Anda di halaman 1dari 26

Dosen Pengantar : DR.HUSEN SARUJIN, SH. MM.M,Si, MH.

Mata Kuliah : PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

Semester :3

MAKALAH

GOOD GOVERNANCE

OLEH KELOMPOK : 12

1. AYU LARASATI ANWAR (60100114065)


2. AHMAD GUFRON (60100114067)

JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR C

FAKULTAS SAINS &TEGNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2015

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya yang berjudul GOOD GOVERNANCE dalam memenuhi
tugas mata kuliah PKN, diampuh DR. H. HUSEN SARUJIN, SH.MM.M,Si

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena kami
masih dalam tahap belajar. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Untaian terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini, yang telah memberikan dorongan dari awal
sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Makassar, 29 September 15

Kelompok 12

2
Daftar Isi

Sampul1
Kata Pengantar2
Daftar Isi3
Bab 1(Pendahuluan)4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................................5
Bab 2(Pembahasan)6
A. Latar belakang Good Governance.. .................................................................................6
B. Pengertian Good Governance..........................................................................................7
C. Prinsip Prinsip Good Governance....................................................................................8
D. Pilar pilar Good Governance. ........................................................................................13
E. Agenda Good Governance. ..........................................................................................14
F. Good Governance dalam Otonomi Daerah.. ..................................................................16
G. Pengalaman Kota-kota Percontohan dalam Penerapan Good Governance di
Indonesia...................................................................................................................18
H. Masyarakat madani dan Relevansinya dengan Penerapan Good Governence.........22
Bab 3(Penutup)6
A. Kesimpulan..........................................................................................................................23
B. Saran...................................................................................................................................24
Daftar Pustaka25
Kata Penutup.26

3
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Good governance (tata pemerintahan yang baik) sudah lama menjadi mimpi
banyak orang di Indonesia. Kendati pemahaman mereka tentang good governance
berbeda-beda, namun setidaknya sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa
dengan good governance mereka akan dapat memiliki kualitas pemerintahan yang lebih
baik. Banyak di antara mereka membayangkan bahwa dengan memiliki praktik good
governance yang lebih baik, maka kualitas pelayanan publik menjadi semakin baik, angka
korupsi menjadi semakin rendah, dan pemerintah menjadi semakin peduli dengan
kepentingan warga.

Permasalahan yang dialami oleh bangsa Indonesia semakin komplek dan semakin
sarat. Oknum-oknum organisasi pemerintah yang seyogyanya menjadi panutan rakyat
banyak yang tersandung masalah hukum. Eksistensi pemerintahan yang baik atau yang
sering disebut good governance yang selama ini dielukan-elukan faktanya saat ini masih
menjadi mimpi dan hanyalah sebatas jargon belaka. Indonesia harus segera terbangun dari
tidur panjangnya. Revolusi disetiap bidang harus dilakukan karena setiap produk yang
dihasilkan hanya mewadahi kepentingan partai politik, fraksi dan sekelompok orang.
Padahal seharusnya penyelenggaraan negara yang baik harus menjadi perhatian serius.
Transparansi memang bisa menjadi salah satu solusi tetapi apakah cukup hanya itu untuk
mencapai good governance. Sebagai negara yang menganut bentuk kekuasaan demokrasi.

Oleh karena itu, tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala
permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan ekonomi
dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Disadari, mewujudkan tata pemerintahan yang
baik membutuhkan waktu yang tidak singkat dan juga upaya yang terus menerus.
Disamping itu, perlu juga dibangun kesepakatan serta rasa optimis yang tinggi dari seluruh
komponen bangsa yang melibatkan tiga pilar berbangsa dan bernegara, yaitu para aparatur
negara, pihak swasta dan masyarakat madani untuk menumbuhkembangkan rasa
kebersamaan dalam rangka mencapai tata pemerintahan yang baik.

4
B.Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang good governance?
2. Apakah pengertian Good governance?
3. Apa saja prinsip prinsi Good Governance
4. Apa sajakah pilar-pilar good governance?
5. Agenda good governance?
6. Bagaimana good governance dalam kerangka otonomi daerah?
7. Bagaimana pengalaman kota-kota percontohan dalam penerapan good governance
di Indonesia?
8. Bagaimana dengan masyarakat Madani dan relevasinya dengan penerapan Good
Governance?

C.Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui latar belakang good governance
2. Mengetahui pengertian good governance
3. Mengetahui prinsip-prinsip good governance
4. Mengetahui pilar-pilar good governance
5. Mengetahui agenda good governance
6. Mengetahui good governance dalam kerangka otonomi daerah
7. Mengetahui pengalaman kota-kota percontohan dalam penerapan good governance
di Indonesia
8. Mengetahui hubungannya masyarakat madani dan relevansinya dengan penerapan
good governance.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Good Governance


Istilah good governance lahir sejak berakhirnya Orde Baru. Good governance di
Indonesia mulai benar benar dirintis dan diterapkan sejak meletusnya era reformasi yang
dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut
proses demokrasi yang bersih sehingga good governance merupakan salah satu alat
reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Sejak itu pula sering diangkat
menjadi wacana atau tema pokok dalam setiap kegiatan pemerintahan. Namun meski sudah
sering terdengar ditelinga legislatif, pengaturan mengenai good governance belum diatur
secara khusus dalam bentuk sebuah produk, UU misalnya. Hanya terdapat sebuah regulasi
yaitu UU No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang mengatur penyelenggaraan negara dengan Asas
Umum Pemerintahan Negara yang Baik (AUPB).

Akan tetapi, jika dilihat dari perkembangan reformasi yang sudah berjalan selama 15
tahun ini, penerapan good governance di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil
sepenuhnya sesuai dengan cita cita reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan
kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua
produk utama Good Governance.

Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak upaya yang
dilakukan pemerintah dalam menciptakan iklim good governance yang baik, diantaranya
ialah mulai diupayakannya transparansi informasi terhadap publik mengenai APBN
sehingga memudahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan
dan dalam proses pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal tersebut
dapat terus menjadi acuan terhadap akuntabilitas manajerial dari sektor publik tersebut agar
kelak lebih baik dan kredibel kedepannya. Undang-undang, peraturan dan lembaga
lembaga penunjang pelaksanaan good governance pun banyak yang dibentuk. Hal ini
sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan sektor publik pada era orde Lama yang banyak
dipolitisir pengelolaannya dan juga pada era orde Baru dimana sektor publik di tempatkan

6
sebagai agent of development bukannya sebagai entitas bisnis sehingga masih kental dengan
rezim yang sangat menghambat terlahirnya pemerintahan berbasis good governance.

2.2 Pengertian Good Governance


Berbagai penelitian menunjukkan bahwa baik buruknya tata pemerintahan
dijalankan mempunyai hubungan kausualitas yang erat dengan hasil-hasil
pembangunan. Misalnya, penelitian Kaufmann, Kraay, dan Zoido-Lobaton (1999)
menunjukkan bahwa kenaikan satu standar deviasi salah satu indikator pemerintahan
menyebabkan kenaikan antara 2,5 sampai 4 kali pendapatan per kapita (range yang sama
juga berlaku untuk penurunan angka kematian bayi), dan kenaikan tingkat melek huruf
huruf antara 15 sampai 25 persen. Beberapa penelitian lainnya juga menunjukkan
hubungan kausalitas positif antara efisiensi birokrasi dan menurunnya tingkat korupsi
dengan pertumbuhan ekonomi dan investasi asing
Bagi Indonesia, relevansi konsep ini menjadi sangat tinggi setelah banyak pihak
menyalahkan bad/poor governance sebagai faktor penyebab utama negara ini
menjadiyang kondisi sosial ekonominya paling buruk di antara sekian banyak negara Asia
yang terkena krisis moneter 1997.

Terdapat tiga terminologi yang masih rancu dengan istilah dan konsep good
governance, yaitu: good governance (tata pemerintahan yang baik), good government
(pemerintahan yang baik), dan clean governance (pemerintahan yang bersih). Untuk lebih
dipahami makna sebenarnya dan tujuan yang ingin dicapai atas good governance. maka
adapun beberapa pengertian dari good governance, antara lain :

1. Menurut Bank Dunia (World Bank) Good governance merupakan cara


kekuasaan yang digunakan dalam mengelola berbagai sumber daya sosial
dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat (Mardoto, 2009).

2. Menurut UNDP (United National Development Planning) Good governance


merupakan praktek penerapan kewenangan pengelolaan berbagai urusan.
Penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi dan administratif di semua
tingkatan.

7
Good governance ini secara umum diterjemahkan dengan pemerintahan yang baik,
meskipun istilah aslinya memandang luas dimensi governance tidak sebatas hanya menjadi
pemerintahan saja. Selain itu good governance dapat juga diartikan sebagai tindakan atau
tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan,
atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan dan
kehidupan keseharian.

2.3 Prinsip-prinsip Good governance


Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip
di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu
pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan
semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-
prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:

a. Partisipasi (Participation)
Partisipasi merupakan perwujudan dari berubahnya paradigma mengenai
peran masyarakat dalam pembangunan. Masyarakat bukanlah sekedar
penerima manfaat (beneficiaries) atau objek belaka, melainkan agen
pembangunan (subjek) yang mempunyai porsi yang penting. Dengan prinsip
dari dan untuk rakyat, mereka harus memiliki akses pada pelbagai institusi
yang mempromosikan pembangunan. Karenanya, kualitas hubungan antara
pemerintah dengan warga yang dilayani dan dilindunginya menjadi penting di
sini. Hubungan yang pertama mewujud lewat proses suatu pemerintahan
dipilih. Pemilihan anggota legislatif dan pimpinan eksekutif yang bebas dan
jujur merupakan kondisi inisial yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa
hubungan antara pemerintah -yang diberi mandat untuk menjadi dirigen
tata pemerintahan inidengan masyarakat (yang diwakili legislatif) dapat
berlangsung dengan baik.
Pola hubungan yang kedua adalah keterlibatan masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan. Kehadiran tiga domain pemerintah, sektor swasta, dan
masyarakat sipil dalam proses ini amat penting untuk memastikan bahwa

8
proses pembangunan tersebut dapat memberikan manfaat yang terbesar atau
kebebasan (mengutip Amartya Zen) bagi masyarakatnya.
Pemerintah menciptakan lingkungan politik, ekonomi, dan hukum yang
kondusif. Sektorswasta menciptakan kesempatan kerja yang implikasinya
meningkatkan peluang untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Akan
halnya masyarakat sipil (lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat,
organisasi keagamaan, koperasi, serikat pekerja, dan sebagainya) memfasilitasi
interaksi sosial-politik untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas ekonomi,
sosial, dan politik.
Sementara itu, di tingkat praktis, partisipasi dibutuhkan untuk mendapatkan
informasi yang andal dari sumber pertama, serta untuk mengimplementasikan
pemantauan atas atas implementasi kebijakan pemerintah, yang akan
meningkatkan rasa memiliki dan kualitas implementasi kebijakan tersebut. Di
tingkatan yang berbeda, efektivitas suatu kebijakan dalam pembangunan
mensyaratkan adanya dukungan yang luas dan kerja sama dari semua pelaku
(stakeholders) yang terlibat dan memiliki kepentingan.

Semua warga negara berhak terlibat dalam keputusan, baik langsung maupun
melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan mereka.
Paradigma sebagai center for public harus diikuti dengan berbagai aturan sehingga
proses sebuah usaha dapat dilakukan dengan baik dan efisien, selain itu pemerintah
juga harus menjadi public server dengan memberikan pelayanan yang baik, efektive,
efisien, tepat waktu serta dengan biaya yang murah, sehingga mereka memiliki
kepercayaan dari masyarakat. Partisipasi masyarakat sangat berperan besar dalam
pembangunan, salah satunya diwujudkan dengan pajak.

b. Penegakan Hukum (Rule of Law)

Penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintah yang profesional dan harus


didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa. Penegakan hukum sangat
berguna untuk menjaga stabilitas nasional. Karena suatu hukum bersifat tegas dan
mengikat. Perwujudan good governance harus di imbangi dengan komitmen
pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai
berikut :

9
b.1 Supremasi Hukum, yakni setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara
dan peluang partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara didasarkan pada hukum dan peraturan yang jelas dan tega dan
dijamin pelaksanaannya secara benar serta independen.
b.2 Kepastian hukum, bahwa setiap kehidupan berbangsa dan bernegara
diatur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikasi dan tidak
bertentangan antara satu dengan lainnya.
b.3 Hukum yang responsive, yakni aturan-aturan hukum disusun
berdasarkan aspirasi msyarakat luas, dan mampu mengakomodasi
berbagai kebutuhan publik secara adil.
b.4 Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni
penegakan hukum yang berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu
jabatan maupun status sosialnya sebagai contoh aparat penegak hukum
yang melanggar kedisiplinan dan hukum wajib dikenakan sanksi.
b.5 Independensi peradilan, yakni peradilan yang independen bebas dari
pengaruh penguasa atau pengaruh lainnya. Sayangnya, di negara kita
independensi peradilan belum begitu baik dan dinodai oleh aparat
penegak hukum sendiri, sebagai contoh kecilnya yaitu kasus suap jaksa.

c. Tranparasi (Transparency)

Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang


berkepentingan terhadap setiap informasi terkait --seperti berbagai peraturan dan
perundang-undangan, serta kebijakan pemerintah dengan biaya yang minimal.
Informasi sosial, ekonomi, dan politik yang andal (reliable) dan berkala haruslah
tersedia dan dapat diakses oleh public (biasanya melalui filter media massa yang
bertanggung jawab). Artinya, transparansi dibangun atas pijakan kebebasan arus
informasi yang memadai disediakan untuk dipahami dan (untuk kemudian)
dapat dipantau.

Akibat tidak adanya prinsip transparansi ini bangsa indonesia terjebak


dalam kubangan korupsi yang sangat parah. Salah satu yang dapat menimbulkan
dan memberi ruang gerak kegiatan korupsi adalah manajemen pemerintahan
yang tidak baik. Dalam pengelolaan negara, Goffer berpendapat bahwa terdapat
delapan unsur yang harus dilakukan secara transparasi, yaitu :

10
c.1 Penetapan posisi dan jabatan.
c.2 Kekayaan pejabat publik.
c.3 Pemberian penghargaan.
c.4 Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan.
c.5 Kesehatan.
c.6 Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik.
c.7 Keamanan dan ketertiban.
c.8 Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.

d. Responsif (Responsiveness)

Prinsip responsif adalah bahwa pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-


persoalan masyarakat secara umum. Pemerintah harus memenuhi kebutuhan
masyarakatnya, bukan menunggu masyarakat menyampaikan aspirasinya, tetapi
pemerintah harus proaktif dalam mempelajari dan mengalisa kebutuhan-
kebutuhan masyarakat. Jadi setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika
yaitu etika individual yang menuntut pemerintah agar memiliki kriteria
kapabilitas dan loyalitas profesional. Dan etika sosial yang menuntut pemerintah
memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan pubik. Orientasi kesepakatan
atau Konsensus (Consensus Orientation).

e. Keadilan dan Kesetaraan (Equity)

Prinsip kesetaraan dan keadilan adalah kesamaan dalam perlakuan dan


pelayanan publik. Pemerintah harus bersikap dan berprilaku adil dalam
memberikan pelayanan terhadap publik tanpa mengenal perbedaan kedudukan,
keyakinan, suku, dan kelas sosial.

f. Efektivitas (Effectifeness) dan Efisiensi (Efficiency)

Yaitu pemerintah harus berdaya guna dan berhasil guna. Kriteria efektivitas
biasanya diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-
besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelopok dan lapisan sosial.

11
Sedangkan asas efisiensi umumnya diukur dengan rasionalitas biaya
pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Semakin kecil biaya
yang dipakai untuk mencapai tujuan dan sasaran maka pemerintah dalam
kategori efisien.

g. Akuntabilitas (Accountability)

Prinsip akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat publik terhadap


masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan
mereka. Setiap pejabat publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua
kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat.
Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilitas dalam upaya menuju pemerintahan
yang bersih dan berwibawa.

Akuntabilitas atau accountability adalah kapasitas suatu instansi


pemerintahan untuk bertanggung gugat atas keberhasilan maupun kegagalannya
dalam melaksanakan misinya dalam mencapai tujuan dan sasaran yang
ditetapkan secara periodik. Artinya, setiap instansi pemerintah mempunyai
kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pencapaian organisasinya dalam
pengelolaan sumberdaya yang dipercayakan kepadanya, mulai dari tahap
perencanaan, implementasi, sampai pada pemantauan dan evaluasi.

Akuntabilitas merupakan kunci untuk memastikan bahwa kekuasaan itu


dijalankan dengan baik dan sesuai dengan kepentingan publik. Untuk itu,
akuntabilitas mensyaratkan kejelasan tentang siapa yang bertanggunggugat,
kepada siapa, dan apa yang dipertanggunggugatkan. Karenanya, akuntabilitas
bisa berarti pula penetapan sejumlah kriteria dan indikator untuk mengukur
kinerja instansi pemerintah, serta mekanisme yang dapat mengontrol dan
memastikan tercapainya berbagai standar tersebut.

12
h. Visi Strategis (Strategic Vision)

Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi


masa yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi
good governance. Dengan kata lain, kebijakan apapun yang akan diambil saat
ini, harus diperhitungkan akibatnya pada sepuluh atau dua puluh tahun ke depan.
Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk masa yang akan datang, seorang
yang menempati jabatan publik atau lembaga profesional lainnya harus
mempunyai kemampuan menganalisis persoalan dan tantangan yang akan
dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.

2.4 Pilar-pilar Good Governance

Ada tiga pilar good governance adalah sebagai berikut:


1. Pemerintah berperan dalam mengarahkan, memfasilitasi kegiatan pembangunan.
Selanjutnya pemerintah juga memiliki peran memberikan peluang lebih banyak
kepada masyarakat dan swasta dalam pelaksanaan pembangunan.

2. Swasta berperan sebagai pelaku utama dalam pembangunan, menjadikan saha


sektor non pertanian sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi wilayah, pelaku
utama dalam menciptakan lapangan kerja, dan kontributor utama penerimaan
pemerintah dan daerah.

3. Masyarakat berperan sebagai pemeran utama (bukan berpartisipasi) dalam proses


pembangunan, perlu pengembangan dan penguatan kelembagaan agar mampu
mandiri dan membangun jaringan dengan berbagai pihak dalam melakukan fungsi
produksi dan fungsi konsumsinya, serta perlunya pemberdayaan untuk
meningkatkan efisiensi, produktivitas dan kualitas produksinya.

Dalam proses demokratisasi good governance sering mengilhami para aktivis


untuk mewujudkan pemerintahan yang memberikan ruang partisipasi bagi pihak diluar
pemerintah, sehingga ada pembagian peran dan kekuasaan yang seimbang antar negara,

13
masyarakat sipil, dan mekanisme pasar. Adanya pembagian peran yang seimbang dan
saling melengkapi antar ketiga unsur tersebut, bukan hanya memungkinkan terciptanya
check and balance, tetapi juga menghasilkan sinergi antar ketiganya dalam mewujudkan
kesejahteraan rakyat.

2.5 Agenda Good Governance


Good Governance sebagai suatu gerakan adalah segala daya upaya untuk
mewujudkan suatu pemerintahan yang baik. Oleh karena itu gerakan good governance
harus memiliki agenda yang jelas tentang apa yang mesti dilakukan agar tujuan utamanya
dapat dicapai. Untuk kasus Indonesia, agenda good governance harus disesuaikan dengan
kondisi riil bangsa saat ini, yang meliputi:

a. Agenda Politik

Masalah politik seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good


governance. Hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya adalah
acuan konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada
berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang melanda bangsa Indonesia
dewasa ini tidak lepas dari penataan sistim politik yang kurang demokratis. Oleh
karena itu perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut masalah-
masalah penting seperti amandemen UUD 1945 Sebagai sumber hukum dan
acuan pokok penyelenggaraan pemerintahan, amandemen UUD 1945 harus
dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance seperti pemilihan
presiden langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR,
kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan
pasal-pasal tentang hak asasi manusia.

14
b. Agenda Ekonomi

Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak
teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh. Mengingat
begitu banyak permasalahan ekonomi di Indonesia, perlu dilakukan prioritas-
priotitas kebijakan. Prioritas yang paling mendesak untuk pemulihan ekonomi
saat ini antara lain:

b.1 Agenda Ekonomi Teknis.


b.2 Agenda Pengembalian Kepercayaan
c. Agenda Sosial

Masyarakat yang berdaya, khususnya dalam proses penyelenggaraan


pemerintahan merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat semacam
ini akan solid dan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan
pemerintahan. Selain itu masyarakat semacam ini juga akan menjalankan fungsi
pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan.
Salah satu agenda untuk mewujudkan good governance pada masyarakat
semacam ini adalah memperbaiki masalah sosial yang sedang dihadapi. Oleh
karena itu masyarakat bersama pemerintah harus melakukan tindakan pencegahan
terhadap daerah lain yang menyimpan potensi konflik. Bentuk pencegahan
terhadap kekerasan komunal dapat dilakukan melalui; memberikan santunan
terhadap mereka yang terkena korban konflik, mencegah berbagai pertikaian
_vertikal maupun horizontal_ yang tidak sehat dan potensial mengorbankan
kepentingan bangsa dan mencegah pula segala bentuk anarkhi sosial yang terjadi
di masyarakat.

d. Agenda Hukum

Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance.


Kekurangan atau kelemahan sistim hukum akan berpengaruh besar terhadap
kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Dapat dipastikan, good governanance
tidak akan berjalan mulus di atas sistim hukum yang lemah. Oleh karena itu
penguatan sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi
terwujudnya good governance.

15
2.6 Good Governance dalam Kerangka Otonomi Daerah

Otonomi daerah termasuk pemekaran mempunyai tujuan untuk meningkatkan


Pelayanan Publik

dengan mendekatkan akses pelayanan publik kepada rakyat dan rentang kendali
(span of control) birokrasi pemerintahan lokal. Pelayanan publik merupakan strategis
untuk memulai menerapkan good governance. Sehingga diasumsikan dapat
meningkatkan kualitas pelayanan publik tersebut kemudian meningkatkan kesejahteraan
rakyat/masyarakat. Suatu logika sederhana, dengan dimilikinya kewenangan
mengatur/mengelola pemerintahan sendiri dan mengelola keuangan daerah sendiri serta
dengan makin dekatnya akses pelayanan public dan rentang kendali pemerintahan, maka
segala kegiatan pemerintahan daerah dimaksudkan agar semakin bersentuhan langsung
dengan pemenuhan hak-hak dasar rakyat/masyarakat menuju peningkatan kesejahteraan.

Ada beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi strategis untuk


memulai menerapkan good governance. Pertama, pelayanan publik selama ini menjadi
ranah dimana Pemerintah berinteraksi dengan masyarakat. Ini berarti jika terjadi
perubahan yang signifikan pada pelayanan publik, dengan sendirinya dapat dirasakan
manfaatnya secara langsung oleh masyarakat luas. Keberhasilan mempraktekkan good
governance pada pelayanan publik mampu membangkitkan kepercayaan masyarakat luas
bahwa menerapkan good governance bukan hanya sebuah mitos, tetapi menjadi suatu
kenyataan. Kedua, pelayanan publik adalah ranah dimana berbagai aspek good
governance dapat diartikulasikan secara lebih mudah. Nilai-nilai yang selama ini
mencirikan praktek good governance seperti efisien, non diskriminatif, dan berkeadilan,
berdaya tanggap, dan memiliki akuntabilitas tinggi dapat dengan mudah dikembangkan
parameternya dalam ranah pelayanan publik. Ketiga, pelayanan publik melibatkan
kepentingan semua pihak, Pemerintah mewakili negara, masyarakat sipil, dan mekanisme
pasar, yang semuanya memiliki kepentingan dan keterlibatan yang tinggi dalam ranah
ini. Keberhasilan penguasa dalam membangun legitimasi kekuasaan sering dipengaruhi
oleh kemampuan mereka dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang baik. Dengan

16
memulai perubahan pada bidang yang dapat secara langsung dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat sipil dan para pelaku pasar, upaya melaksanakan good governance akan
memperoleh dukungan dari semua pemangku kepentingan. Dukungan ini sangat penting
dalam menentukan keberhasilan karena memasyarakatkan good governance
membutuhkan stamina dan daya tahan yang kuat.

Tujuan mulia untuk menciptakan kesejahteraan pada daerah otonomi senyatanya


secara faktual masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Beberapa kasus
membuktikan bahwa ternyata selama perjalanannya, otonomi daerah termasuk
pemekaran daerah sebagai solusi untuk peningkatan kesejahteraan dan peningkatan
kualitas pelayanan tidak terlalu signifikan menunjukkan dampak terhadap perubahan
taraf kehidupan masyarakat. Secara politik, rakyat dimanipulir aspirasinya demi, oleh dan
untuk kepentingan elit daerah, muncul pula rezim-rezim lokal yang bergaya bak diktator
baru atau adipati-adipati penguasa daerah setempat, rezim ini menjadi kelas penguasa
baru. Di beberapa daerah malah rezim ini seakan kebal hukum, termasuk kroni-kroninya.
Mereka juga yang menguasai sebagian besar aset dan fasilitas, menguasai juga SDA dan
sumber daya lainnya. Skor korupsi pun meningkat dan melibatkan struktur yang paling
dekat dengan rakyat, mulai dari desa hingga kabupaten-kota. Apa mau dikata, otonomi
mewabahkan KKN di tingkat daerah ini, dan ini bukan rahasia umum. Aparatur
birokrasinyapun berjalan tidak efektif dan efisien, malah menjadi benalu yang
membebani rakyat dan keuangan negara. Dalam konteks ini, proses berotonomipun tidak
melahirkan pelayanan publik yang maksimal, malahan birokrasi pemerintahan menjadi
cenderung boros, infesiensi, inefektifitas dan sarang korupsi. Masalah lainpun
bermunculan, seperti semakin senjangnya kualitas pembangunan manusia, menurunnya
kualitas lingkungan dampak rusaknya lingkungan yang diakibatkan dari eksploitasi
lingkungan yang tidak terkendali, bahkan malah makin marak di era otonomi daerah.

Untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam Otonimi Daerah


perlu tiga pendekatan yang harus sekaligus dilakukan. Pertama adalah menetapkan dan
memasyarakatkan pedoman good governance secara nasional, baik untuk kalangan
korporasi maupun publik, yang kemudian bisa ditindak lanjuti dengan pedoman sektoral
dari masing-masing industri atau bidang kegiatan. Pedoman ini merupakan suatu rujukan

17
yang selalu mengikuti perkembangan jaman. Oleh karena itu, dalam kurun waktu tertentu
perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian. Pendekatan kedua adalah perlu dilakukan
penyuluhan, konsultansi, dan pendampingan bagi perusahaan-perusahaan, maupun kantor
pemerintah yang bermaksud untuk mengimplementasikan good governance, dengan
melakukan kegiatan self assessment, kemudian memasang rambu-rambu pada masing-
masing perusahaan atau instansi Pemerintah. Pendekatan ketiga adalah dengan
memperbanyak agen-agen perubah dengan mengembangkan semacam sertifikasi bagi
direktur dan komisaris pada perusahaan-perusahaan serta bagi pejabat-pejabat publik.

2.7 Pengalaman Kota-kota Percontohan dalam Penerapan Good


Governance di Indonesia

Untuk menilai kinerja pelayanan publik, ada beberapa indikator yang


dipergunakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka, diantaranya adalah keadilan
dan persamaan pelayanan, Kepastian waktu dan biaya, responsivitas dan rente birokrasi.
Dengan menggunakan serangkaian indikator ini pemerintah Kabupaten Bangka
memotret kinerja pelayanan publik (public service performence) yang akan
diselenggarakan oleh Aparatur pemerintah Daerah Kabupaten Bangka. Dengan
pemotretan kinerja pelayanan publik diharapkan observasi terhadap keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah dan reformasi tata pemerintahan dapat diwujudkan di
Daerah Kabupaten Bangka.

a. Equity (Keadilan)
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, pemenuhan prinsip keadilan
dilihat dari kemampuan pemerintah daerah untuk memberikan perlakuan yang
sama dan adil kepada warganya dalam penyelenggaraan pelayanan publik
(Thompson,1989). Tata pemerintahan yang baik mengharuskan pemerintah
kabupaten dan kota menjamin warganya untuk memperoleh akses yang sama
bukan hanya pada pelayanan publik, tetapi juga pada kualitas pelayanan publik
yang sama.

18
Dalam era otonomi daerah, keadilan dalam bidang pelayanan publik
menjadi aspek utama perhatian pemerintah Kabupaten Bangka dalam
menggunakan kewenangannya untuk membuat pelayanan publik menjadi
semakin mudah diakses oleh kelompok marginal, seperti: penduduk miskin,
perempuan dan pendatang dan bagi masyarakat etnis lainnya.

Temuan di lapangan menunjukkan belum ditemukannya berbagai keluhan


masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja
pelayanan publik oleh pemerintah.

Selain itu sikap diskriminatif terhadap kaum miskin dapat dihilangkan


dengan upaya pemerintah daerah Kabupaten Bangka dengan menerapkan
kebijakan pemberian pengobatan gratis dalam bidang kesehatan berupa program
JKSS (Jaminan Kesehatan Sepintu Sedulang) dan SPP gratis bagi golongan
yang tidak mampu dalam bidang pendidikan selain program yang diberikan oleh
pemerintah pusat.

b. Responsivitas
Responsivitas menjelaskan kemampuan pemerintah untuk mengenali
kebutuhan, menyusun agenda dan prioritas dan mengembangkan program-
program yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat (Hormon,
1995). Oleh karena itu, responsivitas menunjukkan pada keselarasan antara
program dan kegiatan dengan kebutuhan masyarakat.

Untuk memperbaiki praktik penyelenggaraan pelayanan, pemerintah


Kabupaten Bangka telah berupaya melakukan penyederhanaan sistem dan
prosedur pelayanan dan secara proaktif melakukan strategi jemput bola dengan
baik dengan memberikan informasi melalui internet dalam bidang pelayanan
publik yang dibutuhkan oleh masyarakat. Seperti dalam pelayanan pembuatan
KTP dan kartu keluarga dan lain sebagainya.

Untuk mendukung kinerja pelayanan publik, Pemerintah telah membentuk


lembaga yang mampu memebrikan pelayanan publik secara cepat, murah dan
tepat waktu. Relaisasinya dengan membangun Kantor UPTSP (Unit Pelayanan
Terpadu satu Pintu). Pembentukan lembaga ini secara nasional dilatarbelakangi
19
munculnya keluhan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik yang lamban,
mahal dan tidak transparan.

Dari sudut keluhan yang diajukan oleh masyarakat pengguna jasa dalam
pelayanan telah direspon dengan baik melalui proses elektronicall dialogis
(internet) tertulis maupun lisan. Publik dapat melakukan komunikasi dan feed
back terhadap kebijakan pemerintah daerah baik dalam tataran perencanaan,
pelaksanaan, maupun evaluasi. Terhadap respon yang disampaikan oleh publik,
pemerintah menyampaikan tanggapan ulang melalui media cetak maupun media
internet. Komunikasi ini dibangun dalam rangka menjalin sinergitas antara
pemerintah dengan masyarakat dalam pembangunan.

Dalam bidang pendidikan misalnya, kebijakan yang ditempuh oleh


pemerintah daerah Kabupaten Bangka adalah dengan memberikan kesempatan
kepada para guru untuk meningkatkan jenjang pendidikannya. Biaya pendidikan
sebagian dapat ditanggung oleh pemerintah daerah. Hal ini dilakukan dalam
upaya peningkatan kemajuan belajar siswa dan kinerja sekolah.

c. Efisiensi Pelayanan
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan sebuah pelayanan diharapkan diatur dengan jelas. Pemerintah
Kabupaten Bangka berupaya menentukan secara jelas mengenai lamanya waktu
yang diperlukan untuk menyelesaikan sebuah pelayanan secara cepat. Hal ini
dilakukan dengan bekerja semaksimal mungkin tanpa menunda waktu yang
diperlukan dalam mengakses sebuah pelayanan.

Upaya yang selama ini dilakukan oleh pemerintah untuk


menyelenggarakan pelayanan sertifikasi tanah secara massal melalui program
Proda adalah bagian dari upaya mengurangi ketidakpastian waktu dan biaya
dalam pensertifikasian tanah.

Perbaikan kinerja dalam pelayanan sertifiksi tanah diwujudkan juga


dalam bentuk peningkatan kordinasi antar pemerintah kabupaten/ kota dengan
pemerintah pusat untuk mencegah munculnya konflik pertanahan.

20
d. Suap dan Rente Birokrasi
Dalam struktur hubungan antar pemerintah dengan warganya yang seperti
itu, Pemerintah Kabupaten Bangka telah berupaya merancang praktik
penyelenggaraan pelayanan publik yang lebih banyak berpihak kepada
kepentingan masyarakat dan pengguna jasa. Prosedur pelayanan publik
dirancang untuk mempermudah akses warga dan melindungi kepentingan
mereka. Oleh karena itu, prosedur pelayanan public berupaya mengatur
keseimbangan kewajiban warga yang harus dipenuhi disertai dengan hak-hak
warga yang dijamin oleh pemerintah. Dalam kondisi seperti itu, warga akan
menghadapi kepastian ketika berhadapan dengan birokrasi pelayanan publik.
Kedudukan mereka sangat kuat.

e. Akuntabilitas
Akuntabilitas di Kabupaten Bangka di lakukan oleh DPRD terhadap
program dan kebijakan pemerintah. Otonomi daerah menuntut juga keterlibatan
yang tinggi dari masyarakat atau stakeholder (LSM, Porkot dll) baik dalam
proses penyusunan kebijakan, pelaksanaan maupun pengawasan.

f. Administrasi dan Perijinan Usaha dan Investasi

Didalam upaya meningkatkan pelayanan dalam bidang investasi terdapat


ketersediaan program perijinan sebagai kelanjutan kebijakan desntralisasi.
Disamping memberikan pelayanan perijinan, pemerintah Kabupaten Bangka
juga memberikan pembinaan khususnya terhadap pengusaha kecil, pemberian
bantuan dana dan peralatan. Biaya perijinan didasarkan pada perda Kab. Bangka
dengan maksud memberikan kepastian waktu dan hukum serta peluang investasi
secara mudah dagi investor.

21
2.8 Masyarakat madani dan Relevansinya dengan Penerapan
Good Governence

Manfaat yang dapat diperoleh dengan terwujudnya masyarakat madani ialah


terciptanya masyarakat yang demokratis, sebagai salah satu tuntutan reformasi di dalam
negeri dan tekanan-tekanan politik, serta ekonomi dari luar negeri. Di samping itu,
menurut Suwardi (1999) melalui masyarakat madani akan mendorong munculnya
inovasi-inovasi baru di bidang pendidikan. Guna mewujudkan masyarakat madani,
dibutuhkan motivasi yang tinggi dan partisipasi nyata dari individu sebagai anggota
masyarakat. Hal ini mendukung pendapat Suryadi (1999), yang intinya menyatakan
bahwa untuk mewujudkan masyarakat madani diperlukan proses waktu, serta dituntut
komitmen masing-masing warganya untuk mereformasi diri secara total dan selalu
konsisten, dan penuh kearifan dalam menyikapi konflik yang tak terelakan. Tuntutan
terhadap terhadap aspek ini sama pentingnya dengan kebutuhan akan toleransi sebagai
nilai instrumen dasar lahirnya sebuah konsensus atau kompromi.

Dari uraian yang dikemukakan di atas, terlihat bahwa antara masyarakat madani
dan demokrasi memiliki kesamaan. Artinya, bahwa demokrasi akan berjalan baik,
apabila masyarakatnya memiliki sifat dan karakter masyarakat madani. Langkah-
langkah yang diperlakukan dalam rangka good governance adalah :Penguatan fungsi
dan peran lembaga perwakilan rakyat seperti DPR, DPRD I, DPRD II, dan
DPD.Membangun kemandirian lembaga peradilan dari intervensi pemerintah dan pihak
lain.Membangun aparatur negara yang profesional dan penuh integritas.Membangun
peran serta masyarakat yang kuat dan mandiri, serta bermoral.Membangun keimanan
dan ketakwaan kepada Tuhan yang melandasi moral kehidupan.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Good governance adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi
dalam mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut dapat
dikatakan baik (good atau sound) jika dilakukan dengan efektif dan efisien,
responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel, serta
transparan. Prinsip-prinsip tersebut tidak hanya terbatas dilakukan dikalangan
birokrasi pemerintahan, tetapi juga di sektor swasta dan lembaga-lembaga
nonpemerintah.

Untuk merealisasikan pemerintahan yang profesional dan akuntabel yang


bersandar pada prinsip-prinsip good governance, Lembaga Administrasi Negara
(LAN) merumuskan sembilan aspek fundamental (prinsip) dalam good governance
yang harus diperhatikan, yaitu:

1.Partisipasi (participation).

2.Penegak hukum (rule of law).

3.Transparansi (transparency).

4.Responsif (resposiveness)

5.Keadilan (equity).

6.Efektivitas (effectiveness) dan efisiensi (eficiency).

7.Akuntabilitas (accountability).

8.Visi strategis (strategic vision).

Ada tiga pilar good governance yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Adapun
agenda good governance yaitu, agenda politik, ekonomi, hukum dan sosial.

23
3.2 Saran
Berbagai permasalahan nasional menjadi alasan belum maksimalnya
good governance. Dengan melaksanakan prinsip-prinsip good governance maka
tiga pilarnya yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil saling menjaga,
support dan berpatisipasi aktif dalam penyelnggaraan pemerintahan yang sedang
dilakukan. Terutama antara pemerintah dan masyarakat menjadi bagian penting
tercapainya good governance. Tanpa good governance sulit bagi masing-masing
pihak untuk dapat saling berkontribusi dan saling mengawasi. Good governance
tidak akan bisa tercapai apabila integritas pemerintah dalam menjalankan
pemerintah tidak dapat dijamin. Hukum hanya akan menjadi bumerang yang
bisa balik menyerang negara dan pemerintah menjadi lebih buruk apabila tidak
dipakai sebagaimana mestinya. Konsistensi pemerintah dan masyarakat harus
terjamin sebagai wujud peran masing-masing dalam pemerintah. Setiap pihak
harus bergerak dan menjalankan tugasnya sesuai dengan kewenangan masing-
masing.

24
DAFTAR PUSTAKA

Bakti, Andi Faisal, 2000, Good Governance & Conflict Resolution in Indonesia, Jakarta: Lugos

A.Ubaidillah dan Abdul Rozak, 2008, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta :
ICCE UIN Syarief Hidayatullah; Edisi refisi III

Azyumardi, 2003, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, Jakarta : ICCE UIN Syarief
Hidayatullah; Edisi refisi I

Humah, Daris, 2011, Negara Hukum Dan Good Governance, Ternate Selatan: Kampus
Terpadu UMMU

Hardjasoemantri, Koesnadi. 2003. Good Governance Dalam Pembangunan Berkelanjutan Di


Indonesia. Makalah Untuk Lokakarya Pembangunan Hukum Nasional ke VIII di Bali, tanggal
15 Juli 2003.

Mardoto. 2009. Mengkritisi Clean And Good Governance Di Indonesia. Dalam


http://mardoto.com.

Prasetijo. 2009. Good Governance Dan Pembangunan Berkelanjutan dalamhttp://rizkibasriani-


matakuliah.blogspot.com/masyarakat-madani-pend-agama-islam.html

25
Kata Penutup

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik
dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan
dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah
ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada
umumnya.

Makassar, 29 September 15

Kelompok 12

26

Anda mungkin juga menyukai