KEPERAWATAN PENCERNAAN II
Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak-anak dan Dewasa dengan
Sialadenitis
Dosen Pembimbing:
Ika Nur Pratiwi, S.Kep., Ns., M.Kep
21
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Pencernaan II yang
berjudul Asuhan Keperawatan pada Pasien anak-anak dan Dewasa dengan
Sialadenitis. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Sensori Persepi. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bu Ika
Nur Pratiwi, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku fasilitator materi ini, dan semua pihak
yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini
memberikan informasi bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Penyusun
22
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................i
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB 1: PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Tujuan...........................................................................................................1
1.3 Manfaat.........................................................................................................2
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA........................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Saliva........................................................3
2.2 Definisi.........................................................................................................6
2.3 Etiologi.........................................................................................................6
2.4 Patofisiologi..................................................................................................7
2.5 Klasifikasi.....................................................................................................7
2.6 Manifestasi Klinis.......................................................................................10
2.7 Pemeriksaan Diagnostik.............................................................................10
2.8 Penatalaksanaan..........................................................................................12
2.9 Prognosis....................................................................................................13
2.10Komplikasi.................................................................................................13
BAB III: ASUHAN KEPERAWATAN SIALADENITIS.................................14
WOC..................................................................................................................19
BAB IV: ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS....................................20
BAB V: KESIMPULAN...................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................48
23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sialadenitis adalah suatu peradangan pada kelenjar saliva dan merupakan
respon atau infeksi oleh Staphylococcus aureus (Muttaqin & Sari, 2011).
Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1828. Sebagian besar
penyakit ini melibatkan kelenjar parotis, dan terkadang juga melibatkan
kelenjar submandibula (Inggrid Hesly, 2009).
Sebagian besar pasien adalah usia dewasa, tapi ada juga yang terjadi pada
neonates hingga anak-anak. Sialadenitiskronisberulangterjadi 10 kali lebih
sering terjadi pada orang dewasa dibandingkan pada anak-anak, dengan
rentang usia 40 sampai 60 tahun pada orang dewasa dan 4 bulansampai 15
tahun pada anak-anak (Eugene, 2007)
Seseorang yang mengalami penyakit sialadenitis ini tentu saja akan
mempengaruhi nutrisi dalam tubuhnya, karena sialadenitis dapat menimbulkan
rasa tegang yang tidak nyaman pada saat makan. Oleh karena itu, sebagai
seorang perawat kita juga harus dapat melakukan asuhan keperawatan dengan
klien dengan penderita Sialadenitis. Hal ini menjadi penting karena perawat
memegang perana penting dalam proses penyembuhannya.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan sialadenitis
pada anak-anak maupun orang dewasa
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Untuk menjelaskan definisi sialadenitis
b. Untuk menjelaskan etiologi sialadenitis
c. Untuk menjelaskan patofisiologi sialadenitis
d. Untuk menjelaskan manifestasi klinis sialadenitis
e. Untuk menjelaskan klasifikasi sialadenitis
f. Untuk menjelaskan pemeriksaan diagnostik sialadenitis
g. Untuk menjelaskan penatalaksanaan sialadenitis
h. Untuk menjelaskan prognosis sialadenitis
i. Untuk menjelaskan komplikasi sialadenitis
j. Untuk menjelaskan asuhan keperawatan sialadenitis
1.3 Manfaat
a. Mahasiswa dapat memahami definisi sialadenitis
b. Mahasiswa dapat memahami etiologi sialadenitis
24
c. Mahasiswa dapat memahami patofisiologi sialadenitis
d. Mahasiswa dapat memahami manifestasi klinis sialadenitis
e. Mahasiswa dapat memahami klasifikasi sialadenitis
f. Mahasiswa dapat memahamipemeriksaan diagnostik sialadenitis
g. Mahasiswa dapat memahami penatalaksanaan sialadenitis
h. Mahasiswa dapat memahami prognosis sialadenitis
i. Mahasiswa dapat memahami komplikasi sialadenitis
j. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan sialadenitis
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
26
tengah berhubungan dengan m. Styloglossus dan m. Hyoglossus. M.
Mylohyoideus yang membatasi rongga sublingual dan
submandibular, merupakan batas superior kelenjar submandibularis.
Duktusnya keluar dari perluasan kelenjar submandibularis yang
melintasi batas posterior dari m. Mylohyoideus dan memasuki
rongga atau ruang subingual. Salurannya, yaitu duktus Whartoni
sepanjang kurang lebih 6 cm, berjalan di bawah selaput lender dasar
mulut bersama dengan n. Lingualis dan bermuara di dasar mulut
disamping frenulum lidah dalam karunkula. Persyarafannya
berasal dari serabut saraf parasimpatis yang melalui korda
timpani dan kemudian mengikuti n. Lingualis mencapai kelenjar.
3) Kelenjar sublingual
Kelenjar sublingual terletak sedikit ke depan dan tepat di
sebelah kelenjar submandibula. Keduanya mempunyai satu saluran
(duktus) bersama. Kelenjar sublingual menempati rongga sublingual
bagian anterior dan karena itu hampir memenuhi dasar mulut.
Aliran dari sublingualis memasuki rongga mulut melalui sejumlah
muara yang terdapat sepanjang plica sublingualis, yaitu suatu linger
mukosa anteroposterior di dasar mulut yang menunjukkan
alur dari ductus submandibularis, atau melalui duktus utama
(yaitu ductus Bartholin) yang berhubungan dengan ductus
submandibularis.
b. Kelenjar Liur Minor
Kelenjar saliva minor sangat banyak jumlahnya, berkisar
antara 600 sampai 1000 kelenjar. Di antaranya ada yang memproduksi
cairan serosa, mukoid, ataupun keduanya. Masing-masing kelenjar
memiliki duktus yang bermuara di dalam rongga mulut. Kelenjar ini
tersebar di daerah bukal, labium, palatum, serta lingual. Kelenjar ini
juga bisa didapatkan pada kutub superior tonsil palatine (kelenjar
Weber), pilar tonsilaris serta di pangkal lidah. Suplai darah berasal dari
arteri di sekitar rongga mulut, begitu juga drainase kelenjar
getah bening mengikuti saluran limfatik di daerah rongga mulut.
27
Jumlah total produksi air liur setiap hari ialah 600 ml. Sebanyak 70%
diproduksi oleh kelenjar submandibula dan 25% oleh kelenjar
parotis, yang mengeluarkan air liur pada waktu makan. Berikut
fisiologi kelenjar air liur menurut Mosier (2009):
a. Produksi Saliva
Kelenjar saliva berperan memproduksi saliva, dimulai dari
proksimal oleh asinus dan kemudian dimodifikasi di bagian distal oleh
duktus. Kelenjar saliva memiliki unit sekresi yang terdiri dari
asinus, tubulus sekretori, dan duktus kolektivus. Sel-sel asini dan
duktus proksimal dibentuk oleh sel-sel mioepitelial yang berperan
untuk memproduksi sekret. Sel asini menghasilkan saliva yang akan
dialirkan dari duktus interkalasi menuju duktus interlobulus,
kemudian duktus intralobulus dan berakhir pada duktus kolektivus
(Levitzky, 2011).
b. Inervasi autonom dan sekresi saliva
1) Sistem saraf parasimpatis
Sistem saraf parasimpatis menyebabkan stimulasi pada
kelenjar saliva sehingga menghasilkan saliva yang encer. Kelenjar
parotis mendapat persarafan parasimpatis dari nervus
glosofaringeus (n.IX). Kelenjar submandibula dan sublingualis
mendapatkan persarafan parasimpatis dari korda timpani (cabang
n.VII).
2) Sistem saraf simpatis
Serabut saraf simpatis yang menginervasi kelenjar
saliva berasal dari ganglion servikalis superior dan berjalan
bersama dengan arteri yang mensuplai kelenjar saliva. Serabut saraf
simpatis berjalan bersama dengan arteri karotis eksterna yang
memberikan suplai darah pada kelenjar parotis,dan bersama arteri
lingualis yang memberikan suplai darah ke kelenjar submandibula,
serta bersama dengan arteri fasialis yang memperdarahi
kelenjar sublingualis. Saraf ini menstimulasi kelenjar saliva
untuk menghasilkan sekret kental yang kaya akan kandungan
organik dan anorganik.
28
2.2 Definisi
Sialadenitis adalah suatu peradangan pada kelenjar saliva dan merupakan
respon atau infeksi oleh Staphylococcus aureus (Muttaqin & Sari, 2011). Bisa
juga disebabkan oleh trauma (Mitchell, 2009).
2.3 Etiologi
Penyebab yang paling sering adalah Staphylococcus aureus. Organisme
bakteri lain termasuk streptococcus viridans, Haemophilus influenzae,
streptococcus pyogenesis dan escherichia coli bisa menyebabkan infeksi serta
peradangan pada kelenjar saliva. Infeksi ini juga bisa terjadi akibat dari dehidrasi
dengan pertumbuhan yang berlebihan dari flora mulut. Penyebab yang paling
umum adalah dehidrasi pascaoperasi, terapi radiasi, dan imunosupresi (misalnya
diabetes melitus, transplantasi organ, kemoterapi, Human Immunodeficiency
Virus) (Yoskvitch, 2009).
Menurut Witt (2011), beberapa etiologi yang dapat menyebabkan
sialadenitisadalah :
a. Dehidrasi, dan malnutrisi serta sejumlah terapi obat (misalnya: diuretik,
antihistamin, antidepresan, dan antihipertensi) dapat mengakibatkan
penurunan fungsi dari kelenjar liur sehingga dapat menurunkan produksi
saliva. Keadaan ini bisa menyebabkan penyebaran kolonisasi bakteri dari
parenkim kelenjar liur melalui sistem ductal (saluran) ke kelenjar liur.
b. Obstruksi mekanik karena sialolithiasis atau abnormalitas duktus kelenjar liur
dapat mengurangi produksi saliva. Keadaan ini dapat menyebabkan seseorang
menderita sialadenitis yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri aerobik khas yang
sering menginfeksi pada sialadenitis adalah Staphylococcus aureus dan
Haemophilus influenzae. Basil Gram-negatif termasuk Prevotella
berpigmen, Porphyromonas, dan Fusobacterium juga dapat menjadi
penyebab pada sialadenitis.
2.4 Patofisiologi
Peradangan pada kelenjar saliva disebabkan oleh agen infeksi, radiasi, atau
gangguan imunologi. Peradangan kelenjar saliva dapat disebabkan oleh bakteri
atau virus, seperti infeksi dengan cytomegalovirus (CMV). Organisme bakteri
29
yang pada umumnya seperti staphilococcus aureus, staphilococcus pyogenes,
streptococcus pneumoniae, dan e-coli. Gangguan ini pada umunya mempengaruhi
kelenjar parotis dan submandibularis pada orang dewasa.
Penurunan pada produksi saliva (seperti dehidrasi atau pasien lemah atau
pada pasien setelah operasi) dapat memicu sialadenitis akut. Bakteri atau virus
masuk kelenjar melalui benda yang masuk melalui mulut. Obat sistemik seperti
phenothiazine dan tetracyclin, dapat juga memicu sialadenitis akut yang
berkelanjutan. Pertumbuhan infeksi pada kelenjar saliva dapat menjadi abses,
yang dapat pecah dan menyebarkan infeksi kedalam jaringan leher dan
mediastinum.
Pasien yang menerima radiasi dari perawatan kanker pada kepala dan leher
atau tiroid dapat menurunkan aliran saliva sehingga dapat mengakibatkan
sialadenitis akut ataupun persisten. Efek radiasi pada kelenjar saliva sangat cepat
dan tinggi. Gangguan imunologis seperti HIV dapat memperbesar kelenjar parotis
dari hasil infeksi berikutnya. Sindrom sjgren sebuah gangguan autoimun,
ditandai dengan peradangan dan pembesaran pada kelenjar saliva kronis.
(Ignatavicius & Workman, 2010).
2.5 Klasifikasi
1. Sialadenitis Supuratif Akut
Kemungkinan penyakit ini disebabkan karena adanya stasis saliva,
akibat adanya obstruksi atau berkurangnya produksi saliva. Faktor
predisposisi lain terjadinya penyakit ini adalah struktur duktus atau
kalkuli. Berkurangnya produksi kelenjar saliva bias disebabkan karena
konsumsi beberapa obat. Pasien pasca operasi juga dapat menderita
penyakit ini akibat produksi saliva yang kurang yang diikuti dengan
higiene oral yang buruk. Secara klinis, pada sialadenitis akut akan
terlihat adanya pembengkakan atau pembesaran kelenjar dan
salurannya dengan disertai nyeri tekan dan rasa tidak nyaman serta
sering juga diikuti dengan demam dan lesu. Diagnosis dari adanya
30
sumbatan biasanya lebih mudah ditentukan berdasar pada keluhan
subjektif dan gambaran klinis. Penderita yang terkena sialadenitis akut
seringkali mengalami pembengkakan yang besar dari kelenjar yang
terkena dan sangat nyeri bila dipalpasi serta sedikit terasa lebih hangat
dibandingkan daerah di dekatnya yang tidak terkena. Pemeriksaan
muara duktus akan menunjukkan adanya peradangan, dan jika terlihat
ada aliran saliva, biasanya keruh dan purulen. Hasil pemeriksaan
hitung darah lengkap menunjukkan leukositosis yang merupakan tanda
proses infeksi akut. Pemijatan kelenjar atau duktus (untuk
mengeluarkan secret) tidak dibenarkan dan tidak akan bias ditolerir
oleh pasien. Probing (pelebaranduktus) juga merupakan kontraindikasi
karena kemungkinan terjadinya inokulasi yang lebih dalam atau
masuknya organisme lain. Sialografi yaitu pemeriksaan kelenjar
secarara diografis mensuplai medium kontras yang mengandung
iodine, juga sebaiknya ditunda.
2. Sialadenitis Kronis
Sialadenitis kronis lebih sering terjadi pada orang dewasa (hanya 10%
dari asien adalah anak-anak). Keadaan ini merupakan episode berulang
sialadenitis akut yang berjalan dalam waktu yang lama dengan tipe
unilateral pada kelenjar liur mayor dan bersifat episodik. Sialadenitis
kronis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, penyakit autoimun, atau
obstruksi dari duktus kelenjar liur oleh batu liur atau karena penyakit
lain. Hal ini juga bias disebabkan oleh infeksi pada periode akut tidak
diobati secara tuntas dan bias juga karena kelainan bawaan dari duktus
kelenjar liur. Kelenjar liur yang mengalami infeksi akan membentuk
sekresi purulen yang berwarna putih susu dan kental. Sumbatan
kronis atau infeksi akan menyebabkan berkurangnya serusacini/mucus
dan terjadi pembentukan jaringan parut (fibrosis) interstisial pada
kelenjar, sehingga aliran saliva akan sangat berkurang. Infeksi atau
sumbatan kronis membutuhkan pemeriksaan yang lebih menyeluruh,
yang meliputi probing, pemijatan kelenjar dan pemeriksaan
radiografi. Palpasi pada kelenjar saliva mayor yang mengalami
peradangan kronis biasanya tidak menimbulkan tidak nyeri sering kali
31
menunjukkan adanya perubahan atrofik dan kadang-kadang fibrosis
noduler.
3. Sialadenitis Viral
Infeksi virus dari kelenjar ludah adalah suatu kondisi yang sering
terutama mempengaruhi kelenjar parotis. Gondong ( sebuah
paramyxovirus ) adalah virus yang paling umum memproduksi
parotitis klinis yang signifikan. Gondong adalah penyakit dominan
anak-anak dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada
perempuan. Dewasa muda juga mungkin akan terpengaruh dan
memiliki perjalanan klinis yang lebih agresif. Gondong sering diawali
oleh infeksi virus di rongga mulut atau hidung, menyebabkan viremia,
dan infeksi hematogen dari kelenjar ludah. Masa inkubasi sekitar 3
minggu, diikuti dengan 1 sampai 2 hari demam, menggigil, sakit
kepala, dan nyeri rahang atas mengunyah, diikuti oleh pembengkakan
cepat dan menyakitkan dari kelenjar parotis. 30% sampai 40% dari
pasien yang terinfeksi tidak ada gejala klinis yang terlihat.
4. Sialadenitis Obstruktif
Sialadenitis merupakan tipe Sialadenitis yang sering terjadi. Angka
kejadian 37% dari kasus terlokalisasi di kelenjar submandibular, 30%
di kelenjar ludah dan 20% pada kelenjar parotis. Sisanya 13% berada
di kelenjar sublingual. Ada 2 penyebab sialadenitis obstruktif yaitu
obstruksi mekanis ( kista, tumor, atau lesi pada mukosa oral) dan
gangguan perubahan sekretorik konsentrasi elektrolit menghasilkan
produk secretori kental. Jika saliva tidak bisa keluar, kemacetan
sekretorik menyebabkan reaksi peradangan pada jaringan kelenjar
ludah.
32
Beberapa gejala umum Sialadenitis meliputi:
1. Nyeri pada wajah, dengan rasa sakit yang berasal dari seluruh sudut
rahang.
2. Merasa tidak nyaman.
1. Demam
2. Kemerahan pada leher atas
3. Kemerahan pada sisi wajah samping
4. Memiliki kesulitan untuk membuka mulut
5. Menderita penurunan rasa
6. Mulut kering
7. Wajah yang bengkak
2. MRI
33
Kelenjar saliva sering mengalami pembesaran. Kelenjar yang terkena
dapat diukur dari yang baik sampai ke yang buruk. Tanda-tanda utama
pada kasus yang cenderung heterogenus.
Tanda-tanda yang dimaksud adalah
a) T1
Sialadenitis akut: tanda rendah
Sialadenitis kronis : tanda homogen rendah
b) T2
Sialadenitis akut : secara keseluruhan tanda cenderung tinggi
Sialadenitis kronis : sinyal secara keseluruhan mungkin rendah
ke menengah karena fibrosis
3. Ultrasononrafi
Dalam sialadenitis akut kelenjar yang terkena muncul diperbesar,
hypoechoic dan hiperemia pada USG.
Dalam bentuk infektif kronis kelenjar yang terkena muncul atrofi dan
difus hypoechoic dengan margin tidak teratur - penampilan ultrasound
telah disamakan dengan yang dari hati "sirosis" (Hacking &
Weerakkody, 2015)
2.8 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Istirahat di tempat tidur selama demam dan pembengkakan kelenjar
saliva.
2) Dalam kasus akut sialadenitis, hidrasi yang memadai harus terjamin
dan ketidakseimbangan elektrolit diperbaiki.
3) Simtomatik diberikan kompres hangat dan juga diberikan analgetika.
Dapat digunakan obat pereda panas dan nyeri (antipiretik dan
analgesik) misalnya parasetamol dan sejenisnya.
4) Antibiotik. Klindamisin (900 mg secara IV atau 300 mg PO) selama 7-
10 hari (Yoskovitch, 2009).
5) Terapi bedah. Pertimbangan insisi dan drainase versus eksisi kelenjar
pada kasus yang tahan dengan terapi antibiotik, terapi insisi dan
drainase dengan adanya pembentukan abses serta terapi eksisi kelenjar
pada kasus akut sialadenitis yang bersifat rekuren (Yoskovitch, 2009)
(Muttaqin & Sari, 2011).
b. Pengobatan
1) Dalam beberapa kasus, pengobatan tidak diperlukan.
34
2) Jika ada nanah atau demam, atau jika infeksi tersebut diketahui atau
diduga menjadi bakteri, antibiotik dapat diresepkan. Antibiotik tidak
efektif terhadap infeksi virus.
3) Jika ada abses, drainase bedah atau aspirasi dapat dilakukan.
4) Kebersihan mulut yang baik, dengan gigi menyeluruh menyikat gigi
dan flossing minimal dua kali per hari, dapat membantu penyembuhan
dan membantu mencegah infeksi menyebar. Jika Anda seorang
perokok, berhenti merokok karena dapat membantu dalam pemulihan.
5) Bilasan air garam hangat (1/2 sendok teh garam dalam satu cangkir
air) mungkin menenangkan dan menjaga kelembaban mulut.
6) Minum banyak air dan menggunakan bebas gula lemon tetes untuk
meningkatkan aliran air liur dan mengurangi pembengkakan. Memijat
kelenjar dengan air panas dapat membantu(Center, A. S., 2012).
2.9 Prognosis
a. Sialadenitis Akut
Prognosis sangat tergantung pada penyakit yang mendasari pasien
dan pengobatan yang sukses. Misalnya, kematian yang tinggi dilaporkan
(20-50%) mencerminkan status kesehatan umumnya buruk pada pasien
dengan sialadenitis bakteriakut. Sejumlah kecil akan maju kesialadenitis
kronis setelah resolusi dari sialadenitis akut (Meyers. E & L. Ferris. R.,
2007).
b. Sialadenitis Kronis
Prognosis tergantung pada faktor etiologi apabila teridentifikasi,
dan tingkat keparahan penyakit. Sementara pengobatan bedah sialadenitis
kronis menyebabkan resolusi gejala nyeri dan pencegahan superinfeksi
(pengembangan infeksi baru yang timbul selama pengelolaan antimikroba
dari infeksi primer) dengan fistula atau pembentukan saluran sinus,
xerostomia, sering terlihat di radiasi sialadenitis dan tidak dapat diatasi.
(Meyers. E & L. Ferris. R., 2007)
2.10 Komplikasi
a. Komplikasi postparotidektomi (saraf facial palsy atau deformitas)
b. Abses
c. Kerusakan atau pembusukan gigi
d. Abses parotis pada kulit kanal auditori atau rongga para faringeal yang
dapat menyebabkan infeksi
e. Osteomyelitis pada tulang wajah atau septicaemia (cawson,
gleesen&eveson). Osteomyelitis adalah infeksi jaringan tulang yang
35
mencakup sumsum atau kortek tulang yang disebabkan oleh bakteri
piogenik (Nugroho SW, 2007)
Septicaemia / sepsis adalah kondisi medis serius di mana terjadi
peradangan di seluruh tubuh yang disebabkan oleh infeksi.
36
BAB III
37
adanya peningkatan suhu tubuh yang berlebihan (hipertemi) dan
kelemahan.
5) Bladder (B4) : Sistem eliminasi urine tidak mengalami gangguan.
6) Bowel (B5) : Didapatkan adanya keluhan kesulitan
menelan/mengunyah, nafsu makan menurun, adakalanya disertai
dengan kaku pada rahang. Adanya pembengkan pada kelenjar saliva
baik parotis, submandibular atau sublingual, dehidrasi, dan penurunan
berat badan.
7) Bone (B6) : Pada kulit, turgor kulit jelek atau membrane mukosa
kering. Adaya kesukaran dalam beraktivitas karena kelemahan.
Diagnosa
a. Nyeri Akut b.d penurunan sekresi saliva
b. Hipertemia b.d penyakit
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
ketidakmampuan mencerna makanan
d. Ketakutan b.d pembedahan
Intervensi dan Rasional
a. Nyeri Akut b.d penurunan sekresi saliva
Hasil NOC:
1. Pasien akan menyatakan secara verbal pengetahuan tentang cara
alternative untuk meredakan nyeri
2. Pasien akan melaporkan bahwa tingkat nyeri pasien kurang (pada
skala 0-10)
Intervensi NIC :
1. Mengajarkan pasien teknik relaksasi
2. Pemberian analgesik
3. Bantu pasien mengindentifikasi tingkat nyeri yang logis dan
berterima
4. Manajemen nyeri dengan meningkatkan intirahat dan tidur yang
adekuat untuk memfasilitasi peredaan nyeri
b. Hipertemia b.d penyakit
Hasil NOC :
1. Pasien akan menunjukan termoregulasi, yang dibuktikan dengan
berkeringat saat panas, denyut nadi radialis normal, frekuensi
penapasan normal.
2. Pasien akan menunjukan nilai suhu dalam rentang normal
3. Pasien dan keluarga akan menunjukan metode yang tepat untuk
mengukur suhu
38
4. Pasien dan keluarga menjelaskan tindakan untuk mencegah atau
meminimalkan peningkatan suhu
5. Pasien dan keluarga akan melaporkan tanda dan gejala dini
hipertemia.
Intervensi NIC :
1. Kaji tanda dan gejala awal hipertemia (seperti tidak berkeringat,
kelemahan, mual, muntah, sakit kepala dan delirium)
2. Lakukan pemeriksaan suhu oral
3. Pantau dan laporkan tanda gejala hipertemia
4. Pantau suhu minimal setiap 2 jam, sesuai dengan kebutuhan
5. Pantau warna kulit
6. Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah
dan mengenali secara dini hipertermia (misalnya, sengatan panas,
dan keletihan akibat panas)
7. Berikan obat antipiretik bila perlu
8. Lepaskan bagian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan
selimut saja
9. Kompres dingin
10. Anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya liter sehari, dengan
tambahan cairan selama aktifitas yang berlebihan.
11. Atur suhu lingkungan (pengunaan kipas/ac)
39
5. Ubah posisi pasien semi-fowler atau fowler tinggi untuk
memudahkan menelan, biarkan pasien pada posisi ini selama 30
menit setelah makan untuk mencegah aspirasi.
6. Letakan makanan pada bagian mulut yang tidak bermasalah
untuk memudahkan menelan
d. Ketakutan b.d pembedahan
Hasil NIC :
1. Pasien akan memperlihatkan pengendalian diri terhadap
ketakutan dengan memcari informasi untuk menurunkan
ketakutan
Intervensi NIC:
1. Kaji respon takut subyektif dan obyektif pasien
2. Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai semua
tindakan pemeriksaan dan pengobatan
3. Dorong diskusi antara pasien dan dokter tentang ketakutan
pasien
4. Sering berikan penguatan positif bila pasien
mendemonstrasikan perilaku yang dapat menurunkan atau
mengurangi takut
5. Tetap bersama pasien selama menghadapi situasi baru atau
ketika pasien merasa ketakutan
40
WOC (Web of Causation)
Kelainan Saliva
fungsi saliva Statis (penghentian Produksi saliva menjadi
atau penurunan aliran) menurun kental
saliva
Penumpukan bakteri di
kelenjar
submandibularis
Sialadenitis
Risiko Infeksi
Respon inflamasi lokal Rasa nyeri saat Respon inflamasi Perubahan fisiologi
menelan makanan tubuh akibat proses
penyakit
Intake nutrisi
Nyeri akut berkurang Hipertermia
Ketidakseimbangan
Nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh 41
BAB IV
Kasus Semu
Tn. B berusia 50 tahun datang kerumah sakit dengan keluhan nyeri pada
leher tepatnya dirahang bawah yang mengalami pembengkakan disertai kulit
memerah dan demam. Nyeri ini sudah dirasakan sejak 1 minggu yang lalu disertai
bengkak dan kulit memerah pada daerah rahang bawah. Nyeri semakin berat saat
pasien menelan makanan yang menyebabkan Tn. B mengalami penurunan nafsu
makan sehingga BB turun 1 Kg sejak klien merasakan nyeri. Tn. B mengaku
sering mengalami sariawan dan gusi berdarah. Tn. B juga mengatakan kalau
keluarganya tidak ada yang mengalami sialadenitis. Hasil observasi yang
didapatkan: suhu: 38oC, nadi: 95x/menit, TD: 120/80 mmHg, RR: 21x/menit, BB
sekarang: 54 Kg, TB: 162 cm, GCS: 4-5-6 (normal), skala nyeri: 6. Hasil CT-scan
menunjukkan adanya abses yang menyebabkan pembesaran kelenjar
submandibularis. Tn. B didiagnosa sialadenitis.
42
Pengkajian
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
IDENTITAS
1. Nama Pasien : Tn. B Penanggung jawab Biaya : Sendiri
2. Umur: 50 tahun Nama : Tn. B
3. Suku/ Bangsa : - Alamat : Surabaya
4. Agama : Islam
5. Pendidikan :-
6. Pekerjaan : Guru
7. Alamat : Jln. Mulyorejo Utara 191 Surabaya
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Tn. B merasa nyeri sejak 1 minggu yang lalu disertai
bengkak dan kulit memerah pada rahang bawah dan juga panas. Nyeri semakin berat ketika
pasien menelan makanan yang menyebabkan pasien mengalami penurunan nafsu makan
sehingga BB turun 5 kg sejak klien merasa nyeri.
43
Riwayat kontrol : .............................
Masalah Keperawatan :
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda tanda vital Hipertermia
2. Sistem Pernafasan
Jenis................... Flow..............lpm
Lain-lain :
44
gallop lain-lain.....
d. CRT : 2 detik
Lain-lain :
4. Sistem Persyarafan
a. GCS : 456 Masalah Keperawatan :
5. Sistem perkemihan
Masalah Keperawatan
a. Kebersihan Bersih Kotor
Disuria Oliguria
Retensi Hesistensi
Anuria
45
e. Intake cairan oral : 1500 cc/hari parenteral : cc/hari
Lain-lain :
6. Sistem Pencernaan
a. Mulut bersih kotor berbau Masalah Keperawatan :
e. Peristaltik : 15 x/menit
Lain-lain:
b. Kekuatan otot 5 5
5 5
46
c. Kelainan ekstremitas ya tidak
Masalah Keperawatan :
d. Kelainan tulang belakang ya tidak
e. Fraktur ya tidak
Lain-lain:
8. Sistem Endokrin
Pembesaran kelenjat tyroid ya tidak Masalah Keperawatan :
Hipoglikemia ya tidak
Hiperglikemia ya tidak
Lain-lain:
Masalah keperawatan :
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya Ansietas
Lain-lain:
Risiko infeksi
47
a. Mandi : 2 x/hari f. Ganti pakaian : 2 x/hari
d. Merokok : ya tidak
e. Alkohol : ya tidak
PENGKAJIAN SPIRITUAL
Kebiasaan beribadah Masalah Keperawatan :
CT Scan
TERAPI
TINDAKAN OPERASI : -
48
Surabaya, 25 Februari 2016
()
49
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
ANALISA DATA
terus-menerus
Nyeri
DO:
P: pembengkakan
daerah rahang bawah
akibat sialadenitis
Q: nyeri tajam
R: rahang bawah
50
S: skala nyeri 6
a. Suhu tubuh
meningkat:
Pengentalan saliva
38,5oC
b. Nadi: 95x/ menit
c. TD: 120/80
mmHg Inflamasi
d. RR: 24x/menit
e. Adanya
pembengkakan
Pembengkakan
pada leher
bawah disertai
51
b. Pasien
mengatakan
Intake nutrisi berkurang
badanya lemas
c. Pasien
mengatakan
Nutrisi kurang dari kebutuhan
nyeri setiap
mengunyah
makanan
DS:
BB sekarang: 54 kg
BB awal: 59 kg
TB : 162 cm
LLA : 21cm
Limfosit:
11.000/mm3
Trombosit: 350.000
Albumin: 5,0gr/dL
Hb: 18 gr/dL
BUN: 20mg/dL
Rambut: hitam,
kering, tebal
Leher: Pembesaran
dan kemerahan daerah
52
rahang bawah
Dada: Simetris
Ekstremitas: Lemas
Frekuensi makan: 1-
2x/hari
a. Nyeri
Tingkat nyeri pasien
meningkat,
dibuktikan Gangguan pola tidur
dengan skala
nyeri 6
b.
Wajah pasien terlihat
lemas, terdapat
53
kantung mata
DS: Invasi Staphylococcus aureus Risiko infeksi
Pasien
mengeluhkan
Obstruksi mekanik kelenjar
nyeri di area
saliva
bawah leher
DO:
Penumpukan bekteri di
a. Kulit pasien
kelenjar submandibularis
tampak
memerah dan
a.
N : 95x/menit
TD : 120/80
54
mmHg
RR : 21x/menit
55
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
1. Nyeri akut
2. Hipertermia
5. Risiko infeksi
6. Ansietas
2. 25-06-2016 Hipertermi
56
6. 25-06-2016 Ansietas
IINTERVENSI KEPERAWATAN
57
tidur dengan peradangan serta infeksi
nyaman lainnya.
3.Pasien tidak 5) Gunakan strategi
menggunakan komunikasi terapeutik untuk
11.30
obat analgesi ketidaktahuan dari kondisi
lagi nyeri dan latih pasien dalam
4.Pasien dapat
menghadapi nyeri.
kembali 6) Berikan informasi terkait
beraktivitas nyeri seperti penyebab,
seperti biasa durasi dan antisipasi
5.Saliva dapat 11.35
ketidaknyamanan dari
disekresikan
prosedur control nyeri.
dengan 7) Kontrol faktor lingkungan
normal yang mungkin
mempengaruhi
ketidaknyamanan pasien
11.35
seperti suhu, pencahayaan,
kelembaban dan suara.
8) Kolaborasikan dengan
pasien, keluarga dan tenaga
medis lain mengenai teknik
control nyeri yang mungkin
11.40
akan dilakukan.
9) Ajarkan pasien tentang
teknik control nyeri seperti
relaksasi, terapi music,
terapi panas dimgin dan
pijatan.
11.40
10) Monitor kenyamanan pasien
terhadap control nyeri.
11) Anjurkan pasien untuk tidak
makan-makanan panas dan
58
mengenai pemberian nutrisi
yang adekuat.
11.45
13) Berikan pengobatan
medikasi seperti obat
analgesic, anestetik,
antimicrobial dan anti
11.45 inflamasi bila dibutuhkan.
14) Evaluasi keefektifan control
nyeri yang telah dilakukan
11.45 dengan tenaga medis lain.
15) Kolaborasi pembedahan jika
diperlukan
59
normal
4. Intake
11.40
cairan pasien
normal
60
minumann 12.10
ya
12.30
3) Pasien
dapat
beraktivitas
sehari-hari
4) BB dan TB
pasien
bertambah
61
3. Pasien dapat 11.45
tidur dengan
11.45
aman dan
nyaman 11.50
4. Pasien tidak
mengeluhka
n sakit 11.50
kepala dan
12.15
bangun
dalam
kondisi yang
segar
62
menurun
3. Hasil
laboratorium
12.35
menunjukan
angka normal
63
12.00
12.10
12.15
12.30
64
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1) Memonitor tanda-tanda
vital
2) Memonitor warna kulit
dan suhu
3) Mengkaji tanda-tanda
Nutrisi kurang
infeksi yang
dari
kebutuhan menyebabkan demam S: Pasien mengatakan setelah
11.30
tubuh dilakukan perawatan pasien
4) Meningkatkan sirkulasi
lebih kuat dalam beaktivitas
11.30 udara dan nafsu makan meningkat
5) Meberikan medikasi
11.35 O: BB: 55kg
atau cairan melalui IV
(antipiretik, antibacterial A: Masalah teratasi sebagian
12.00 1) Mengkolaborasikan
dengan ahli gizi
mengenai jumlah
kalori dan tipe nutrient
yang dibutuhkan untuk
Gangguan memnuhi nutrisi yang S: Pasien mengatakan setelah
pola tidur dilakukan perawatan dapat
adekuat.
12.00 2) Mengkaji indra perasa tidur selama 9 jam, 2 jam di
siang hari dan 7 jam di
dan kemampuan
malam hari serta bangun
pasien untuk menelan dalam keadaan yang segar
3) Menganjurkan pasien
A: Masalah teratasi
untuk makan makanan
yang halus apabila P: Intervensi dilanjutkan
12.10
1) Mengkaji pola tidur
pasien
2) Mengkaji hal-hal lain
11.30
yang membuat pola tidur
pasien terganggu
3) Mengkaji tingkat nyeri
yang membuat pola tidur
Resiko Infeksi
pasien terganggu
S: Pasien mengatakan setelah
4) Mengatur lingkungan dilakukan perawatan nyeri
11.30
untuk meningkatkan dan demam berkurang
11.30 kenyamamnan pasien,
O: Skala nyeri 2, leukosit
seperti suhu, cahaya, dan normal, suhu: 380 C
suara
11.40 5) Menerapkan teknik A: Masalah teratasi sebagian
relaksasi P: Intervensi dilanjutkan
6) Mengajarkan teknik
11.45 nafas dalam
7) Memberikan
pengetahuan kepada
pasien untuk tidur cukup
8) Memberikan dukungan
11.45
spiritual kepada pasien
9) Memberikan obat
analgesic
11.50
12.50
1) Mengkaji penyebab
yang biasanya
menyebabkan pasien
cemas,
2) Mengkaji tingkat
kecemasan pasien
11.45 3) Memahami perspektif
pasien dalam
menghadapi sesuatu,
Ansietas 4) Menjelaskan prosedur
kepada pasien seperti
diagnosis penyakit
11.45 perawatan dan
prognosisnya,
5) Membantu pasien untuk
11.45 mengidentifikasi situasi
yang membuat ia cemas
6) Memperhatikan pasien
untuk mengurangi rasa
kekhawatiran dan
11.50
meningkatkan rasa aman
pasien,
7) Mengatur ruangan
pasien untuk
11.50 meningkatkan
kenyamanan,
8) Menginstruksikan pasien
12.00 dalam penggunaan
teknik relaksasi
12.10
12.15
BAB V
KESIMPULAN
Sialadenitis adalah infeksi berulang-ulang di glandula submandibularis
yang dapat diserati adanya batu (sialolith) atau penyumbatan. Penyebab yang
paling sering adalah Staphylococcus aureus. Organisme bakteri lain termasuk
streptococcus viridans, Haemophilus influenzae, streptococcus pyogenesis dan
escherichia coli bisa menyebabkan infeksi serta peradangan pada kelenjar saliva.
Terjadi penurunan fungsi duktus oleh karena infeksi, penyumbatan atau
trauma menyebabkan aliran saliva akan berkurang atau bahkan terhenti. Batu
ludah paling sering didapatkan di kelenjar submandibula. Pada glandula utama
(mayor), gangguan sekresi akan menyebabkan statis (penghentian atau penurunan
aliran) dengan pengentalan atau penumpukan yang seringkali dapat menimbulkan
infeksi atau peradangan.
Klasifikasisialadenitis, yaitu:
a. Sialadenitiskronis (Sialodochitis)
b. Sialadenitis akut
c. Sialadenitis Obstruktif/Sialolitiasis
d. Sialadenitis nonspesifik (bakterial)
e. Sialadenitis karena penyakit autoimun
f. Subakut nekrosis sialadenitis
Prognosis sialadenitis kronis tergantung pada factor etiologi, jika
diidentifikasi, dan tingkat keparahan penyakit. Sedangkan prognosis sialadenitis
akut sangat tergantung pada penyakit yang mendasari pasien dan pengobatan yang
sukses.
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M., et. al. 2013. Nursing Interventions Clssification (NIC) 6 th
Edition. USA: Mosby Elsevier
Center, A. S. (2012). Instruction Sheet: Salivary Gland Infections. University of
North Carolina Wilmington Abrons Student Health Center, 1.
Eugene, NM & Robert LF. 2007. Salivary Gland Disorders. New York:
SpringerBerlin Heidenberg
Ignatavicius and Workman. 2010. Medical Surgical Nursing: Patient Centered
Collaborative Care. USA: Saunders Elsevier
Levitzky, Hershel Raff & Michael. 2011. Medical Physiology, A Systems
Approach. USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Meyers. E & L. Ferris. R. (2007). Salivary Gland Disorders. Pittsburgh: Springer
Science and Business Media
Mitchell dkk. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Edisi 7. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi
Aasuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Sue Moorhead, et. al. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th Edition:
Measurement of Health Outcomes. USA: Elsevier
Witt, Robert L. 2011. Salivary Gland Diseases: Surgical and Medical
Management. New York: Thieme Medical Publishers Inc.
Chandak, R., Degwekar, S., Chandak, M., & Rawlani, S. (2012). Acute
Submandibular SialadenitisA Case Report. Hindawi Publishing
Corporation Case Reports in Dentistry, 3.
Cawson, R.A., Gleeson M.J., Eveson J.W. The pathology and Surgery of the
Salivary Glands. Diakses tanggal 24 maret 2016.
http://famona.tripod.com/ent/cawson/caw4.pdf
HYPERLINK "http://www.perhati-kl.or.id/v1/wp-
content/uploads/2012/01/Sialoendoscopy-2-dr-susy-Endang-Final-edit-anjar-
2.pdf" http://www.perhati-kl.or.id/v1/wp-
content/uploads/2012/01/Sialoendoscopy-2-dr-susy-Endang-Final-edit-
anjar-2.pdf
Clarence T. Sasaki, M., 2014. Sialadenitis. Merck Manual Professional Version, Issue
Professional Ear, Nose, and Throat Disorders Oral and Pharyngeal Disorders.