
d) Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai
keadaan klien.
Rasional : meningkatkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri
sesuai kondisi keterbatasan klien.
e) Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.
Rasional : menurunkan insiden komplikasi kulit dan pernapasan (
dekubitus dan pnemonia)
f) Dorong /pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/Hari.
Rasional : mempertahakan hidrasi adekuat, mencegah komplikasi
urinarius dan komplikasi.
g) Berikan diit TKTP.
Rasional: kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses
penyembuhan dan mempertahankan fungsi fiologis tubuh.
h) Kolaborasi fisioterapi sesuai indikasi
Rasional : kerja sama dengan fisiologi perlu untuk menyusun
program aktivitas fisik secara individual.
i) Evaluasi kemampuan mobilitas klien.
Rasional : menilai masalah perkembangan klien.

4. Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,


pemasangna traksi (pen kawat sekrup).
Tujuan: klien menyatakan ketidaknyamanan hilang.
Kriteria Hasil: menunjukkan perilaku teknik untuk mencegah
kerusakan kulit, mencapai penyembuhan luka sesuai
waktu/penyembuhan lesi terjadi.
Perencanaan:
a) Pertahankan tempat tidur yang aman dan nyaman (kering, bersih,
alat tenun kencang, bantal bawah siku tumit).

Akademi Keperawatan Husada


Rasional: menurunkan risiko kerusakan atau abrasi kulit yang lebih
luas.
b) Massase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal gips
Rasional: meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan
kelemasan kulit dan otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada
imobilisasi.
c) Melindungi kulit dan gips pada daerah perineal.
Rasional : mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat
kontaminasi fekal.
d) Observasi keadaan kulit, penekanan gips terhadap kulit, insersi
pen/traksi.
Rasional: menilai perkembangna masalah klien.

5. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahan


primer (kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif
atau traksi tulang).
Tujuan : klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
Kriteria Hasil : bebas drainase purulen/eritema dan demam.
a) Lakukan perawatan pen steril dan perawatan luka sesuai protokol.
Rasional:mencegha infeksi sekunder dan mempercepat
penyembuhna luka.
b) Ajarkan klien untuk mempertahakan sterilitas insersi pen.
Rasional: meminimalkan kontaminasi.
c) Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai
indikasi.
Rasional : antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan
secara provilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi.
d) Analisa hasil peeriksaan laboratorium (hitung darah lengkap, LED,
Kultur dan sensitifitas luka/serum/tulang).
Rasional: leukositosis biasanya terjadi pada proses infeksi, anemia
dan peningkatan LED dapat terjadi pada osteomilitis. Kultur unutk
mengidentifikasi organisme penyebab infeksi.

Akademi Keperawatan Husada


e) Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan lokal pada
luka.
Rasional :mengevaluasi perkembangan masalah klien.

6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau salah
intepretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada.
Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat.
Kritteria Hasil : klien mnegerti dan memahami tentang penyakitnya.
Perencanaan :
a) Kaji kesiapan klien mengikuti program pembelajaran.
Rasional: efektifitas proses pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan
fisik dan mental klien untuk mengikuti program pembelajaran.
b) Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi
fisik.
Rasional : meningkatkan partisipasi dan kemandirian klien dalam
perencanaan dan pelaksaan terapi fisik.
c) Ajarkan tanda atau gejala klinis yang memerlukan evaluasi medik
(nyeri berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cidera).
Rasional: menignkatkan kewaspadaan klien untuk mengenali tanda
atau gejal dini yang memerlukan intervensi lebih lanjut.
d) Persipkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan.
Rasional : untuk pembedahan mungkin diperlukan untuk mengatasi
masalah sesuai kondisi klien.

H. Evaluasi

Evaluasi dapat dilakukan pada setiap hari tahap proses keperawatan.


Evaluasi mengacu pada penilaian, tahapan, perbaikan. Pada tahap ini,
perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat
berhasil atau gagal (Wilkinson, 2016).

Akademi Keperawatan Husada


.

Akademi Keperawatan Husada


Akademi Keperawatan Husada

Anda mungkin juga menyukai