Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH

KEPERAWATAN PENCERNAAN II
Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak-anak dan Dewasa dengan
Sialadenitis

Makalah Dibuat untuk Pemenuhan Tugas SGD Keperawatan Pencernaan II


Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak-anak dan Dewasa dengan Sialadenitis

Dosen Pembimbing:
Ika Nur Pratiwi, S.Kep., Ns., M.Kep

Nama Kelompok 4/A2:


1. Lutvi Choirunnisa 131411131002
2. Elfira Fitria Rohma 131411131026
3. Devi Noaritasari 131411131077
4. Eka Fitriyah Rohmah 131411131080
5. Nadhia Putri Ulva Sari 131411133006
6. Oktaviana Ristya Anggraini 131411133009
7. R. R. Ratri Prasetyoningrum 131411133030

PROGRAM STUDY S1 PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2016
KATA PENGANTAR

21
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Pencernaan II yang
berjudul Asuhan Keperawatan pada Pasien anak-anak dan Dewasa dengan
Sialadenitis. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Sensori Persepi. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bu Ika
Nur Pratiwi, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku fasilitator materi ini, dan semua pihak
yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini
memberikan informasi bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Penyusun

22
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB 1: PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Tujuan...........................................................................................................1
1.3 Manfaat.........................................................................................................2
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA........................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Saliva........................................................3
2.2 Definisi.........................................................................................................6
2.3 Etiologi.........................................................................................................6
2.4 Patofisiologi..................................................................................................7
2.5 Klasifikasi.....................................................................................................7
2.6 Manifestasi Klinis.......................................................................................10
2.7 Pemeriksaan Diagnostik.............................................................................10
2.8 Penatalaksanaan..........................................................................................12
2.9 Prognosis....................................................................................................13
2.10Komplikasi.................................................................................................13
BAB III: ASUHAN KEPERAWATAN SIALADENITIS.................................14
WOC..................................................................................................................19
BAB IV: ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS....................................20
BAB V: KESIMPULAN...................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................48

23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sialadenitis adalah suatu peradangan pada kelenjar saliva dan merupakan
respon atau infeksi oleh Staphylococcus aureus (Muttaqin & Sari, 2011).
Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1828. Sebagian besar
penyakit ini melibatkan kelenjar parotis, dan terkadang juga melibatkan
kelenjar submandibula (Inggrid Hesly, 2009).
Sebagian besar pasien adalah usia dewasa, tapi ada juga yang terjadi pada
neonates hingga anak-anak. Sialadenitiskronisberulangterjadi 10 kali lebih
sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak, dengan
rentang usia 40 sampai 60 tahun pada orang dewasa dan 4 bulansampai 15
tahun pada anak-anak (Eugene, 2007)
Seseorang yang mengalami penyakit sialadenitis ini tentu saja akan
mempengaruhi nutrisi dalam tubuhnya, karena sialadenitis dapat menimbulkan
rasa tegang yang tidak nyaman pada saat makan. Oleh karena itu, sebagai
seorang perawat kita juga harus dapat melakukan asuhan keperawatan dengan
klien dengan penderita Sialadenitis. Hal ini menjadi penting karena perawat
memegang perana penting dalam proses penyembuhannya.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan sialadenitis
pada anak-anak maupun orang dewasa
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk menjelaskan definisi sialadenitis
b. Untuk menjelaskan etiologi sialadenitis
c. Untuk menjelaskan patofisiologi sialadenitis
d. Untuk menjelaskan manifestasi klinis sialadenitis
e. Untuk menjelaskan klasifikasi sialadenitis
f. Untuk menjelaskan pemeriksaan diagnostik sialadenitis
g. Untuk menjelaskan penatalaksanaan sialadenitis
h. Untuk menjelaskan prognosis sialadenitis
i. Untuk menjelaskan komplikasi sialadenitis
j. Untuk menjelaskan asuhan keperawatan sialadenitis

1.3 Manfaat
a. Mahasiswa dapat memahami definisi sialadenitis
b. Mahasiswa dapat memahami etiologi sialadenitis

24
c. Mahasiswa dapat memahami patofisiologi sialadenitis
d. Mahasiswa dapat memahami manifestasi klinis sialadenitis
e. Mahasiswa dapat memahami klasifikasi sialadenitis
f. Mahasiswa dapat memahamipemeriksaan diagnostik sialadenitis
g. Mahasiswa dapat memahami penatalaksanaan sialadenitis
h. Mahasiswa dapat memahami prognosis sialadenitis
i. Mahasiswa dapat memahami komplikasi sialadenitis
j. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan sialadenitis

25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Saliva


2.1.1 Anatomi Kelenjar Saliva
Kelenjar liur dibagi menjadi kelenjar liur mayor dan minor. Kelenjar
liur mayor ialah kelenjar parotis, kelenjar submandibula, dan sublingual.
Kelenjar liur minor terletak tersebar di rongga mulut dan tenggorokan.
Kelenjar saliva mayor berkembang pada minggu ke-6 sampai ke-8
kehidupan embrio dan berasal dari jaringan ektoderm. Kelenjar saliva minor
berasal dari jaringan ektoderm oral serta endoderm nasofaring dan
membentuk sistem tubuloasiner sederhana (Kontis TC Anatomy and
Physiology of Salivary Gland).
a. Kelenjar Liur Mayor
1) Kelenjar Parotis
Kelenjar parotis merupakan sepasang kelenjar liur
terbesar. Letaknya didekat liang telinga dan ramus asendens
mandibula. Nervus fasialis setelah keluar dari foramen
stilomastoid masuk ke dalam kelenjar parotis dan bercabang disana.
Salurannya yaitu duktus Stenon, menembus m. Bucinator dan
bermuara ke dalam rongga mulut kanan dan kiri berhadapan dengan
remolare kedua rahang atas. Kelenjar parotis kaya akan saluran
getah bening dengan banyak sekali kelenjar getah bening
intraglanduer. Serabut saraf parasimpatis berjalan bersama n.
Glosofaring sampai ke foramen jugularis dan kemudian terus
bersama dengan n. Petrosus superfisial minor menuju ke ganglion
optikum. Serabut saraf tadi mencapai kelenjar bersama dengan.
Aurikulotemporal. Di sini, saraf ini mempengaruhi produksi
air-liur.
2) Kelenjar Mandibula
Kelenjar submandibula terletak di sebelah medial tepi bawah
rahang, di atas m. Digastrikus dan menempati segitiga yang
dibentuk oleh venter posterior dan anterior m. Digastrici. Bagian

26
tengah berhubungan dengan m. Styloglossus dan m. Hyoglossus. M.
Mylohyoideus yang membatasi rongga sublingual dan
submandibular, merupakan batas superior kelenjar submandibularis.
Duktusnya keluar dari perluasan kelenjar submandibularis yang
melintasi batas posterior dari m. Mylohyoideus dan memasuki
rongga atau ruang subingual. Salurannya, yaitu duktus Whartoni
sepanjang kurang lebih 6 cm, berjalan di bawah selaput lender dasar
mulut bersama dengan n. Lingualis dan bermuara di dasar mulut
disamping frenulum lidah dalam karunkula. Persyarafannya
berasal dari serabut saraf parasimpatis yang melalui korda
timpani dan kemudian mengikuti n. Lingualis mencapai kelenjar.
3) Kelenjar sublingual
Kelenjar sublingual terletak sedikit ke depan dan tepat di
sebelah kelenjar submandibula. Keduanya mempunyai satu saluran
(duktus) bersama. Kelenjar sublingual menempati rongga sublingual
bagian anterior dan karena itu hampir memenuhi dasar mulut.
Aliran dari sublingualis memasuki rongga mulut melalui sejumlah
muara yang terdapat sepanjang plica sublingualis, yaitu suatu linger
mukosa anteroposterior di dasar mulut yang menunjukkan
alur dari ductus submandibularis, atau melalui duktus utama
(yaitu ductus Bartholin) yang berhubungan dengan ductus
submandibularis.
b. Kelenjar Liur Minor
Kelenjar saliva minor sangat banyak jumlahnya, berkisar
antara 600 sampai 1000 kelenjar. Di antaranya ada yang memproduksi
cairan serosa, mukoid, ataupun keduanya. Masing-masing kelenjar
memiliki duktus yang bermuara di dalam rongga mulut. Kelenjar ini
tersebar di daerah bukal, labium, palatum, serta lingual. Kelenjar ini
juga bisa didapatkan pada kutub superior tonsil palatine (kelenjar
Weber), pilar tonsilaris serta di pangkal lidah. Suplai darah berasal dari
arteri di sekitar rongga mulut, begitu juga drainase kelenjar
getah bening mengikuti saluran limfatik di daerah rongga mulut.

2.1.2 Fisiologi Kelenjar Air Saliva

27
Jumlah total produksi air liur setiap hari ialah 600 ml. Sebanyak 70%
diproduksi oleh kelenjar submandibula dan 25% oleh kelenjar
parotis, yang mengeluarkan air liur pada waktu makan. Berikut
fisiologi kelenjar air liur menurut Mosier (2009):
a. Produksi Saliva
Kelenjar saliva berperan memproduksi saliva, dimulai dari
proksimal oleh asinus dan kemudian dimodifikasi di bagian distal oleh
duktus. Kelenjar saliva memiliki unit sekresi yang terdiri dari
asinus, tubulus sekretori, dan duktus kolektivus. Sel-sel asini dan
duktus proksimal dibentuk oleh sel-sel mioepitelial yang berperan
untuk memproduksi sekret. Sel asini menghasilkan saliva yang akan
dialirkan dari duktus interkalasi menuju duktus interlobulus,
kemudian duktus intralobulus dan berakhir pada duktus kolektivus
(Levitzky, 2011).
b. Inervasi autonom dan sekresi saliva
1) Sistem saraf parasimpatis
Sistem saraf parasimpatis menyebabkan stimulasi pada
kelenjar saliva sehingga menghasilkan saliva yang encer. Kelenjar
parotis mendapat persarafan parasimpatis dari nervus
glosofaringeus (n.IX). Kelenjar submandibula dan sublingualis
mendapatkan persarafan parasimpatis dari korda timpani (cabang
n.VII).
2) Sistem saraf simpatis
Serabut saraf simpatis yang menginervasi kelenjar
saliva berasal dari ganglion servikalis superior dan berjalan
bersama dengan arteri yang mensuplai kelenjar saliva. Serabut saraf
simpatis berjalan bersama dengan arteri karotis eksterna yang
memberikan suplai darah pada kelenjar parotis,dan bersama arteri
lingualis yang memberikan suplai darah ke kelenjar submandibula,
serta bersama dengan arteri fasialis yang memperdarahi
kelenjar sublingualis. Saraf ini menstimulasi kelenjar saliva
untuk menghasilkan sekret kental yang kaya akan kandungan
organik dan anorganik.

28
2.2 Definisi
Sialadenitis adalah suatu peradangan pada kelenjar saliva dan merupakan
respon atau infeksi oleh Staphylococcus aureus (Muttaqin & Sari, 2011). Bisa
juga disebabkan oleh trauma (Mitchell, 2009).

2.3 Etiologi
Penyebab yang paling sering adalah Staphylococcus aureus. Organisme
bakteri lain termasuk streptococcus viridans, Haemophilus influenzae,
streptococcus pyogenesis dan escherichia coli bisa menyebabkan infeksi serta
peradangan pada kelenjar saliva. Infeksi ini juga bisa terjadi akibat dari dehidrasi
dengan pertumbuhan yang berlebihan dari flora mulut. Penyebab yang paling
umum adalah dehidrasi pascaoperasi, terapi radiasi, dan imunosupresi (misalnya
diabetes melitus, transplantasi organ, kemoterapi, Human Immunodeficiency
Virus) (Yoskvitch, 2009).
Menurut Witt (2011), beberapa etiologi yang dapat menyebabkan
sialadenitisadalah :
a. Dehidrasi, dan malnutrisi serta sejumlah terapi obat (misalnya: diuretik,
antihistamin, antidepresan, dan antihipertensi) dapat mengakibatkan
penurunan fungsi dari kelenjar liur sehingga dapat menurunkan produksi
saliva. Keadaan ini bisa menyebabkan penyebaran kolonisasi bakteri dari
parenkim kelenjar liur melalui sistem ductal (saluran) ke kelenjar liur.
b. Obstruksi mekanik karena sialolithiasis atau abnormalitas duktus kelenjar liur
dapat mengurangi produksi saliva. Keadaan ini dapat menyebabkan seseorang
menderita sialadenitis yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri aerobik khas yang
sering menginfeksi pada sialadenitis adalah Staphylococcus aureus dan
Haemophilus influenzae. Basil Gram-negatif termasuk Prevotella
berpigmen, Porphyromonas, dan Fusobacterium juga dapat menjadi
penyebab pada sialadenitis.

2.4 Patofisiologi
Peradangan pada kelenjar saliva disebabkan oleh agen infeksi, radiasi, atau
gangguan imunologi. Peradangan kelenjar saliva dapat disebabkan oleh bakteri
atau virus, seperti infeksi dengan cytomegalovirus (CMV). Organisme bakteri

29
yang pada umumnya seperti staphilococcus aureus, staphilococcus pyogenes,
streptococcus pneumoniae, dan e-coli. Gangguan ini pada umunya mempengaruhi
kelenjar parotis dan submandibularis pada orang dewasa.

Penurunan pada produksi saliva (seperti dehidrasi atau pasien lemah atau
pada pasien setelah operasi) dapat memicu sialadenitis akut. Bakteri atau virus
masuk kelenjar melalui benda yang masuk melalui mulut. Obat sistemik seperti
phenothiazine dan tetracyclin, dapat juga memicu sialadenitis akut yang
berkelanjutan. Pertumbuhan infeksi pada kelenjar saliva dapat menjadi abses,
yang dapat pecah dan menyebarkan infeksi kedalam jaringan leher dan
mediastinum.

Pasien yang menerima radiasi dari perawatan kanker pada kepala dan leher
atau tiroid dapat menurunkan aliran saliva sehingga dapat mengakibatkan
sialadenitis akut ataupun persisten. Efek radiasi pada kelenjar saliva sangat cepat
dan tinggi. Gangguan imunologis seperti HIV dapat memperbesar kelenjar parotis
dari hasil infeksi berikutnya. Sindrom sjgren sebuah gangguan autoimun,
ditandai dengan peradangan dan pembesaran pada kelenjar saliva kronis.
(Ignatavicius & Workman, 2010).

2.5 Klasifikasi
1. Sialadenitis Supuratif Akut
Kemungkinan penyakit ini disebabkan karena adanya stasis saliva,
akibat adanya obstruksi atau berkurangnya produksi saliva. Faktor
predisposisi lain terjadinya penyakit ini adalah struktur duktus atau
kalkuli. Berkurangnya produksi kelenjar saliva bias disebabkan karena
konsumsi beberapa obat. Pasien pasca operasi juga dapat menderita
penyakit ini akibat produksi saliva yang kurang yang diikuti dengan
higiene oral yang buruk. Secara klinis, pada sialadenitis akut akan
terlihat adanya pembengkakan atau pembesaran kelenjar dan
salurannya dengan disertai nyeri tekan dan rasa tidak nyaman serta
sering juga diikuti dengan demam dan lesu. Diagnosis dari adanya

30
sumbatan biasanya lebih mudah ditentukan berdasar pada keluhan
subjektif dan gambaran klinis. Penderita yang terkena sialadenitis akut
seringkali mengalami pembengkakan yang besar dari kelenjar yang
terkena dan sangat nyeri bila dipalpasi serta sedikit terasa lebih hangat
dibandingkan daerah di dekatnya yang tidak terkena. Pemeriksaan
muara duktus akan menunjukkan adanya peradangan, dan jika terlihat
ada aliran saliva, biasanya keruh dan purulen. Hasil pemeriksaan
hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis yang merupakan tanda
proses infeksi akut. Pemijatan kelenjar atau duktus (untuk
mengeluarkan secret) tidak dibenarkan dan tidak akan bias ditolerir
oleh pasien. Probing (pelebaranduktus) juga merupakan kontraindikasi
karena kemungkinan terjadinya inokulasi yang lebih dalam atau
masuknya organisme lain. Sialografi yaitu pemeriksaan kelenjar
secarara diografis mensuplai medium kontras yang mengandung
iodine, juga sebaiknya ditunda.
2. Sialadenitis Kronis
Sialadenitis kronis lebih sering terjadi pada orang dewasa (hanya 10%
dari asien adalah anak-anak). Keadaan ini merupakan episode berulang
sialadenitis akut yang berjalan dalam waktu yang lama dengan tipe
unilateral pada kelenjar liur mayor dan bersifat episodik. Sialadenitis
kronis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, penyakit autoimun, atau
obstruksi dari duktus kelenjar liur oleh batu liur atau karena penyakit
lain. Hal ini juga bias disebabkan oleh infeksi pada periode akut tidak
diobati secara tuntas dan bias juga karena kelainan bawaan dari duktus
kelenjar liur. Kelenjar liur yang mengalami infeksi akan membentuk
sekresi purulen yang berwarna putih susu dan kental. Sumbatan
kronis atau infeksi akan menyebabkan berkurangnya serusacini/mucus
dan terjadi pembentukan jaringan parut (fibrosis) interstisial pada
kelenjar, sehingga aliran saliva akan sangat berkurang. Infeksi atau
sumbatan kronis membutuhkan pemeriksaan yang lebih menyeluruh,
yang meliputi probing, pemijatan kelenjar dan pemeriksaan
radiografi. Palpasi pada kelenjar saliva mayor yang mengalami
peradangan kronis biasanya tidak menimbulkan tidak nyeri sering kali

31
menunjukkan adanya perubahan atrofik dan kadang-kadang fibrosis
noduler.
3. Sialadenitis Viral
Infeksi virus dari kelenjar ludah adalah suatu kondisi yang sering
terutama mempengaruhi kelenjar parotis. Gondong ( sebuah
paramyxovirus ) adalah virus yang paling umum memproduksi
parotitis klinis yang signifikan. Gondong adalah penyakit dominan
anak-anak dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada
perempuan. Dewasa muda juga mungkin akan terpengaruh dan
memiliki perjalanan klinis yang lebih agresif. Gondong sering diawali
oleh infeksi virus di rongga mulut atau hidung, menyebabkan viremia,
dan infeksi hematogen dari kelenjar ludah. Masa inkubasi sekitar 3
minggu, diikuti dengan 1 sampai 2 hari demam, menggigil, sakit
kepala, dan nyeri rahang atas mengunyah, diikuti oleh pembengkakan
cepat dan menyakitkan dari kelenjar parotis. 30% sampai 40% dari
pasien yang terinfeksi tidak ada gejala klinis yang terlihat.
4. Sialadenitis Obstruktif
Sialadenitis merupakan tipe Sialadenitis yang sering terjadi. Angka
kejadian 37% dari kasus terlokalisasi di kelenjar submandibular, 30%
di kelenjar ludah dan 20% pada kelenjar parotis. Sisanya 13% berada
di kelenjar sublingual. Ada 2 penyebab sialadenitis obstruktif yaitu
obstruksi mekanis ( kista, tumor, atau lesi pada mukosa oral) dan
gangguan perubahan sekretorik konsentrasi elektrolit menghasilkan
produk secretori kental. Jika saliva tidak bisa keluar, kemacetan
sekretorik menyebabkan reaksi peradangan pada jaringan kelenjar
ludah.

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala yang sering dirasakan pada penderita penyakit ini adalah adanya
pembengkakan yang disertai dengan rasa nyeri. Gejala lain meliputi gumpalan
lembut yang nyeri di pipi atau di bawah dagu, terdapat pembuangan pus darig
landula kebawah mulut dan dalam kasus yang parah, demam, menggigil dan
malaise (bentuk umum rasa sakit). (Chandak, Degwekar, Chandak, & Rawlani,
2012)

32
Beberapa gejala umum Sialadenitis meliputi:

1. Nyeri pada wajah, dengan rasa sakit yang berasal dari seluruh sudut
rahang.
2. Merasa tidak nyaman.

Gejala-gejala dari kondisi ini bervariasi bergantung pada intensitas infeksi.


Kebanyakan orang menderita rasa sakit saat membuka mulut mereka. Gejala
tambahan mungkin termasuk.

1. Demam
2. Kemerahan pada leher atas
3. Kemerahan pada sisi wajah samping
4. Memiliki kesulitan untuk membuka mulut
5. Menderita penurunan rasa
6. Mulut kering
7. Wajah yang bengkak

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostic untuk pasien dengan sialadenitis adalah CT,
ultrasonografi (USG), dan MRI dapat menentukan sialadenitis atau adanya
abses (bengkak yang bernanah) yang tidak dapat diketahui secara klinis
(Clarence T. Sasaki, 2014)
1. CT
Sialadenitis akut
a) pembesaran kelenjar saliva dengan redaman yang abnormal,
batas yang tidak jelas dan peningkatan kontras yang jelas yang
berdekatan dengan lemak yang dan / atau penebalan fasia leher
rahim yang dalam yang biasanya unilateral.
b) Pelebaran duktus dari sialolithiasis atau stenosis
c) Pemberasan intra atau ekstra-grandular kelenjar getah bening
juga dapat terlihat tetapi hal ini tidak spesifik dan dapat terjadi
di kondisi lain seperti malignansi.
d) Abses adalah kumpulan cairan hipodens yang dapat atau tidak
dapat dilokulasi.

2. MRI

33
Kelenjar saliva sering mengalami pembesaran. Kelenjar yang terkena
dapat diukur dari yang baik sampai ke yang buruk. Tanda-tanda utama
pada kasus yang cenderung heterogenus.
Tanda-tanda yang dimaksud adalah
a) T1
Sialadenitis akut: tanda rendah
Sialadenitis kronis : tanda homogen rendah
b) T2
Sialadenitis akut : secara keseluruhan tanda cenderung tinggi
Sialadenitis kronis : sinyal secara keseluruhan mungkin rendah
ke menengah karena fibrosis
3. Ultrasononrafi
Dalam sialadenitis akut kelenjar yang terkena muncul diperbesar,
hypoechoic dan hiperemia pada USG.
Dalam bentuk infektif kronis kelenjar yang terkena muncul atrofi dan
difus hypoechoic dengan margin tidak teratur - penampilan ultrasound
telah disamakan dengan yang dari hati "sirosis" (Hacking &
Weerakkody, 2015)

2.8 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Istirahat di tempat tidur selama demam dan pembengkakan kelenjar
saliva.
2) Dalam kasus akut sialadenitis, hidrasi yang memadai harus terjamin
dan ketidakseimbangan elektrolit diperbaiki.
3) Simtomatik diberikan kompres hangat dan juga diberikan analgetika.
Dapat digunakan obat pereda panas dan nyeri (antipiretik dan
analgesik) misalnya parasetamol dan sejenisnya.
4) Antibiotik. Klindamisin (900 mg secara IV atau 300 mg PO) selama 7-
10 hari (Yoskovitch, 2009).
5) Terapi bedah. Pertimbangan insisi dan drainase versus eksisi kelenjar
pada kasus yang tahan dengan terapi antibiotik, terapi insisi dan
drainase dengan adanya pembentukan abses serta terapi eksisi kelenjar
pada kasus akut sialadenitis yang bersifat rekuren (Yoskovitch, 2009)
(Muttaqin & Sari, 2011).

b. Pengobatan
1) Dalam beberapa kasus, pengobatan tidak diperlukan.

34
2) Jika ada nanah atau demam, atau jika infeksi tersebut diketahui atau
diduga menjadi bakteri, antibiotik dapat diresepkan. Antibiotik tidak
efektif terhadap infeksi virus.
3) Jika ada abses, drainase bedah atau aspirasi dapat dilakukan.
4) Kebersihan mulut yang baik, dengan gigi menyeluruh menyikat gigi
dan flossing minimal dua kali per hari, dapat membantu penyembuhan
dan membantu mencegah infeksi menyebar. Jika Anda seorang
perokok, berhenti merokok karena dapat membantu dalam pemulihan.
5) Bilasan air garam hangat (1/2 sendok teh garam dalam satu cangkir
air) mungkin menenangkan dan menjaga kelembaban mulut.
6) Minum banyak air dan menggunakan bebas gula lemon tetes untuk
meningkatkan aliran air liur dan mengurangi pembengkakan. Memijat
kelenjar dengan air panas dapat membantu(Center, A. S., 2012).

2.9 Prognosis
a. Sialadenitis Akut
Prognosis sangat tergantung pada penyakit yang mendasari pasien
dan pengobatan yang sukses. Misalnya, kematian yang tinggi dilaporkan
(20-50%) mencerminkan status kesehatan umumnya buruk pada pasien
dengan sialadenitis bakteriakut. Sejumlah kecil akan maju kesialadenitis
kronis setelah resolusi dari sialadenitis akut (Meyers. E & L. Ferris. R.,
2007).
b. Sialadenitis Kronis
Prognosis tergantung pada faktor etiologi apabila teridentifikasi,
dan tingkat keparahan penyakit. Sementara pengobatan bedah sialadenitis
kronis menyebabkan resolusi gejala nyeri dan pencegahan superinfeksi
(pengembangan infeksi baru yang timbul selama pengelolaan antimikroba
dari infeksi primer) dengan fistula atau pembentukan saluran sinus,
xerostomia, sering terlihat di radiasi sialadenitis dan tidak dapat diatasi.
(Meyers. E & L. Ferris. R., 2007)
2.10 Komplikasi
a. Komplikasi postparotidektomi (saraf facial palsy atau deformitas)
b. Abses
c. Kerusakan atau pembusukan gigi
d. Abses parotis pada kulit kanal auditori atau rongga para faringeal yang
dapat menyebabkan infeksi
e. Osteomyelitis pada tulang wajah atau septicaemia (cawson,
gleesen&eveson). Osteomyelitis adalah infeksi jaringan tulang yang

35
mencakup sumsum atau kortek tulang yang disebabkan oleh bakteri
piogenik (Nugroho SW, 2007)
Septicaemia / sepsis adalah kondisi medis serius di mana terjadi
peradangan di seluruh tubuh yang disebabkan oleh infeksi.

36
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN SIALADENITIS

3.1 Asuhan Keperawatan Umum


Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas pasien
Nama, jenis kelamin, usia, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
dan lain-lain.
2) Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan muncul kelainan pada kelenjar saliva
seperti pembengkakan, nyeri, kemerahan, dan demam. Untuk
keluhan utama ini, perawat harus menggali informasi lebih
mendalam seperti :
a) Kapan kelainan mulai muncul ?
b) Tampak seperti apa ketika pertama kali muncul dan bagaimana
perubahannya ?
c) Dimana mulainya, apakah menjalar?
d) Adakah rasa nyeri, panas atau cemas/takut?
e) Bagaimana perawatan mulut yang biasa dilakukan, seberapa
sering?
3) Riwayat Penyakit Sekarang
4) Riwayat penyakit dahulu dan pengobatan
a) Apakah pernah mengalami penyakit atau keluahan yang sama
sebelumnya? Bila Ya, bagaimana pengobatannya?
b) Apakah pasien pernah atau sedang mengalami penyakit kronis?
5) Riwayat Penyakit Keluarga
b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: Pasien dengan gangguan pada kelenjar saliva
umumnya mengalami nyeri dan pembengkakan juga demam.
2) Breath (B1) : Pada pasien dengan kelainan kelenjar saliva
kemungkinan akan terjadi peningkatan frekuensi napas oleh karena
adanya nyeri dan peningkatan suhu tubuh. Pada auskultasi bunyi napas
biasanya normal.
3) Blood (B2) : Dapat ditemukan adanya takikardia, dapat pula
ditemukan adanya peningkatan tekanan darah. Hal ini dapat
dihubungkan dengan adanya ketakutan atau karena peningkatan suhu
tubuh pasien.
4) Brain (B3) : Pasien mungkin mengalami nyeri kepala, nyeri otot dan
nyeri rahang, juga kemungkinan akan mengalami kejang oleh karena

37
adanya peningkatan suhu tubuh yang berlebihan (hipertemi) dan
kelemahan.
5) Bladder (B4) : Sistem eliminasi urine tidak mengalami gangguan.
6) Bowel (B5) : Didapatkan adanya keluhan kesulitan
menelan/mengunyah, nafsu makan menurun, adakalanya disertai
dengan kaku pada rahang. Adanya pembengkan pada kelenjar saliva
baik parotis, submandibular atau sublingual, dehidrasi, dan penurunan
berat badan.
7) Bone (B6) : Pada kulit, turgor kulit jelek atau membrane mukosa
kering. Adaya kesukaran dalam beraktivitas karena kelemahan.
Diagnosa
a. Nyeri Akut b.d penurunan sekresi saliva
b. Hipertemia b.d penyakit
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan mencerna makanan
d. Ketakutan b.d pembedahan
Intervensi dan Rasional
a. Nyeri Akut b.d penurunan sekresi saliva
Hasil NOC:
1. Pasien akan menyatakan secara verbal pengetahuan tentang cara
alternative untuk meredakan nyeri
2. Pasien akan melaporkan bahwa tingkat nyeri pasien kurang (pada
skala 0-10)
Intervensi NIC :
1. Mengajarkan pasien teknik relaksasi
2. Pemberian analgesik
3. Bantu pasien mengindentifikasi tingkat nyeri yang logis dan
berterima
4. Manajemen nyeri dengan meningkatkan intirahat dan tidur yang
adekuat untuk memfasilitasi peredaan nyeri
b. Hipertemia b.d penyakit
Hasil NOC :
1. Pasien akan menunjukan termoregulasi, yang dibuktikan dengan
berkeringat saat panas, denyut nadi radialis normal, frekuensi
penapasan normal.
2. Pasien akan menunjukan nilai suhu dalam rentang normal
3. Pasien dan keluarga akan menunjukan metode yang tepat untuk
mengukur suhu

38
4. Pasien dan keluarga menjelaskan tindakan untuk mencegah atau
meminimalkan peningkatan suhu
5. Pasien dan keluarga akan melaporkan tanda dan gejala dini
hipertemia.
Intervensi NIC :
1. Kaji tanda dan gejala awal hipertemia (seperti tidak berkeringat,
kelemahan, mual, muntah, sakit kepala dan delirium)
2. Lakukan pemeriksaan suhu oral
3. Pantau dan laporkan tanda gejala hipertemia
4. Pantau suhu minimal setiap 2 jam, sesuai dengan kebutuhan
5. Pantau warna kulit
6. Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah
dan mengenali secara dini hipertermia (misalnya, sengatan panas,
dan keletihan akibat panas)
7. Berikan obat antipiretik bila perlu
8. Lepaskan bagian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan
selimut saja
9. Kompres dingin
10. Anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya liter sehari, dengan
tambahan cairan selama aktifitas yang berlebihan.
11. Atur suhu lingkungan (pengunaan kipas/ac)

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d


ketidakmampuan mencerna makanan.
Hasil NOC
1. Pasien akan mempertahan massa tubuh dan berat badan dalam
batas normal
2. Memperlihatkan status gizi; asupan makan dan cairan yang cuku
adekuat
Intervensi NIC
1. Pantau nilai laboratorium khususnya transferrin, albumin dan
elektrolit
2. Manajemen nutrisi (ketahui makanan kesukaan pasien, tentukan
kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, pantau
kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan)
3. Kaji dan dokumentasikan derajat kesulitan mengunyah dan
menelan
4. Konsultasikan dengan ahli terapi okupasi

39
5. Ubah posisi pasien semi-fowler atau fowler tinggi untuk
memudahkan menelan, biarkan pasien pada posisi ini selama 30
menit setelah makan untuk mencegah aspirasi.
6. Letakan makanan pada bagian mulut yang tidak bermasalah
untuk memudahkan menelan
d. Ketakutan b.d pembedahan
Hasil NIC :
1. Pasien akan memperlihatkan pengendalian diri terhadap
ketakutan dengan memcari informasi untuk menurunkan
ketakutan
Intervensi NIC:
1. Kaji respon takut subyektif dan obyektif pasien
2. Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai semua
tindakan pemeriksaan dan pengobatan
3. Dorong diskusi antara pasien dan dokter tentang ketakutan
pasien
4. Sering berikan penguatan positif bila pasien
mendemonstrasikan perilaku yang dapat menurunkan atau
mengurangi takut
5. Tetap bersama pasien selama menghadapi situasi baru atau
ketika pasien merasa ketakutan

40
WOC (Web of Causation)

Trauma Invasi Staphylococcus aureus Obat sistemik Dehidrasi


streptococcus viridans, seperti
haemophilus influenza, phenothiazine dan
streptocccus pyogeneses, dan tetracyclin
escherichia coli ke kelenjar saliva

Kelainan Saliva
fungsi saliva Statis (penghentian Produksi saliva menjadi
atau penurunan aliran) menurun kental
saliva

Penumpukan bakteri di
kelenjar
submandibularis

Peradangan dan Terbentuknya


pembengkakan abses

Sialadenitis
Risiko Infeksi

Respon inflamasi lokal Rasa nyeri saat Respon inflamasi Perubahan fisiologi
menelan makanan tubuh akibat proses
penyakit

Sensitivitas serabut Nafsu makan menurun Peningkatan suhu


saraf lokal tubuh Ansietas

Intake nutrisi
Nyeri akut berkurang Hipertermia

Ketidakseimbangan
Nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh 41
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS SIALADENITIS

Kasus Semu

Tn. B berusia 50 tahun datang kerumah sakit dengan keluhan nyeri pada
leher tepatnya dirahang bawah yang mengalami pembengkakan disertai kulit
memerah dan demam. Nyeri ini sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu disertai
bengkak dan kulit memerah pada daerah rahang bawah. Nyeri semakin berat saat
pasien menelan makanan yang menyebabkan Tn. B mengalami penurunan nafsu
makan sehingga BB turun 1 Kg sejak klien merasakan nyeri. Tn. B mengaku
sering mengalami sariawan dan gusi berdarah. Tn. B juga mengatakan kalau
keluarganya tidak ada yang mengalami sialadenitis. Hasil observasi yang
didapatkan: suhu: 38oC, nadi: 95x/menit, TD: 120/80 mmHg, RR: 21x/menit, BB
sekarang: 54 Kg, TB: 162 cm, GCS: 4-5-6 (normal), skala nyeri: 6. Hasil CT-scan
menunjukkan adanya abses yang menyebabkan pembesaran kelenjar
submandibularis. Tn. B didiagnosa sialadenitis.

42
Pengkajian
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

LEMBAR PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Tanggal MRS : 25-02-2016 Jam Masuk : 09.00


WIB

Tanggal Pengkajian : 25-02-2016 No. RM :


01.01.222

Jam Pengkajian : 11.00 WIB Diagnosa Masuk


:Sialadenitis

IDENTITAS
1. Nama Pasien : Tn. B Penanggung jawab Biaya : Sendiri
2. Umur: 50 tahun Nama : Tn. B
3. Suku/ Bangsa : - Alamat : Surabaya
4. Agama : Islam
5. Pendidikan :-
6. Pekerjaan : Guru
7. Alamat : Jln. Mulyorejo Utara 191 Surabaya

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Keluhan Utama : Nyeri pada leher di rahang bawah dan pembengkakan disertai
kulit merah dan terasa panas

2. Riwayat Penyakit Sekarang : Tn. B merasa nyeri sejak 1 minggu yang lalu disertai
bengkak dan kulit memerah pada rahang bawah dan juga panas. Nyeri semakin berat ketika
pasien menelan makanan yang menyebabkan pasien mengalami penurunan nafsu makan
sehingga BB turun 5 kg sejak klien merasa nyeri.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Pernah dirawat : ya tidak kapan : sekitar setahun yang lalu
diagnosa : tifus
2. Riwayat penyakit kronik dan menular ya tidak jenis

43
Riwayat kontrol : .............................

Riwayat penggunaan obat :..............

3. Riwayat alergi ya tidak jenis


4. Riwayat operasi ya tidak kapan

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Ya tidak jenis

Masalah Keperawatan :
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda tanda vital Hipertermia

S : 38,5o C N : 95x/menit T : 120/80mmHg RR :24x/menit

Kesadaran Compos Mentis Apatis Somnolen Sopor Koma

2. Sistem Pernafasan

a. Keluhan : sesak nyeri waktu nafas

Batuk produktif tidak produktif

Sekret :.. Konsistensi :......................

Warna :.......... Bau :..................................

b. Irama nafas teratur tidak teratur

c. Jenis Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes

d. Suara nafas Vesikuler Bronko vesikuler


Masalah Keperawatan :
Ronki Wheezing

e. Alat bantu napas ya tidak

Jenis................... Flow..............lpm

Lain-lain :

3. Sistem Kardio vaskuler


a. Keluhan nyeri dada ya tidak Masalah Keperawatan :
b. Irama jantung reguler ireguler

S1/S2 tunggal ya tidak

c. Suara jantung normal murmur

44
gallop lain-lain.....

d. CRT : 2 detik

e. Akral hangat panas dingin kering


basah

f. JVP normal meningkat menurun

Lain-lain :

4. Sistem Persyarafan
a. GCS : 456 Masalah Keperawatan :

b. Refleks fisiologis patella triceps biceps Gangguan pola tidur

c. Refleks patologis babinsky budzinsky kernig

d. Keluhan pusing ya tidak

e. Pupil Isokor Anisokor Diameter: 3 mm

f. Sclera/Konjunctiva anemis ikterus

g. Gangguan pandangan ya tidak Jelaskan..

h. Gangguan pendengaran ya tidak Jelaskan..

i. Gangguan penciuman ya tidak Jelaskan..

j. Isitrahat/Tidur : 5 Jam/Hari Gangguan tidur : pola tidur terganggu

5. Sistem perkemihan
Masalah Keperawatan
a. Kebersihan Bersih Kotor

b. Keluhan Kencing Nokturi Inkontinensia

Gross hematuri Poliuria

Disuria Oliguria

Retensi Hesistensi

Anuria

c. Produksi urine : 250 ml/hari Warna: kuning Bau: Menyengat

d. Kandung kemih : Membesar ya tidak

Nyeri tekan ya tidak

45
e. Intake cairan oral : 1500 cc/hari parenteral : cc/hari

f. Alat bantu kateter ya tidak

Jenis :............. Sejak tanggal : .........

Lain-lain :

6. Sistem Pencernaan
a. Mulut bersih kotor berbau Masalah Keperawatan :

b. Mukosa lembab kering stomatitis Nutrisi kurang dari

c. Tenggorokan sakit menelan kesulitan menelan

pembesaran tonsil nyeri tekan

d. Abdomen tegang kembung ascites

Nyeri tekan ya tidak

Luka operasi ada tidak Tanggal operasi : .............

Jenis operasi :.............. Lokasi : ................

Keadaan : Drain ada tidak

Jumlah :........... Warna :...................

Kondisi area sekitar insersi :...............

e. Peristaltik : 15 x/menit

f. BAB : 1 x/hari Terakhir tanggal : 24-02-2016

Konsistensi keras lunak cair lendir/darah

g. Diet padat lunak cair

h. Nafsu makan baik menurun Frekuensi: 1-2 x/hari

i. Porsi makan habis tidak Keterangan : ...........

Lain-lain:

7. Sistem muskulo skeletal dan integumen


a. Pergerakan sendi bebas terbatas

b. Kekuatan otot 5 5

5 5

46
c. Kelainan ekstremitas ya tidak
Masalah Keperawatan :
d. Kelainan tulang belakang ya tidak

e. Fraktur ya tidak

f. Traksi / spalk /gips ya tidak

g. Kompartemen syndrome ya tidak

h. Kulit ikterik sianosis kemerahan hiperpigmentasi

i. Turgor baik kurang jelek

j. Luka jenis :........... luas : ......... bersih kotor

Lain-lain:

8. Sistem Endokrin
Pembesaran kelenjat tyroid ya tidak Masalah Keperawatan :

Pembesaran Kelenjar getah bening ya tidak

Hipoglikemia ya tidak

Hiperglikemia ya tidak

Luka gangren ya tidak

Lain-lain:

Masalah keperawatan :
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya Ansietas

Cobaan Tuhan hukuman lainnya

b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya

Murung/diam gelisah tegang marah/menangis

c. Reaksi saat interaksi kooperatif tidak kooperatif curiga

d. Gangguan konsep diri ya tidak

Lain-lain:

PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN Masalah Keperawatan :

Risiko infeksi

47
a. Mandi : 2 x/hari f. Ganti pakaian : 2 x/hari

b. Keramas : 1 x/hari g. Sikat gigi : 1 x/hari

c. Memotong kuku : 1 kali/ bulan

d. Merokok : ya tidak

e. Alkohol : ya tidak

PENGKAJIAN SPIRITUAL
Kebiasaan beribadah Masalah Keperawatan :

a. Sebelum sakit sering kadang- kadang tidak pernah

b. Selama sakit sering kadang- kadang tidak pernah

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium,Radiologi, EKG, USG )

CT Scan

TERAPI

DATA TAMBAHAN LAIN :

TINDAKAN OPERASI : -

48
Surabaya, 25 Februari 2016

()

49
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH

DS: Invasi Staphylococcus aureus Nyeri akut


ke kelenjar saliva
a. Pasien
mengatakan

nyeri pada sialadenitis


rahang bawah
b. Pasien
mengatakan
Respon inflamasi lokal
nyeri bertambah
berat saat

menelan Sensitivitas serabut saraf lokal


makanan
c. Pasien meringis

terus-menerus
Nyeri
DO:

P: pembengkakan
daerah rahang bawah
akibat sialadenitis

Q: nyeri tajam

R: rahang bawah

50
S: skala nyeri 6

T: sejak 1 minggu dan


lebih berat di malam
hari

DS: Terbentuknya abses di Hipertermi


submandibular
a. Pasien
mengatakan

badannya panas Gangguan sekeresi saliva


dan merasa tidak

nyaman
DO: Penurunan aliran saliva

a. Suhu tubuh
meningkat:
Pengentalan saliva
38,5oC
b. Nadi: 95x/ menit
c. TD: 120/80
mmHg Inflamasi
d. RR: 24x/menit
e. Adanya
pembengkakan
Pembengkakan
pada leher
bawah disertai

kulit memerah Hipertermi


akibat infeksi
f. Bibir pasien
kering
g. Akral pasien
hangat
DS: Rasa nyeri saat menelan Nutrisi kurang dari kebutuhan
makanan tubuh
a. Pasien
mengatakan

mual setiap Nafsu makan menurun


melihat makanan

51
b. Pasien
mengatakan
Intake nutrisi berkurang
badanya lemas
c. Pasien
mengatakan
Nutrisi kurang dari kebutuhan
nyeri setiap
mengunyah
makanan
DS:

BB sekarang: 54 kg

BB awal: 59 kg

TB : 162 cm

LLA : 21cm

Limfosit:
11.000/mm3

Trombosit: 350.000

Albumin: 5,0gr/dL

Hb: 18 gr/dL

BUN: 20mg/dL

Rambut: hitam,
kering, tebal

Mata: Pupil dan


konjungtiva normal

Kulit: Turgor kurang


baik

Leher: Pembesaran
dan kemerahan daerah

52
rahang bawah

Dada: Simetris

Abdomen: Rata, tidak


ada timbunan lemak

Ekstremitas: Lemas

Frekuensi makan: 1-
2x/hari

Jenis: makanan lunak


seperti bubur

Porsi: 5-10 sendok

DS : Invasi Staphylococcus aureus Gangguan pola tidur


ke kelenjar saliva
a. Pasie
n menyatakan
kurang tidur
sialadenitis
b. Pasie
n merasakan sakit
kepala
Respon inflamasi lokal
c. Pasie
n menyatakan
nyeri bertambah
Sensitivitas serabut saraf lokal
saat malam hari
DO :

a. Nyeri
Tingkat nyeri pasien

meningkat,
dibuktikan Gangguan pola tidur
dengan skala
nyeri 6
b.
Wajah pasien terlihat
lemas, terdapat

53
kantung mata
DS: Invasi Staphylococcus aureus Risiko infeksi

Pasien
mengeluhkan
Obstruksi mekanik kelenjar
nyeri di area
saliva
bawah leher

DO:
Penumpukan bekteri di
a. Kulit pasien
kelenjar submandibularis
tampak
memerah dan

bengkak di area Terjadi peradangan dan


bawah leher pembengkakan
b. Suhu tubuh
tinggi: 38,5oC
c. Skala nyeri 6
Risiko infeksi

DS : Invasi Staphylococcus aureus Ansietas


ke kelenjar saliva
a. Pasie
n selalu
menanyakan
sialadenitis
tentang
penyakitnya,
apakah bisa
Perubahan status kesehatan
sembuh atau tidak
b. Pasie
n terlihat cemas
Ansietas
setiap dilakukan
tindakan
keperawatan
DO :

a.
N : 95x/menit
TD : 120/80

54
mmHg
RR : 21x/menit

55
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR PRIORITAS MASALAH

Nama : Tn. B Tanggal : 25-02-2016

1. Nyeri akut

2. Hipertermia

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

4. Gangguan pola tidur

5. Risiko infeksi

6. Ansietas

NO. TANGGAL PRIORITAS TAMBAHAN/KETERANGAN


MASALAH

1. 25-06-2016 Nyeri akut

2. 25-06-2016 Hipertermi

3. 25-06-2016 Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

4. 25-06-2016 Gangguan pola tidur

5 25-06-2016 Risiko Infeksi

56
6. 25-06-2016 Ansietas

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

IINTERVENSI KEPERAWATAN

Nama/Umur/No.RM : Tn. B/50th/01.01.222 Dx. Medik : Sialadenitis

Hari/Tgl Masalah Jam Intervensi Rasional


keperawatan

25-02- Nyeri Akut 11.30 1) Kaji lokasi, karakteristik,


2016 durasi, frekuensi, kualitas
Tujuan
Pasien dapat dan keparahan nyeri.
11.30 2) Kaji tingkat kenyamanan,
mengontrol
khususnya pada pasien yang
nyeri dan
tidak bisa berkomunikasi
tingkat nyeri
verbal.
pasien 3) Kaji pola tidur, pola makan,
berkurang 11.30
aktivitas, emosi, kognitif
setelah dan kualitas kerja.
mendapatkan 4) Monitor kondisi mulut
11.30 pasien seperti lidah,
perawatan
yang optimal membrane mukosa, bibir,
gigi, gusi dan struktur
Kriteria Hasil:
1.Tingkat permukaan gigi dan juga
nyeri pasien kesehatannyanya, termasuk
menurun didalamnya tanda-tanda
2.Pasien dapat abnormalitas seperti besar,
beristirahat warna dan lokasi dari lesi
dan dapat internal atau eksternal dan

57
tidur dengan peradangan serta infeksi
nyaman lainnya.
3.Pasien tidak 5) Gunakan strategi
menggunakan komunikasi terapeutik untuk
11.30
obat analgesi ketidaktahuan dari kondisi
lagi nyeri dan latih pasien dalam
4.Pasien dapat
menghadapi nyeri.
kembali 6) Berikan informasi terkait
beraktivitas nyeri seperti penyebab,
seperti biasa durasi dan antisipasi
5.Saliva dapat 11.35
ketidaknyamanan dari
disekresikan
prosedur control nyeri.
dengan 7) Kontrol faktor lingkungan
normal yang mungkin
mempengaruhi
ketidaknyamanan pasien
11.35
seperti suhu, pencahayaan,
kelembaban dan suara.
8) Kolaborasikan dengan
pasien, keluarga dan tenaga
medis lain mengenai teknik
control nyeri yang mungkin
11.40
akan dilakukan.
9) Ajarkan pasien tentang
teknik control nyeri seperti
relaksasi, terapi music,
terapi panas dimgin dan
pijatan.
11.40
10) Monitor kenyamanan pasien
terhadap control nyeri.
11) Anjurkan pasien untuk tidak
makan-makanan panas dan

11.45 terlalu padat untuk


mencegah adanya iritasi
12) Diskusikan dengan ahli gizi

58
mengenai pemberian nutrisi
yang adekuat.
11.45
13) Berikan pengobatan
medikasi seperti obat
analgesic, anestetik,
antimicrobial dan anti
11.45 inflamasi bila dibutuhkan.
14) Evaluasi keefektifan control
nyeri yang telah dilakukan
11.45 dengan tenaga medis lain.
15) Kolaborasi pembedahan jika
diperlukan

11.45 1. Monitor tanda-tanda vital

Hipertermi 2. Monitor warna kulit dan suhu

Tujuan : 11.45 3. Kaji tanda-tanda infeksi yang


menyebabkan demam
Pasien akan
menunjukkan
4. Tingkatkan sirkulasi udara
penurunan suhu
11.30
tubuh setelah 5. Berikan medikasi atau cairan
diberikan 11.30 melalui IV (antipiretik,
perawatan antibacterial agen, antikejang)
11.30
Kriteria hasil: 6. Selimuti pasien dengan selimut
atau baju tipis, tergantung pada
1.Suhu tubuh
11.35 fase demam
pasien
normal 11.35 7. Monitor komplikasi demam
2. Nadi dan seperti kejang, perubahan
pernafasan status elektrolit, aritmia, dll
pasien 11.40
normal
3. Pola tidur
pasien

59
normal
4. Intake
11.40
cairan pasien
normal

1) Kolaborasikan dengan ahli


Nutrisi kurang gizi mengenai jumalah kalori
dari dan tipe nutrient yang
kebutuhan dibutuhkan untuk memnuhi
tubuh
nutrisi yang adekuat.
2) Kaji indra perasa dan
Tujuan:
kemampuan pasien untuk
Pasien akan menelan
25-02- 12.00
menunjukkan 3) Anjurkan pasien untuk
2016
intake nutrisi makan makanan yang halus
meningkat dan apabila terjadi kekurangan
berat badan saliva untuk mencegah
naik setelah
konstipasi.
mendapatkan 4) Kondisikan lingkungan
12.00
perawatan untuk menjaga kenyamanan
optimal. dalam makan
5) Berikan perawatan oral
Kriteria Hasil: 12.00
sebelum makan
1) Porsi 6) Anjurkan pasien untuk

makan banyak minum air putih


7) Pasang nutrisi enteral (bila
pasien
diperlukan)
meningka
2) Pasien
12.00
dapat
menghabis
kan
12.05
makanan
dan

60
minumann 12.10
ya
12.30
3) Pasien
dapat
beraktivitas
sehari-hari
4) BB dan TB
pasien
bertambah

1) Kaji pola tidur pasien

Gangguan 2) Kaji hal-hal lain yang membuat


pola tidur pola tidur pasien terganggu

Tujuan: 3) Kaji tingkat nyeri yang

Pasien dapat membuat pola tidur pasien

tidur dengan terganggu

25-02- pola yang


4) Atur lingkungan untuk
2012 teratur dengan
meningkatkan kenyamamnan
durasi yang
11.30 pasien, seperti suhu, cahaya,
cukup setelah
dan suara.
mendapatkan
11.30
perawatan yang 5) Terapkan teknik relaksasi
optimal
6) Ajarkan teknik nafas dalam
Kriteria Hasil: 11.30
7) Berikan pengetahuan kepada
1. Pasien tidur pasien untuk tidur cukup
dengan
normal dan 8) Berikan dukungan spiritual
durasi waktu 11.40 kepada pasien
cukup.
9) Berikan obat analgesic dan obat
2. Jadwal tidur
tidur, bila diperlukan
pasien
teratur

61
3. Pasien dapat 11.45
tidur dengan
11.45
aman dan
nyaman 11.50
4. Pasien tidak
mengeluhka
n sakit 11.50
kepala dan
12.15
bangun
dalam
kondisi yang
segar

1) Anjurkan pasien untuk


Risiko infeksi
menjaga kebersihan alat
Tujuan : seperti: alat makan, dan sikat
gigi.
Tingkat
2) Jaga kebersihan rongga oral
keparahan
dan daerah sekitar leher
infeksi pasien 3) Kolaborasi pemberian
menurun antibiotic jika diperlukan
setelah 4) Informasikan kepada
mendapatkan keluarga maupun pasien
perawatan yang 12.30 apabila tanda-tanda infeksi
optimal terjadi, sepert: demam,

Kriteria hasil : kemerahan, nyeri dan


pembengkakan
1. Suhu tubuh 5) Gunakan sikat gigi yang
12.30
pasien lembut untuk mencegah
menunjukkan timulnya sariawan dan gusi
angka normal
12.35 berdarah
6) Kolaborasikan dengan
2. Tingkat
12.35 pemerikasaan laboratorium
keparahan
nyeri pasien jika diperlukan

62
menurun

3. Hasil
laboratorium
12.35
menunjukan
angka normal

25-02- 4. Tidak terjadi


2015 pembengkakan.
12.50 1) Kaji penyebab yang biasanya
menyebabkan pasien cemas,
2) Kaji tingkat kecemasan pasien
Ansietas
3) Pahami perspektif pasien dalam
menghadapi sesuatu,
4) Jelaskan prosedur kepada
pasien seperti diagnosis
penyakit perawatan dan
prognosisnya,
5) Bantu pasien untuk
mengidentifikasi situasi yang
11.45
membuat ia cemas
11.45 6) Selalu memperhatikan pasien
untuk mengurangi rasa
11.45
kekhawatiran dan
meningkatkan rasa aman
pasien,
11.50 7) Menjadi pendengar yang baik
bagi pasien,
8) Atur ruangan pasien untuk
11.50 meningkatkan kenyamanan,
9) Instruksikan pasien dalam
penggunaan teknik relaksasi
12.00 10) Berikan obat medikasi bila
diperlukan

63
12.00

12.10

12.15

12.30

64
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama/Umur/No.RM : Tn. B/50th/01.01.222 Dx. Medik : Sialadenitis

Hari/Tgl Masalah Jam Implementasi TTD Evaluasi Paraf


keperawatan

25-02- Nyeri akut 11.30 1) Mengkaji lokasi, S: Pasien mengatakan setelah


2016 dilakukan perawatan nyeri
karakteristik, durasi,
berkurang
frekuensi, kualitas dan
O: Skala nyeri 2
keparahan nyeri.
2) Mengkaji tingkat A: Masalah teratasi sebagian
11.30
kenyamanan, P: Intervensi dilanjutkan
khususnya pada
pasien yang tidak
bisa berkomunikasi
verbal.
3) Mengkaji pola tidur,
11.30
pola makan, aktivitas,
emosi, kognitif dan
kualitas kerja.
4) Memonitor kondisi
11.30 mulut pasien seperti
lidah, membrane
mukosa, bibir, gigi,
gusi dan struktur
permukaan gigi dan
juga S: Pasien mengatakan setelah
kesehatannyanya, dilakukan perawatan demam
berkurang
termasuk didalamnya
tanda-tanda O: Suhu: 380 C, Nadi:
85x/menit, TD:
abnormalitas seperti 120/80mmHg, RR: 21x/menit
besar, warna dan
A: Masalah teratasi
lokasi dari lesi
P: Intervensi dihentikan
internal atau
eksternal dan
peradangan serta
infeksi lainnya.
5) Menggunakan
strategi komunikasi
11.30
terapeutik untuk
ketidaktahuan dari
kondisi nyeri dan
melatih pasien dalam
menghadapi nyeri.
6) Memberikan
informasi terkait
nyeri seperti
penyebab, durasi dan
antisipasi
11.35
ketidaknyamanan
11.35 dari prosedur control
nyeri.
7) Mengontrol faktor

11.40 lingkungan yang


mungkin
mempengaruhi
ketidaknyamanan
pasien seperti suhu,
Hipertermi
pencahayaan,
kelembaban dan
suara.
8) Mengolaborasikan
dengan pasien,
11.40 keluarga dan tenaga
medis lain mengenai
teknik control nyeri
yang mungkin akan
dilakukan.
9) Mengajarkan pasien
tentang teknik control
nyeri seperti
relaksasi, terapi
11.45 music, terapi panas
dingin dan pijatan.
10) Memonitor
kenyamanan pasien
terhadap control
nyeri.
11.45 11) Menganjurkan pasien
untuk tidak makan-
makanan panas dan
terlalu padat untuk

11.45 mencegah adanya


iritasi
12) Mendiskusikan
dengan ahli gizi
mengenai pemberian
nutrisi yang adekuat.
13) Memberikan
11.45
pengobatan medikasi
seperti obat
analgesic, anestetik,
antimicrobial dan anti
11.45
inflamasi
14) Mengevaluasi
keefektifan control
nyeri yang telah
dilakukan dengan
tenaga medis lain.
11.30

1) Memonitor tanda-tanda
vital
2) Memonitor warna kulit
dan suhu
3) Mengkaji tanda-tanda
Nutrisi kurang
infeksi yang
dari
kebutuhan menyebabkan demam S: Pasien mengatakan setelah
11.30
tubuh dilakukan perawatan pasien
4) Meningkatkan sirkulasi
lebih kuat dalam beaktivitas
11.30 udara dan nafsu makan meningkat
5) Meberikan medikasi
11.35 O: BB: 55kg
atau cairan melalui IV
(antipiretik, antibacterial A: Masalah teratasi sebagian

agen, antikejang) P: Intervensi dilanjutkan


11.35
6) Menyelimuti pasien
dengan selimut atau baju
tipis, tergantung pada
11.40
fase demam
7) Memonitor komplikasi
demam seperti kejang,
11.40
perubahan status
elektrolit, aritmia, dll

12.00 1) Mengkolaborasikan
dengan ahli gizi
mengenai jumlah
kalori dan tipe nutrient
yang dibutuhkan untuk
Gangguan memnuhi nutrisi yang S: Pasien mengatakan setelah
pola tidur dilakukan perawatan dapat
adekuat.
12.00 2) Mengkaji indra perasa tidur selama 9 jam, 2 jam di
siang hari dan 7 jam di
dan kemampuan
malam hari serta bangun
pasien untuk menelan dalam keadaan yang segar
3) Menganjurkan pasien
A: Masalah teratasi
untuk makan makanan
yang halus apabila P: Intervensi dilanjutkan

12.00 terjadi kekurangan


saliva untuk mencegah
konstipasi.
4) Mengkondisikan
lingkungan untuk
12.00
menjaga kenyamanan
dalam makan
5) Memberikan
perawatan oral
sebelum makan
6) Menganjurkan pasien
12.05
untuk banyak minum
air putih

12.10
1) Mengkaji pola tidur
pasien
2) Mengkaji hal-hal lain
11.30
yang membuat pola tidur
pasien terganggu
3) Mengkaji tingkat nyeri
yang membuat pola tidur
Resiko Infeksi
pasien terganggu
S: Pasien mengatakan setelah
4) Mengatur lingkungan dilakukan perawatan nyeri
11.30
untuk meningkatkan dan demam berkurang
11.30 kenyamamnan pasien,
O: Skala nyeri 2, leukosit
seperti suhu, cahaya, dan normal, suhu: 380 C
suara
11.40 5) Menerapkan teknik A: Masalah teratasi sebagian
relaksasi P: Intervensi dilanjutkan
6) Mengajarkan teknik
11.45 nafas dalam
7) Memberikan
pengetahuan kepada
pasien untuk tidur cukup
8) Memberikan dukungan
11.45
spiritual kepada pasien
9) Memberikan obat
analgesic
11.50

11.50 1) Menganjurkan pasien


untuk menjaga
kebersihan alat seperti:
12.15
alat makan, dan sikat
12.30 gigi.
2) Menjaga kebersihan
rongga oral dan daerah
Nutrisi kurang sekitar leher
dari 3) Mengkolaborasi
25-02- kebutuhan S: Pasien mengatakan setelah
2016 12.30 pemberian antibiotic dilakukan perawatan
kecemasan berkurang dan
jika diperlukan
4) Menginformasikan lebih kooperatif dalam
pengobatan
kepada keluarga
O: nadi: 85x/menit, RR:
maupun pasien apabila
12.35 20x/menit, TD: 120/80mmHg
tanda-tanda infeksi
A: Masalah teratasi
terjadi, sepert: demam,
P: Intervensi dipertahankan
kemerahan, nyeri dan
pembengkakan
12.35 5) Menggunakan sikat
gigi yang lembut
untuk mencegah
12.35 timulnya sariawan dan
gusi berdarah
6) Mengkolaborasikan
dengan pemerikasaan
laboratorium jika
diperlukan

12.50
1) Mengkaji penyebab
yang biasanya
menyebabkan pasien
cemas,
2) Mengkaji tingkat
kecemasan pasien
11.45 3) Memahami perspektif
pasien dalam
menghadapi sesuatu,
Ansietas 4) Menjelaskan prosedur
kepada pasien seperti
diagnosis penyakit
11.45 perawatan dan
prognosisnya,
5) Membantu pasien untuk
11.45 mengidentifikasi situasi
yang membuat ia cemas
6) Memperhatikan pasien
untuk mengurangi rasa
kekhawatiran dan
11.50
meningkatkan rasa aman
pasien,
7) Mengatur ruangan
pasien untuk
11.50 meningkatkan
kenyamanan,
8) Menginstruksikan pasien
12.00 dalam penggunaan
teknik relaksasi
12.10

12.15
BAB V

KESIMPULAN
Sialadenitis adalah infeksi berulang-ulang di glandula submandibularis
yang dapat diserati adanya batu (sialolith) atau penyumbatan. Penyebab yang
paling sering adalah Staphylococcus aureus. Organisme bakteri lain termasuk
streptococcus viridans, Haemophilus influenzae, streptococcus pyogenesis dan
escherichia coli bisa menyebabkan infeksi serta peradangan pada kelenjar saliva.
Terjadi penurunan fungsi duktus oleh karena infeksi, penyumbatan atau
trauma menyebabkan aliran saliva akan berkurang atau bahkan terhenti. Batu
ludah paling sering didapatkan di kelenjar submandibula. Pada glandula utama
(mayor), gangguan sekresi akan menyebabkan statis (penghentian atau penurunan
aliran) dengan pengentalan atau penumpukan yang seringkali dapat menimbulkan
infeksi atau peradangan.
Klasifikasisialadenitis, yaitu:
a. Sialadenitiskronis (Sialodochitis)
b. Sialadenitis akut
c. Sialadenitis Obstruktif/Sialolitiasis
d. Sialadenitis nonspesifik (bakterial)
e. Sialadenitis karena penyakit autoimun
f. Subakut nekrosis sialadenitis
Prognosis sialadenitis kronis tergantung pada factor etiologi, jika
diidentifikasi, dan tingkat keparahan penyakit. Sedangkan prognosis sialadenitis
akut sangat tergantung pada penyakit yang mendasari pasien dan pengobatan yang
sukses.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., et. al. 2013. Nursing Interventions Clssification (NIC) 6 th
Edition. USA: Mosby Elsevier
Center, A. S. (2012). Instruction Sheet: Salivary Gland Infections. University of
North Carolina Wilmington Abrons Student Health Center, 1.
Eugene, NM & Robert LF. 2007. Salivary Gland Disorders. New York:
SpringerBerlin Heidenberg
Ignatavicius and Workman. 2010. Medical Surgical Nursing: Patient Centered
Collaborative Care. USA: Saunders Elsevier
Levitzky, Hershel Raff & Michael. 2011. Medical Physiology, A Systems
Approach. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Meyers. E & L. Ferris. R. (2007). Salivary Gland Disorders. Pittsburgh: Springer
Science and Business Media
Mitchell dkk. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Edisi 7. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi
Aasuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Sue Moorhead, et. al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th Edition:
Measurement of Health Outcomes. USA: Elsevier
Witt, Robert L. 2011. Salivary Gland Diseases: Surgical and Medical
Management. New York: Thieme Medical Publishers Inc.
Chandak, R., Degwekar, S., Chandak, M., & Rawlani, S. (2012). Acute
Submandibular SialadenitisA Case Report. Hindawi Publishing
Corporation Case Reports in Dentistry, 3.

Cawson, R.A., Gleeson M.J., Eveson J.W. The pathology and Surgery of the
Salivary Glands. Diakses tanggal 24 maret 2016.
http://famona.tripod.com/ent/cawson/caw4.pdf

David Schlossberg, 2015, Clinical Infection Disease Second Edition Cambridge


Medicine, Spain

HYPERLINK "http://www.perhati-kl.or.id/v1/wp-
content/uploads/2012/01/Sialoendoscopy-2-dr-susy-Endang-Final-edit-anjar-
2.pdf" http://www.perhati-kl.or.id/v1/wp-
content/uploads/2012/01/Sialoendoscopy-2-dr-susy-Endang-Final-edit-
anjar-2.pdf

Clarence T. Sasaki, M., 2014. Sialadenitis. Merck Manual Professional Version, Issue
Professional Ear, Nose, and Throat Disorders Oral and Pharyngeal Disorders.

Hacking, C. & Weerakkody, Y., 2015. Sialadenits. Givology Radiopaedia.org.

Anda mungkin juga menyukai